SEKALI LAGI SKB TENTANG AHMADIYAH
Bismillah ar-Rahman ar-Rahim
Setelah dibahas menghabiskan waktu sekian lama, Pemerintah akhirnya menerbitkan SKB tentang Ahmadiyah hari Senin 9 Juni lalu. Seperti diakui Menteri Agama M. Basyuni, SKB ini diterbitkan begitu lamban karena Pemerintah “memikirkan sedalam-dalamnya, semasak-masaknya, mana yang terbaik. Inilah yang terbaik sesuai undang-undang yang berlaku”, demikian kata Basyuni seperti dikutip Kompas kemarin. Tiga point penting dari SKB itu adalah:
(1) Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat untuk tidak menceritakan, menganjurkan, atau mengusahakan dukungan umum melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan keagamaan dari agama itu yang menimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu;
(2) Memberi peringatan dan memerintahkan kepada penganut, anggota dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), sepanjang mengaku beragama Islam, untuk menghentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama Islam, yaitu penyebaran paham yang mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad S.a.w;
(3) Penganut, anggota, dan/atau pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang tidak mengindahkan peringatan atau perintah sebagaimana dimaksud pada diktum 1 dan diktum 2 dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk organisasi dan badan hukumnya.
Seperti dikatakan M. Basyuni, memang Pemerntah lamban sekali mengambil keputusan, sementara gejolak terus berlanjut sampai terjadi insiden kekerasan di Monas beberapa waktu yang lalu. Tindak kekerasan memang patut kita sesalkan. Namun kelambatan mengambil sikap, turut memberikan kontribusi terjadinya insiden kekerasan itu. Kalau Pemerintah cepat mengambil keputusan, maka insiden seperti itu tidak perlu terjadi. Saya sendiri tetap berpendirian bahwa segala tuntutan dan penyampaian aspirasi, tetaplah harus menempuh cara-cara yang damai. Buntut dari insiden kekerasan itu, wajah umat Islam di tanah air menjadi kian memprihatinkan. Kita makin terpecah-belah karena perbedaan pendapat dan perbedaan sikap menghadapi suatu masalah. Keadaan seperti ini, akan menjadi bahan propaganda terus-menerus untuk memojokkan Islam dan umat Islam di tanah air.
Beragam reaksi atas terbitnya SKB itu sebagaimana muncul di berbagai media cetak dan elektronik. Ada yang menentang dan ada pula yang tidak puas dengan SKB. Kelompok yang menentang berencana untuk menggugat SKB ke Mahkamah Konstitusi, bahkan berencana akan mengajukan permohonan uji materil terhadap UU Nomor 1/PNPS/1965 yang mendasari penerbitan SKB itu. Sementara kelompok yang tidak puas, menyatakan isi SKB itu tidak jelas dan multi tafsir, sehingga sulit dilaksanakan di lapangan. Keberadaan SKB itu sendiri sangat minimalis, karena yang diinginkan bukan sekedar perintah dan peringatan kepada individu pengikut Ahmadiyah, tetapi juga pembubaran terhadap organisasi Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Saya sendiri sependapat bahwa isi SKB itu memang tidak memuaskan. Kata “diberi perintah dan peringatan keras” sebagaimana diatur dalam Pasal 2 UU Nomor 1/PNPS/1965 telah dilunakkan menjadi “memberi peringatan dan memerintahkan”.
Dibalik diterbitkannya SKB, nampak sekali sikap ragu-ragu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk membubarkan organisasi Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Padahal kegiatan Ahmadiyah di Indonesia bukan sekedar kegiatan individu para penganutnya, tetapi suatu kegiatan yang terorganisasikan melalui JAI. Organisasi ini terdaftar di Kementerian Kehakiman RI sebagai sebuah vereneging atau perkumpulan berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman tanggal 13 Maret 1953. Berdasarkan ketentuan Pasal (2) UU Nomor 1/PNPS/1965, apabila kegiatan kegiatan penodaan ajaran agama itu dilakukan oleh organisasi, maka Presiden dapat membubarkan organisasi itu dan menyatakannya sebagai “organisasi/aliran terlarang”, setelah Presiden mendapat pertimbangan dari Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri dan Jaksa Agung.
Ketentuan Pasal 2 UU Nomor 1/PNPS/1965 di atas berbeda dengan penjelasan Jaksa Agung Hendarman Supanji. SKB, menurut Hendarman, bukan pembubaran atau pelarangan sebuah organisasi. Pemerintah tidak dapat langsung membubarkan JAI, melainkan harus diperingatkan lebih dahulu. Saya berpendapat sebaliknya, kalau kegiatan penodaan agama itu dilakukan oleh individu, maka ketiga pejabat menerbitkan SKB sebagaimana telah dilakukan. Namun jika penodaan itu dilakukan melalui organisasi, maka Presidenlah yang harus membubarkan dan melarang organisasi itu. Sebab bisa saja terjadi, kegiatan penodaan agama itu hanya dilakukan oleh individu tanpa organisasi. Untuk kegiatan seperti ini, Presiden tidak perlu menerbitkan keputusan pembubaran dan pelarangan, cukup dengan SKB tiga pejabat tinggi itu saja.
Meskipun SKB telah diterbitkan, namun di dalam tubuh Pemerintah sendiri terdapat silang pendapat yang cukup tajam. Dirjen Hak Asasi Manusia Departemen Hukum dan HAM, Harkristuti Harkrisnowo menyesalkan diterbitkannya SKB itu. Keputusan itu diambil, menurutnya, setelah adanya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan sejumlah ormas Islam di depan Istana Negara, yang meminta Pemerintah membubarkan Ahmadiyah. Pendapat Harkristuti sama saja dengan para penentang SKB lainnya, yang menuduh Pemerintah mengalah kepada tekanan ormas-ormas Islam. SKB menurutnya, seharusnya tidak diterbitkan. Ahmadiyah seharusnya tidak dilarang “selama tidak menimbulkan konflik, tidak mengganggu dan tidak menimbulkan reaksi” (Sinar Harapan, 10 Juni). Harkristuti juga “mengutip” pendapat saya bahwa di Iran, Ahmadiyah diakui sebagai kelompok minoritas “sehingga dibolehkan hidup dan tidak dibubarkan”.
Saya agak heran membaca pernyataan Dirjen HAM di atas. Sebagai birokrat, semestinya dia tidak mengomentari keputusan politik Pemerintah yang berisi sebuah kebijakan. Kalau dia mengatakan bahwa Ahmadiyah tidak menimbulkan konflik, tidak mengganggu dan tidak menimbulkan reaksi, sehingga tidak perlu dilarang, nampaknya Dirjen HAM ini tidak mengikuti kontroversi seputar Ahmadiyah di negeri kita ini. Pendapat saya yang dikutipnya hanya sepotong. Saya membenarkan Ahmadiyah untuk diakui keberadaannya menurut hukum, sepanjang Ahmadiyah itu menyatakan dirinya sebaga agama tersendiri. Dengan demikian, keberadaan mereka dianggap sebagai minoritas non Muslim sebagaimana di Pakistan (bukan Iran). Keberadaan dan aktivitas Ahmadiyah di negeri kita ini, samasekali bukan persoalan kemerdekaan beragama sebagaimana dijamin di dalam UUD 1945, tetapi persoalan penodaan ajaran agama Islam yang dianut secara mayoritas oleh rakyat Indonesia.
Melalui paham yang dikembangkannya, serta kegiatan-kegiatan keagamaannya, jelas bahwa Ahmadiyah telah menodai, mengganggu, menimbulkan reaksi dan bahkan konflik di negeri kita ini. Kalau Pemerintah bertindak tegas sesuai ketentuan-ketentuan dalam UU Nomor 1/PNPS/1965, bukanlah berarti Pemerintah mencampuri keyakinan warganegaranya. Bukan pula berarti Pemerintah membatasi kemerdekaan memeluk agama. Tindakan itu harus dilakukan untuk melindungi mayoritas pemeluk agama Islam, yang merasa ajaran agamanya dinodai oleh paham dan aktivitas Ahmadiyah. Negara harus bertindak untuk melindungi warganegara, yang merasa keyakinan keagamaan mereka dinodai oleh seseorang, sekelompok orang atau sebuah organisasi. Sebab itu, saya berpendapat – sebagaimana telah saya kemukakan kepada umum – bahwa keberadaan penganut Ahmadiyah, termasuk organisasi Jemaat Ahmadiyah Indonesia tidak akan dipermasalahkan, jika mereka menyebut diri mereka sebagai kelompok agama sendiri, yang berada di luar Islam.
SKB yang sudah diterbitkan oleh tiga pejabat negara itu, nampaknya akan terus menuai kontroversi. Pro dan kontra masih akan terus berlanjut. Pemerintah sendiri –seperti telah saya singgung di atas–mempersilahkan mereka yang menolak SKB untuk memperkarakannya di Mahkamah Konstitusi. Sepanjang pemahaman saya tentang tugas dan kewenangan MK, lembaga itu bukanlah mahkamah yang dapat mengadili sebuah SKB yang diterbitkan oleh pejabat tinggi negara, sepanjang ia tidak menimbulkan sengketa kewenangan. SKB itu bukan pula obyek sengketa tata usaha negara yang dapat dibawa ke Pengadilan Tata Usaha Negara, karena sifatnya bukanlah putusan pejabat tata usaha negara yang bersifat individual, kongkrit dan final. Kalau mau dibawa ke Mahkamah Agung, boleh saja untuk menguji apakah SKB itu –kalau isinya bercorak pengaturan—bertentangan atau tidak dengan undang-undang (yakni UU Nomor 1/PNPS/1965). Saya sendiri berpendapat, walaupun isi SKB itu tidak memuaskan, namun SKB itu adalah kebijakan (beleid) Pemerintah, yang oleh yurisprudensi Mahkamah Agung, dinyatakan sebagai sesuatu yang tidak dapat diadili.
Suatu hal yang juga ingin dilakukan oleh para penentang SKB dan pembubaran Ahmadiyah, ialah keinginan untuk memohon uji materil terhadap UU Nomor 1/PNPS/1965 ke Mahkamah Konsitusi. Kalau itu dilakukan, maka MK akan memanggil Presiden dan DPR selaku termohon, untuk hadir di persidangan MK. Di sinilah adu argumentasi akan terjadi, untuk memutuskan apakah UU Nomor 1/PNPS/1965 itu bertentangan dengan UUD 1945 atau tidak. Kalau ini terjadi, saya mengatakan kepada para wartawan di Medan kemarin, saya bersedia menjadi kuasa hukum Presiden atau DPR untuk menghadapi permohonan uji materil itu, kalau mereka memintanya.
