NASKAH PERNYATAAN BERHENTI PRESIDEN SOEHARTO, 21 MEI 1998
Bismillah ar-Rahman ar-Rahim,
Setelah saya berdialog dengan Pak Amien Rais di Metro TV seperti saya ceritakan dalam posting tadi, banyak orang meminta kepada saya naskah pernyataan berhenti Presiden Soeharto dari jabatannya, tanggal 21 Mei 1998. Naskah asli pengunduran diri itu telah diserahkan kepada Arsip Nasional untuk disimpan di sana. Semua ini kami lakukan agar dokumen ini jangan sampai hilang seperti Naskah Supersemar tahun 1966. Hanya ada dua copy yang dibuat waktu itu, satu disimpan oleh Almarhum Pak Saadillah Mursyid, dan satunya saya simpan sebagai koleksi pribadi. Naskah ini bukanlah tergolong sebagai rahasia negara, karena telah dibacakan oleh Presiden Soeharto di depan umum, di Istana Negara, pada tanggal 21 Mei 1998. Saya sendiri ada di situ, sebagai saksi sejarah dari peristiwa ketatanegaraan yang langka terjadi di negara kita. Saya persilahkan anda membaca naskah ini, sebagaimana naskah aslinya, tanpa saya memberikan banyak komentar.
Cetak artikelShort URL: https://yusril.ihzamahendra.com/?p=92
Assalamualaikum WW.
Bang Yusril,
Usul — kalau bisa bapak bisa sering sering memposting seperti begini,
maksud kami dokumen dokumen yg mungkin masih ada di tangan bapak
terkait dengan bangsa ini bisa di publish
.. walaupun mungkin tidak semua bisa dengan alasan tertentu —
tapi setidaknya kita kita ini dapat mengetahui…
sebagaimana dikatakan ..
gambar lebih banyak bercerita dari kata kata..:-)
btw, —- PERTAMAX
salam,
Capry – Makassar
Mantap sekali pak. Meski tidak ada kata pengantar dari bapak, seperti kata Capry, gambar bicara lebih banyak daripada sekedar kata-kata.
hhmmm…. bukti sejarah yang tidak pernah ter-ekspose dengan baik…..
walaupun beliau banyak melakukan kesalahan dalam menjalankan
pemerintahan ….. namun sangat banyak hal postif yang juga beliau
jalankan selama ini…….. izinkan saya selaku rakyat jelata…. memaafkan beliau….
ada dokumen lain nggak? rasanya lebih enak baca yang beginian ketimbang baca tulisan anda yang panjang itu.
Kalau mau baca yang beginian, datang aja ke Gudang Arsip, Boss! Atau ente minta aja sama GM, kali dia punya lebih banyak buat bahan catatan pinggir… Koran ente itu kuyo-kuyo ane melulu… (YIM)
Pak Yusril,
Saya mau bertanya ;
1. Apakah Dokumen Negara kita itu sebelumnya sudah pernah dimuat di media massa nasional kita ?
2. Apakah Dokumen Negara kita itu sudah dimasukan kedalam kurikulum buku buku pelajaran disekolah ?
Terima Kasih Pak
JEBEE
Tanggapan saya:
Naskah Proklamasi 17 Agustus 45 sering dimuat di berbagai media massa, baik drafnya yang ditulis tangan oleh Bung Karno, maupun naskah yang diketik Sajoeti Melik dan ditandatangani Soekarno-Hatta. Dokumen pada dasarnya adalah sumber primer dalam penulisan sejarah. Tentu tergantung kepada sejarawan, apakah mereka akan menggunakan dokumen sebagai sumber penulisan sejarah, terkait dengan topik yang mereka tulis (misalnya untuk dijadikan bahan pelajaran sejarah di sekolah). Saya pribadi, memang lebih menyukai penggunaan dokumen sebagai sumber primer penulisan, sepanjang dokumennya masih ditemukan. (YIM)
assalamualaikum.
pak yusril.
setelah membaca postingan bapak yang ini muncul sebuah pertanyaan dari benak saya mengenai postingan ini [karena pak yusril telah memposting sebuah bukti sejarah dan jarang sekali ada, karena bapak sendiri menjadi salah satu saksi di dalam sejarah ini.]
“Akan kah pemerintah dapat memperlihatkan sejarah di dalam pemerintahan indonesia yang tidak ada kabut di dalamnya??”
Penulisan sejarah selalu bersifat “kontemporer”. Fakta mungkin sama. Tetapi interpretasi mungkin saja berbeda. Semua tergantung kepada filosofi, historiografi, dan kerangka teori yang digunakan. Bahkan tak jarang ideologi juga mempengaruhi interpretasi fakta sejarah. Namun sejarah dapat ditulis oleh siapa saja, tak perlu selalu harus ditulis oleh “Pemerintah”. Kalau “tidak ada kabut” sukar saya menjawabnya. Idealnya fakta sejarah harus dituliskan, baik menyenangkan maupun terasa pahit. Itu semua adalah bagian dari sejarah perjalanan sebuah bangsa. Kita harus memetik pelajaran dari peristiwa sejarah. (YIM)
Wah, waktu pak Harto membacakan itu, saya masih di kelas 2 SMP itu pak… :)
Tanda tangan kecil di sebelah kata PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA itu tanda tangannya siapa ya…
Itu paraf Pak Saadillah Mursyid, Mensesneg waktu itu. Setiap naskah Kepresidenan, sebelum ditandatangani Presiden harus diparaf oleh Mensesneg. (YIM)
Terima kasih Pak Yusril, ditunggu sharing document yang lainnya.
#4
Hehehe, memangnya wartawan senengnya lihat gambar aza ya ?? :-D. BTW, itu bener nggak kalau Koran ente itu kuyo-kuyo ane melulu. Kayaknya sih iya ya :-)
Ingat lho, sekarang wartawan dan penulis editorial tidak lagi berdiri dimenara gading…
#6,
Adahendra, sepertinya tidak. Bukan hanya di Indonesia tapi juga di negara lain. Bukankah ada adagium, “Sejarah dibuat oleh pemenang”.
Alasan lain, Indonesia ini mengidap penyakit amnesia politik yang kronis. Sekarang dipuja nanti dibanting. Dulu di injak-injak sekarang diangkat-angkat. Begitu seterusnya hingga menjadi satu siklus yang terus berulang.
Mau tanya nih pak YIM,yang nulis naskah pernyataan berhenti itu siapa?
Kok enak amat ya,setelah sekian lama jadi Presiden berhenti begitu saja sementara negara waktu itu kacau balau.
Seakan-akan tidak ada tanggung-jawabnya.
Bunyi pasal 8 UUD 1945 itu apa?
Thanks.
