KENANG-KENANGAN DI MASA KECIL (BAGIAN III)
Kakek saya yang hidup santai di zaman Belanda, mulai panik ketika tentara Jepang mendarat di tanah air. Sebagaimana orang-orang lain, beliau, nenek saya dan ibu saya yang baru berumur dua belas tahun masuk hutan dan membuka ladang. Kakek saya dan keluarga berladang di hutan daerah Gantung, tempat beliau berasal. Namun tidak lama beliau berladang, tentara Jepang datang mencarinya. Mula-mula beliau mengira akan ditangkap, tetapi ternyata dipanggil untuk membuka kembali bengkel bubut yang sempat tutup karena ditinggalkan orang Belanda. Kakek saya rupanya harus bekerja membuat berbagai suku cadang untuk keperluan militer, termasuk membuat kerangka pesawat terbang yang ukurannya kecil. Kerangka itu dibuat dari bahan alumunium.
Kakek saya tidak tahu akan diapakan kerangka pesawat kecil itu. Karena begitu selesai, kerangka itu di bawa tentara Jepang ke Singapura. Beliau hanya membuatnya saja berdasarkan gambar yang diberikan teknisi militer Jepang. Sungguhpun beliau bekerja di bawah perintah tentara Jepang, beliau mengatakan kepada saya orang Jepang itu sebenarnya sangat bodoh. Saya agak heran mendengarnya. Kebodohan orang Jepang itu antara lain, menurut beliau, ketidaktahuannya bahwa waktu di bumi ini berbeda-beda. Meskipun mereka berada di Asia Tenggara, namun waktu yang mereka pakai adalah waktu Tokyo. Kakek saya sempat marah karena harus masuk bengkel pukul lima pagi, ketika hari masih gelap. Jadi beliau harus mengayuh sepeda pukul empat pagi dari rumahnya. Tetapi orang Jepang tidak perduli dengan protes beliau. Mereka bilang di Tokyo sudah pukul tujuh. Sudah bekerja setengah mati kata beliau, kadang-kadang tidak dibayar sama orang Jepang. Kejengkelan kakek saya kepada orang Jepang, berlangsung terus sampai beliau tua. Orang Jepang itu, kata kakek saya, hanya membuat orang jadi sengsara saja. Mereka brengsek semuanya. Belanda, kata kakek saya, lebih bagus.
Kemarahan kakek saya makin bertambah, karena suatu hari beliau dan beberapa temannya ditangkap dan ditahan militer Jepang. Tentu saja beliau marah karena apa yang diminta orang Jepang untuk dikerjakan, semuanya telah beliau penuhi. Beberapa temannya yang ditangkap itu ternyata tidak pernah kembali. Mereka menduga satu demi satu mereka ditembak karena khawatir dengan keahlian mereka membuat berbagai peralatan militer. Kakek saya tinggal berdua dengan temannya yang namanya Unus. Istri Unus itu orang Belanda. Beliau ini tinggal di depan rumah kakek saya di Kampung Lalang. Namun anehnya, tiba-tiba mereka berdua dilepaskan. Tentara Jepang bilang, perang sudah selesai, mereka menyerah sama Amerika. Kakek saya dan Unus pun pulang ke rumah. Di zaman NICA (Netherlands Indisce Civil Administration), kakek saya kembali bekerja di Bengkel Bubut Lipat Kajang seperti semula. Kakek saya itu selama hidupnya tidak perduli dengan politik. Beliau hanya bekerja dan berpikir sebagai ahli teknik saja.
Sebab itu, kakek saya Jama Sandon, samasekali tidak mau ikut dalam pergerakan. Beliau bahkan tidak pernah mau menjadi anggota serikat buruh pertambangan timah. Namun, kakek saya itu sangat anti komunis. Beliau mengatakan orang Komunis itu orang gila. Lambang Palu Arit itu menurut beliau adalah lambang tukang bunuh orang. Mula-mula leher orang diarit dan kemudian ditukul (dipalu) dengan palunya. Ketika saya muda, saya menjadi anggota Pemuda Muslimin. Kakek saya bertanya, organisasi apa itu. Saya bilang Pemuda Muslimin itu berada di bawah PSII (Partai Syarikat Islam Indonesia). Kakek saya bilang apa itu PSII. Ketika saya jelaskan beliau tidak mau menerima. Pokoknya kalau partai ada “I” diujungnya, kata beliau, semua itu PKI. Tentu saja saya katakan bahwa PSII itu bukan PKI, tetapi kakek saya tidak perduli. Waktu Pemilu tahun 1971, kakek saya bertanya kepada ibu saya, akan pilih partai mana. Ibu saya bilang pilih Parmusi. Kakek saya sekali lagi bertanya, apa Parmusi itu PKI juga. Ibu saya bilang, PKI sudah lama bubar. Parmusi itu pengganti Masyumi. Maka kakek saya pilih Parmusi. Kalau Masyumi, kakek saya tahu. Sebab dalam Pemilu tahun 1955, ayah dan ibu saya berkampanye untuk Masyumi. Kakek saya hanya tahu Masyumi itu anti PKI. Selebihnya beliau tak mengerti apa-apa.
Cetak artikelShort URL: https://yusril.ihzamahendra.com/?p=48
Pak… saya cuma mau tanya satu hal…. apa benar Bapak punya kakak kandung yang bernama Hasnani? dan Ibu Hasnani ini memiliki anak bernama zakaria? Sdr. zakaria ini selalu mengatakan bahwa Bapak adalah adik kandung ibunya (Bu Hasnani)