|

ARTIKEL DI KABAR INDONESIA: “ARGUMENTUM AD HOMINEM” UNTUK YUSRIL

Moratorium Remisi: “Argumentum Ad Hominem” untuk Yusril
Oleh : Berthy B Rahawarin | 06-Nov-2011, 18:45:17 WIB

KabarIndonesia – Mantan Menkumham pada periode pertama Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid Pertama Yusril Ihza Mahendra termasuk dalam beberapa orang yang mengkritik pedas Kemenkumham soal kebijakan moratorium atau dihapusnya remisi bagi para terpidana koruptor. Yusril yang juga masih dalam proses pro justitia Sisminbakum, tampaknya ingin menenangkan hati Anggota DPR RI dengan wacana RUU Tipikor baru itu, akan memberi argumen-argumen yang bertentangan dengan semangat membasmi korupsi sebagai extraordinary crime.

Beberapa argumen yang dikemukakan Yusril saat diskusi di Gedung DPR RI “Moratorium dan Remisi Untuk Koruptor, Legal Atau Melanggar Hukum” di DPR, Kamis (03/11/2011), adalah:

(1) Indonesia bukan negara kekuasaan (machtstaat) tapi negara hukum (rechstaat), kebijakan penghilangan remisi itu tindakan otoriter;
(2) melanggar HAM para terpidana korupsi yang berkelakuan baik setelah menjalani masa tahanan;
(3) sifat diskriminatif Remisi, yang hanya dianggap dilakukan dalam Hari Raya keyakinan tertentu dan tidak di hari raya Keyakinan yang lain;
(4) bahwa, melanggar Konvensi PBB tentang Korupsi;
(5) bahwa, kebijakan Remisi hanya sekedar politik citra, bukan motif murni penegakkan hukum.

Masyarakat hanya mencoba memahami kebijakan moratorium remisi oleh Kemenkumham di bawah Menteri Amir Syamsudi (mantan pengacara) dan Wamen Denny Indrayana dari dasar akal sehat yang muncul dari suara-suara masyarakat. Masyarakat beranggapan:

pertama, bahwa vonis bagi para koruptor terlalu ringan dengan tindakan kejahatan korupsi dengan kerugian negara yang sangat besar. Maling ayam dapat divonis dua tiga tahun penjara, pada saat yang sama terpidana koruptor menerima vonis yang sama, atau bahkan lebih kecil.

Kedua, perlakuan istimewa dalam masa penahanan dan menjalankan masa hukuman, bukan lagi rahasia umum. Keadaan istimewa yang diterima terpidana korupsi membangun kecemburuan baru di antara sesama nara pidana.

Ketiga, dalam menjalankan masa pidana yang ringan dan singkat, terpidana koruptor masih menerima “hadiah” remisi atau pemotongan masa tahanan, sementara tindak pidana maling ayam atau yang setingkat, akan lebih sulit menerima hadiah sedemikian, karena tidak memiliki akses dan kemampuan “transaksional” seperti terpidana koruptor. Dan sejumlah sinyalemen pengistimewaan proses pro justitia maupun perlakuan diskriminatif pengistimewaan terhadap para calon tersangka dan tersangka korupsi lainya.

Di masa Menkumham Patrialis Akbar grasi kontroversial untuk  bupati Kutai Kertanegara Syaukani (awal tahun 2010), telah menimbulkan perdebatan hukum yang dalam. Apalagi, alasan kesehatan Syaukani yang diberitakan media seolah dalam keadaan sekarat, mendadak bisa menggerakan badan dengan relatif leluasa pasca pemberian grasi. Yusril termasuk membela pemberian grasi kepada Syaukani. Masyarakat ketika itu bahkan berspekulasi tentang grasi Syaukani sebagai tumbal belaka bagi pembebasan bersyarat Aulia Pohan, besan presiden SBY.

Argumen Ad Hominem untuk Yusril

Terhadap empat empat argumen Yusril, kecuali argumen “politik citra”, boleh kita membolak balik catatan dan jejak kebijakan hukum sebagai Menkumham di bawah KIB I Presiden SBY.

Pertama, perihal melanggar Konvensi PBB tentang Korupsi yang mana yang dimaksudkan Yusril tidak cukup jelas, bahkan bertentangan. Indonesia bahkan secara umum dianggap terlampau lemah terhadap tindakan pembasmian korupsi. Sekretaris-Jenderal PBB Ban Ki-moon dalam kesempatan Internasional Hari Anti-Korupsi pada 9 Desember 2009 mengatakan, bahwa di dunia sangat rentan dan menderita “pertama dan terburuk” oleh karena korupsi seperti pencurian uang publik atau bantuan asing untuk keuntungan pribadi. Hasilnya, katanya, adalah sumber daya yang lebih sedikit untuk mendanai pembangunan infrastruktur seperti sekolah, rumah sakit dan jalan.