Disiapkan bersama staf Sekneg di masa itu. Saya juga ikut di dalamnya. Hal lain yang anda tanyakah, sudah diperdebatkan tak lama setelah peristiwa itu terjasi. Saya sudah berdebat dengan Emil Salim, Subroto, Prof. A Muis, Prof. Dimyati Hartono dll. Kapan-kapan saya akan menulis lagi masalah ini. Pertayaan anda hanya mungkinsaya jawab dengan menulis sebuah artikel, atau bahkan buku tersendiri. Saya mohon maaf, tak dapat menjawabnya panjang-panjang di tempat ini. Kalau Pasal 8 UUD 1945, ya anda baca sendiri saja deh.. (YIM)
Mohon sedikit pencerahan Pak YIM……
Pasal 8 Undang-Undang Dasar 1945 sebelum perubahan
“Jika Presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatanya, ia diganti oleh oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya”
Dari ketentuan Pasal 8 Undang-Undang Dasar 1945 kini terlihat beberpa hal penting ;
1. Jika Presiden mangkat, Berhenti, atau tidak melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya
2. Ia diganti oleh Wakil Presiden
3. Sampai habis waktunya.
Dari tiga Point penting ini maka dapat dilihat bahwa pada saat Soeharto berhenti dari jabatannya sebagai Presiden, merupakan kehendak sepihak dari Soeharto, bukan atas dorongan dari lembaga-lembaga negara lainya seperti Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat atau Mahkamah Agung.
atas dasar hal tersebut diatas maka dapat dilihat bahwa berhentinya Soeharto menimbulkan konsekuensi konstitusional bahwa Wakil Presidenlah yang melanjutkan masa jabatan kepresidenan tersebut sampai batas waktu yang telah ditentukan, yakni samapi pada tahun 2003, namun dalam melanjutkan masa jabatan kepresiden tersebut ada hal yang sinkron dengan konstitusi tersebut yakni dalam kenyataannya Pemilihan Umum dilaksanakan pada Tahun 1999, dan kemudian dipilih Presiden baru oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Berdasarkan kepada uraian tersebut bukankah pemilihan Presiden pada tahun 1999 tersebut inkonstitusional, meskipun ada TAP MPR yang menetapkan dilakukan pemlihan umum yang dipercepat, tepati bukankah dalam TAP MPR No. 2 Tahun 2000 menyatakan bahwa hierarki TAP MPR tersebut berada diwah Undang-Undang Dasar?
Atas ketentuan Pasal 8 Undang-Undang Dasar 1945 ini bukankah menetapkan Abdurrahman Wahid menjadi Presiden itu adalah suatu hal yang inkonstitusional? untuk itu saya mohon Pak Yusril memberi sedikit tanggapan dalam sudut Hukum Tata Negara ? Terimakasih….
Tanggapan saya:
Saya belum dapat menjawab masalah ini sekarang. Waktu itu ada konsensus antara para pemimpin politik untuk mempercepat Pemilu. Kalau murni dilihat dari hukum tatanegara positif, pandangan anda benar. Namun perlu penelitian yang lebih mendalam untuk menelaah dinamika hukum tatanegara dalam masa peralihan di masa itu.Kalau ada yang ingin menulis tesis atau disertasi mengenai hal ini, tentu akan menjadi topik kajian akademis yang menarik (YIM)
Memaafkan merupakan salah satu ciri orang bertaqwa dalam tradisi Islam. Untuk itu, dari lubuk hati yang paling dalam kita sebaiknya memberi maaf kepada Soeharto, Mantan Presiden RI itu.
Namun, dalam persoalan perdata-nya, demi kebaikan Soeharto sendiri –lagi-lagi daro perspektif Islam, sebaiknya diselesaikan segera. Meskipun, bila Allah berkehendak Soeharto dijemput sementara persoalan perdatanya belum terselesaiakan, maka hal itu menjadi tanggung jawaban ahli warisnya.
Kita masih ingat tentang peristiwa dua saudara/kerabat Pak Yusril, kan? Apa ungkapan yang beliau sampaikan hingga begitu menyentuh?
#AKHIRNYA SEMUA KITA AKAN PERGI (I)
“Sebagai saudara dekat, saya diminta untuk menyampaikan sambutan. Setelah menyampaikan ucapan terima kasih, mohon doa dan mohon maaf bagi almarhum, saya mengutip salah satu peristiwa yang terjadi di zaman Rasulullah s.a.w. Suatu ketika Rasulullah menyaksikan sekelompok orang membawa jenazah ke pemakaman. Rasulullah bertanya, jenazah siapakah yang akan dimakamkan itu. Maka salah seorang dari mereka menjawab bahwa itu adalah jenazah si Fulan. Rasulullah kemudian bertanya kepada mereka: Adakah si Fulan itu, selama hidupnya dikenal sebagai orang yang baik. Mereka serentak menjawab: Kami menyaksikan, ya Rasul Allah, si Fulan itu memang orang baik. Maka bersabdalah Rasulullah: Jika jenazah seseorang di usung ke pemakaman, dan 40 orang mengatakan bahwa dia adalah orang baik, maka Allah SWT akan memasukkan ruh orang itu ke dalam surga. Kemudian, saya bertanya kepada hadirin yang hadir di pemakaman: Adakah Saudara-saudara semua menyaksikan bahwa semasa hidupnya, Abdul Hamid bin Baharum ini adalah orang yang baik? Maka serentak para hadirin menjawab: Ya, beliau orang yang baik. Maka saya berkata: Ya Allah, ampunilah saudara kami ini kalau dia melakukan kesalahan. Terimalah segala amal kebajikan yang telah dilakukannya. Masukkanlah dia ke dalam surga Jannatun Na’im.”
Dan, bukankah ada kebiasaan baik yang diucapkan beberapa saat sebelum mayit diangkut ke makam, “Kepada Saudara-saudara yang mempunyai hutang piutang dengan almarhum, kami sebagai ahli waris akan menyelesaikannya dengan baik”.
Di sinilah arti penting Kasus Pedata Soeharto diselesaikan agar ‘jalan’ yang akan dilaluinya menjadi lancar. Untuk ituKEIHKLASAN KELUARGA MENJADI KATA KUNCINYA. Kita berharap keadaan Soeharto hingga saat ini tidak menjadi objek politik apatah lagi sekadar dagang sapi.
Wassalam.
Buat YIM..
disamping beranda ada galeri foto, namun ketika dibuka kok masih kosong, apa foto-fota bapak sudah dimuat dalam bolgnya atau belum ya?
Mohon maaf belum sempat mengisinya (YIM)
Assalamualaikum.
Sepatutnya kita berterimakasih kepada Pak Yusril yang berkenan memposting dokumen bersejarah di atas ke dalam blawg ini.
Izinkan saya memberikan komentar terkait dua posting Pak Yusril yang terakhir ini. Mengenai dialog di Metro TV dengan Pak Amien kebetulan saya melihatnya di siang hari. Tentu itu adalah siaran tunda, karena siarang langsungnya diadakan malam. Saya menilai (kalau keliru saya minta maaf) dialog tersebut sepertinya memiliki satu arah yang akan dituju. Dari Pak Amin bicara soal (Moralitas “Keagamaan”), sedangkan dari Pak Yusril bicara dari sisi “Pernyataan Berhenti” yang dibacakan Pak Harto 21 Mei 1998.. Dari dua pembicara dan temanya jelas bahwa arahnya adalah agar “Kita” memaafkan Soeharto. Saya tidak menyebut Pak Yusril menyeting acara tersebut. Tetapi saya mendapat kesan seperti yang saya tuliskan di atas.
Pak Yusril memberikan informasi penting terkait dokumen pernyataan berhenti Pak Harto, yaitu tulisan tangan beliau (Pak Harto) yang beliau lengkapi sebagai penambah naskah yang sebelumnya Pak Yusril dan rekan-rekan buat. dari Tulisan tangan Pak Harto itu dapat dilihat memiliki 4 unsur, yaitu:
1. Wapres BJ Habibie akan melanjutkan jabatan Presiden (1998-2003) sesuai Pasal 8 UUD 1945
2. Terimakasih atas bantuan dan dukungan rakyat selama memimpin bangsa dan negara dan “Minta maaf bila ada kesalahan dan kekuranganya”
3. Semoga bangsa Indonesia tetap jaya dengan pancasila dan UUD-nya
4. Mulai hari ini, Kabinet Pembangunan VII demisioner dan pada para menteri saya ucapkan terimakasih
Kira-kira demikianlah saya mengurai kalimat yang ditulis Pak Harto. Dari empat itu, sekarang yang jadi pembicaraan adalah angka 2, khususnya bagian yang saya beri tanda kutip. Sebagaimana Pak Yusril tuliskan dalam posting yang lalu, “Jadi permintaan maaf itu telah diucapkan langsung oleh mantan Presiden Soeharto sendiri.” Namun bila kita amati, sebenarnya pernyataan maaf yang disampaikan Pak Harto itu tidak beranjak dari satu kesalahan yang diakui telah beliau lakukan, demikian juga tidak beranjak dari desakan masyarakat agar beliau meminta maaf, sebab desakan waktu itu adalah agar Pak Harto mundur dan soal kesalahan beliau akan diselesaikan secara hukum sebagaimana kemudian dikuatkan dengan TAP MPR Nomor XI/1998. Namun proses hukum hingga detik ini masih buntu.
