- Yusril Ihza Mahendra - https://yusril.ihzamahendra.com -

KUNJUNGAN KE PROVINSI LAMPUNG

Bismillah ar-Rahman ar-Rahim,

Lampung Cheng Ho 267Dalam kurun waktu sebulan terakhir ini, dua kali saya pergi ke Lampung. Daerah ini memang mempunyai kenangan tersendiri bagi saya. Sekitar tiga puluh tahun yang lalu, pertama kalinya saya menginjakkan kaki di Bumi Lampung, dengan menumpang bis dari Terminal Grogol, terus menyeberang Selat Sunda dan sampailah ke Bumi Lampung. Ketika itu saya masih menjadi mahasiswa merangkap menjadi juragan perahu layar. Seorang kawan membawa perahu milik keluarga kami ke Lampung, dan peristiwa malang terjadi. Perahu itu terbawa arus yang berputar di Pulau Sertung, antara Pulau Sibesi dengan Pulau Krakatau. PerahupunLampung Cheng Ho 271 tenggelam, namun awak beserta nakhodanya dapat diselamatkan kapal patroli TNI Angkatan Laut dan dibawa ke Pulau Sibesi. Berhari-hari saya berusaha untuk mengangkat perahu yang tenggelam, namun sia-sia. Akhirnya seluruh awak saya bawa pulang ke Jakarta melalui jalan darat. Mereka akhirnya kembali ke kampung kami di Pulau Belitung melalui Pelabuhan Pasar Ikan, Jakarta.

Kenangan tiga puluh tahun yang lalu itu masih membekas dalam ingatan saya. Pulau Krakatau, yang sebelumnya Lampung Cheng Ho 272hanya saya kenal melalui buku-buku, tiba-tiba telah berada di depan mata. Saya mencoba mendarat di pulau itu, namun pasir terasa panas karena gunung api yang masih aktif. Menginap beberapa malam di Pulau Sibesi membawa kenangan tersendiri pula. Kepala Desa pulau itu begitu baik kepada kami yang datang ingin menyelamatkan perahu yang tenggelam. Beliau menyediakan penginapan sederhana di pulau itu. Saya menyempatkan diri pergi memancing dan menangkap kepiting Krakatau yang nampak unik. Kepiting itu beradaLampung Cheng Ho 269 di lereng gunung, dan tinggal di dalam lobang-lobang di sela-sela akar pohon hutan. Ketika kembali ke darat, di Kota Kalianda, saya diajak seorang teman untuk mandi di kolam air belerang. Air belerang itu mengalir melalui sungai kecil dan juga muncul dari dalam tanah. Bau belerang sungguh menyengat, mengingat tingginya kadar belerang di dalam air itu. Air belerang yang berhawa panas itu bersumber dari Gunung Rajabasa, tak jauh dari Kota Kalianda. Waktu itu, kolam air belerang itu masih sangat alami. Belum ada jalan, kecuali jalan setapak. Kolam belerangpun belum tersentuh tangan manusia.

Dibandingkan suasana tiga puluh tahun yang lalu, Bumi Lampung kini jauh berubah. Penduduk kian padat. Lampung Cheng Ho 261Bangunan-bangunan baru bermunculan di seluruh pelosok. Infrastruktur juga semakin berkembang. Kabupatenpun bermekaran, dengan munculnya daerah-daerah baru. Dalam kurun waktu tiga puluh tahun, memang berkali-kali saya datang ke Lampung. Namun hanya terbatas ke Tanjung Karang-Teluk Betung. Kali ini saya datang jauh ke pedalaman untuk bertemu dengan pengurus partai, pendukung PBB dan masyarakat di daerah ini. Lampung, termasuk salah satu daerah di Sumatra yang PBB palingLampung Cheng Ho 263 lemah. Tidak ada anggota DPR duduk di pusat maupun di tingkat provinsi. Yang ada hanyalah di beberapa kabupaten. Sebab itu, saya harus datang ke Lampung untuk membangkitkan kembali semangat kawan-kawan dan mengkonsolidasi kekuatan partai di daerah ini. Saya berharap, dalam Pemilu 2009 nanti, PBB di Lampung akan lebih menguat dibandingkan dengan dua Pemilu yang lalu. PBB dengan berkoalisi dengan partai-partai lain, juga mengajukan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung dalam Pilkada menjelang akhir tahun 2008 ini.
Walaupun sibuk dengan berbagai acara partai, dalam kunjungan pertama ke Lampung tahun ini, saya masih LombokBangka 237menyempatkan diri beberapa jam untuk turun ke laut melihat Teluk Lampung. Teluk Lampung ternyata indah menawan. Air laut membiru disertai udara panas dan awan tipis yang bergerak perlahan. Air laut nampak masih bersih dan belum terkena polusi yang berarti. Pulau-pulau kecil yang ada di Teluk Lampung juga terjaga kelestariannya. Hutan di pulau itu nampak rapat dan menghijau. Beberapa pulau nampak telah dibangunLombokBangka 286 sebagai tempat peristirahatan dan daerah tujuan wisata. Ada sebuah pulau yang dilengkapi dengan lapangan pendaratan helikopter, yang menunjukkan bahwa pulau ini sering dikunjungi. Perahu nelayan berlayar kencang memecah ombak, di sela-sela kapal-kapal besar yang hilir mudik menuju Pelabuhan Tanjung Karang. Beberapa bagan nelayan, nampak bertengger kokoh di atas permukaan laut. Di siang hari, bagan nampak sepi. Saya tahu, bagan hanya berfungsi di waktu malam untuk menangkap ikan japu, selar, teri dan cumi-cumi.