Persoalan Ahmadiyah kini bukan saja menjadi persoalan dalam negeri kita, tetapi telah mendunia. Sidang Dewan HAM PBB di Jenewa mempertanyakan masalah ini. Cukup banyak negara, yang melarang Ahmadiyah, termasuk Malaysia dan Brunei Darussalam.Kita memang perlu memberikan penjelasan komprehensif mengenai Ahmadiyah ini, baik dari perspektif hukum nasional kita, maupun dari perspektif hukum internasional mengenai hak asasi manusia. Penjelasan itu tidak akan lari dari prinsip yang saya kemukakan, yakni persoalan Ahmadiyah akan selesai jika mereka dianggap sebagai agama di luar Islam dan penganutnya bukan lagi dianggap sebagai Muslim. Dengan demikian, hak-hak konstitusional mereka di negeri ini akan dijamin sepenuhnya sebagaimana warganegara yang menganut agama lainnya.
Wallahu’alam bissawwab

Short URL: https://yusril.ihzamahendra.com/?p=249
Ternyata nongol di tvone nya cuma ngomong sebentar, padahal ane udah ngantuk berat tapi sengaja tetep melotot pengen denger wawancara yang ok. tapi lumayanlah banyak lagi yang liat YIM hehehe…
Mudah2an kampanye Bpk nanti tidak hanya modal usia yang lebih muda dari capres yg lain, tapi juga isu yang diangkat adalah isu yang fresh.kalo “jualan” lagi piagam jakarta doang kayaknya expired tuh, gak bakalan laku.Insya Allah, kalo udah senayan nya dikuasai memperjuangkan apapun gak bakal terlalu sulit.
Gimana soal Rokok Pak?
Hak asasi setiap manusia untuk percaya terhadap agama atau pun keyakinan.
Sejak zaman dahulu kala di Indonesia sudah ada perbedaan pendapat tentang pemahaman islam, contohnya tentang Syekh Siti Jenar.
Terpenting jangan saling menyakiti bangsa sendiri.
sebenarnya pak yusril
yang saya tangkap cuma 2 aja poin untuk ahmadiyah :
1. bisa tetap berdiri dan hidup di Indonesia asalkan jgn mengaku2 agama islam.
2. silahkan membubarkan diri, dan para pengikutnya kembali ke jalan yang benar, MUI terbuka tangannya untuk mensucikan pikiran pengikut2 agama ahmadiyah ini.
begitu pak Yusril
salah Mahasiswa FH-UISU (Universitas Islam Sumatera Utara)
-Yuhendra Tanjung-
regards,
Salah Seorang Mahasiswa FH-UISU (Universitas Islam Sumatera Utara)
-Yuhendra Tandjung-
Yth. Bung YIM
Saya ada mengirimkan pesan lewat kolom KONTAK yang tersedia di Blog Bapak ini.
Jika Bung YIM ada waktu luang, semoga bisa membalasnya lewat alamat email saya, yang saya masukkan di kolom KONTAK yang disediakan diatas.
TERIMA KASIH
JEBEE
INDONESIA
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Bang YIM Yth.
Jika sekiranya bang YIM berkenan tolong berikan kami pencerahan berkaitan dengan ahmadiyah ini. Saya mohonkan ini untuk meneruskan harapan sahabat saya yang akan menikahkan puterinya dengan seseorang dari kaum ahmadi. Sedangkan mereka memang saling mencintai. Pernikahan sejoli ini ditunda tunda karena masalah ini. Sebab sahabat saya khawatir kalau nantinya kaum ahmadi dinyatakan sebagai non muslim, maka mereka nantinya harus bercerai karena tidak mungkin bertahan jika puterinya bersuamikan seorang non muslim.
Atau ada kemungkinan setelah menikah, mereka menuliskan agama pada KTP nya sebagai : non muslim, tetapi mereka tetap mendirikan sholat, berpuasa ramadhan dan menunaikan zakat sebagaimana layaknya kewajiban muslim umumnya, tetapi tetap saja menganut ajaran ahmadiyah meskipun tidak mensyiarkannya kepada yang lain. Namun kepada anak anak mereka nantinya…….
Bagaimana dengan hak hak perdata mereka nantinya? Mereka non muslim tetapi tetap mendirikan sholat dan kewajiban sebagaimana layaknya muslim. Tetapi di KTPnya tertulis non muslim.
Sahabat saya menjadi gamang karena calon menantunya dikenal sebagai seorang yang rajin mendirikan sholat, taat berpuasa ramadhan, berzakat dstnya
Terus terang saya takut menanyakan hal ini kepada tetangga atau tokoh tokoh, takut disangka sebagai kaum ahmadi juga. Jadi saya bertanya melalui blog ini.
Atas perkenan Bang YIM kami mengucapkan terima kasih.
Dibawah ini saya pernah tuliskan pertanyaan sebelumnya.;
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Bang YIM sangat jernih pandangan dan pendapatnya mengenai Ahmadiayah. Namun berkaitan dengan penutup artikel ini, saya hanya ingin bertanya; apakah apabila seseorang mengucapkan syahadatain lantas sudah bisa digolongkan sebagai muslim? Apakah kaum ahmadi mengucapkan syahadatain yang berbeda, sehingga bisa dikelompokan sebagai non muslim dalam pandangan kehidupan bernegara?
June 11th, 2008 at 8:51 pm
Kemudian mendapat komentar dari saudara Usamah
#7
apakah apabila seseorang mengucapkan syahadatain lantas sudah bisa digolongkan sebagai muslim? Apakah kaum ahmadi mengucapkan syahadatain yang berbeda, sehingga bisa dikelompokan sebagai non muslim dalam pandangan kehidupan bernegara?
Tolong Anda belajar lagi! (#19 Usamah)
June 12th, 2008 at 8:59 am
Seterusnya saya coba jelaskan lagi :
#19
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Terima kasih, saya memang sedang belajar dengan cara bertanya dan bertanya, termasuk pada Bang YIM melalui blog ini. Mohon maaf kalau pertanyaan saya kurang jelas, sehingga nampak sulit menjawabnya. Tapi kalau boleh saya kemukakan bahwa pertanyaan saya itu lebih bertumpu kepada hak perdata seorang warga negera Republik Indonesia.
Misalnya: ketika sesorang menyatakan agamanya dalam Kartu Tanda Penduduk sebagai ; Islam. Sejatinya dia mengucapkan syahadatain hanya ketika dia menikah dengan seorang wanita muslim. Lalu di KTP nya tertulis agama : Islam.
Nah jika kaum ahmadi dinyatakan secara perdata sebagai non muslim maka dia tidak boleh dinikahkan dengan seorang wanita muslim. Pada sisi lain, si ahmadi tersebut dikenal rajin sholatnya, berpuasa ramadhan, berzakat dll yang sikapnya sangat bertolak belakang dengan figur pertama yang biang nyabu, ahli minuman keras, penganut premanisme dll. Apakah figur ini diharuskan menulis agamanya di KTP sebagai non muslim? Atau bagaimana? Mohon maaf saya memang harus banyak belajar yang menurut saya yaitu bertanya kepada ahlinya. Dalam hal ini saya merasakan Bang YIM adalah ahlinya. Terima kasih.
June 12th, 2008 at 9:35 pm
[…] yang mungkin terkait: – Tentang SKB Ahmadiyah – Sekali Lagi Tentang SKB Ahmadiyah Possibly related posts: (automatically generated)Didemo Masa Gus Dur, FPI Jember Membubarkan Diri […]
Membaca komentar di blog ini nampaknya banyak yang ingin tahu kehadiran Bang YIM di televisi, mengingat ketertarikan itu (barangkali setelah membaca tulisan Abang di blog ini), kehadiran Bang YIM sangat dinanti misalnya di televisi, surat kabar, seminar. Sekedar usul, untuk blog ini ditambah satu halaman tentang jadwal kegiatan bang YIM di depan publik. Kalau ada acara yang sifatnya mendadak, itu mungkin bisa diatasi oleh staf/sekretaris Abang untuk memasukkannya diblog.
USULAN UNTUK PENYELESAIAN MASALAH AHMADIYAH
Untuk menyelesaikan masalah Ahmadiyah secara lokal maupun secara nasional di Indonesia, kami mengajukan terapi dan solusi sebagai berikut :
1. Penyebab mendasar adanya konflik antara Ahmadiyah dan Umat Islam adalah bahwa ajaran Ahmadiyah dianggap oleh mayoritas Umat Islam telah menodai kemurnian ajaran Agama Islam yang sangat mendasar dan prinsipil. Sementara hukum penodaan terhadap ajaran agama (terutama agama Islam) sudah jelas dalam ajaran agama Islam itu sendiri dan telah diatur dalam undang-undang (No. 1 PNPS Th. 1965).
2. Ahmadiyah, dalam usianya yang sudah lebih seratus (100) tahun ternyata tidak mulus diterima oleh umat Islam secara umum, malah mendapat penentangan yang hebat luar biasa, ditolak di kalangan negara-negara mayoritas muslim (dunia Islam), bahkan sempat berdarah-darah di India dan Pakistan di mana tempat lahirnya Ahmadiyah itu sendiri.
3. Secara empirik sejarah, Ahmadiyah tidak pernah akur dengan mayoritas umat Islam dan selalu dianggap golongan atau sekte penyesat umat Islam.
4. Dalam sejarah keagamaan ternyata ketika terjadi dalam satu agama terdapat perbedaan yang sangat prinsip dan mendasar, bahkan melahirkan konflik yang berkepanjangan, maka solusi paling aman dan nyaman adalah pisah agama. Hal ini (maaf) seperti yang telah terjadi di kalangan agama Kristen, secara resmi dan hukum sekarang telah menjadi dua (2) agama terpisah, yaitu agama Katholik dan Agama Protestan.
5. Kita sepakat bahwa : ”Jaminan perlindungan hukum dan hak asasi manusia untuk kebebasan beragama dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya”, adalah mutlak harus diwujudkan dan suatu keniscayaan, termasuk juga jaminan beragama dan beribadat bagi Ahmadiyah. Namun di sisi lainpun ”Jaminan perlindungan hukum terhadap kemurnian ajaran suatu agama dari tangan-tangan kotor penodaan” pun perlu ada kepastian hukum, untuk menjamin tidak adanya ketersinggungan perasaan keagamaan dan gangguan kehidupan beragama yang mengakibatkan terjadinya konflik horizontal yang berkepanjangan.
6. Dalam pasal 28(J) ayat 2 UUD 45 hasil amandeman menyatakan bahwa : ”Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokrtis.
7. Penanganan Ahmadiyah harus dengan tegas dan secara pro aktif dari Pemerintah atau pihak yang berwenang, karena kalau pemerintah diam maka yang bergerak ummat Islam sendiri dengan segala kekurangan dan kelebihan potensinya. Oleh karena posisi Ahmadiyah dalam aqidah Islamiyah sudah jelas dengan turunnya fatwa Liga Muslim Internasional ataupun secara Nasional melalui MUI, maka Ahmadiyah harus dibubarkan dan dilarang di Indonesia dengan dasar pendekatan hukum internal ummat Islam dan Ajaran Islam sendiri. Hukum positif sebagai legalitas formalnya.
