KENANG-KENANGAN DI MASA KECIL (BAGIAN III)
Menurut penuturan ibu saya, di masa muda kakek saya gemar bermain drama klasik. Peran yang paling disukainya ialah melakonkan Raja Jin dengan kostum yang nampak menyeramkan. Beliau kadang-kadang juga membaca syair. Syair yang paling disukainya ialah Syair Hari Kiamat, yang sering beliau baca ketika usianya mulai senja. Mungkin karena sudah tua kakek saya mulai menyadari kematian yang suatu saat pasti akan tiba. Syai’r Hari Kiamat memang berisi banyak nasehat, agar manususia tidak terlalu terlena dengan dunia fana. Hidup yang sesungguhnya dan hidup yang kekal adalah kehidupan akhirat. Kakek saya itu bukan tergolong orang yang taat beragama di masa mudanya. Menurut ibu saya, kelakuan kakek saya itu sama saja seperti kakaknya Haji Saad. Mereka tergolong kelompok setengah preman dan tingkah lakunya nampak garang, eksentrik dan sering tanpa kompromi. Namun ketika telah tua, kakek saya mulai sedikit demi sedikit menjalankan perintah agama.
Suatu ketika di tahun 1966, kakek saya ingin menunaikan ibadah haji bersama nenek saya. Kami agak heran, karena kakek saya itu hanya kadang-kadang sembahyang lima waktu dan kadang-kadang tidak. Uang beliau punya. Emas berlian kepunyaan nenek saya cukup banyak pula. Namun di tahun 1960-an itu, calon jemaah haji harus diundi dulu mengingat daya tampung Kapal Arafat yang mengangkut jemaah haji sangat terbatas. Tiga tahun berturut-turut beliau ikut undian, namun selalu gagal. Mungkin karena jengkel — mengingat beliau agak bringasan — beliau tidak mau lagi ikut undian tahun berikutnya. Beliau bilang kepada saya, pegawai yang mengundi calon jemaah itu brengsek semuanya. Uang persediaan untuk pergi haji bersama nenek saya itu, kemudian beliau gunakan untuk berdagang. Tetangga kami, namanya Nek Siti, sampai mengalami stress berat disebabkan selalu gagal dalam undian pergi haji. Suami Nek Siti, namanya Merdin, adalah seorang saudagar asal Punjab, India.
Menurut cerita Taib, adik kandung kakek saya, kakek saya itu di masa mudanya sering terlibat perkelahian. Saya tidak sempat bertanya apa masalahnya beliau terlibat perkelahian itu. Dugaan saya, beliau terlibat perkelahian itu setelah kalah bermain judi. Saya dengar, kakek saya di masa muda memang suka taruhan bermain ceki dan bermain macok. Sebagian teman-temannya bermain judi itu orang Cina. Beberapa di antara orang Cina itu saya kenal, ketika mereka sudah tua. Saya juga pernah mendengar cerita ibu saya bahwa suatu hari kakek saya babak belur dipukuli orang dengan kayu, sehingga kepalanya retak dan dibawa ke rumah sakit Belanda. Kakek saya konon sedang naik sepeda ketika pulang kerja, dan tiba-tiba disebelahnya ada orang yang mengendarai sepeda dengan cepat, dan memukul kepalanya dengan kayu sehingga terjatuh. Ketika jatuh, kepala kakek saya masih terus dipukul dengan kayu tadi hingga retak. Ibu saya mengatakan, peristiwa itu terjadi tahun 1933, ketika ibu saya berusia empat tahun. Beliau menunggui kakek saya yang pingsan dan dirawat dokter Belanda dan kepalanya diberi es balok. Ibu saya menyangka kakek saya akan mati. Rupanya tidak. Kepala kakek saya dijahit oleh dokter Belanda itu dan berbekas sampai beliau tua.
Orang yang memukul kakek saya itu ternyata orang Cina pembunuh bayaran. Kakek saya tidak mengenal orang itu. Tetapi dia salah sasaran, karena target yang harus dibunuh rupanya bukan kakek saya. Pembunuh bayaran itu ditangkap. Kakek saya dijadikan saksi korban di sidang Landrad (Pengadilan Negeri zaman Belanda) di Tanjung Pandan. Ibu saya, walau berusia empat tahun, masih ingat sidang di Landrad itu. Pembunuh bayaran itu dihukum penjara oleh hakim orang Belanda. Ibu saya mengatakan mereka hadir di pengadilan itu yang jaraknya sekitar 90 km dari Manggar, naik mobil polisi Belanda. Tetapi polisinya orang Jawa. Sidangnya hanya satu kali, palu langsung diketok dan terdakwa dinyatakan terbukti bersalah. Pembunuh bayaran itu, kata ibu saya “masuk rumah tutupan”. Ibu saya selalu menyebut penjara dengan istilah itu.
Cetak artikelShort URL: https://yusril.ihzamahendra.com/?p=48
Pak… saya cuma mau tanya satu hal…. apa benar Bapak punya kakak kandung yang bernama Hasnani? dan Ibu Hasnani ini memiliki anak bernama zakaria? Sdr. zakaria ini selalu mengatakan bahwa Bapak adalah adik kandung ibunya (Bu Hasnani)