Sekjen Ban bahkan mencatat, bahwa bagaimanapun korupsi “tidak ada kekuatan impersonal besar” tetapi “hasil dari keputusan pribadi, paling sering termotivasi oleh keserakahan.”Lanjutnya, “Konvensi PBB melawan Korupsi adalah instrumen hukum terkuat di dunia untuk membangun integritas dan melawan korupsi”, dan meminta perusahaan untuk mengadopsi langkah-langkah anti-korupsi sejalan dengan Konvensi.Jadi, spirit yang dikembangkan Yusril (dan teman-teman) justeru bertentangan dengan semangat Konvensi PBB untuk terus mencari langkah tepat dan effektif meminimalkan hingga meniadakan peluang dan aksi koruptif.

Kedua, sifat dikriminatif Remisi seperti disebutkan Yusril, tampaknya hanya sekedar sebagai tambahan pointer argumen, tanpa pemaknaan hukum yang berrelevansi dengan penegakkan wibawa hukum. Pada prakteknya, remisi diberikan tidak hanya di masa keagamaan dari keyakinan tertentu saja. Substansinya juga bukan pada “waktu” remisi, tetapi “siapa-siapa” yang berhak atas remisi. Secara normatif, remisi adalah hak narapidana. Tetapi konteks normatif itu, dikecualikan terhadap tindak pidana korupsi sebagai extraordinary crime.

Ketiga, dalam konteks korupsi sebagai extra rdinary crimeyang diberi batasan sebagai melanggar HAM publik yang berdampak luas dan merusak sendi-sendi kehidupan warga manusia secara masif dan terpola, terpidana korupsi tidak dapat dipandang sama dengan pidana umumnya. Korupsi masuk pelanggaran HAM berat di mata Konvensi PBB.

Keempat, di masa jabatan sebagai Menkumham tidak ada integritas pribadi Yusril yang cukup dalam penegakkan negara hukum (rechtsaat) dan negara kekuasaan (machtstaat) secara berarti. Yusril tampak “konsisten” dalam sikap ketika memberi bahasa pembelaan pada grasi kontroversial Syaukani. Tapi, Yusril ketika Menkumham di bawah Presiden yang sama, diam seribu bahasa ketika penolakan grasi oleh Presiden SBY atas kasus kontroversial pidana mati Tibo Cs, dalam konflik sosial di Poso, Sulteng.

Negara hukum (rechtstaat) atau negara kekuasaan (machtstaat) yang disampaikan secara normatif, hanya sebuah inkonsistensi Yusril. Dia hanya hanya sedang menyenangkan hati Wakil Rakyat dan Koruptor? Apresiasi masyarakat akan hilang, bila kepastian (hukum) dan kewibawaannya hanya ada dan nyata dalam kepentingan. Kepentingan rakyat sedang terdzolimi di wilayah inkonsistensi penegak hukum. Dalam kasus ini, saya membela agenda moratorium remisi dari Kemenkumham.

Cetak artikel Cetak artikel

Short URL: https://yusril.ihzamahendra.com/?p=732

Posted by on Dec 1 2011. Filed under Politik. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response or trackback to this entry

7 Comments for “ARTIKEL DI KABAR INDONESIA: “ARGUMENTUM AD HOMINEM” UNTUK YUSRIL”

  1. Secara sederhana ada 6 logika sbb ;
    (1). Remisi dalam peraturan perundangan dapat diberikan kepada semua NAPI, hukuman tergantung UU-nya, salah Indonesia sendiri karena KUHP tidak juga direvisi setelah puluhan tahun dan UU Korupsi cukup reformis dibandingkan beberapa negara seperti Phillipina dan Thailand.
    (2). Era Reformasi sangat banyak kasus yg digunakan oknum-oknum aparat penegak hukum dengan atas nama pemberantasan korupsi namun faktanya adalah pemerasan dan “pesanan politik”, bahkan ada Bupati yang digulingkan karena oknum penegak Hukum “DIBAYAR” oleh Wakil bupati yang kakaknya menjabat Deputi Gubernur BI saat itu
    (3).Politik menjadi Panglima, Hukum dibawah Politik, sehingga terjadi TEBANG PILIH.
    (4).Salah persepsi bahwa Korupsi adalah “extra ordinary crime”, di negara Commonwealth seperti Singapore dikatakan bahwa “Korupsi adalah ordinary crime” yang cara pengungkapannya dilakukan aparat hukum dengan “extra ordinary effort”.
    (5).Kalau SBY berikan “grasi” kepada Syaukani dan Remisi intensif kepada besannya Aulia Pohan maka itu haknya sesuai UU, bila ada sanksi maka masyarakat bisa beri sanksi sosial di Pemilu 2014 ya jangan pilih Partai Demokrat;
    (6). Selama ini Yusril sudah banyak membuka mata rakyat Indonesia melek, mulai dari gugatan Jaksa Agung Illegal, gugatan Pencegahan seumur hidup dan gugatan saksi yang menguntungkan, itu luar biasa dan terobosan hukum yang fenomenal. Kalau Yusril hidup di AS maka apresiasinya dan popularitasnya sebagai orang terzalimi akan “meroket” dan Presiden langsung akan dijatuhkan. Jadi jangan menyudutkan Yusril dalam pandangan legal-formalnya tentang remisi dan sejenisnya dalam kerangka Hak Asazi Manusia.