8. SKB tentang Ahmadiyah ini akan efektif manakala JAI mau memutuskan hubungannya dengan Kholifah mereka di Inggris, sebab JAI adalah bagian dari kekhalifahan Ahmadiyah di Inggris. Tanpa pemutusan dengan Kholifahnya di Inggris, maka ajaran Ahmadiyah segalanya akan sama dengan ajaran Kholifahnya di Inggris. Hirarki kepemimpinan Ahmadiyah Qodianiyah sangat jelas sekali, mirip-mirip dengan System Kepausan dan Agama Katholik atau system Imamah dalam sekte Syi’ah dalam Islam.
9. Kalau dengan solusi di atas tidak mempan juga maka alternatif lain, supaya Ahmadiyah tenang dalam menjalankan ajaran agamanya dan mendapat jaminan hukum yang pasti, serta diperlakukan dengan adil dan tidak didiskrimatifkan oleh Pemerintah, maka lebih baik Ahmadiyah dibentuk sebagai AGAMA baru di Indonesia (mungkin namanya Agama Ahmadiyah), karena unsur-unsur pendukungnya sudah cukup lengkap. Antara lain Nabi dan Rasulnya ada (Mirza Ghulam Ahmad), kitab sucinya bisa gabungan dari Al-Quran dan Tadzkirah (seperti Al-Kitabnya Kristen, gabungan dari Taurat Musa dan Injil Isa) karena Mirza Ghulam Ahmad sendiri mengakui bahwa wahyu-wahyu yang turun kepada dia kedudukannya setara dengan wahyu dalam Al-Quran.
10. Alhamdulillah, di Kab. Kuningan merupakan realita contoh telah terciptanya kerukunan hidup beragama, enam agama ada di Kab. Kuningan bisa hidup berdampingan. Dengan adanya Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), permasalahan yang terjadi pada lintas umat beragama dapat diselesaikan dengan baik. Maka apabila Ahmadiyah telah resmi menjadi satu Agama, dapat bergabung di FKUB dan mendapat perlindungan pasti secara hukum untuk melakukan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinannya serta akan mendapat perlindungan hukum pula terhadap aset-aset Ahmadiyah, termasuk tempat-tempat ibadah Ahmadiyah.
SERUAN TERBUKA KEPADA JEMAAT AHMADIYAH
Saudara-saudara anggota Jemaat Ahmadiyah !!!
Telah seratus tahun lebih Jemaat Ahmadiyah sejak lahirnya tidak pernah dan tidak akan pernah diterima dan akur dengan ummat Islam di seluruh dunia, pasang surut pergolakan dan penentangan terhadap Jemaat Ahmadiyah terus terjadi, karena begitu banyak perbedaan mendasar antara Ahmadiyah dan Ummat Islam pada umumnya, walaupun Ahmadiyah berusaha terus meyakinkan yang lain bahwa tidak ada perbedaan. Memang jangan berharap Ahmadiyah bisa diterima oleh ummat Islam non Ahmadiyah dan jangan bermimpi bisa akur antara keduanya, karena bagaimana bisa terjadi hal itu antara Ahmadiyah yang meyakini Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi, Rasul Allah, Imam Mahdi dan Nabi Isa Al-Masih; sementara yang lain mencap Mirza sebagai Nabi palsu, Rasul palsu, Imam Mahdi palsu dan Nabi Isa Al-Masih palsu. Sungguh tidak akan bisa bertemu dan tidak akan pernah akur.
Urusan Mirza sebagai Nabi dan Rasul Allah dengan alasan yang dibuat-buat oleh pihak Ahmadiyah, itu memang urusan Ahmadiyah, urusan antara Allah dengan Mirza sendiri. Namun kita bisa mengujinya secara cermat wahyu-wahyu, mimpi dan kasyaf Mirza yang ada dalam Kitab Tadzkiroh ( sebagai Wahyu Muqoddas / kumpulan wahyu suci ) dengan Al-Quraan Al-Karim dan Al-Hadits Asy-Syarif secara komprehensif dan tidak sepotong-sepotong. Apakah benar-benar isi Tadzkiroh itu sebegai wahyu Tuhan ??? Sementara keganjilan dan kontradiksinya begitu banyak dan mencolok. Bahkan banyak sekali yang dianggapnya oleh Mirza dan Ahmadiyah sebagai wahyu Allah, tapi justru sebagai bukti kekufuran yang telak bagi Mirza Ghulam Ahmad. Sebagai contoh, ketika Mirza mengaku menerima wahyu dari Allah: “Anta minni bimanzilati waladi” ( Tadzkiroh halaman 412, 436, 636 terkadang dengan bentuk jamak, aulaadi ). Artinya : ” Engkau (bagian) dari-Ku dengan kedudukan (seperti) anak (anak-anak)-Ku “. Apakah mungkin kata-kata itu sebagai wahyu Alloh ? Maha Suci Allah, Yang Tidak Beranak dan Tidak Diperanakkan ( QS. Surat Al-Ikhlas). Mirza mengaku menerima wahyu dari Allah : ” Ya Ahmad yatimmu ismuka wala yatimmu Islmi ” ( Tadzkiroh halaman 51 ). Artinya: ” Wahai (Mirza Ghulam) Ahmad, sempurnalah namamu dan Tidak Sempurna Nama-Ku “. Betapa hebat Mirza, bahkan dia lebih hebat dan sempurna dari pada Tuhannya sendiri. Tidak mungkin itu sebagai firman Tuhan. Maha Suci Allah dari tuduhan Mirza !!! Kalau wahyu-wahyu seperti itu mustahil sebagai firman Allah, maka secara otomatis dan tidak ada pilihan lain kecuali Mirza Ghulam Ahmad jelas sebagai pembohong, Nabi palsu dan Rasul palsu.
Kedatangan Imam Mahdi dan turunnya kembali Isa Al-Masih adalah keyakinan dan bagian dari iman ummat Islam. Namun apakah benar Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Mahdi dan Isa Al-Masih yang dijanjikan Allah ??? Atau malah sebagai dajjal pengaku nabi dan rasul yang palsu sebagaimana dikabar-goibkan oleh Rasulullah SAW. ???
Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Mahdi dan Isa Al-Masih merupakan keyakinan Mirza dan Ahmadiyah. Hal ini sebagaimana firman Allah (katanya) dan lihat Tadzkiroh halaman 401, 622, 637. Sekarang coba kumpulkan secara cermat puluhan hadits yang ada dalam seluruh kitab-kitab hadits, terkait dengan Imam Mahdi dan Isa Al-Masih. Terbukti bahwa Imam Mahdi dan Isa Al-Masih adalah oknum (orang) yang berbeda, bukan menyatu dalam satu oknum ( orang ) yang bernama Mirza Ghulam Ahmad. Adapun hadits yang ada dalam Sunan Ibnu Majah no. 4.126 ” Wala al-mahdi illa Isa ibnu Maryam ” Artinya : ” Imam Mahdi itu tiada lain adalah Isa Ibnu Maryam “, telah di bahas panjang lebar oleh para ulama ahli Hadits, bahwa hadits tersebut sebagai hadits mungkar, bertentangan dengan puluhan hadits yang lain dan dalam sanadnya tidak beres alias hadits palsu. Sangat kerdil sekali, berhujjah dengan sepotong hadits mungkar untuk masalah aqidah yang sangat besar terkait dengan Imam Mahdi dan Isa Al-Masih. Kesimpulannya adalah Mirza Ghulam Ahmad bukan Imam Mahdi dan bukan Isa Al-Masih.
Kemudian kita simpulkan dari puluhan hadits tadi, sifat-sifat dan karakeristik Imam Mahdi dan Isa Al-Masih yang dijanjikan itu serta kondisi ketika dan sesudah keduanya diturunkan Allah ke muka bumi ini. Kesimpulannya, dengan turunnya Imam Mahdi dan Isa Al-Masih, dunia ini akan aman dan keadilan akan merata di seluruh dunia, sebagaimana pernah meratanya kedholiman. Keduanya akan memerangi ummat manusia yang kafir, membunuh dajjal dan akan memusnahkan seluruh agama dan yang tersisa hanya agama Islam saja, Imam Mahdi akan memimpin dunia. Sekarang kita uji dengan mata melek, kondisi dunia ini mulai dari zaman Mirza Ghulam Ahmad hidup sampai zaman Kholifah Ahamadiyah yang ke V sekarang.
• Terbuktikah dunia ini aman dan adil ???
• Apakah sekarang di dunia ini yang tersisa hanya tinggal agama Islam saja ???
• Apakah Yahudi dan Nasrani, juga agama-agama lain sudah musnah ???
• Apakah Mirza Ghulam Ahmad dan Ahmadiyah pernah memimpin dunia ???
Malah kenyataan berbicara sebaliknya, Ahmadiyah diperangi hampir di seluruh dunia Islam. Bahkan sekedar tempat tinggal Kholifahnya saja mengungsi di Inggris dan terusir dari negaranya, karena system kekhalifahan Ahmadiyah hanya Kholifah Ruhaniyah yang tidak pernah dikenal dalam system kekhalifahan dalam Islam, alias Kholifah-Kholifahan. Walhasil, Mirza Ghulam Ahmad bukan Imam Mahdi dan bukan Isa Al-Masih yang dijanjikan, karena tidak terbukti, alias pengakuan sebagai kedua-duanya adalah palsu.
Rasulullah SAW bersabda : ” Antara aku dan turunnya Isa Al-Masih tidak ada Nabi … dan seterusnya ” ( Lihat Sunan Abi Daud hadits no.4320 ). Nah sekarang kalau Imam Mahdi dan Isa Al-Masih belum turun dan Mirza Gulam Ahmad bukan sebagai Imam Mahdi dan Isa Al-Masih yang dijanjikan, bagimana dengan Mirza yang mengaku sebagai Nabi dan Rasul ??? Menurut hadits di atas, sangat meyakinkan dan secara otoimatis bahwa Mirza Ghulam Ahmad bukan Nabi dan bukan Rasul, alias kedua-duanya palsu.
