PENOLAKAN PENCALONAN HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI DAN PENCALONAN PRESIDEN 2009
Bismillah ar-Rahman ar-Rahim,
Seperti diberitakan berbagai media massa akhir-akhir ini, saya telah sampai pada kesimpulan untuk tidak menerima tawaran Presiden SBY menjadi hakim Mahkamah Konstitusi. Dalam beberapa kali pertemuan dengan saya, Presiden bukan saja mengharapkan kesediaan saya menjadi hakim mahkamah itu, tetapi juga, kalau mungkin menjadi ketuanya. Saya menyadari bahwa soal Ketua Mahkamah Konstitusi bukanlah kewenangan Presiden, karena ketua itu dipilih dari dan oleh para hakim Mahkamah Konstitusi yang berjumlah sembilan orang itu. Sebagaimana kita maklum, Ketua Mahkamah Konstitusi yang kini dijabat oleh Jimly Asshiddiqy akan berakhir pada tanggal 15 Agustus 2008 nanti. Sementara itu, Jimly Asshiddiqy, Machfud MD dan M. Akil Mochtar dua hari yang lalu telah dipilih oleh DPR menjadi hakim Mahkamah Konstitusi. Kita belum tahu siapa hakim mahkamah itu yang akan diangkat berdasarkan pilihan Presiden dan Mahkamah Agung.
Pertimbangan utama saya untuk akhirnya menolak tawaran sebagai hakim Mahkamah Konstitusi itu, disebabkan oleh konsekwensi dari jabatan tersebut yang mengharuskan saya mundur dari keanggotaan saya di partai politik. Hakim Mahkamah Konstitusi memang wajib untuk tidak berpolitik, agar putusan yang diambilnya benar-benar objektif dan murni berdasarkan kaidah-kaidah hukum. Saya termasuk salah seorang penggagas, pendiri dan pernah dua kali menjadi Ketua Umum Partai Bulan Bintang. Kini saya menduduki jabatan sebagai Ketua Majelis Syuro partai itu. Saya telah mendengar masukan dan saran dari berbagai pihak dalam struktur partai, baik di pusat maupun di daerah, yang kebanyakan berat hati melepaskan saya dari partai. Memang ada beban moral yang sangat berat bagi saya, kalau harus meninggalkan partai demi jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi. Saya bukanlah tipe orang yang dengan mudah keluar masuk sebuah partai. Buat pertama kalinya saya menjadi anggota partai dan partai itu ialah Partai Bulan Bintang. Saya berkeinginan agar inilah untuk pertama dan terakhir kali saya menjadi anggota sebuah partai politik.
Saya sepenuhnya menyadari bahwa partai adalah alat untuk mencapai sebuah tujuan, dan bukan tujuan itu sendiri. Saya masuk menjadi anggota partai, bukan karena ingin menjadikan partai itu sebagai kuda tunggangan untuk menduduki sebuah jabatan. Kalau demikian keadaannya, saya dengan mudah menjadi anggota partai besar yang sudah mapan. Saya mungkin pula dapat memilih jalan lain sebagai alternatif, misalnya dengan tampil berkprah murni sebagai seorang intelektual dan teknokrat untuk masuk ke jajaran pemerintahan. Sejarah politik negara kita, sejak awal kemerdekaan sampai sekarang, membuktikan bahwa tidak sedikit jumlahnya teknorat non-partai terlibat dalam pengisian jabatan-jabatan kenegaraan. Mr. Asaat misalnya, bahkan pernah menjadi Pemangku Presiden RI, ketika Soekarno menjadi Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS). Dr. Ir. Juanda juga pernah beberapa kali menjadi menteri, bahkan menjadi Perdana Menteri RI. Keduanya tidak menjadi anggota partai apapun juga. Dalam kabinet Indonesia Bersatu sekarang ini, cukup banyak pula menteri yang tidak berpartai.