Saya mengatakan bahwa Pak Harto minta maaf bukan karena kesalahan yang diakui telah beliau lakukan karena dalam kalimat “Minta maaf bila ada kesalahan dan kekuranganya” (yang kita cernati adalah terdapatnya kata “BILA ADA”). Kata BILA ADA adalah kata perandaian, bukan sebenarnya atau beralaskan fakta. Sehingga, kalau kita mengejar sisi hukum dari dokumen ini untuk memberikan maaf kepada Pak Harto, maka sangatlah tidak tepat. Dan lagi, meskipun diucapkan dalam pidato resmi, kata maaf itu tidak berimplikasi kepada tindakan hukum yang harus dilakukan pemerintah. Kata itu lebih mirip basa-basi. Kalau pun tidak basa-basi, maka itu adalah “mencuci tangan selepas makan siang.”
Namun demikian, sebagai manusia yang percaya kepada Tuhan, melihat orang (termasuk Pak Harto), yang dalam istilah Pak Amien “dalam keadaan kritis menghadapi sakratul maut” dan secara implisit sudah meminta maaf BILA ADA kesalahannya. Sudah sepatutnya juga kita mengucapkan hal yang sebanding: TERMAKASIH ATAS JASA-JASA SELAMA MEMIMPIN DAN KAMI MINTA MAAF BILA ADA KESALAHAN DAN KEKURANGAN.
Hal Kedua Pak Yusril, kali ini terkait dengan pandangan Pak Yusril selaku orang ahli di bidang hukum. Sudah seharusnya kita sadari, bahwa hukum kita itu (khususnya pokok-pokok hukum pidana dalam KUHP) adalah warisan abad 18 dan 19. Semangat masa itu tentu sudah jauh berubah dengan masa kini. Disamping soal waktu, tempat kemunculannya (Eropa) juga jauh beda dengan akar budaya kita. Selama ini kan kita “dieropakan” salah satunya lewat instrumen hukum. Hukum dari Eropa itu, atau hukum modern ditata sedemikian rupa, punya mekanisme, asas, aparat penggunanya, dibagi dalam cabang-cabang (pidana, perdata, HTN, HAN, dll). Namun dari hukum yang sudah canggih itu kita belum bisa juga membawa kasus yang (diduga) melibatkan Mantan Presiden RI (Pak Harto) untuk diselesaikan dalam jalur hukum. Saya pikir ini salah satunya karena masih banyak orang yang punya pandangan bahwa hukum yang dibangun adalah untuk menghukum “pelaku”. Jadi hukum dijadikan sebagai “mekanisme penghapusan dosa”. Apakah Pak Yusril punya pandangan bahwa hukum itu (khususnya pidana) dibangun tidak hanya untuk menjerakan/membina pelaku, tetapi bisakah lebih jauh dari itu, untuk kasus yang banyak melibatkan aspek publik seperti Pak Harto, tidak diorientasikan kepada “menghukum” Pak Harto, melainkan untuk: (1) menemukan kembali kebenaran yang selama ini disangkakan padanya, (2) mereparasi hak korban, dan (3) membuka pintu untuk jalan rekonsiliasi..
Apakah tidak ada makna dan tujuan hukum yang bersifat sosial dalam kasus spesifik Pak Harto ini. Keadilan dan Kebenaran itu lebih penting dari memenjarakan Pak Harto. “Jangan-jangan, banyak orang yang membela Pak Harto akhir-akhir ini sesungguhnya bukanlah melindunginya, melainkan sedang menyembunyikan Keadilan dan Kebenaran sejarah ke dalam saku celana belakangnya, atau melakukan hal yang sadis: membunuhnya (Kebenarang dan Keadilan).”
Bila Pak Yusril menganggap saya keliru, tentu baik saya ditunjukkan yang mana keliru. Biar tidak menimbulkan fitnah
Wallahu’alam bissawwab
Yance Arizona
Tanggapan saya:
Terhadap kasus pidana yang didakwakan kepada mantan Presiden Soeharto, sebenarnya sudah dapat diatasi oleh hukum positif yang dibuat sesudah kita merdeka, jadi bukan menggunakan KUHHP warisan Belanda lagi. Ketika Presiden Soehartoi menyatakan berhenti, 21 Mei 1998, persoalan hukum tatanegaranya selesai. Namun persoalan pidananya, silahkan dilakukan penyelidikan dan penyidikan untuk memastikan apakah bukti-bukti yang sah dan meyakinkan dapat diperoleh, untuk kemudian dilimpahkan ke pengadilan. Hukum pidana materilnya dan juga aspek hukum acaranya sudah ada, yang dibuat setelah kita merdeka.
Terhadap tiga hal yang anda kemukakan itu, hanya mungkin dapat dilakukan jika mantan Presiden Soeharto sudah wafat. Dengan wafatnya beliau, maka segala tuntutan pidana otomatis gugur demi hukum. Namun kasus yang didakwakan kepada beliau — namun terhenti di tengah jalan, atau kasus-kasus lain yang diduga dilakukan namun belum pernah dilakukan penyidikan, penyelidikan dan pelimpahan perkaranya — hanya mungkin dapat dituangkan dalam semacam “buku putih” yang berisi pengumpulan fakta, dan mungkin juga analisis terhadap apa yang terjadi. Tetapi untuk menyatakan fakta itu benar atau salah dilihat dari sisi hukum, tentu tidak dapat dilakukan lagi, karena proses hukum telah terhenti. Tidak mungkin lagi akan ada sidang pengadilan, jika pelaku telah wafat. Namun terhadap fakta itu, dapat saja dilakukan telaah yang bersifat akademis dari sisi hukum.
Dari telaah itu, kita dapat belajar untuk mengatasi kelemahan sistem yang kita miliki, dan memberikan saran pemecahan agar kasus-kasus itu tidak terjadi lagi di masa depan. Kalau dilihat dari sudut hukum tatanegara, semua itu berawal dari ketidakjelasan terhadap penafsiran berapa periode seseorang boleh memegang jabatan Presiden. Keadaan seperti itu sekarang sudah diatasi. Tidak mungkin lagi akan ada seorang Presiden memegang jabatan terus-menerus (walau setiap lima tahun dipilih kembali) seperti mantan Presiden Soeharto, karena amandenen konstitusi telah membatasi hanya dua periode saja.
Telaah terhadap dugaan adanya pelanggaran HAM yang berat yang mungkin telah terjadi pada saat Pak Harto memegang jabatan, dapat saja dilakukan. UU Pengadilan HAM telah ada, walau UU tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi telah “dibatalkan” oleh Mahkamah Konstitusi. Hal-hal yang terkait dengan hak-hak korban juga telah diatur di dalam kedua UU ini. Niat kita membentuk UU KKR dulu juga dimaksudkan untuk membangun rekonsiliasi. Sayang semua ini belum terlaksana. Pada waktu saya menjadi Menteri Kehakiman, kebijakan saya dalam menangani dugaan kasus pelanggaran HAM yang berat itu ialah (a) Ke depan ditangani oleh pengadilan HAM biasa: (b) terhadap kasus-kasus masa lalu yang masih dapat dihimpun bukti-bukti dan pelakunya masih hidup ditangani dengan Pengadilan HAM An Hoc; (c) Terhadap peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu yang bukti-buktinya tidak dapat dihimpun lagi, diselesaikan melalui KKR untuk membangun rekonsiliasi. Tidak semua apa yang saya kerjakan sewaktu menjadi Menteri Kehakiman dan HAM itu berjalan dengan memuaskan. Namun usaha nyata ke arah itu telah dilakukan.