Ketika Muhammad SAW diangkat Allah sebagai Nabi dan Rasul-Nya, orang-orang yang tidak percaya kepada beliau adalah kafir, sampai sekarang juga demikian. Sekarang kita tanya, bagaimana sikap Mirza Ghulam Ahmad dan Ahmadiyah terhadap orang-orang Islam yang tidak percaya kepadanya sebagai Nabi, Rasul, Imam Mahdi dan Isa Al-Masih ??? Tentu Mirza dan Ahmadiyah akan mengkafirkan ummat Islam yang non Ahmadiyah bukan ??? Coba perhatikan Tadzkiroh halaman 342, Mirza Ghulam berkata: “ Bahwa Allah telah memberi kabar kepadanya, sesungguhnya orang yang tidak mengikutimu dan tidak berbaiat padamu dan tetap menentang kepadamu, dia itu adalah orang yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya dan termasuk penghuni neraka Jahim”. Dalam Tadzkiroh halaman 600, Mirza berkata: “ Sesungguhnya Allah telah menjelaskan padaku, bahwa setiap orang yang telah sampai padanya da’wahku kemudian dia tidak menerimaku, maka dia bukanlah seorang muslim dan berhak mendapatkan siksa Allah.” Inilah alasan yang sebenarnya, kenapa orang Ahmadiyah tidak mau sholat di belakang orang non Ahmadiyah. Ini sangat fundamental dan berbahaya, juga sebagai bukti kuat kedholiman Mirza Ghulam Ahmad dan Ahmadiyah terhadap ummat Islam di seluruh dunia.
Sadarlah wahai penganut Ahmadiyah, anda telah tertipu berat oleh segala bentuk pengakuan Mirza Ghulam Ahmad. Fahamilah, kenapa ummat Islam memusuhi Mirza dan Ahmadiyah. Kehadiran Mirza yang mengaku sebagai Nabi, Rasul, Imam Mahdi dan Isa Al-Masih bukan menambah kuatnya ummat Islam, malah sebaliknya, tambah runyam, kehadirannya bukan rahmatan lil alamin, malah menjadi benih perpecahan baru di kalangan ummat ini. Kebaikan sosial Ahmadiyah di dunia bukan sebagai jaminan Ahmadiyah itu benar, banyak kebaikan-kebaikan sosial agama lainpun, tapi bukan menjadi jaminan kebenaran agama-agama tersebut. Kembalilah kepada Ajaran Islam yang asli dan benar, bergabunglah kembali dengan ummat Islam, supaya persatuan dan kesatuan ummat Islam ini tetap terjaga dan terpelihara.
setuju komentar #58,
agenda kegiatan bapak didepan publik baiknya di-post, kita2 yg rajin berkunjung kan bisa jadi ‘marketing’nya Pak YIM he he.
Oh ya .. utk masalah prinsipil spt ahmadiyah ini, sampaikan salut sy juga utk pengurus n anggota Partai Bulan Bintang yg berani bersikap n bahkan berani mengunjungi Habibi Rizieq di POLDA, bentuk ukhuwah yg sangat mengharukan ..
Gerakan Ahmadiyah di Indonesia usianya memang lebih tua dari umur kemerdekaan Republik Indonesia, masuk ke Indonesia tahun 1924 M (untuk aliran Lahore yang tidak meyakini Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi) dan tahun 1925 M (untuk aliran Qodiani yang meyakini Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi). Namun perkembangannya sampai sekarangpun jumlahnya belum menunjukkan perkembangan yang signifikan kalau dibanding dengan populasi pengikut Gerakan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama yang hampir seusia dengannya. Hal ini menunjukkan bahwa Ahmadiyah di Indonesia tidak berkembang dengan baik dan mendapat penentangan dari kalangan ummat Islam. Gelombang penentangan ummat Islam terhadap Ahmadiyah bukan karena iri, dengaki dan cemburu terhadap “kemajuan” Ahmadiyah, namun lebih kepada usaha pembentengan aqidah ummat Islam terhadap taktik dan kecurangan Ahmadiyah dalam mengolah kata dan dalil-dalil agama yang hanya untuk kepentingan memuluskan keyakinan bahwa Mirza Ghulam Ahmad sebagai Isa Al-Masih, Imam Mahdi, nabi dan rasul (empat pangkat kehormatan agama disandang Mirza sekaligus), namun jauh dari katagori kejujuran dan pembahasan ilmiyah dalam setiap tulisan mereka. Pada gilirannya bagi orang yang awwam terhadap Islam dan ajaran Ahmadiyah yang sebenarnya akan mudah terkecoh dan tertipu. Di sana-sini terdapat pemakaian dalil-dalil yang hanya menguntungkan dan berpihak kepada Ahmadiyah serta nukilan-nukilan pendapat para ulama salaf ahli Sunnah wal Jama’ah yang belum tentu maksudnya seperti yang difahami Ahmadiyah atau mendukung faham Ahmadiyah. Di sisi lain Ahmadiyah selalu tutup mata rapat-rapat terhadap dalil-dalil lain yang dianggap bersebrangan dengan konsep mereka.
Gelombang penentangan terhadap Ahmadiyah sepanjang sejarahnya di Indonesia dan pada akhir-akhir ini yang mengarah kepada berbagai peristiwa anarkis, direspon oleh Ahmadiyah dengan berbagai langkah yang kelihatannya mengundang rasa simpatik banyak pihak dengan alasan HAM dan lain sebagainya. Dan yang paling aneh, pihak Ahmadiyah selalu mengekspos kepada berbagai pihak, bahwa antara Ahmadiyah dan ummat Islam umumnya tidak ada perbedaan yang mendasar, merasa sama dan berusaha untuk diakui bahwa Ahmadiyah bagian dari ummat Islam ini. Namun pada kenyataanya mereka tidak bisa berbaur dengan ummat Islam, misalnya dalam ritual-ritual keagamaan yang menjadi simbul kebersamaan internal ummat Islam. Mereka tidak mau shalat di belakang orang Islam non Ahmadiyah dengan alasan-alasan yang tidak bisa diterima secara sosial ataupun faham keagamaan.
Kedatangan Mirza Ghulam Ahmad sebagai Isa Ibnu Maryam (Al-Masih), Imam Mahdi, nabi dan rasul, sehingga digelari oleh para pengikutnya Al-Masih Al-Mauud (yang dijanjikan), perlu pembahasan yang cermat karena terkait dengan pengertian Al-Masih itu sendiri. Al-Masih adalah gelar kebaikan yang diberikan kepada Nabi Isa ibnu Maryam, juga gelar kejahatan yang diberikan kepada Dajjal sehingga disebut Al-Masih Ad-Dajjal. Nah disini perbedaannya, apakah Mirza Ghulam Ahmad itu benar-benar Isa Al-Masih Al-Mauud yang dijanjikan (sesuai dengan hadits-hadits Nabi SAW) atau memang Al-Masih Ad-Dajjal (pembohong yang jahat yang mengaku nabi dan juga rasul) sesuai yang disinyalir dalam hadits-hadits Nabi juga ?
Kemudian mengapa reaksi keras terhadap Ahmadiyah ini muncul tenggelam ? ini sangat terkait dengan kebijakan Ahmadiyah sendiri, tentang keterbukaannya terhadap sumber-sumber ajaran Ahmadiyah. Banyak sekali kalangan Ahmadiyah yang tidak tahu sumber aslinya seperti apa, para muballighnya saja banyak yang (atau pura-pura) tidak tahu tentang isi Tadzkirah dan buku-buku lainnya. Apalagi orang non Ahmadiyah, sangat minim pengetahuan mereka terhadap sumber-sumber aslinya; mereka (orang Ahmadiyah dan non Ahmadiyah) hanya membaca buku-buku yang siap baca, yang di dalamnya banyak sekali permainan kata-kata dan takwilan-takwilan hanya demi memuluskan Mirza Ghulan Ahmad sebagai Isa ibnu Maryam (al-Masih), Imam Mahdi, nabi dan rasul.
Perhatikan penuturan MA. Suryawan dalam bukunya “Bukan Sekedar Hitam Putih” halaman 51: “Selama Hz. Mirza Ghulam Ahmad hidup, tidak ada buku yang bernama Tadzkirah dalam lingkungan Jemaat Ahmadiyah dan Hz. Mirza Ghulam Ahmad a.s. tidak pernah menulis buku yang berjudul Tadzkirah… Buku Tadzkirah ini dibuat kemudian atas prakarsa Hz. Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad r.a.. pada sekitar tahun 1935….. Untuk maksud ini dibentuklah sebuah panitia yang terdiri dari Maulana Muhammad Ismail dan Syekh Abdul Qadir. Panitia tersebut menyusun buku Tadzkirah secara sistematis dan kronologis. Setelah pekerjaan tersebut selesai, maka buku tersebut diberi nama Tadzkirah. Tadzkirah sendiri mempunyai arti kenangan atau peringatan. Buku ini dicetak dalam jumlah yang terbatas. Di Indonesia pun jumlahnya sangat terbatas dan hanya dimiliki oleh mereka yang mengerti bahasa Urdu.
Atau ini memang merupakan Tadbir (rencana) Ilahy untuk membuka simpul dan penutup yang selama ini menyelimuti misteri Ahamdiyah yang sebenarnya; melalui mantan-mantan mubaligh gigih Ahmadiyah semacam Ahmad Hariadi (Indonesia) dan Hasan Audah (Arab Palestina) yang telah membongkar habis ISI PERUT AHMADIYAH YANG SEBENARNYA DARI DALAM. Mereka berdua telah menghabiskan lebih separuh umur mereka untuk mengkhidmat dan mempertahankan Ahmadiyah. Setelah mereka mendalami sampai ke akar-akarnya (Hasan Audah), atau kalah dalam mubahalah (Ahmad Hariadi) mereka keluar dengan mengatakan; kami telah tertipu berat dengan segala bentuk pengakuan Mirza Ghulam Ahmad, kami harus menebus kesalahan-kesalahan kami masa lalu dan telah menyesatkan banyak orang (baca “Mengapa Saya Keluar dari Ahmadiyah Qodiani, oleh Ahmad Hariadi). Malah Ahmad Hariadi menantang mubahalah (perang do’a), tidak tanggung-tanggung, terhadap mantan Kholifahnya sendiri. Pada mulanya Kholifah IV menyetujui mubahalah itu, Ahamadiyah mengintruksikan puasa nafal dan qurban (menurut penuturan Ahmad Hariadi) untuk keselamatan Kholifah dan kecelakaan Ahamd Hariadi. Namun setelah tidak terjadi apa-apa pada Ahamd Hariadi, malah Kholifahnya yang duluan mati, R. Syafi Batuah yang selalu mengingatkan Ahamd Haradi supaya segera menyiapkan kuburan di rumahnya, telah meninggal juga dengan mengenaskan, maka diumumkan bahwa mubahalah tidak terjadi karena berbagai alasan. Ahmad Hariadi menyimpulkan bahwa senjata mubahalah yang dipakai Ahmadiyah bagaikan pistol gabus.