Saya masuk partai dengan sebuah kesadaran dan keyakinan tentang ideologi politik dan cita-cita. Bahkan saya sendiri yang mendraf Tafsir Asas Partai Bulan Bintang, yang merupakan rumusan ideologi resmi partai ini, sama halnya dengan Mohammad Natsir yang mendraf Tafsir Asas Masyumi sebagai rumusan ideologi resmi partai. Saya meyakini dengan sepenuh hati bahwa Islam adalah ajaran agama yang bersifat abadi dan universal. Prose mentransformasi ajaran-ajaran Islamke dalam suatu formula untuk menjawab tantangan zaman pada sebuah negeri dengan problema-problemanya yang khas adalah sebuah proses perumusan ideologi. Ajaran Islam dalam hal kemasyarakatan dan politik pada umumnya adalah bersifat prinsip prinsip dan tidak memasuki urusan yang detail. Hasil rumusannya secara lebih kongkrit dan lebih eksplisit untuk menjawab tantangan zaman pada kurun waktu tertentu dan tempat tertentu, itulah yang kita namakan sebagai ideologi. Saya tidak mungkin meninggalkan partai dengan ideologi yang saya yakini itu.
Kenyataan yang saya hadapi sekarang ialah, PBB hanyalah sebuah partai kecil dengan jumlah pendukung mendekati tiga juta orang atau 2,7 persen dari suara pemilih yang sah, seperti nampak dalam Pemilihan Umum tahun 2004. Saya tidak kecewa dengan kenyataan ini, karena sejarah telah mengajarkan kepada saya, bahwa partai politik di sebuah negara akan selalu saja mengalami pasang surut. Partai kecil bukanlah mustahil suatu ketika akan berubah menjadi partai besar. Sebaliknya pula, partai besar bukan mustahil pula akan berubah menjadi partai kecil. Roda zaman akan terus berputar, generasi demi generasi akan datang silih berganti. Saya ingin Partai Bulan Bintang tetap eksis, walau sekarang kecil, dan partai ini akan diwariskan kepada generasi penerus di masa-masa yang akan datang. Sebuah generasi boleh saja pergi meninggalkan dunia yang fana ini. Namun sebuah ideologi yang mengandung cita-cita yang luhur haruslah tetap hidup untuk selama-lamanya.
Sebab itulah dalam beberapa bulan terakhir ini saya turun ke daerah-daerah untuk menggalang kembali kekuatan partai. PBB memang tidak mengedepankan tokoh karismatik karena semangat ajaran Islam adalah egaliter. Saya tidak ingin menjadi tokoh karismatik selama saya masih hidup, sebagimana juga saya tidak ingin kalau saya sudah meninggal, kuburan saya dikeramatkan orang. Namun kehadiran saya ke daerah-daerah itu sedikit banyaknya akan menggelorakan semangat seluruh jajaran pemimpin partai untuk memperkuat posisi, khususnya dalam menghadapi Pemilihan Umum 2009 yang akan datang. Waktu yang dimiliki tidaklah banyak. Persiapan-persiapan harus dimulai sejak sekarang. Waktu yang tinggal sedikit ini, juga menjadi salah satu pertimbangan saya untuk menolak tawaran menjadi hakim konsititusi. Saya tidak ingin ada anggapan, jabatan di Mahkamah Konstitusi itu hanya sebagai batu loncatan untuk menduduki jabatan lain yang lebih bergengsi.
Jabatan hakim sesungguhnya adalah jabatan profesional. Bukanlah karena saya salah seorang tokoh partai, maka saya ditawari jabatan itu. Saya lebih melihat tawaran itu diberikan kepada saya dalam posisi sebagai gurubesar hukum tatanegara, dan pengalaman saya bertahun-tahun dalam mendraf dan membahas berbagai rancangan peraturan perundang-undangan di negeri ini, termasuk pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi itu sendiri. Berkali-kali pula saya tampil menjadi kuasa hukum Presiden RI – baik Megawati maupun Susilo Bambang Yudhoyono — dalam menghadapi berbagai perkara di Mahkamah Konstitusi, tanpa pernah dikalahkan. Bahkan ketika menghadapi Adnan Buyung Nasution yang menjadi kuasa hukum mantan Bupati Bekasi dalam perkara sengketa kewenangan antar lembaga negara, dengan salah satu tergugatnya adalah Presiden RI, saya dapat mematahkan seluruh argumen-argumen yang beliau kemukakan.