Demikianlah pokok-pokok tanggapan saya (YIM).
Pak Yusril # 5
Terima Kasih Banyak Pak atas jawabannya, aduuuhhh saya jadi lega, saya pikir Bapak sudah men-cuekkin saya.
Semoga Pak, Blog Anda ini bisa menjadi sumber inspirasi dan instrospeksi bagi kita bersama dan yang berkompetensi dibidangnya masing masing tentunya, dalam mendidik dan transfer pembelajaran sejarah yang Valid bagi anak bangsa.
Terima Kasih
JEBEE
Indonesia
tuuhh para kaum media (Koran, Majalah, Televisi, Internet dan bla ble blu bli blo…) introspeksi tuhh kata jebee
jangan hanya nampung dan mencawan doang kalo cari berita….. huks.. huks…….
Menarik sekali bahwa penunjukan B.J. Habibie sebagai pengganti terkesan tergesa2. Tidak ada di dokumen awal, tapi ditambahkan belakangan dengan tulisan tangan pak Harto sendiri.
Tidak tergesa-gesa juga. Ketentuan Pasal 8 UUD 1945 otomatis berlaku, walau tidak ditulis oleh mantan Presiden Soeharto di situ. Di bulan April 1998 saya telah menulis bahan briiefing tentang hal ini atas permintaan Panglima TNI Pak Faisal Tanjung, untuk mengantisipasi perkembangan yang menghangat pada waktu itu. Saya terlibat menyiapkan pelantikan BJ Habibie, termasuk malam-malam mengubungi menghubungi Ketua Mahkamah Agung Sarwata untuk mengambil sumpah BJ Habibie sebagai Presiden yang baru. Bahkan pagi-pagi sekitar pukul 7.00 Pak Sarwata berbicara dengan saya di sebuah ruangan di Istana Negara, meminta “kepastian” aspek-aspek hukum pengambilan sumpah BJ Habibie itu sah atau tidak dilihat dari sudut HTN. “Kalau Pak Professor sudah yakin bahwa ini tidak salah, saya akan lakukan” kata Pak Sarwata. Malam-malam itu saya hanya mengatakan kepada Pak Sarwata agar beliau datang ke Istana pagi-pagi, lengkap dengan pimpinan MA dan mohon membawa jubah hakim MA. Saya tak sempat berbicara detil-detil pertelepon dengan beliau pada malam hari tanggal 20 Mei 1998 itu. (YIM)
Vavai # 9
Nggak salah kata kawan kawan disini, kamu calon menteri penerangan 2009 yaa ??
itu dulu kata perkenalanku buat Bapak Vavai.
Anda mengatakan ;
“Alasan lain, Indonesia ini mengidap penyakit amnesia politik yang kronis. Sekarang dipuja nanti dibanting. Dulu di injak-injak sekarang diangkat-angkat. Begitu seterusnya hingga menjadi satu siklus yang terus berulang.”
Saya ingin bertanya sama Bapak Vavai ;
1. Kok segampang itu siih anda mengatakan “Indonesia ini mengidap penyakit amnesia politik yang kronis” (untuk Bapak ketahui agak mendidih darahku mendengar nama negaraku Anda lecehkan begitu saja). Apakah memang sudah sekronis itu ? tolong beri contoh, data data, dan hasil visum dokter Bapak yang mengatakan bahwa negara saya Indonesia mengidap penyakit amnesia politik yang kronis itu.
2. Bapak mengatakan “penyakit amnesia politik yang kronis” apakah politik itu sebuah penyakit ? setahu saya politik itu adalah ilmu, dan kata kawan saya pula yang ada hanya baru ilmu politik (tolong koreksi kalau salah), sedangkan patologi politik belum ada, kalaupun Bapak sudah menemukan cabang ilmu politik yakni amnesia politik itu, terus apakah yang salah politiknya atau si amnesianya ?
itu dulu Pak Vavai
JEBEE
Indonesia
Ah ngopi udara dulu… pusiing belum dapat setoran ngojek.
Kang Usep # 10 ikut nimbrung yaa ?
——–
“saya memutuskan untuk menyatakan BERHENTI dari jabatan saya sebagai Presiden Republik Indonesia”
——–
Kang Usep benar juga analisismu yaa ?? kok ndak ada kata kata “BERHENTI dan MEMPERTANGGUNGJAWABKANNYA” yaa ?
– Bagaimana hubungan atau implikasinya Presiden sebagai Mandataris MPR ?
– Tapi dalam Naskah UUD 1945 sebelum diamandemen memang tidak ada kata kata Presiden harus mempertanggunjawabkan amanah yang diembannya kepada siapa…. jadi betul juga jika kata MEMPERTANGGUNGJAWABKAN itu tidak ada…. lho kok aku tambah pusing euy, mumet otak gue ikut nyemplung disini.
Semoga kapan kapan jika Suhu Y1M ada waktu luang bisa mengulas lebih dalam buat kita.
Terima Kasih.
JEBEE
Indonesia
Alkisah, pada suatu malam, rumah Nabi Musa diketuk oleh seseorang.
Orang ini meminta ijin utk bisa menginap di rumah Nabi Musa karena tidak ada tempat untuk singgah malam itu.
Karena Nabi Musa tahu, orang ini tidak mengakui adanya Tuhan. Nabi Musa menolak permintaannya.
Tak lama kemudian, Allah SWT menegur Nabi Musa. Allah SWT berkata “Kenapa engkau tolak permintaan orang itu, sementara aku biarkan orang itu hidup di bumiKu hingga berpuluh-puluh tahun, walaupun tak sekalipun ia mengakuiKu ataupun menyembahKu”.
Setelah mendengar itu, Nabi Musa memanggil orang itu dan bercerita mengenai apa yang Allah SWT katakan mengenai apa yang baru saja terjadi.
Mendengar hal ini, orang tersebut merasakan Maha Baik, Penyayang & Pengampunnya Allah SWT dan sejak itu berjanji mengakui & menyembahNya.
Dari kisah diatas, saya coba kaitkan dengan kisah pak Harto di hari ini.
Kenapa masih ada manusia yang susah sekali memaafkan kesalahan pak Harto, padahal pak Harto sendiri sudah meminta maaf pada rakyatnya (bukti nya kan ada?)
Allah SWT yang Maha atas segalanya pun begitu mudah memaafkan hambaNya, tapi kenapa hambaNya sendiri merasa dirinya lebih dari Allah SWT sehingga begitu susahnya memaafkan orang?
Kenapa kekerasan hati manusia, menghilangkan rasa kasih sayang? padahal Allah SWT Maha Penyayang…
Pak Harto bukanlah Rasulullah, yang memang dijaga dari dosa & kesalahan
ataupun Khulafaur Rasyidin, yang bisa memerintah dengan adil & bijaksana
ataupun Wali Allah, yang dijaga dari dosa dosa besar.
Kalau memang salah, elok lah dimaafkan. Salah satu sifat taqwa, adalah berbesar hati dan mudah memaafkan orang lain.
Kalaulah kesalahan atau dosa-dosa pak Harto mengakibatkan musibah yang menimpa diri atau keluarga, elok lah untuk ber-muhasabah, bertanya2, mengapa sampai Allah SWT datangkan musibah ini?
Karena sesungguhnya Allah SWT lah yang mendatangkan musibah tersebut dan Allah SWT selalu menjadikan segala sesuatu dengan sebab-sebab yang baik. Janganlah kita timpakan kesalahan diri kita sendiri pada orang lain, sebelum kita sadar akan kesalahan diri kita sendiri.
