|

KENANG-KENANGAN DI MASA KECIL (BAGIAN III)

Sekolah Raja itu menggunakan Bahasa Melayu menggunakan huruf Arab dan huruf Latin. Saya masih menyaksikan tulisan tangan kakek saya sangatlah bagus dan rapi. Kebiasaan seperti itu diperolehnya di Sekolah Raja. Konon gurunya akan marah besar jika murid-murid menulis dengan jelek. Setelah menamatkan sekolah raja itu, kakek saya masih melanjutkan pendidikan ke sekolah tehnik. Beliau belajar mengenai permesinan, sehingga di kampung beliau tersohor sebagai ahli bubut yang pakar membuat sukucadang berbagai jenis mesin. Seperti saya ceritakan di Bagian I, kakaknya yang bernama Saad sempat menjadi marinir Belanda, walau akhirnya berubah profesi jadi nakhoda. Karena kepiawaiannya membubut itu, kakek saya sering ikut orang Belanda bekerja berpindah-pindah dari satu daerah ke daerah lain. Beliau pergi bekerja sambil merantau dengan temannya yang bernama Sidik, ayah dari Alwi, pemilik rumah besar di Numpang Empat. Alwi dikenal sebagai orang kaya di Manggar zaman dahulu.

Kakek saya bercerita mula-mula merantau ke Betawi, mungkin sekitar tahun 1905. Beliau tinggal di Meester Cornelijs, katanya kepada saya. Belakangan saya baru tahu, kalau Meester Cornelijs itu adalah daerah Jatinegara sekarang ini. Beliau juga pernah menempati rumah yang agak besar ukurannya di dekat Stasiun Manggarai. Rumah itu adalah rumah dinas Jawatan Kereta Api Belanda. Kakek saya rupanya diajak ke Betawi untuk memasang peralatan mesin kereta api di Stasiun Jatinegara dan Manggarai. Beliau juga ikut memasang derek pintu air Jembatan Manggarai sekitar tahun 1916. Ketika saya SMP beliau menggambar pintu air Manggarai itu, yang menurut beliau terdiri dari atas tiga bagian, yakni aliran sungai, jalan mobil dan orang serta jalan kereta api diatasnya. Jauh di belakang hari ketika saya telah pindah ke Jakarta, saya melihat jembatan Manggarai itu. Rupanya kakek saya tidak ngawur, jembatan Manggarai yang saya saksikan itu persis sama dengan yang beliau gambar. Pekerjaan memasang mesin dan membubut berbagai peralatan kereta api itu dilakukannya dari Jakarta, Bandung, Semarang, Puwokerto, Surabaya dan Malang, dan juga kota-kota lain yang saya sudah tidak ingat lagi. Cerita beliau memasang rel dan membangun stasiun kereta api terlalu panjang dan detil.

Jama Sandon juga bercerita bahwa beberapa tahun beliau tinggal di Bandung sesudah tahun 1920. Tugas beliau di sana adalah memasang peralatan mesin pabrik kina, obat penyembuh penyakit malaria. Karena kepiawaiannya membubut dengan mesin-mesin modern itu, suatu ketika kakek saya diajak orang Belanda untuk menjadi instruktur — beliau menyebutnya menjadi “mandor”– di Technische Hoogeshcool guna mengajari mahasiswa praktik kerja. Baru belakangan saya tahu bahwa sekolah yang disebut kakek saya itu adalah Institut Teknologi Bandung sekarang ini. Entah apa sebabnya pada pertengahan tahun 1920an itu, kakek saya kembali lagi ke Belitung. Orang Belanda nampaknya membutuhkan tenaganya untuk bekerja di Bengkel Bubut NV GMB, untuk membuat berbagai suku cadang mesin dan kapal keruk untuk menambang timah. Menurut ibu saya, kakek saya pernah berencana untuk pindah ke Kuching di Serawak. Ada orang Inggris yang menawarkan beliau kerja di sana. Tetapi beliau akhirnya tidak jadi pindah ke Serawak itu, karena ada isyu sebentar lagi akan ada perang besar. Orang Jepang akan menyerang Hindia Belanda dan Malaya.

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Cetak artikel Cetak artikel

Short URL: https://yusril.ihzamahendra.com/?p=48

Posted by on Dec 14 2007. Filed under Personal. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response or trackback to this entry

51 Comments for “KENANG-KENANGAN DI MASA KECIL (BAGIAN III)”

  1. Pak… saya cuma mau tanya satu hal…. apa benar Bapak punya kakak kandung yang bernama Hasnani? dan Ibu Hasnani ini memiliki anak bernama zakaria? Sdr. zakaria ini selalu mengatakan bahwa Bapak adalah adik kandung ibunya (Bu Hasnani)

Leave a Reply