Pertimbangan lain yang mendorong saya untuk menolak tawaran jabatan hakim Mahkamah Konstitusi ialah, niatsaya untuk maju ke pencalonan Presiden RI dalam pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2009 nanti. Banyak wartawan bertanya kepada saya, apakah saya siap dan sanggup menjadi Presiden. Jawaban saya, saya siap dan sanggup. Namun saya masih memikirkan dan mempersiapkan segala sesuatu agar saya bisa maju dan tentu harapan saya, bisa pula terpilih dalam pemilihan itu. Saya telah terlibat aktif dalam pemerintahan sejak tahun 1994. Pernah menjadi anggota DPR dan MPR, serta tiga kali menjadi menteri. Ketika menjadi Menteri Kehakiman dan HAM, berkali-kali saya merangkap sebagai Menteri Luar Negeri Ad Interim. Bahkan ketika menjabat Menseneg, pernah saya menjabat sebagai Menteri Hukum dan HAM serta Menteri Luar Negeri Ad Interim sekaligus. Saya paham dan mengerti apa yang menjadi tugas dan kewajiban Presiden.
Telah beberapa kali pula saya bekerja di belakang layar dalam membantu tugas-tugas seorang Presiden, sejak Presiden Soeharto, Habibie sampai Susilo Bambang Yudhoyono. Saya telah pernah pula menjadi calon Presiden yang disahkan oleh MPR Tahun 1999 bersama-sama dengan Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri. Ketika itu banyak sekali yang mendesak agar saya mundur, dengan pertimbangan utama saya masih sangat muda. Waktu itu saya berumur 42 tahun. Saya bersedia saja untuk mengalah untuk memberi kesempatan kepada mereka yang lebih tua usianya. Sepuluh tahun kemudian, tak ada lagi alasan mengatakan usia saya masih terlalu muda dan kurang ilmu serta pengalaman dalam mengelola negara.
Saya menyadari bahwa jalan untuk maju ke pencalonan Presiden memang berat dan berliku. Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang berlaku sekarang, maka pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden haruslah diajukan oleh partai politik peserta pemilu baik sendiri atau gabungan, dengan total kursi DPR minimal 15 persen, atau mencapai angka 20 persen suara sah pemilih pada tingkat nasional. Kalau mengacu pada ketentuan ini, dengan melihat pada hasil pemilu 2004, maka hanya Golkar dan PDIP saja yang dapat mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden tanpa harus bergabung dengan partai lain. Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla, adalah mustahil dapat dicalonkan dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2004, tanpa Partai Demokrat berkoalisi dengan Partai Bulan Bintang. Jusuf Kalla sendiri ketika itu dalam posisi terpojok, karena dia sedang diskors dari keanggotaannya di Partai Golkar.
Bahwa setelah terpilih, dua kader Partai Bulan Bintang diberhentikan dari kabinet karena antara lain, desakan sejumlah anggota partai besar dan gerilya politik yang mereka lakukan melalui penggalangan publik opini, itu adalah soal lain. Tidak ada koalisi yang permanen. Bagi sebagian politisi — mungkin termasuk Prsiden Susilo Bambang Yodhoyono — mempertahankan kekuasaan tentu sangat penting. Sebab itu kawan lama disuruh pergi dari gelanggang dan lawan lama ditarik masuk menjadi kawan baru untuk memperkuat posisi, adalah suatu hal yang mungkin saja terjadi dalam prilaku politik, walau kalau saya, tentu akan merasa berat melakukannya. Situasi politik telah berubah. Jusuf Kalla telah terpilih menjadi Wakil Presiden, dan dengan posisi itu pula dia terpilih menjadi Ketua Umum Partai Golkar. Sukar membayangkan Kalla akan terpilih menjadi Ketua Golkar, kalau dia bukan Wakil Presiden. Golkar perlu cantolan kekuasaan, setelah calon Presiden hasil konvensinya, Wiranto, kalah dalam pemilihan. Sementara Yudhoyono juga diuntungkan dengan posisi Jusuf Kalla di sana untuk mengamankan posisi pemerintahannya berhadapan dengan DPR. Kursi PBB di DPR tak banyak membantu Susilo Bambang Yudhoyono baik dalam kerjasama, maupun dalam menghadapi penggunakan berbagai hak DPR, mulai dari interplasi, angket bahkan sampai pada kemungkinan dilakukannya “impeachment” oleh DPR kepada Presiden.