Kalaulah kita bertanya2, ikhlas kah permintaan maaf itu disampaikan pak Harto. Jawabannya: tak ada satu makhluk pun di alam semesta ini yang tahu ikhlas atau tidaknya amal seseorang kecuali Allah Ta’ala. Jadi, ada baiknya kita berprasangka baik.
Dengan adanya sifat-sifat mulia seperti ini, maka Islam benar-benar jadi selamat menyelamatkan.
Kita selamat, orang lain pun selamat.
Indah bukan?
Kalaulah masalahnya hukum dan keadilan,
guru saya berkata, tujuan adanya hukum & aturan adalah untuk membawa orang kepada Allah SWT.
Sehingga kalaulah hukum itu tidak membuat orang bertaubat dan menjadi semakin dekat dengan Tuhan (seperti yg terjadi dengan hukum yg ada saat ini), hukum itu tidak lah membawa manfaat bagi manusia.
Masalahnya, saat ini ada campur aduk antara pemanfaatan hukum untuk tujuan mulia diatas, dengan nafsu kita sendiri yang suka meminta “balas dendam” atas adanya satu kesalahan. Kalau nafsu yang berperan, jadilah hukum itu hanya sebagai permainan dunia saja, yang tidak lah membawa manfaat dunia & akhirat.
Elok juga dibaca kisah2 mengenai Rasulullah & Khulafaur Rasyidin mengenai hukum dalam masa pemerintahannya.
Dari kefahaman saya setelah membaca kisah2 tersebut, hukum hanyalah salah satu cara penyelesaian masalah. Cara-cara lain yang juga tak kalah mulia akan mereka tempuh, selama hasil akhirnya adalah menyadarkan orang untuk kembali kepada Allah SWT. Dengan cara penanganan yang mulia dan kasih sayang, mereka bisa merubah masyarakat Jahilliyah (yang jauh lebih parah dari Indonesia), menjadi bangsa besar penguasa 3/4 dunia dalam waktu singkat
Akhir kata, dalam riuh rendah kasus pak Harto ini..
niat mulia kah yang berperan, atau kah nafsu diri untuk balas dendam yang berperan?
hanya anda2 sendiri yang bisa menjawab.
Ampun Maaf.
@Pak YIM, terimakasih ada kesempatan untuk mengisi comment. Keep blogging pak! :)
*terpana melihat sebuah dokumen sejarah ‘PENTING’ terpampang di area terbuka dan bisa diakses oleh siapa saja*
Semoga dg penayangan dokumen ini, tidak ada ‘keraguan’ lagi tentang ‘cerita’ sejarah yg terjadi sekitar lengsernya Soeharto selaku Presiden RI, pada 21 Mei 1998.
Salut untuk pak Yusril yg berani menampilkan dokumen ini.
Seperti komentar teman2 lain, saya tunggu dokumen lainnya ditampilkan :-)
:-)
Salam,
Bang, kalo boleh tahu gimana suasana politik yang ada ketika terjadi pergantian kekuasaan dari pak harto ke pak habibie? dari berita-berita yang saya baca, pak habibie terkesan “dimusuhi” oleh pak harto dan cendana. Mungkin sebagai salah satu tokoh yang ada pada saat peristiwa itu bisa cerite sikit.
Waah… Kapan-kapanlah baru bercerita tentang masalah ini. Panjang sekali ceritanya…(YIM)
Pak/Bu Jebee,thanks atas tanggapannya,sy msh ada tp berhubung saya ini kuli jadi ga stand by di depan komputer,sekali-kali ke warnet lihat perkembangan jaman he he he…
Jadi Pak/bu jebee mending kita jadi Presiden aja krn kalaupun negara kacau kita tinggal “BERHENTI” sudah habis perkara,enak banget ya….,berarti di UUD 45 ada kelemahan dari sisi ini,kerja dipabrik aja klo ada kesalahan kita di PHK tanpa pesangon,klo Presiden “BERHENTI” dapet “UANG PENSIUN GA???” kayaknya dapet deh fasilitas kesehatan juga kelas VVIP wah pokoke ueeenaaakkk tenan, daripada yg mana tdk enak klo kerja dipabrik ha ha ha…..
Nun sewu sy ikut mengomentari masalah Pak Harto sebagai manusia kita harus saling memaafkan tp menurut saya semua warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum(Equality before the law) jadi hukum harus diproses terus sampai ada ketetapan status hukum,setelah itu kan ada proses grasi,abolisi,dll
Jadi titik tolaknya semua warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum tdk ada pengecualian,hal ini penting supaya kedepannya tidak terjadi lagi hal2 seperti itu,seakan-akan kalau jadi Presiden tdk bisa dihukum/kebal hukum,masalah maaf memaafkan itu sih no problem tapi HUKUM juga harus ditegakkan.
Mohon maaf bila komentar saya salah,berhubung keterbatasan pengetahuan saya.
Mohon komentar dari Pak YIM.
Kandar cik Kulup # 22
gabung yaa ?? mana tau aku bisa maen ke Belitung, hehe
Cikk…Culup jangan secepat itu lah minta kelanjutan ceritanya, gimana kalo kita tunggu aja cerita itu seperti Novel Harry Potter, kan kita jadi berdebar debar menunggu kelanjutannya.. juga biar BLOG ini terus menjadi BLOG Penasaran, aku yang tukang ojekpun tercerahkan untuk bisa mengenal Warnet….hehe
Aku udah membayangkan itu cerita, pasti bak kita nonoton Film Die Hard retour en enfer… Mendebarkan
kata guru saya, saat saat itu sangat dramatis dan mendebarkan, apalagi jadwal pembacaan/pengumuman pemberhentian Pak Harto ini telat dari jadwal yg telah ditetapkan, trus kita lihat di TV bagaimana Tegangnya Pak Habibie, (akupun waktu itu menyaksikan sampai lupa sarapan pagi hehe), juga katanya sebelum ini ada perdebatan antara Letjen Prabowo dan Jenderal Soeharto, posisi Harmoko serta pihak pihak lainnya…
WOOOWWWWW
kita tunggu penanyangannya di BLOG ini…..
MARI KITA BERSABAR
JEBEE
Indonesia
Kang Usep # 24
ehh… Kang, sekarang aku berani BANTAH kamu KAMU SALAH KAMU SALAH KAMU SALAH KAMU SALAH
Kata Guru Saya
itu GRASI dan ABOLISI tidak bisa diberikan, yang mungkin bisa dilakukan REHABILITASI (ahh gimana ini si Akang euyyy… baca lagi deeeh,, jangan makan peyeem ogeh atuhh, kumahak euyy, sekali kali makaen tempe dan oncom.. biar daya ingatnya kuat…
https://yusril.ihzamahendra.com/2008/01/17/ajakan-pak-amien-memaafkan-mantan-presiden-soeharto/
cuma saya nggak berani tanya (agak mulai sensitif dengan makan tokek kering hehe….) kata guru saya ;
“Meskipun sudah ada pertimbangan MA, namun kemudian ternyata Presiden SBY “mengendapkan” rencana rehabilitasi itu. Kita tidak dapat pula menyalahkan beliau, karena hal itu adalah hak Presiden. Keputusan akhir ada di tangan beliau. Saya sendiri tidak mengetahui apa alasan Presiden SBY mengurungkan niatnya memberikan rehabilitasi kepada kedua mantan Presiden, pada tanggal 12 Mei 2006 itu.’
itu kata PENASARAN bagi saya, semoga juga saya tidak MATI PENASARAN.
itu dulu Kang Usep,,,,,, ehh saranku jangan plin plan kayak gitu aahhh, pusing otakku yang pandir ini.