    Berbeda pandangan boleh-boleh saja, tapi saya kok yakin orang ini ada “sponsornya” untuk menyudutkan Yusril, ya gak jauh-jauh dibelakangnya ada Denny Indrajana. Asal tahu saja bahwa Kebijak Wamen yang memakai corong Mentrinya akan Rontok bila digugat di Pengadilan, sehingga makin jelek kredibilitas SBY karena memilih orang yang resistensinya tinggi dan kebijakan yang tidak populis dalam formalitas hukum positif.

  2. bang YIM, untuk menambah bahan perbandingan tolong bang YIM menulis tanggapan wacana/argumen diatas. sehingga masyarakat bisa membanding argumen mana yang kuat dan objektif. terimakasih bang, kami tunngu…

  3. Saudari Berthy tidak mengetahui yang sebenarnya, sangat disayangkan pendapatnya ngawur habis dan sepotong-sepotong. Geli saya membacanya, woalah sopo sing mbayar wong iki ?

  4. NAMPAKNYA BERTHY B RAHAWARIN INI BENAR-BENAR PENGACARA=PENGANGGURAN BANYAK ACARA. PEKERJAAN AJA GAK JELAS ALIAS BUNTANG AKONG. LAGI MENCARI-CARI SIMPATI DAN INDENTITAS DIRI MENGHARAPKAN BELAS KASIHAN ORANG2 YG BERKUASA DAN YG AKAN BERKUASA, MAKLUM, SARJANANYA HANYA STF-SP JELAS SANGAT DANGKAL KEILMUANNYA DALAM BIDANG HUKUM MEMALUKAN…NIH http://id-id.facebook.com/berthy.rahawarin

  5. ada sebuah kisah, tatkala seekor katak laut berkunjung ke tempatnya katak kolam…dengan bangganya sang katak kolam mengatakan kepada si katak laut: pernahkah engkau melihat tempat tinggal seluas dan sedalam seperti ini? sang katak laut hanya berkata : suatu hari engkau kan kuajak mengunjungi tempat tinggalku, dan engkau boleh berenang sepuas hatimu………..tipikal katak kolam dalam pribadi berthy sungguh menggelikan,semoga ia sadar

  6. berty perlu berkace diri dan berfikir lebih dulu sebelum menuangkan pendapatnye soal hukum, yang tidak bise dilepasin dari date and fakte, bukan asal kate, apelagi kalo nulis gaye filsafat yang bukan aje harus logis and sistimatis, tapi juge obyektif, tidak subyektif ditambeh nalar yang lurus tidak berliku liku seperti kali amazone di amerika latin, untuk memperlihatkan seakan akan alamiah, tapi rekayasa and sepertinye ilmiah padahal kacangan yang penting laku jual and murah, wah kalo gitu lu bikin malu stf driyarkara yang beken gare gare ulah alumninye yang kagek mutu dalam berargumentasi, tapi die lulus ape kagek ye

  7. si berthy ni nampak nya mencoba buat tulisan dengan cara menjelaskan argumen-argumennya dengan gaya bahasa yang akademik, dengan maksud orang akan beranggapan bahwa dialah orang yang mumpuni, tau banyak hal tentang hukum, tapi dia tidak sadar dia berada dimana, ini Indonesia bung, (bung atau mba, gak jelas) dan Indonesia menetapkan dirinya sebagai negara hukum, dan hukum itu berlaku disini, jika berthi orang hukum dan sekolah hukum di Indonesia, pastinya dia tau apa yang dikemukakan bang YIM selama ini adalah benar,dan bang YIM sendiri sudah membuktikan itu, masyarakat biasa mungkin saja bisa percaya dengan apa yang dituliskan berthy tapi tidak bagi kalangan yg cerdas, yang tau akan pokok permasalahan hukum yg terjadi di Indonesia, jadi percuma si berthy membuat tulisan seperti itu kalau hanya untuk membodohi masyarakat dan juga sebenarnya bertentangan dengan kata hatinya sendiri. saran saya untuk berthy jangan gunakan ilmu untuk muslihat buruk, yang pada akhirnya akan menimpa diri anda sendiri nantinya.

Leave a Reply