Sebagian besar penduduk Lampung memang menggantungkan hidupnya kepada sektor pertanian dan LombokBangka 251perkebunan. Lebih setengah penduduk Lampung adalah kaum pendatang dari Pulau Jawa, yang mengelola sektor pertanian itu. Tidak banyak yang menjadi nelayan. Memang telah ada usaha perikanan yang padat modal, terutama pemeliharaan ikan kerapu untuk ekspor. Laut yang jernih dengan batu-batu karang di sekitar pulau-pulau kecil memang sesuai untuk memelihara ikan kerapu di dalam kerambah terapung.LombokBangka 250 Usaha seperti ini hampir tak mungkin dilakukan oleh nelayan tradisional. Selain padat modal, usaha ini juga memerlukan kehalian yang khusus, berbagai peralatan dan juga risiko yang tinggi. Ikan di dalam keramba itu mudah saja mati apabila terserang virus. Sekali mati bisa-bisa memukul usaha secara keseluruhan. Usaha pertambakan udang yang besar juga ada di Lampung. Namun kini nasibnya tidak menentu. Usaha itu kabarnya terlilit masalah keuangan dengan pihak perbankan.

Setelah beberapa jam di Teluk Lampung, saya memutuskan untuk pergi ke Kalianda, kota yang saya LombokBangka 264kunjungi untuk pertama kalinya tiga puluh tahun yang lalu. Kalianda kini telah berubah dari kota kecamatan menjadi ibukota Kabupaten Lampung Selatan. Menjelang masuk kota, saya menyaksikan sebuah hotel cukup bagus yang dibangun oleh Kelompok Usaha Bakrie. Almarhum Pak Bakrie memang berasal dari Kalianda. Usaha Pak Bakrie – yang berawal dari pedagang hasil bumi — kini diteruskan oleh anak-anaknya, dan berkembang menjadi kelompok usaha yang besar dan bergerak hingga ke mancanegara. Sayang hotel itu nampak sepi pengunjung dan mulai nampak kurangLombokBangka 257 terawat dengan baik. Masyarakat Lampung Selatan nampaknya belum siap betul untuk menyambut dan mendukung industri pariwisata. Padahal, Kalianda cukup indah. Dari pantainya yang cukup bagus, orang dapat memandang Gunung Krakatau di kejauhan. Wisata bahari di kabupaten itu sebenarnya cukup potensial untuk dikembangkan. Sayang, potensi besar ini belum dapat dimanfaatkan secara maksimal. Padahal, jarak dari Jakarta ke Lampung tergolong dekat. Orang dapat naik mobil menuju Provinsi Banten sebelum menyeberang Selat Sunda menuju Lampung. Naik pesawat terbang, hanya memakan waktu tiga puluh menit dari Jakarta.

Di Kalianda saya bertanya kepada penduduk setempat tentang kolam air panas yang saya kunjungi tiga puluh tahun yang lalu. Tempat itu, kini lebih mudah untuk LombokBangka 278dicapai dengan kendaraan. Jalan ke tempat itu telah dibangun untuk dilewati kendaraan bermotor. Kolam yang dulu alami, kini ternyata telah dibangun oleh Pemda setempat mirip sebuah kolam renang. Namun sumber airnya, tetap saja aliran sungai kecil dari Gunung Rajabasa, dengan bau belerang yang menyengat hidung. Saya kembali mandi di tempat itu, di luar kolam, agar mendapatkan air yang langsung ke luar dari dalam tanah.LombokBangka 246 Air terasa panas dan kandungan belerangnya sangat tinggi, lebih tinggi dari kandungan belerang di Gunung Papandayan di Kabupaten Garut, tak jauh di selatan kota Bandung. Saya merasa senang dan bahagia, dapat mengunjungi lagi tempat yang tetap saya ingat dan saya kenang selama tiga puluh tahun lamanya. Penduduk di kampung sekitar kolam air panas itu, mengenal saya dengan baik. Mereka tak mengira saya akan datang ke tempat itu. Saya merasa senang pula bertemu dan dapat bercakap-cakap dengan mereka.