JEBEE
Indonesia
jebee # 25
Soryy Cikk…
yang kumaksud Letjen Prabowo dan Jenderal Wiranto (bukan Jenderal Soeharto)…… ahhh ini gara gara Kang Usep ini yang terlalu banyak ngepul tempe, hingga otakku ikut ikutan ngadat.
Terima-kasih infonya Mas Jebee,saya kan sudah highlight masalah keterbatasan pengetahuan saya,mungkin anda terlewat untuk baca statement saya yg terakhir saking semangatnya ingin ngejek saya ha ha ha ha ha…….
Begitulah kalau nafsu yg didahulukan……..ha ha ha…..makan tempe skrg mahal karena tempenya diimpor dari amerika,anda juga salah dlm hal ini menyepelekan tempe ha ha ha ha……
Kang Usep # 28
ehhh… kayaknya aku harus sarkasme lagi ama kamu, mengapa ?
aku tuhh dahh mulai berubah lagii, aku dah usaha tabayun, tapi kamu koq belum ? bukankah kita sama sama satu perguruan ?
kamu kadang panggil aku Pak/Bu, trus kamu panggil aku Mas… jadi aku ini apa ? tapi yaa aku belum geleng geleng kepala ama kamu, karena apa kepalaku tak bisa digeleng gelengkan, hehehe…..
Oh yaa… aku baca lagi kalimat terakhirmu, tapi menurutku itu hanya kalimat basa basimu….. buat ngetes aku… tapi kali ini aku berharap semoga guruku bisa bela aku, karena selama ini dia sangat diskriminasi ama aku, dia selalu bela kamu, tapi aku tak akan cemburu ama kamu. kebaikanmu juga kebaikanku… heheheee
untuk mengenai nafsuku…. syukur masih kamu akui aku punya nafsu…. justru aku tak tau lagi mo hidup kalo tak punya nafsu…. sekarang aku mo tanyu dulu ama kamu, dulu mana HAWA atau NAFSU ???
ehh Kang… aku habis ini mo ngojek dulu yaaa ??? aku akan ngopi udara ama kamu ntar malam ato besok…. oke yaaa ??? …. makasih yaa ?
salam buat sadayanak
JEBEE
@He…he… aku jadi terbangun oleh kalian dari “persemedianku”…
@Kang Usep, dengan “Egalite” (asalnya sih ide itu dari orang Prancis)… Kemudian dicontek sama orang Amerika(“Equality before the Law”), yang kata para Filsuf Italy, “Orang Amerika itu tak punya akar Filosofy (Baca: People Without Hystory, Barclay State University)…he…he…
@Dan kau lagi Jebee, guru kok “ditungku” (emang amang ayam panggang pa?), eh ditunggu…
Aku lagi sibuk nih, bersihin “Kabut Tebal Kota Jakarta”. Sebelum ada ide si Amin Rais mindahin Ibukota ke Yogya, baca sejarah Ibukota enggak èloh. Dibantu sama “Gatot Kaca” dan “Puno Kawan” (Semar Cs), bentar katanya “Si Mata Empat” dan “Si Pahit Lidah” dari Sum-Sel mo datang juga ikutan bantu. Tapi katanya (dengar kabar), kehabisan bensin di Jalan. Makanya telat datang… Dan dari Pulau di Sebelahnya Belitung, dari Burung Mandi… “Burung Garudanya belum Mandi”, makanya telat juga…he…he…
Untuk pertanyaan duluwan mana, “Hawa atau Nafsu?”. Kayaknya duluan si Atau deh, sekarang dia tinggal di Makau he…he..
@Okay deh, Bang YIM dan “wan-kawan”, gua mo semedi lagi…
Salaammm…
Mas/Pak/Bu Jebee….krn saya ga tau yg pasti,hebat ya bisa tau klo aku basa-basi padahal aku beneran lho ga tau makanya minta pencerahan dari orang-orang pinter di blog ini,gitu lho….
Ok mas/pak/bu jebee….pisss ah…..
he he he…..eh lupa selamat ngojek nya ati2 banyak rampok di jalan….eh jangan lupa setorannya…..
Pak Usep dan rekan-rekan yang lain,
Sebagai “sohibul bait” blog ini, kalau boleh saya menyarankan, alangkah baiknya jika gaya bahasa anda ini diperbaiki agar lebih mudah saya membacanya. Saya harus membaca berulang-ulang komentar anda agar bahasanya dapat saya pahami, belum lagi memahami isinya. Mohon maaf, ini sekedar saran saya saja, agar diskusi kita berjalan lebih baik dan lebih sempurna. Terima kasih atas perhatiannya. (YIM)
@Hallo, Yth: Bang Yim, disini sedang diadakan “World Economic Forum” (WEB)di Davos, Switzerland…
Pertanyaan, apalagi yang akan kita “gadaikan”? Biar dapat “pinjaman uang” lagi…
Isyu, hari ini akan terjadi “Demonstrasi” oleh Kelompok garis “Keras Kanan” (Recht Exstreem, Swiss Nasionalis)… Makanya saya di Bern, di Ibukota Swiss… Dimana akan terjadi demonstrasi tersebut. Penjagaan ketat, kemungkinan akan terjadi huru-hara…
Imformasi ini saya tujukan juga untuk “rekan-rekan”, pencinta blog Anda… Mungkin ada manfaatnya… Karena, bagaimanapun kalau dapat “uang pinjaman”, rakyat lagi yang akan menanggung hutangnya. Langsung atau tidak langsung…
Salaaam…
@tambahan, tanggal 31 Januari akan ada pidato Bill Gates… Dan memang, Bill Gates sebagai simbol orang yang “Multy Kapitalis” termasuk WEF (World Economic Forum) sebagai pihak penyelenggara. Tak disukai mereka (Recht Exstreem)… Informasi lengkap masuk di “www.World Economic Forum.com”
Apakah ada orang Indonesia ikut dalam forum itu?, saya tidak begitu jelas… Karena saya, kan di luar instrumen “Birokrasi”…he…he…
Salaaam lagi dari saya…
saya setuju sama Mr. YIM.
jadi rieurr.. baca dialoog jebee, usep dkyl.
mungkin memang karena ga da lagi yang bisa di usili dari posting anda ini.
jelas dan tak terbantahkan!
atau mungkin lagi berguru sama suhu yang lain, atau semedi nyari inspirasi.
ayolah, jebee, usep, bonar,asnawi, and all..
saya suka ngikutin dialoog kalian, ” seperti biasanya”
salam..
menarik sekali bila kita melihat situasi menjelang kejatuhan sueharto. dalam hal ini tuntutan dan tekanan publik yang menginginkan adanya pergantiaan kekuasaan telah terwujud. akan tetapi kejatuhan soeharto ini tidak diikuti dengan runtuhnya sebuah rezim yang merupakan sekumpulan orang-orang yang menjadi playmakers orde baru. sehingga pada tahap selanjutnya, di era reformasi, kita dalam hal ini yang diberi amanat untuk mengusut berbagai penyelewengan sangat sulit untuk melihat mana lawan dan mana kawan. karena kadang kawan menjadi lawan dan lawan menjadi kawan. politik saling melindungi lebih banyak dimainkan oleh politisi pasca soeharto. konspirasi politik untuk salaing menjatuhkan sering menjadi obat mujarab untuk ngobati rasa sakit hati.
secara konstitusi memang, dalam pasal 8 UUD 1945, siapapun wakil presiden waktu itu ia berhak untuk menjadi presiden. akan tetapi untuk rezim yang telah berdiri 32 tahun saya pikir orang-orang yang ada di dalam pemerintahan atau rezim itu yang datang silih berganti, sudah sepantasnya tidak terlibat lagi dalam menjalankan pemerintahan. kalau ini adalah sebuah reformasi, semestinya kita harus menuntut agar orang-orang yang ada didalamnya juga ikut dilengserkan sehingga reformasi dalam hal ini bukan hanya merubah sistemnya dengan konsep baru. tapi yang terpenting juga orang-orang yang telah bekerja selama dokrin orba dipakai. maksud saya. kepemimpinan yang sudah sangat lama tidak akan mampu hanya dengan sebuah kata reformasi, karena apa, karena kita tidak pernah mempersoalkan orangnya. hari ini reformasi hanya sebuah konspirasi untuk menyelamatkan posisi politik yang pernah didapatkan sejak mereka ada dibawah dokrin orde baru. wassalam.
