- Yusril Ihza Mahendra - https://yusril.ihzamahendra.com -

PULANG KE KAMPUNG HALAMAN

Bismillah ar-Rahman ar-Rahim,

Salah satu hal yang paling menyenangkan dalam hidup ialah ketika saya pulang ke kampung halaman. Saya selalu rindu kota Manggar dan Pulau Belitung, tempat saya lahir dan dibesarkan. Hari Jum’at 18 Januari 2008 yang lalu saya dan istri serta kakak dan keponakan, pulang ke Belitung. Ada tiga penerbangan dengan pesawat Boeing ke Belitung setiap harinya. Kami sengaja memilih berangkat pagi hari pukul 6.40 dan tiba di Belitung 45 menit kemudian. Belitung memang dekat, tak jauh dari Jakarta. Mungkin karena harus menyeberang laut, pulau itu terasa jauh dari Jakarta.

IMG_0011

Dari lapangan udara di Kampung Buluh Tumbang, saya harus mengendarai mobil melintasi hutan dan perkampungan sejauh hampir 70 km untuk sampai ke rumah ibu saya di Kampung Lalang, Manggar. Begitu mendarat di Belitung, nafas saya terasa lega. Udara bersih dengan rimbunnya pepohonan, nyaris tanpa polusi, membuat paru-paru saya seakan terbuka, ditengah pengapnya udara Jakarta, tempat saya kini menetap. Belitung masih seperti dulu. Jalan aspal mulus dan lengang, serta pepohonan hutan di sepanjang jalan adalah pemandangan yang umum. Sepanjang jalan dari Buluh Tumbang ke Manggar, saya menyukai pemandangan alam, bukit, sungai, danau dan hutan.

IMG_0010

Ibu saya yang kini telah berusia 79 tahun sukacita dengan kedatangan kami. Saya pulang ingin menjenguk beliau dan berbincang-bincang tentang banyak hal, terutama berbagai peristiwa yang terjadi di masa lalu. Empat malam saya di Belitung. Waktu sesingkat itu membuat saya seakan kembali ke masa kecil. Menyapu halaman rumah, membersihkan taman, pergi memancing, memasak dan bermain musik di malam hari. Hidup terasa santai dan menyenangkan. Teman-teman lama datang berkumpul, dan kami bercerita tentang keadaan masing-masing. Hidup terasa singkat sekali. Telah lebih separuh usia saya dihabiskan di luar Belitung. Namun, saya selalu saja ingin pulang. Ingin sekali menikmati hidup yang tenang dengan rimbunnya pepohonan, udara laut dan danau yang segar serta penduduk yang ramah dan serba informal.

IMG_0002Salah satu kesukaan saya ialah berjalan di semak-semak dan jalan setapak, serta berjalan menyusuri pantai ketika air surut. Saya melakukannya lagi ketika saya pulang ke Belitung. Saya melihat Kampung Sekep, dan menyaksikan halaman rumah saya ketika kecil, yang kini oleh ibu saya dibuat sebuah mesjid. Saya berjalan dari Kampun Sekep melihat Kampung Bakau yang kini sudah menjadi laut. Jalan setapaknya masih sama. Pohon-pohonnya juga masih sama. Saya menyusuri jalan setapak di samping Kulong Wak Nutok untuk sampai ke arah Pangkalan Sadam. Hari telah sore ketika saya melintas daerah itu, yang mengingatkan saya ketika kecil, saya pulang membawa ikan.
Sayapun pergi ke Gantung, kota kecil sekitar 20 km dari Manggar. Saya mengendarai sepeda motor Harley ke kota itu. Enak sekali naik motor di jalan yang sepi. Saya melihat Sungai Lenggang dengan dam antik yang dibuat Belanda di awal abad 20. Dam itu masih berfungsi sampai sekarang, mencegah kota Gantung dari banjir ketika air sungai penuh di musim hujan. Sungai Lenggang terlihat cantik dan bersih. Ada saudara saya, Muharam namanya, sedang menangkap ikan Baung di sungai itu, dan saya memotretnya. Saya mengajak Muharam pergi ke makam keluarga ibu saya yang disebut Keramat Lais, di pinggir Sungai Lenggang. Saya tak tahu di mana letak makam itu. Ketika saya kecil, ibu saya mengatakan, untuk pergi ke tempat itu harus naik perahu.

IMG_0003Tapi sekarang, rupanya ada jalan darat ke Pemakaman Keramat Lais. Saya menyaksikan ada puluhan makam di sana. Salah satunya adalah makam leluhur saya, yakni ayah dari kakek saya Musa alias Musip. Beliau lahir di Iran, dan tak disangka akan wafat dan dimakamkan di pinggir Sungai Lenggang di awal abad ke 20. Pemakaman itu terletak di pinggir sungai dengan rindangnya pepohonan dan kicauan suara burung. Suasanya hening dan sepi, tetapi jauh dari kesan menakutkan. Lama saya tertegun di makam ayah kakek saya itu. Saya, kakak saya, istri saya dan Muharam membaca doa di pemakaman keluarga itu. Hari kian senja dan kamipun pulang ke Manggar.

IMG_0007Foto-foto yang saya tampilkan di sini, saya ambil sewaktu saya pulang ke Belitung kali ini. Mudah-mudahan anda dapat menikmati photo sudut-sudut kota Manggar yang hijau, danau, sungai, laut, pasar dan hutan bakau di Belitung Timur. Rumah ibu saya yang terbuat dari kayu dengan arsitek Melayu saya tampilkan pula di sini. Rumah itupun teduh dengan rindangnya pepohonan, taman dan bunga-bunga yang menjadi kesukaan ibu saya. Tiap hari kami makan di rumah ibu saya. Masakah Belitung enak sekali. Sayur-sayuran diambil di hutan, seperti keladi, paku dan daun iding-iding. Ikan mancing sendiri dan dipanggang menggunakan sabut kelapa, atau digulai dengan nenas. Rasanya beda. Mau coba masakan Belitung di Jakarta? Silahkan datang ke Billiton Bistro, Plaza Senayan Lantai II. ****

IMG_0005

IMG_0004

IMG

IMG_0001

IMG_0012

IMG_0013

IMG_0015

IMG_0016

IMG_0018

IMG_0019

IMG_0021IMG_0023

IMG_0022IMG_0024

IMG_0025IMG_0027

IMG_0029IMG_0030