Kunjungan kedua saya ke Bumi Lampung dalam kurun waktu sebulan terakhir, berkaitan dengan kegiatan Partai LombokBangka 243Bulan Bintang yang bertepatan dengan Maulid Nabi Muhammad S.a.w. Saya mendarat di Bandar Udara Tanjung Karang pagi hari dan kemudian meneruskan perjalanan lebih kurang satu jam ke sebuah kota kecamatan di Kabupaten Lampung Tengah. Kota itu kecil saja. Ketika saya tiba, telah ada sekitar 3000 orang menanti di Alun-Alun Kecamatan Punggur, Gunung Sugi, Lampung Tengah. Mereka memasang tenda dan memainkan musik kasidahan. Pengurus PBB Cabang Lampung Tengah menyelenggarakan kegiatan ini, dengan dihadiri oleh anggota dan simpatisan PBB di Kecamatan itu. Saya diminta untuk menyampaikan ceramah Maulid Nabi dan sekaligus menyampaikan pesan-pesan kepada Keluarga Besar Bulan Bintang di kecamatan itu. Kami mengakhiri acara itu menjelang tibanya waktu zuhur. Selanjutnya saya meneruskan perjalanan ke kecamatan lain yang terletak di Kabupaten Lampung Utara. Ibu Megawati, sebulan sebelumnya juga berkunjung ke kabupaten itu untuk menemui warga dan simpatisan PDI Perjuangan.

Di Kotabumi, Lampung Utara, rombongan kami disambut dan dijamu makan siang oleh Wakil Bupati Lampung Utara, Zainal Abidin. Beliau juga menyertai rombongan saya hadir ke sebuah tanah lapang di kecamatan tempat Lampung Cheng Ho 268penyelenggaraan Peringatan Maulid Nabi dan sekaligus silaturrahim warga Bulan Bintang. Para pemuka Adat Lampung di kecamatan itu menyambut kedatangan saya dengan upacara adat. Kami berjalan kaki cukup panjang sambil menyapa penduduk yang berjejal-jejal berdiri di sepanjang jalan. Sebagian mereka berteriak memanggil saya “Laksamana Cheng Ho”. Sebagiannya lagi berteriak agar saya maju ke pencalonan Presiden 2009. “Jangan mundur lagi, Pak!” kata mereka mengingatkan saya ketika mundur dari pencalonan Presiden dalam Sidang Umum MPR Tahun 1999. Saya tertegun mendengar teriakan-teriakan itu. Kalau saya datang ke basis PBB mendengar teriakan seperti itu, rasanya biasa-biasa saja. Namun Lampung Utara selama ini bukan daerah basis PBB. Tidak satupun anggota DPRD Kabupaten Lampung Utara yang berasal dari PBB.

Di Lapangan Kecamatan itu, saya menyaksikan sekitar 5000 orang menghadiri kegiatan PBB itu. Bendera dan Lampung Cheng Ho 274spanduk PBB juga dipasang menghiasi hampir seluruh penjuru Kotabumi yang berpenduduk sekitar 40.000 jiwa. Tokoh-tokoh Adat tampil kemuka menyampaikan pidato dalam Bahasa Lampung, yang isinya memberi gelar adat “Tuan Rajo Asli” kepada saya. Istri saya juga mendapat gelar adat “Ratu Permaisuri”. Dengan pemberian gelar adat itu, maka saya dianggap menjadi anak angkat Haji Sofwan dan dengan demikian menjadi anggota masyarakat hukum adat di Bumi Lampung. Saya berterima kasih atas penghargaan itu. Ketua Masyarakat Adat kemudian membaca secarik kertasLampung Cheng Ho 262 yang ditulis dalam Bahasa Indonesia. Isinya mendukung saya untuk dicalonkan menjadi Presiden RI tahun 2009 yang akan datang. Padahal, saya tak pernah menggalang “kebulatan tekad” seperti terjadi di zaman Presiden Soeharto dahulu. Saya sendiri sebelumnya tidak tahu akan ada acara seperti itu. Ketua DPC PBB Lampung Utara, Syahrul, juga tak memberitahu saya sebelumnya akan adan upacara adat seperti itu. Sebab itu, saya hadir hanya mengenakan celana jeans dan baju lengan pendek saja. Akhirnya, Ketua Adat memberi saya sebuah peci khas Lampung dan kain samping, seperti yang biasa digunakan sebagai bagian dari pakaian adat orang Melayu. Saya pun dipersilahkan menyampaikan ceramah dan pesan-pesan kepada Keluarga Besar Bulan Bintang yang hadir, dengan menggunakan peci dan kain samping khas Lampung itu.