Hasan bin Mahmud Audah mengatakan : “Menurut pendapat saya, Islam itu telah tampak dalam keadaan sempurna dengan Nabi Muhammad SAW dan tidak membutuhkan Mirza Ghulam Ahamd untuk menyempurnakannya” (Ahmadiyah, Kepercayaan-kepercayaan dan Pengalaman-pengalaman, Hasan bin Mahmud Audah, terjemahan Dede A. Nasrudin E Muhaimin, LPPI Jakarta, 2002, halaman 155).
milih agama baru bukan solusi!!
sebenarnya pokok masalahnya apa sich?! JAI dilarang karena dinilai menodai ajaran agama Islam? karena mereka adalah orang Islam yang berkeyakinan ada Nabi setelah Nabi Muhammad SAW? apakah dengan JAI membikin agama baru mereka akan menghilangkan kepercayaan mereka itu? jika yang di sebut penodaan adalah menyakini adanya nabi setelah nabi Muhammad SAW, maka adanya wadah abru bagi JAI bukan solusi!
tapi jika persoalannya karena mereka adalah orang Islam yang memiliki keyakinan berbeda, dan itu dilarang negara? dimana letak kebebasan berkeyakinan yang selama ini kita anut dalam UUD? dengan memaksa JAI keluar dari Islam dan membentuk agama baru, itu adalah suatu kejahatan. karena mereka sejak awal adalah orang Islam, tetapi interpretasi mereka atas teks-teks, ternyata berbeda dengan penafsiran mainstream. jadi sejatinya mereka adalah orang Islam. persoalannya adalah ketakutan dari kelompok mayoritas pemegang penarsiran mainstream dengan adanya JAI.
saya kira akan lebih sportif, jika JAI tetap kita biarkan ada sebagaimana adanya. kita sebagai umat jangan membencinya. karena saat kita memilih Islam sebagai jalan hidup, hal itu bukan karena kita benci dengan semua aliran kepercayaan dan agama yang lain, tetapi karena kita cinta, dan kita yakin kalau yang kita pilih itu adalah benar.
sehingga adanya kelompok-kelompok baru di masa depan, tidak akan menjadi soal, tetapi justru akan lebih mendewasakan kita untuk cerdas memilih dan menghargai.
salam perdamaian untuk kita semua…!!!
@63
kebebasan beragama mengandung konsekuensi harus menjalankan aturan agama yang dianut bukan membuat aturan baru. Islam menghargai perbedaan penafsiran sepanjang didasarkan pada dalil2 yang shahih namun semuanya punya satu kesepakatan bahwa kitab suci Alquran, dan Nabi Muhammad saw sebagai pembawa risalah terakhir tak bisa ditawar. Kalau keyakinan bahwa ada risalah lain setelah nabi Muhammad, maka itu bukanlah Islam.
Sejak fatwa sesat dikeluarkan MUI tahun 80an lalu, masalah ini tak pernah dibuat konflik, jelas sekarang ada kepentingan tertentu dengan mencuatkan permasalahan ini ke permukaan. kalau memang memancing konflik, mestinya dari 20 tahun lalu sudah terjadi keributan.
Untuk bang yusril…saya sepakat dengan no. 5
jangan cuma sekedar mengurangi rokok, tapi meniatkan untuk tidak merokok sama sekali alangkah baiknya. Seorang presiden adalah contoh bagi rakyatnya, terutama anak2 yang punya sifat peniru. saya berdoa, mudah2an abang bisa berhenti apapun posisi bapak nanti…presiden atau warga negara biasa…
RIWAYAT SINGKAT MIRZA GHULAM AHMAD
DALAM SOROTAN
Masalah kehadiran kembali Nabi Isa ibnu Maryam AS ke bumi menjelang hari kiamat, merupakan entry point bagi kalangan Ahmadiyah untuk selanjutnya memberi dalil dan peluang untuk meyakinkan bahwa dengan konsep kematian Nabi Isa AS dan kuburannya ada di Kashmir India, maka dengan mudah disimpulkan bahwa Mirza Ghulam Ahmad-lah sebagai Isa ibnu Maryam yang dijanjikan, karena kedatangannya sebagai duplikat dari Isa ibnu Maryam asli dalam akhlak dan tampilannya, kelahirannya dekat dengan kuburnya. Dengan demikian mereka tidak usah menunggu-nungu Isa AS turun dari langit, sebab dia telah lahir dan telah menyampaikan risalahnya. Maka ditakwillah seluruh nash-nash Al-Quraan dan Al-Hadits dengan takwilan yang kira-kira cocok dan kira-kira mendukung untuk melicinkan pengakuan Mirza sebagai duplikat Isa ibnu Maryam, walaupun harus tutup mata dan mengabaikan nash-nash yang jelas dan tidak perlu ditakwil (karena akan error maknanya kalau ditakwil), dengan sasaran Mirza sebagai ujung tujuannya.
Dalam catatan sejarah kehidupan Mirza, bisa dilihat rangkaian pengakuanya sebagai mujaddid, (duplikat) Isa ibnu Maryam, Imam Mahdi, nabi dan rasul dan lain-lain, sebagai berikut :
Pada tahun 1835 M / 1251 H Mirza lahir (menurut orang Ahamdiyah), menurut yang lainnya 1839/1840 M / 1255 H. Dari keturunan mana Mirza lahir ? Dalam asal usul Mirza, MA. Suryawan menulis dan dalam situs http://www.ahmadiyya.or.id yang diketik ulang oleh: Herlambang Priambodo, mengatakan : Hazrat Ahmad as. adalah keturunan Haji Barlas, raja kawasan Qesh, yang merupakan paman Amir Tughlak Temur. Tatkala Amir Temur menyerang Qesh, Haji Barlas sekeluarga terpaksa melarikan diri ke Khorasan dan Samarkand, dan mulai menetap disana. Tetapi pada abad kesepuluh Hijriah atau abad keenambelas masehi, seorang keturunan Haji Barlas, bernama Mirza Hadi Beg beserta 200 orang pengikutnya hijrah dari Khorasan ke India karena beberapa hal, dan tinggal di kawasan sungai Bias dengan mendirikan sebuah perkampungan bernama Islampur, 9 km jauhnya darii sungai tersebut.
Sementara ada hadits yang diriwayatkan :
روى الترمذي عن أَبي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ قَالَ: «حدثنا رَسُولُ الله قَالَ: الدَّجَّالُ يخرُجُ مِنْ أَرْضٍ بالمَشْرِقِ يُقَالُ لهَا خُراسَانَ يتْبَعُهُ أَقْوَامٌ كأَنَّ وُجُوهَهُمْ المَجَانُّ المُطْرَقَةُ» .
Hadits seperti ini terdapat juga dalam riwayat lain :
روى أحمد عن عمرو بن حريث : « أن أبا بكر الصديق رضي الله عنه أفاق من مرضة له ، فخرج إلى الناس فاعتذر بشيء وقال : ما أردنا إلا الخير ثم قال : حدَّثنا رسول الله صلى الله عليه وسلم : « أن الدجال يخرج من أرض يقال لها خراسان يتبعه أقوام كأن وجوههم المجانّ المطرقة»
Dari Abu Nakar Ash-Shiddiq RA berkata, Rasulullah pernah bercerita, kata beliau : Dajjal itu keluar/muncul dari satu daerah di timur, yang disebut Khorasan, diikuti oleh beberapa kaum, yang wajahnya seperti tameng kulit.
Ketika masa-masa remaja katanya dia pernah atau sering bermimpi melihat atau bertemu dengan Rasulullah SAW, bisa kita simak pada halaman pertama kitab Tadzkirah. Namun cerita mimpi melihat Rasulullah disifati tidak sesuai dengan sifat yang ada di hadits tentang syamail Muhammadiyah, seperti dia ungkapkan di halaman 2 dia melihat kursi nabi terangkat sampai ke langit-langit, sementara dalam hidup Nabi SAW tidak pernah ada cerita Nabi SAW duduk / punya kursi. Mirza mimpi ditanya Rasulullah, apa itu yang ada di tangan kananmu wahai Ahmad ? Mirza melihat buku-buku ditangannya… dan terlintaslah dalam benakku bahwa itu adalah buku-buku karanganku dan Mirza menjawab, ya Rasulullah, ini buku-buku karanganku ….. Malah hal ini berlanjut ditahun 1891 (umur 56 tahun ) pada Tadzkirah halaman 195 sampai dengan halaman 198 dalam cerita yang cukup panjang bahwa Mirza mimpi melihat Tuhan dan merasa yakin bahwa dirinya merasa menjadi Tuhan (lihat membedah Tadzkirah dari sisi aqidah)
Inilah mimpi yang mirip dengan mimpinya Ibnu Aroby (yang selanjutnya menjadi rujukan orang-orang Ahmadiyah)
قال: “فإني رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم في مبشرة أريتها في العشر الآخر من محرم سنة سبع وعشرين وستمائة بمحروسة دمشق، وبيده صلى الله عليه وسلم كتاب، فقال لي: هذا كتاب فصوص الحكم خذه واخرج به إلى الناس ينتفعون به، فقلت: السمع والطاعة لله ولرسوله وأولي الأمر منا كما أُمرنا. فحققت الأمنية وأخلصت النية وجردت القصد والهمة إلى إبراز هذا الكتاب كما حده لي رسول الله صلى الله عليه وسلم من غير زيادة ولا نقصان”.
Ibnu Aroby berkiasah : Saya pernah bermimpi melihat Rasulullah pada likuran akhir di bulan Muharram tahun 627 H di daerah Damaskus dan di tangan Rasulullah SAW ada sebuah kitab, maka Rasulullah bersabda kepadaku: Ini adalah kitab ”Fususul Hukmi”, ambillah dan terbitkan untuk umum supaya mereka memanfaatkannya. Saya menjawab, siap dengar dan ta’at kepada Rasulullah dan pemimpin kami seperti kami diperintahkan. Maka terealisirlah semua angan-anganku dan aku ikhlaskan niat dan maksudku untuk menerbitkan kitab ini seperti yang telah ditentukan Rasulullah SAW tanpa ditambah atau dikurangi sedikitpun.
Selanjutnya, justru karena kitab Fususul Hukmi karangan Ibnu Aroby inilah dia dicap zindik dan fasik oleh para ulama ahli sunnah, karena isinya terdapat aqidah wihadul wujud dan hululiyyah (Tuhan menyatu dengan semua makhluk yang ada), sebagai sebuah penyimpangan dalam aqidah.