Dengan menyadari sungguh-sungguh perjalanan politik seperti saya kemukakan di atas, dan menyadari pula prosedur pencalonan Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2003, maka saya tidak mempunyai pilihan lain, kecuali harus memperkuat posisi Partai Bulan Bintang dalam Pemilihan Umum 2009 yang akan datang. Berbagai pihak yang selama ini mengemukakan saran dan harapan agar saya maju dalam pencalonan Presiden dalam pemilu 2009, saya harapkan akan memberikan dukungan kepada Partai Bulan Bintang. Kepada seluruh jajaran pengurus partai, dari pusat sampai ke daerah-daerah, saya serukan untuk bekerja keras dan tidak menyia-nyiakan waktu dan kesempatan yang makin pendek.
Partai Bulan Bintang memang tidak memiliki sumber dana yang besar dalam membiayai kegiatan-kegiatan politiknya. Namun dana bukanlah segala-galanya. Apa yang terutama dilakukan ialah menarik simpati dan dukungan rakyat yang seluas-luasnya, dengan mengemukakan program-program yang sungguh-sungguh menyentuh kehidupan rakyat banyak, terutama kaum tani, buruh dan nelayan, yang menjadi komponen bangsa kita yang terbesar. Meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat adalah cita-cita mulia yang sejalan dengan cita-cita ajaran Islam.
Apa yang saya tulis kali ini mungkin nampak sebagai sebuah impian. Namun, sejarah telah mengajarkan kepada kita bahwa sebuah kisah suksespada awalnya tidak jarang hanyalah sebuah impian, yang mungkin menjadi bahan cemooh dan tertawaan ketika dikemukakan. Apa yang terpenting bagi saya ialah, dapatnya saya membawa bangsa dan negara ke arah kemajuan, melalui suatu perubahan. Perubahan hanya mungkin dilakukan oleh orang yang energik, mengerti seluk-beluk masalah yang dihadapi, disertai dengan kecerdasan dan ketajaman analisa dalam melakukan terobosan, serta keberanian mengambil sikap dan membuat keputusan yang tepat pada moment yang tepat, cepat dan tidak bertele-tele. Momentum untuk melakukan lompatan, seringkali tidak terulang dua kali. Karena itu keputusan yang tepat waktu dan konsistensi dalam menerapkan suatu kebijakan yang benar, akan sangat menentukan keberhasilan membangun sebuah bangsa…
La hawla wala quwwata illa billah al-’aliyyul ’azim.
Cetak artikelShort URL: https://yusril.ihzamahendra.com/?p=199
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Bang, aku sangat kangen sama aktifitas abang YIM yang selama ini tidak lagi terdengar. Bang YIM kenyataanya Partai yang berbasis islam sekarang mengalami kemerosotan kepercayaan dari Konstituennya terbukti perolehan suara yang terus merosot, sebagai masukan itu di sebabkan para anggota di daerah yang tidak seluruhnya memahami dan mengamalkan Ajaran Isalam itu sendiri, dari contoh kecil saja dalam acara pengkaderan PBB Thn 2003 di Unaaha Kendari, dalam waktu sholat saja tidak bisa memberikan contoh Sholat berjama’ah, Panitia sholat sendiri – sendiri dan ada malah yang tidak sholat, bagaimana bisa menunaikan tugas yang lebih besar ? saya waktu itu sangat prihatin dengan kondisi yang begitu rapuh di dalam PBB kita, Terbukti Pemilu berikutnya perolehan merosot sampai dengan saat ini ANGGOTA PBB DI ARUS BAWAH SANGAT LEMAH ubah ANGGOTA PBB DI ARUS BAWAH KUAT, ANGGOTA PBB DI ARUS BAWAH TIDAK BISA DICONTOH ubah ANGGOTA PBB DI ARUS BAWAH SELALU MEMBERI CONTO DAN SOLUSI YANG BERGUNA BAGI LINGKUNGANNNYA. Mudah – mudahan PBB bangkit JAYA karena ALLOH AAmiin.
Trus, penetapan tersangka thd Prof. apakah ada hubungannya dengan penolakan itu?
Apakah anda menyadari bahwa konsekuensi anda menolak/”mbalelo” kpd SBY mnjadikan
keadaan saat ini? Jika prof memang sdh fights&total oposan thd SBY, kita pertimbangkan
utk sama2 brgerak di jalan kembali…
Tgn trkepal maju ke muka…
Saya tidak tahu apa ada kaitannya atau tidak. Saya hanya merasa tidak kondusif untuk menjadi hakim. (YIM)