Saya menyampaikan ceramah dalam bahasa sederhana agar dapat dimegerti oleh sebagian besar hadirin, yang profesi sehari-harinya adalah petani. Dengan kehadiran Lampung Cheng Ho 134Wakil Bupati, maka aparat Pemerintah Daerah banyak pula yang hadir ke lapangan itu. Tentu saja saya membahas hikmah peringatan maulid untuk meningkatkan iman dan takwa. Namun sebagian besar materi ceramah membahas kehidupan rakyat sehari-hari, terutama bagaimana meningkatkan kesejahteraan kaum tani. Saya menyampaikan kebijakan umum yang ingin saya laksanakan, yakni membangun perekonomian nasionalLampung Cheng Ho 259 dengan berbasis kepada pertanian untuk mengatasi kemiskinan dan keterbelakangan rakyat kita. Persoalan lain, yang menyangkut beratnya beban subsidi BBM, pembayaran utang pokok dan cicilan dalam dan luar negeri, serta upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, saya uraikan dalam bahasa yang mudah agar dapat dimengerti oleh para hadirin. Tak banyak slogan atau pidato berapi-api. Sebab, saya harus menjelaskan apa yang akan kami lakukan, agar rakyat dapat memahaminya. Masa Kampanye memang belum tiba.

Kami meninggalkan Lampung Utara ketika waktu Ashar telah tiba. Setelah menunaikan solat di Mesjid Kampung Mulang Maya, kami bergegas menuju Bandar Lampung. Lampung Cheng Ho 273Masih ada satu acara lagi yang akan saya hadiri, yakni Milad Himpunan Mahasiswa Islam, yang diselenggarakan oleh HMI Cabang Bandar Lampung. Acara milad ini dihadiri sekitar 200 orang anggotadan alumni HMI di daerah itu. Kali ini, ceramah saya lebih intelektual membahas persoalan-persoalan besar yang dihadapi bangsa dan negara, dan perspektif Islam untuk menanganinya. Sekitar satu setengah jam saya menyampaikan ceramah sampai hari telah larut malam. Saya menginap di sebuah hotelLampung Cheng Ho 265 dengan fisik yang agak lelah, namun merasa senang dan bahagia. Saya hanya tidur beberapa jam, karena beberapa rekan telah menunggu di hotel untuk menyampaikan berbagai permasalahan yang ada di daerah itu. Pagi-pagi sekali, saya bergerak ke Bandara Tanjung Karang untuk kembali ke Jakarta. Saya akan datang lagi ke Bumi Lampung mengunjungi kabupaten-kabupaten yang lain, sebagaimana saya lakukan di provinsi-provinsi lain di seluruh tanah air. Saya ingin menggalang kekuatan PBB sampai ke pelosok-pelosok daerah.

Suatu hal yang tak pernah saya lupakan selama berkunjung ke daerah-daerah ialah kunjungan kepada Jusuf Kalla -Amcol 050Redaksi media cetak setempat. Di Lampung, saya menyempatkan diri bertukar pikiran dengan Harian Lampung Pos. Hal yang sama saya lakukan di Pekan Baru, Tanjung Pinang dan Batam serta Pangkal Pinang. Hasil pertukar pikiran itu selalu menghiasi halaman muka koran-koran daerah. Bahkan sampai beberapa hari kemudian, isi diskusi atau wawancara khusus itu mereka Jusuf Kalla -Amcol 058muat sambung-menyambung. Dengan demikian, pikiran-pikiran saya dalam menyikapi berbagai masalah, baik nasional maupun daerah, dapat menjangkau mereka yang tidak sempat hadir mendengarkan saya menyampaikan ceramah dan pidato. Namun dalam kunjungan yang kedua ke Bumi Lampung, saya tak sempat bersilaturrahim dengan redaksi media cetak setempat. Beberapa wartawan media cetak dan elektornik, mewawancarai saya di lapangan. Semoga semua itu akan membawa manfaat bagi kepentingan rakyat kita di daerah-daerah.

Wallahu’alam bissawwab.