Inilah kemiripan mimpi Mirza dan Ibnu Aroby dalam masalah buku-buku karangannya, yang karenanya Mirzapun dikafirkan oleh para ulama ahli sunnah dan ia akui sendiri bahwa mimpi ketemu Tuhan dan ia mimpi jadi Tuhan mirip dengan aqidahnya Ibnu Aroby dalam aqidah wihdatul wujud dan hululiyyah tersebut (lihat Tadzkirah halaman 198)
Pada tahun 1879 M (umur 39 tahun) Mirza mengaku bahwa Allah telah memilihnya sebagai orang yang akan menjelaskan hakikat Islam dan mulai menulis buku ”Barahin Ahmadiyah”. Antara tahun 1879 M sampai dengan 1884 M mulai mengumpulkan uang dan menerbitkan 4 juz Barahin Ahmadiyah dan berjanji akan menerbitkan sampai 50 Juz dari buku ini. Namun baru tahun 1908 M (di tahun kematiannya), Mirza baru menerbitkan Juz 5 dari yang dijanjikan 50 juz dan mengatakan saya telah penuhi seluruhnya sesuai dengan janji saya, dengan entengnya Mirza Ghulam Ahmad berdalih, perbedaan antara 5 dan 50, kan hanya 0 saja.
Pada tahun 1884 (umur Mirza 49 tahun) mengaku sebagai mujaddid (pembaharu) abad 14 Hijriyah. Masalah Mirza sebagai mujaddid abad 14, bisa kita telaah, bahwa ketika Rasulullah SAW mengatakan Allah akan membangkitkan seorang mujaddid (pembaharu) untuk agama ini pada tiap penghulu seratus tahun; ada beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertamanya adalah tiap seratus tahun masehi, sebab waktu itu hitungan tahun Hijriyah belum ada, baru pada waktu Khalifah Umar ibnu Khottob RA ada perhitungan tahun Hijriyah. Maka pengakuan sebagai mujaddidpun tidak termasuk dalam katagori mujaddid, sebab dia lahir bukan penghulu/awal abad 19 Masehi (1835 M), juga ketika pengakuannnya sebagai mujadid pada tahun 1884 malah hampir di akhir abad 19. Kalau usia matang seseorang adalah 40 tahun seperti usia Rasulullah diangkat jadi Nabi dan Rasul (juga batas usia matang seperti dalam Surat Al-Ahqaf 15), maka memakai perhitungan Hijriyah pun tidak termasuk mujadid. Mirza lahir tahun 1251 H ditambah 40 tahun maka usia matangnya pada tahun 1291 H, bukan penghulu seratus tahun abad 14, malah di akhir abad 13 Hijriyah. Walaupun pengakuan sebagai mujadidd tahun 1884 M (1302H), adalah pengakuan yang terlambat atau supaya tepat saja di penghulu abad 14 Hijriyah, sebab dia mulai menulis Barohin Ahmadiyah yang diakuinya sebagai kehebatan Mirza pada tahun 1879 M usia 39(40) tahun hijriyah atau 1296 H, artinya pada penghujung abad 13 Hijriyah. Dengan demikian, kalau usia 40 tahun itu seperti Rasulullah diangkat jadi Nabi dan Rasul, mestinya Mirza mengaku mujaddid pada tahun 1875 M/1879 M atau 1292 H/1296H, bukan pada 1302 H. Jadi dari sisi inipun Mirza bukan sebagai mujaddid, malah aqidah yang dibawanya sebagai mukhorrib (perusak) aqidah ummat Islam. Itulah sebabnya Rasulullah mengkabar-ghoibkan akan munculnya pengaku-pengaku jadi nabi dan rasul yang justru sebagai para pembohong dan dajjal perusak agama.
Pada tahun 1891 M mengaku sebagai duplikat Al-Masih dan menolak sebagai Al-Masih yang sesungguhnya. Pengakuan ini sesungguhnya atas usulan (bisikan minal jinnati wannas) teman sejawatnya yang setia yaitu Hakim Nuruddin (yang setelah Mirza wafat menjadi Kholifanya yang pertama). Pengganti Mirza oleh temannya itu, (bukan dari keluarga) sempat menjadi masalah besar pada waktu itu. Sehingga Kholifah I harus mengeluarkan stetment-stetment kekhalifahan yang jauh dari system kekholifahan dalam Islam. Coba perhatikan bagaimana peran waswasah manusia yang bernama Al-Hakim Nuruddin ini terhadap Mirza dalam hal pengakuannya sebagai Al-Masih. Dalam kitab : “Maktubat Ahamdiyah Juz 5 hal. 58. Pada tanggal 24 Januari 1891 Mirza membalas surat kepada Hakim Nuruddin : “ Al-ustadz al-karim telah bertanya-tanya, apa sulitnya anda mengaku sebagai / menyerupai Al-Masih yang turun di Damaskus sebagai bukti seperti dalam hadits ? ketahuilah bahwa saya tidak harus demikian, tugas saya hanya memasukkan manusia menjadi hamba-hamba Allah yang tawadhu dan taat.” Tapi kenyataanya justru pada tahun itu pula dia mendakwakan diri sebagai Al-Masih dan mengarang 3 kitab (Fathul Islam – Taudhih maram – Izalah auham) sebagai penguatan terhadap pengakuannya itu. Bahkan bagaimana Mirza menafsirkan kota Damaskus dengan Qodian, mesjidnya dinamai mesjid Al-Aqsha, yang akhirnya bikin menara putih sendiri supaya pas bahwa Al-Masih turun seperti dalam hadits, semuanya atas ide/usulan Al-Hakim Nuruddin. Penafsiran 2 jubah kuning menjadi penyakit mygren dan kencing manis yang sering diderita Mirza, juga atas usulan dia. Takwilan dan tafsiran Al-Quraan dan Al-Hadits, juga istilah-istilah keagamaan dengan majaz, isti’arah, semuanya atas usulan dan ide-idenya. Ide faham wafatnya Isa dan kuburnya di Kasymir juga atas ide/usulan Nuruddin. Yang akhirnya Mirza mengaku sebagai Nabi dan Rasul, itu juga tidak lepas dari benih fikirannya dan dia dengan semangat membela fikiran-fikiran Mirza seperti itu semua.(An-Nadwy halaman 54-69).
Pada tahun 1891 M mengaku bahwa Allah telah menjadikan Mirza sebagai Maryam dalam bentuk isti’arah (ma’na pinjaman/tidak berubah berganti kelamin). Selanjutnya Mirza (sebagai Maryam) hamil (isti’arah) mengandung Isa (isti’aarah juga), setelah 10 bulan hamil maka berubahlah (Mirza/Maryam) menjadi Isa ibnu Maryam (isti’arah juga) dan pada akhirnya dia mengaku sebagai nabi Isa ibnu Maryam yang sesungguhnya dijanjikan. Cerita ini bisa dibaca dalam Tadzkirah halaman 71-74. Memang aneh, Ahmadiyah tidak bisa menerima ketentuan Allah dalam Al-Quran tentang diangkatnya Nabi Isa AS, karena tidak masuk akal mereka, tapi di sisi lain bisa menerima begitu saja cerita kehamilan dan berganti status Mirza menjadi Maryam dan terakhir lahir menjadi Nabi Isa Al-Masih dalam wujud lain.
Pada tahun 1903 M membangun menara putih (menara Al-Masih dan sekarang menjadi lambang Ahmadiyah di samping lambang Ka’bah, lihat di MTA TV Ahmadiyah dan selebaran-selebarannya) di Qodian sebagai bukti dari kebenaran hadits Nabi SAW tentang turunnya Isa Al-Masih di menara putih Damaskus. Namun aneh bin ajaib, karena dalam hadits diberitakan bahwa Isa ibnu Maryam akan turun di dekat menara putih Damaskus, malah Mirza bikin sendiri menara putihnya, kemudian pengakuan sebagai Isa pada tahun 1891 M sementara menara putih baru dibangun 1903 M. Terlambat 11 tahun bukan, harusnya menara dibangun sebelum dia mendakwakan diri sebagai Isa yang turun.
Pada tahun 1904 M Mirza mengaku juga sebagai kelahiran ke dua dari nabi Krishna, tuhan-sucinyanya orang Hindus. Namun orang Hindupun menolak Mirza sebagai Krishna, tidak ada orang Hindu yang masuk Islam gara-gara Mirza ngaku sebagai Krishna.
Pada tahun 1905 M membangun pekuburan sorga di Qodian (Bahishti Maqbarah). MA. Suryawam menjelaskan dalam bukunya :”Bukan sekedar hitam putih” sebagai berikut : Penjelasan Mengenai Pekuburan Bahishti Maqbarah. Salah satu keberatan yang ditujukan kepada Pendiri Jemaat Ahmadiyah adalah bahwa beliau telah membuat pekuburan surga (Bahishti Maqbarah) dan telah meletakkan ketentuan bahwa barangsiapa yang mewasiatkan satu per sepuluh dari hartanya untuk keperluan pergerakan agama akan masuk surga karena pengorbanan hartanya.
Yang Layak Dikuburkan di Bahishti Maqbarah
Hal ini seyogyanya dipahami dengan jelas bahwa Hz. Masih Mau’ud a.s. tidak pernah menyatakan bahwa pengorbanan harta adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan tempat dalam pekuburan itu. Untuk tujuan itu, beliau telah menetapkan persyaratan lain seperti ketakwaan, ketulusan dalam hidup, dan lain-lain. Sebagai contoh beliau bersabda:
Syarat ketiga ialah orang yang akan berkubur dalam pekuburan ini hendaknya [orang yang] bertakwa, menjauhi segala yang terlarang [haram], tidak berbuat syirik dan bid’ah. Ia seharusnya seorang Muslim yang benar dan bersih. Setiap orang shaleh yang tidak memiliki harta dan tidak dapat menyumbang dengan hartanya, jika benar terbukti bahwa ia selalu me-wakafkan [mendharma-bhaktikan] hidupnya untuk agama dan dalam setiap seginya berbuat shaleh, maka ia dapat dikebumikan di pekuburan ini. (Al-Wasiat, hlm. 40, lihat: Mirza Ghulam Ahmad, Al-Wasiat, terjemahan oleh A. Wahid H. A., (P. B. Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1987), hlm. 39-40
Haruslah diperhatikan, bahwa tidaklah cukup kiranya hanya dengan memberikan sepersepuluh dari hartanya yang bergerak dan yang tidak bergerak, malah perlu orang yang berwasiat itu hendaknya sekuat tenaganya menjalankan hukum-hukum Islam, selalu berikhtiar dalam hal ketakwaan dan kesucian serta iman sebenar-benarnya kepada Rasul-Nya s.a.w., juga jangan suka merampas hak-hak manusia . (Al-Wasiat, hlm. 50, Ibid., hlm. 50.)
Kutipan-kutipan di atas menjelaskan bahwa Hz. Masih Mau’ud a.s. telah menetapkan persyaratan bagi orang yang layak dikebumikan di pekuburan surga itu adalah seyogyanya seseorang yang mendharma-bhaktikan hidupnya bagi agama. Ia harus seorang Muslim yang percaya dan mengakui Ke-Esa-an Tuhan, yang memiliki keimanan yang tulus kepada Nabi Muhammad s.a.w. serta menjalankan kewajiban-kewajibannya terhadap sesama makhluk-Nya.