Tanggapan saya:
Sejarah suatu bangsa selalu mempunyai kecenderungan demikian. Soekarno dulu mengecam demokrasi liberal dan menggantinya dengan demokrasi terpimpin. Demokrasi Terpimpin lahir, dengan orang-orang lama juga, kecuali Masyumi dan PSI. Orde Baru dengan Demokrasi Pancasila kemudian lahir, tetapi tetap dengan orang-orang lama juga, kecuali PKI. “Orde” Reformasi lahir, tetapi tetap dengan orang-orang lama juga.
Negara itu, Bung Koohar, antara lain terdiri atas Pemerintah dan Rakyat. Rakyat juga hidup di zaman lama, demikian juga di zaman baru.
Revolusipun, seringkali hanya berjalan singkat. Setelah itu pola-pola lama akan berulang. Demikianlah sejarah sosial. Ada perubahan, namun ada pula kesinambungan. Kalau kita masuk ke konteks budaya, masalahnya jauh lebih rumit daripada itu. Namun perubahan dan kesinambungan akan tetap ada. Ada yang mengambil cara radikal, seperti Po Pot di Kamboja. Mereka membangun rezim baru, dan juga rakyat baru. Lalu hampir semua tokoh-tokoh lama, sipil, militer, intelektual dibunuhi. Rakyat yang dianggap telah dipengaruhi pikiran rezim lama, dibunuhi juga. Hampir tiga juta orang dibunuh dengan kejam. Hasilnya? Tragedi kemanusiaan, kekejaman dan perang saudara, yang membuat rakyat Kamboja memerlukan waktu sangat panjang untuk bangkit kembali.
Saya dulu berpikir, perubahan hendaknya tidak terjadi pada orang, tetapi juga pada sistem. Sebab itu slogan saya “Tidak ada Reformasi Tanpa Amandemen Konstitusi” mendapat banyak dukungan. Namun, kita terbentur dengan budaya yang terus berlanjut. Demikian pula Pemerintah. Segala keputusan dan kebijakan Pemerintah lama, tak mudah dirubah dalam sekejap. Kalau Pemerintah yang lama membuat utang, maka Pemerintah baru wajib membayar utang itu, walau mereka tak suka kebijakan berutang yang dibuat Pemerintah lama. Menangani urusan Pemerintah taklah semudah yang diduga banyak orang. Banyak tokoh-tokoh ketika berada di luar pemerintahan, kata-katanya nampak hebat, pintar dan mampu. Namun, begitu masuk dalam pemerintahan, mereka baru tahu, menyelesaikan masalah tidaklah semudah yang mereka bayangkan. Akhirnya tidak sedikit yang bingung sendiri.
Mudah-mudahan apa yang saya katakan ini, menjadi bahan renungan kita bersama. (YIM)
Hhmmm… Jadi terbayang bagaimana isi Supersemar dulu…….
@Bang YIM, terima kasih Boss… Telah mengingatkan saya, untuk berbahasa lebih bagus (sopan). Karena bagaimana pun saya ikut dalam blog Anda. Dan untuk itu, saya mencoba menggunakan “Bahasa Indonesia” yang baku.
@Hallo, Aboh… nama saya Iwan (bukan Asnawi)…he…he…
Salaaam…
@ All:
Astaga, baru ditinggal beberapa hari sudah jadi kacau ngga jelas begini ya… Hehehehe.
Hukum termodinamika II ternyata berlaku juga di blog.
@Aboh:
Diskusiin apa di topik ini?
@Yang Punya Blog:
Maaf Off Topic di paragraf berikut.
@Iwan Asnawi:
Bung, bukannya negara-negara sana itu cenderung morally self-righteous? Mereka bicarain apa sih sebenarnya disana? bukannya malah ngejar millenium goal yang legendaris itu? kalo begitu mestinya bentuknya hibah dong, bukan hutang?
Ceritakan bung moodnya disana seperti apa? Demonstrasinya nasionalis? berarti anti negara ketiga kah?
@To Bonar, thanks for your comment: I will explain to you in English because in the very beginning that Mr.YIM agree that we can use English language.
What is morally self-righteousness of the state = it means the state in advance of its actions will forgive itself for possible mistakes, it pardons itself.
The subject of WEF in Davos is “global responsibility” means each country taking part in the globalization process is also sharing responsibility for economic and social results of globalization. In the last point something to give (hibah), or to make debt (hutang):
There is never in terms of economic capitalism “theory or practice” has to give to a group (institution or nation) for free because then the motor of world money economy will stop or will not run.
In the capital of Berne the police expected a demonstration concerning WEF in Davos, so they safeguarded the public buildings and streets in the Berne against any mischiefeous endeavours. Because some months ago there was alongside a demonstration “vandalism” and chaos in the middle of Berne, capital of Switzerland. Maybe this was a follow-up of the case of Bank UBS (United Bank of Switzerland) – on the largest and strongest banks in the world – which lost 4.3 milliards of Swiss Francs due to the collaps of housing market in America. This reason make the extreme right (this is a movement group, not from within parliament), this is a more conservative group who wish to protect Swiss interest in the world.
But they are not anti-developing countries like Indonesia, they are more against other countries with a strong same level economy like Switzerland. And Indonesia probably only following what is the result of this conference. Because, Indonesian economy is not part of the “giving” (receiving debt) countries but a country which “takes” (accepting debt). For more result of WEF will inpact to our country, Indonesia. Same like couple years ago what Al gore (vice President of USA), talk about Global Warming…
This is all the information which I can write at the moment.
Yours sincerely,
Iwan Asnawi
@ bonar #38 :
apa we, hehehe, biasanya rada cemerlang bonar dkk mengkritisi apapun.
saya cuma penikmat…. sambil nambah wawasan…
@ Iwan Asnawi Iwan Asnawi Iwan Asnawi #37
haloo jg….!
Bang YIM, saya mau tanya pernyataan maaf dalam tulisan tangan pak Harto itu apakah dibacakan juga ketika beliau menyatakan berhenti jadi presiden, bagaimana bila dilihat dari sudut HTN? Makasih sebelumnya bang.
Tanggapan saya:
Ya beliau bacakan tulisan tangan itu. Saya masih simpan video dan CD pengunduran diri itu. Sekneg juga punya. Ada juga transkrip yang diambil dari rekaman pidatonya. Aspek-aspek HTN dari pengunduran diri itu takkan saya jelaskan sekarang. Saya sudah berdebat panang dengan Prof. Dimyati Hartono,Prof. A. Muis, Prof. Gde Atmadja dll. mengenai soal ini. Saya harus membaca ulang seluruh arsip perdebatan mengenai hal itu, dan perlu waktu untuk menghimpun dan menganalisisnya kembali. Nampaknya, perlu menulis sebuah buku untuk menjelaskan perdebatan tentang masalah ini. Mohon maaf belum dapat menjawabnya sekarang. (YIM)
Bang YIM, saya mau tanya pernyataan maaf dalam tulisan tangan pak Harto itu apakah dibacakan juga ketika beliau menyatakan berhenti jadi presiden, bagaimana bila dilihat dari sudut HTN? Apakah relevan pernyataan tersebut, apalagi di saat ia sedang terdesak untuk mundur.