Keterangan Hadits
Disebutkan dalam suatu Hadits bahwa Al-Masih yang Dijanjikan akan menjelaskan kepada para pengikutnya mengenai tempat mereka di surga. Hz. Rasulullah s.a.w. bersabda: Dari Nawwas bin Sam’an berkata: pada suatu pagi Rasulullah menceritakan tentang Dajjal, Isa pun mencari Dajjal sampai mendapatkannya di Bab Ludd dan dibunuhnya. Kemudian terdapat sekelompok orang yang selamat berkat lindungan Allah, mendatangi Isa bin Maryam, Isa pun mengusap wajah-wajah mereka dan memberitahukan tempat-tempat mereka di surga, (Shahih Muslim Syarah Nawawi 18/63, Sunan Abu Dawud 4/117, Sunan Tirmidzi 9/92, Sunan Ibnu Majah 2/356, Musnad Ahmad 4/181, Mustadrak Hakim 4/492, lihat As-Suyuthi, op. cit., hlm. 64-65. ) Nubuatan Rasulullah s.a.w. ini, dengan karunia Tuhan telah tergenapi dengan adanya Bahishti Maqbarah.
Tidak ada lagi yang perlu dipertanyakan mengenai penyampaian kabar-kabar baik tentang janji surga kepada orang-orang yang memiliki perilaku dan usaha yang terpuji. Di masa lalu para Nabi telah menyampaikan kabar-kabar baik seperti itu kepada para pengikutnya di antara kaumnya. Hz. Rasulullah s.a.w. telah menyampaikan kabar-kabar baik kepada para Sahabat yang ikut serta dalam perang Badar (HR Bukhari, bab Peperangan). Kemudian beliau s.a.w. juga menyampaikan kabar-kabar baik kepada 10 Orang Sahabat ahli surga yang dikenal dengan sebutan Ashrah Mubasharah (Abu Bakr, Umar ibn Khattab, Ustman ibn Affan, Ali bin Abi Thalib, Talha ibn Ubaidillah, Zubair ibn Awwam, Abdurahman ibn Auf, Sa’d ibn Abi Waqqas, Said ibn Zaid, Abu Ubaidah ibn Jarrah). Beliau s.a.w. juga telah membuat pekuburan khusus bagi kaum Muslim yang dinamakan Jannatul Baqi’, yang kurang lebih artinya pekuburan surga, sebagaimana kita temukan dalam Hadits bahwa Hz. Rasulullah s.a.w. biasa datang ke Baqi’ dan khusus berdoa bagi orang-orang Mukmin yang terkubur di sana … Diterima dari ‘Aisyah, katanya: bahwa Nabi s.a.w. setiap malam ia menggiliri ‘Aisyah, biasa di waktu dini hari pergi ke Baqi’ dan mengucapkan: ‘Salam atasmu wahai perkampungan orang-orang Mukmin, dan nanti pada waktu yang telah ditentukan kamu akan menemui apa yang dijanjikan! Dan Insya Allah kami akan menyusulmu di belakang. Ya Allah, berilah keampunan bagi penduduk Baqi’ yang berbahagia ini’! (HR. Muslim, lihat Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 4, alih bahasa: Mahyuddin Syaf, Bandung: PT. Alma’arif, 1978, hal. 207).
Hz. Masih Mau’ud a.s. sesuai dengan perintah dan kehendak-Nya juga telah membuat tanah pekuburan dan menetapkan syarat-syarat tertentu bagi orang yang dapat dikubur di sana sesuai dengan Al-Qur’an Karim dan Hadits, serta mengumumkan bahwa barangsiapa yang telah memenuhi syarat-syarat tersebut akan diakui sebagai ahli surga dengan karunia Allah Ta’ala. Jadi, apakah keberatan mengenai pekuburan surga yang seperti itu layak dialamatkan kepada beliau? …. selesai tulisan MA. Suryawan.
Namun perlu diketahui bahwa Bahishti Maqbarah ini adalah sebidang tanah pekuburan yang paling mulia di muka bumi ini tidak ada bandingannya (walaupun dibanding Ma’la tanah suci Makkah, Baqi di Madinah). Lihat Tadzkirah halaman 707 Mirza menerima ilham :
كُلُّ مَقَابِرِ الأَرْضِ لاَتُقَابِلُ هَذِهِ الأَرْضَ
Semua kuburan di bumi ini tidak ada yang bisa menandingi kuburan ini (Bahishti Maqbaroh ini). Bagaimana dengan pekuburan Baqi’ di Medinah yang telah ditetapkan oleh Raulullah SAW sebagai pekuburan mulia, sekarang terkalahkan oleh pekuburan yang telah dibangun Mirza di India.
Inilah cara Mirza mendapatkan simpati iming-iming sorga bagi para pengikutnya yang setia membela ajarannya, baik dengan harta dan nyawanya.
Terjadi mubahalah dengan Tsanaullah
Pada tahun ini pula terjadi mubahalah (perang doa) antara Mirza dengan Syekh Tsanaullah, sebagaimana diberitakan oleh Syekh Ihasan Ilahy Dzohir dalam kitabnya halaman 154-159:
القاديانية دراسات وتحليل للأستاذ إحسان إلهي ظهير، ص157 ـ 159.
ومما وقع أيضاً في هذا العصر: أن المتنبئ غلام أحمد القادياني الذي ظهر في شبه القارة الهندية في القرن المنصرم باهل أحد العلماء الذين ناقشوه وناظروه وأظهروا كذبه وبطلان دعــوتـه، وهــو الشيخ الجليل ثناء الله الأمرتسـري، فأهلك الله ـ عز وجل ـ المتنبئ الكذاب بعد سنة من مباهلته، وبقي الشيخ ثناء الله بعده قريباً من أربعين سنة، يهدم بنيان القاديانية ويجتث جذورها»
Mubahalah telah terjadi juga pada masa kini, bahwa sang pengaku nabi Ghulam Ahmad Al-Qodiyany yang muncul di India pada abad yang silam dengan seorang ulama (Syekh Jalil Tsanaullah Al-Amrtasry, yang telah berdiskusi dan berdebat serta nampak kebohongan dan kebathilan pendakwaan Mirza, maka Allah mematikan sang pendusta (Mirza) satu tahun setelah mubahalah dengannya, sementara Syekh Tsanaullah masih diberi umur panjang 40 tahun setelah itu. Maka hancurlah bangunan aqidah Al-Qodianiyah sampai ke akar-akarnya.
Pada tahun 1907 M mendakwakan sebagai Nabi dan rasul serta telah dikuatkan dengan 300.000 ayat dan mukjizat sebagai penguat kebenaran pengakuannya. Pada tahun itu juga dia mengaku bahwa berdasarkan ayat-ayat suci Al-Quran sebagai Dzul Qornaen, dan ayat-ayat tentang Al-Isra, menunjukkan Isra Nabi Muhammad SAW ke masjid Al-Aqsha yang dimaksud adalah mesjid Mirza di Qodian India. Masih pada tahu itu juga Mirza mengumumkan bahwa dirinya dinamai oleh Allah dengan nama seluruh para Nabi dari mulai Nabi Adam AS sampai dengan Nabi Muhammad SAW. Maka sempurnalah pribadi Mirza sehingga terkumpullah segala kehormatan para nabi pada dirinya. Enam pangkat kehormatan keagamaan sekaligus disandang Mirza sendiri, yang belum pernah disandang oleh nabi manapun; Isa Al-Masih, Imam Mahdi, nabi, rasul dan mujaddid, bahkan dinamai dengan nama seluruh nabi-nabi.
Pada tahun 1908 M Mirza meninggal dunia di kota Lahore dan dimakamkan di Qodian (57 km sebelah timur dari Lahore), seharusnya dia dimakamkan di tempat dia meninggal, sebab menurut hadits, tidak ada seorang nabipun meninggal, kecuali dimakamkan di tempat dia meninggal, seperti halnya Rasulullah SAW meninggal di kamar ’Aisyah RA dan dikuburkan di tempat itu juga. Dari sini terbukti Mirza bukan nabi dan bukan Rasul, mungkin para sahabat Mirza lupa atau Allah sengaja melupakan mereka supaya menjadi bukti bahwa dia bukan nabi dan bukan rasul.
Pada tahun 1914 M setelah meninggalnya Kholifah Al-Masih I Hakim Nuruddin, Jemaat Ahmadiyah menjadi dua furqoh (golongan). Pimpinan Basyiruddin Mahmud (anak Mirza) Kholifah II dengan sebutan Ahmadiyah Qodian dan masih tetap dengan keyakinan Mirza sebagai Nabi. Pimpinan Muahmmad Ali salah seorang sahabat Mirza sendiri, disebut Ahmadiyah Lahore yang tidak beriman kepada kenabian Mirza, hanya sebagai Al-Masih dan Imam Mahdi atau sebagai pembaharu Islam.
TINJAUAN SINGKAT TENTANG AHMADIYAH
Ahmadiyah merupakan salah satu aliran sempalan dalam Islam yang “berbeda” dengan umat Islam. Sebagaimana aliran sempalan lainnya Ahmadiyah selalu menganggap lebih unggul daripada Muslim yang lain dan menganggap golongan Muslim yang paling benar, dan Islam akan kembali bangkit melalui jalan Ahmadiyah.
Apakah aliran Ahmadiyah merupakan gerakan pembaharuan Islam sebagaimana pengakuannya ? Atau sebuah penipuan yang berkedok nama Islam ?. Dengan penuh semangat para penulis Ahmadiyah Qadiani selalu mengatakan kenabian akan terus ada sampai hari kiamat dan nabi itu telah datang, Isa yang dijanjikan telah turun, Imam Mahdi telah bangkit yang juga seorang Mujaddid abad 14 Hijriah, siapakah orangnya ? Hal itu tidak akan disebutkan namanya dalam buku-buku mereka yang dijual bebas di pasaran, mereka sengaja membentuk opini kemudian setelah terbentuk menjadi sebuah “keyakinan”, baru mereka akan mengatakan bahwa orang itu adalah Mirza Ghulam Ahmad.
Dalam berbagai buku propaganda Ahmadiyah yang dijual bebas di pasaran, mereka selalu “memaksakan” dalil-dalil dari Al-Qur’an dan Al-Hadits serta beberapa pendapat Ulama yang “sekiranya” dapat mendukung semua ajaran dan pengakuan Mirza Ghulam Ahmad, akan tetapi mereka tidak mengutip perkataan Mirza Ghulam Ahmad, sepertinya ada sesuatu yang sengaja mereka sembunyikan, atau itu merupakan salah satu strategi mereka dalam mengelabui umat Islam. Mereka menutupi sebuah FAKTA (kepada orang Islam yang belum mengenal tentang Ahmadiyah) bahwa apa yang mereka sebut nabi Isa yang dijanjikan dan Imam Mahdi pada kenyataannya sudah WAFAT pada tahun 1908. Mereka mampu menyebutkan adanya nabi setelah Muhammad SAW. tetapi mereka tidak pernah mampu menyebutkan seorang nabipun setelah Mirza Ghulam Ahmad.