Makasih sebelumnya bang
thx Om. untunglah, jadi gak perlu ke Arsip Negara untuk melihat tambahan tulisan tangan itu. sudah penasaran sejak beberapa waktu lalu dan, voila, muncullah ia di sini.
Pak YIM saya mohon maaf atas kata2 saya,memang saya tidak bermaksud untuk mengacau di blog ini,itu hanya jawaban spontan saya.
Sekali lagi mohon maaf pada Pak YIM.
Terima-kasih banyak,saya banyak mendapatkan ilmu di blog ini.
Tidak apa-apa. Terima kasih juga atas pengertiannya. Saya berharap seluruh isi blog ini akan terdokumentasi dengan baik, dan mudah-mudahan bisa dibaca juga oleh generasi mendatang. Saya sungguh berharap, blog ini akan mengawali tradisi baru blog di negeri kita, yang kaya dengan diskusi intelektual yang bermanfaat dan membawa pencerahan bagi kita semua. Blog “centang perenang” sudah terlalu banyak, dan bagi saya sungguh “melelahkan” membacanya. Blog yang berisi diskusi yang serius belum banyak. Saya ingin memulainya dan mohon dukungan dari rekan-rekan semua (YIM)
Terimakasih Pak YIM.
Atas “BERHENTI” nya Pak Harto sampai sekarang saya belum faham dengan aspek pertanggung-jawabannya,karena kan presiden adalah mandataris MPR dan harus mempertanggung-jawabkannya,kalau berhenti ditengah jalan maka yang harus bertanggung-jawab adalah wakil presidennya.
Jadi sama sekali tidak ada pertanggung-jawabannya.
Saya tunggu pencerahan dari Pak YIM selanjutnya.
Tanggapan saya:
Pernyataan berhenti adalah pernyataan sepihak dan berlaku serta merta. Jadi bukan permohonan berhenti. Pertanggungjabaan Presiden kepada MPR dilakukan pada akhir masa jabatan, jika keadaan berlangsung normal. Mantan Presiden Soeharto tidak dapat menyampaikan penyataan berhentinya itu di hadapan MPR karena alasan situasi politik pada waktu itu. Gedung DPR?MPR sedang diduduki oleh para demonstran. Secara prosudural, MPR juga hanya dapat menyelenggarakan sidang istimewa dengan memorandum DPR. Dalam perkembangan selanjutnya, Presiden Habibie, setelah menjabat Presiden, memang menyampaikan pidato pertanggungjawaban di akhir masa jabatannya yang dipercepat, setelah terbentuknya MPR hasil Pemilu 1999. (YM)
[…] Posted on January 22, 2008. NASKAH PERNYATAAN BERHENTI PRESIDEN SOEHARTO, 21 MEI 1998 yang memuat Permintaan Maaf di sini […]
makasih atas tanggapan pak Yusril…
Jadi dengan demikian kita belum memiliki referensi atau contoh yang baik sebagai negara yang mengalami hal yang serupa. memang kita tak mudah untuk mendapatkan pelajaran dari negara-negara lain, dengan karakter sosial budaya dan kultur politik yang berbeda. namun sekarang ini, mau tak mau kita mesti harus mencermati era transisi pasca reformasi. ibarat nasi sudah menjadi bubur, lebih baik kita berpikir bagaimana supaya bubur itu bisa enak untuk dimakan. seperti yang kita ketahui bersama, amandemen terhadap konstitusi kita sudah 4 kali dilakukan, namun itu dirasa belum cukup. masih banyak hal-hal yang substansial yang diabaikan. seperti halnya masalah yang mendasar apakah kita ini memakai sistem presidensil ataukan parlementer. memang dlam era ini secara UU kita telah bergerak menuju sistem presidensil dengan adanya pemilihan langsung terhadap presiden dan lain-lain. namun secara prakteknya. kita sering melihat kerancuan yang dikarenakan oleh sikap seorang presiden sendiri yang masih begitu “takut ” terhadap tekanan partai. dan dalam pemilihan umum pun, kita masih mendahulukan pemilu legislatif dari pada pemilu presiden. ada lagi sistem bikameral tiruan yang tidak seimbang (ngak tau menganut model mana), bahkan kamar yang satu begitu dikerdilkan dan tak punya gigi. kata Mayjen Saurip kadi yang begitu sering berdiskusi dengan saya, penyakit indonesia ini ada dihulu dan bukan dihilirnya. jadi kalau sekarang dihilir airnya kotor itu karena kita tidak pernah mau bekerja keras untuk memikirkan yang dihulu.
Saya teringat tulisan bapak dalam buku “rekonsiliasi tanpa menghianati reformasi”. judul itu sangat pas sekali dengan kondisi sekarang ini. dimana banyak rekonsiliasi, kompromi, konspirasi dan apalah namanya yang menghianati reformasi. dan ada yang berpendapat bahwa reformasi atau era transisi ini hanya akan menjadikan rakyat sebagai angka-angka saja untuk pemanis pada data-data. jumlah kemiskinan sekian, jumlah pengangguran sekian, pertumbuhan ekonomi sekian dan lain-lain. nilai plus yang hanya kita rasakan adalah terbukanya saluran demokrasi yang selama orde baru sangat tertutup. inilah hadiah terbesar dari kejatuhan orde baru itu.
pak yusril…
kita kemarin punya pemimpin soekarno dan soeharto, apa kurangnya kedua pemimpin itu bila melihat figurnya yang kuat. namun kedua orang itu di akhir kepemimpinannya sama-sama dilindas oleh sistem yang ia pelihara sendiri. jadi menurut hemat saya, seperti yang juga pernah bapak katakan dalam pelunsuran biogarafi bpak, ini terletak pada sistem kita. orang jahat berada pada sistem yang baik akan tidak nyaman untuk melakukan penyelewengan. orang baik jika berada pada sistem yang buruk, maka ia akan pusing sendiri dan lambat laun akan ketularan penyakitnya. namun kita berharp lebih dari itu bagaimana kita memiliki individu-individu yang baik dan berpijak pada sistem yang baik pula. sehingga tidk ada lagi kong kalikong atau kompromi-kompromi 12 menit di bandara (maaf ini bahasa ketika sby dan amin rais bertemu untuk meng”clear”kan maslah dana DKP)
Akhirnya kita mesti banyak belajar, mendengar dan membaca situasi politik akhir-akhir ini yang kadang sulit menemukan mana ekor dan mana kepalanya. kepakaran bapak dalam ilmu HTN sangat saya kagumi, namun demikian saya sering melihat bapak berdebat dengan tokoh-tokoh yang juga seilmu dengan bapak, tidak sedikit diantara mereka yang banyak lepas kontrol untuk mematahkan argumen bapak. mungkin mereka berada diluar sistem jadi mereka bebas dengan pure intelektual tentunya. sebuah kalimat yang sering saya ingat dari bapak “lawan dalam berdebat, kawan dalam berpikir”
demikianlah demokrasi ini terus bergerak menuju bentuknya yang ideal untuk bangsa indonesia.
assalamu’alaikum Wr. Wb.
yth. pak yusril :
ngapunten, ini teman – teman dari jawa timur tunggu artikel – artikel pak yusril yang lain.
wah, jarang-jarang nih bisa liat dokuemn penting kayak begini
assalamu’alaukum wr.wb.
Innalillahiwainalillahirajiuun.
Saat membaca tulisan ini mantan presiden ke 2 RI SOEHARTO berpulang kerahmatullah tepat pukul 13.10 menit di RSPP Jakarta. Saya selaku warga negara dan masyarakat biasa mengucapkan belasungkawa sedalam-dalamnya. Semoga arwah dan segala amal ibadah beliau selagi hidup didunia ini diterima disisi Allah swt. Amin…
Thank you buat bang yusril, postingan pidato ini bernilai sejarah banget buat anak cucu kita nanti yang hidup di Negara Yang kita cintai ini… wassalam