Berdasarkan hadits Rasulullah SAW. yang bersabda “Sesungguhnya Allah akan mengutus pada awal setiap seratus tahun orang yang akan memperbarui (mereformasi) bagi umat ini agama mereka.” (HR. Abu Dawud). Mereka mampu menyebutkan nama-nama mujaddid (pembaharu agama) sejak kurun waktu seratus tahun pertama (Sejak masa Rasulullah SAW.) menurut versi mereka dan pada akhirnya mereka mengatakan bahwa Mirza Ghulam Ahmad juga adalah seorang Mujaddid untuk abad 14 Hijriah, tetapi mereka tidak pernah mampu menyebutkan nama satu orang mujaddid pun untuk abad ini setelah Mirza Ghulam Ahmad.
Ketidak mampuan mereka ini, dikarenakan sikap mereka yang berlebih-lebihan kepada Mirza Ghulam Ahmad sehingga mereka sampai beranggapan bahwa dunia baru akan selamat apabila menerima Ahmadiyah, karena Jemaat Ahmadiyah didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad yang diyakini sebagai nabi dan rasul, Al-Masih Al-Mau’ud (Isa yang dijanjikan) dan Imam Mahdi yang menurut nubuatan dalam hadits Rasulullah Muhammad saw. akan kembali memenangkan Islam dan menaklukkan dajjal. Rupanya hal itu menjadi sebaliknya, dengan wafatnya Mirza Ghulam Ahmad pada tahun 1908 akan menimbulkan pengertian bahwa Imam Mahdi telah wafat dan tidak mampu menaklukkan dajjal. Dengan meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah Imam Mahdi akan menjadikan Islam “telah kalah” oleh dajjal.
Setelah Mirza Ghulam Ahmad wafat kemudian kepemimpinan Ahmadiyah membentuk sistem kekhalifahan (meniru kekhalifahan Khulafa ar-Rasyidin) tetapi kemudian rupanya hanya berjalan pada khalifah pertama pengganti Mirza Ghulam Ahmad yaitu Hakim Nuruddin, setelah kematiannya terjadi perpecahan dalam tubuh Ahmadiyah sendiri. Maulana Muhammad Ali beserta para pendukungnya membentuk gerakan Ahmadiyah Lahore sebagai protes atas ketidak adilan dan pernyataan untuk membedakan, sebab gerakan Ahmadiyah Lahore ini tidak menganggap Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi karena tidak ada lagi nabi setelah Rasulullah Muhammad saw. baik yang membawa syariat maupun tidak. Perpecahan dan perbedaan dalam tubuh Ahmadiyah ini membuktikan buruknya sistem kekhalifahan mereka, terlebih lagi dalam akidah mereka yang meragukan Mirza Ghulam Ahmad seorang nabi atau bukan ?.
Ketidaksetujuan pihak Ahmadiyah Lahore cukup beralasan, karena kekhalifahan dalam Ahmadiyah Qadiani (setelah Hakim Nuruddin), kemudian dipegang oleh keturunan keluarga Mirza Ghulam Ahmad (keluarga keturunan ningrat) sendiri, sehingga sistem kekhalifahan dalam Ahmadiyah Qadiani lebih tepat disebut sistem KERAJAAN bukan kekhalifahan. Kerajaan tersebut dinamakan Khalifatul Masih (Khalifah penerus Almasih). Hal ini dapat terlihat dari nama khalifah Ahmadiyah Qadiani yang selalu berinisial Mirza xxx Ahmad. Setelah kematian khalifatul Masih yang ke IV yaitu Mirza Tahir Ahmad (cucu Mirza Ghulam Ahmad) pada tanggal 19 April 2003, kemudian agar terlihat demokratis disusunlah “drama” pemilihan calon Khalifah baru, sesuai dengan “skenario” (yang sudah dipersiapkan) akhirnya pada tanggal 22 April 2003 ditetapkan Mirza Masroor Ahmad (cicit Mirza Ghulam Ahmad) sebagai Khalifatul Masih yang ke-V.
Jemaat Ahmadiyah Qadiani merupakan golongan terbesar dalam tubuh Ahmadiyah, Jemaat Ahmadiyah Qadiani sangat tunduk dan patuh pada Khalifahnya yang sering mereka seru dengan sebutan “Huzur” wujud suci yang do’anya didengar langsung oleh Allah SWT. Apabila untuk Mirza Ghulam Ahmad mereka menambahkan gelar as. (alaihis salam), sebagaimana Muslim yang lain memuji seorang nabi, maka untuk para khalifahnya yang masih hidup menambahkan gelar atba. (ayatullah ta’ala binasril aziz), tetapi jika khalifahnya sudah mati tertulis ra. (radiallahu anhu). Kepada istri para khalifah mereka menyebut Ummul Mukminin, sebagaimana Muslim yang lain menyebut untuk para istri Rasulullah saw.
Berbeda dengan Ahmadiyah Lahore, Ahmadiyah Qadiani lebih bersikap eksklusif dengan orang Islam lainnya, hal itu dimungkinkan karena pengkultusan mereka kepada para pemimpin Ahmadiyah Qadiani yang membuat mereka menjadi anti sosial dan penuh permusuhan dengan umat Islam lainnya. Slogan Khalifatul Masih III Mirza Nasir Ahmad yang selalu dibanggakan orang Ahmadiyah Qadiani “LOVE FOR ALL, HATRED FOR NONE” (Cinta Untuk semua, tiada kebencian untuk siapapun) dan sikap anti Jihad (kekerasan) adalah slogan yang jauh dari kenyataan bahkan telah membangkitkan kemarahan umat Muslim untuk bertindak keras. Karena pada kenyataannya seorang Muslim yang terperangkap dalam jamaah Ahmadiyah tertanam kebencian kepada Muslim diluar jamaah Ahmadiyah, mereka menjadi tidak mau lagi shalat berjamaah yang imamnya bukan dari golongannya, menolak menshalatkan jenazah orang Islam diluar jamaahnya, tidak sudi menikahkan putrinya dengan putra Islam non-Ahmadi. Sikap mereka ini membuktikan bahwa merekalah yang sebenarnya telah mengkafirkan milyaran umat Islam lainnya.
MENGAPA AHMADIYAH DIMUSUHI
UMMAT ISLAM
Seratus tahun lebih, Jemaat Ahmadiyah sejak lahirnya tidak pernah dan tidak akan pernah diterima serta tidak akan pernah akur dengan umat Islam di seluruh dunia. Pasang surut pergolakan dan penentangan terhadap jemaat Ahmadiyah terus terjadi, karena begitu banyak perbedaan mendasar antara Ahmadiyah dan umat Islam pada umumnya, walaupun Ahmadiyah berusaha terus meyakinkan pihak lain bahwa tidak ada perbedaan antara Ahmadiyah dengan ummat Islam non Ahmadiyah. Pihak Ahmadiyah selalu menyudutkan pihak lain dengan dalih bahwa penentangan terhadap Ahmadiyah hanya karena rasa iri dan cemburu terhadap “kemajuan” Ahmadiyah. Padahal kenyataannya tidaklah demikian, kemajuan Ahmadiyah tidaklah terlalu signifikan khususnya di Indonesia, mesjid-mesjid Ahmadiyah tidaklah terlalu bagus dan tidak terlalu banyak dibanding dengan mesjid-mesjid ummat Islam lainnya, populsinya pun bisa dihitung dengan jari, walaupun sering diekspos dengan jumlah yang sangat pantastis. Secara internasional-pun sering diekspos jumlah mereka 200 juta orang di 181 negara, berarti rata-rata di tiap negara sekitar 1.100.000 orang. Di Indonesia saja yang termasuk populasi terbesar jumlah Ahmadiyah, tidak mencapai 1 juta orang, bagaimana jumlah di negara-negara lainnya (lihat halaman 25 jawaban Jemaat Ahmadiyah Indonesia atas pertanyaan Komisi VIII DPR RI pada temu wicara tanggal 31 Agustus 2005, yang seterusnyan disebut “Jawaban”). Kholifah IV Ahmadiyah saja pada tahun 1990an hanya memperkirakan jumlah pengikut Ahmadiyah di dunia sekitar 10 juta orang. Tersebarnya mesjid dan Islam di Eropa dan negara barat lainnya bukanlah buah karya Ahmadiyah saja, ternyata sumbangsih ummat Islam Timur Tengah juga sangat banyak dan cukup signifikan. Kebaikan sosial Ahmadiyah di dunia bukan jaminan Ahmadiyah benar, banyak kebaikan sosial agama lain tapi bukan jaminan kebenaran agama tersebut. Jadi, sama sekali tidaklah perlu ada yang harus dijadikan iri dan cemburu.
Perlu difahami oleh pihak Ahmadiyah, bahwa langkah-langkah kami (ummat Islam non Ahmadiyah) dalam mempermasalahkan hal-hal yang terkait dengan Ahmadiyah, bukanlah karena iri atau hasud terhadap “kemajuan atau keberhasilan” Ahmadiyah ( kalaulah itu keberhasilan yang istimewa, dan ini yang sering ditudingkan kepada siapa saja yang mengutik-ngutik Ahmadiyah), namun kami mempunyai kewajiban untuk menjaga dan membentengi ummat Islam yang awwam terhadap cara Ahmadiyah dalam permainan kata-kata dan takwilan-takwilan ayat-ayat suci Al-Quran dan Hadits-hadits Rasulullah SAW dengan maksud memuluskan dan menyebarkan aqidah, bahwa Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi, rasul, Imam Mahdi dan Isa ibnu Maryam dengan segala konsekwensi dari aqidah tersebut.
Ahmadiyah memang jangan berharap bisa diterima oleh umat Islam non-Ahmadiyah dan jangan bermimpi bisa akur antara keduanya. Bagaimana mungkin bisa akur jika Ahmadiyah yang meyakini Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi Isa Al-Masih, Imam Mahdi, nabi dan rasul Allah; sementara umat Islam yang lain memberi cap Mirza sebagai Nabi Isa Al-Masih palsu, Imam Mahdi palsu, nabi palsu dan rasul palsu. Dari sisi ini, sungguh tidak akan bisa bertemu dan tidak akan pernah akur. Dalam masalah sosial kemasyarakatanpun imbasan dari perbedaan prinsipil ini sangat terasa dalam kehidupan kita.
Urusan Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi Isa Al-Masih, Imam Mahdi, nabi dan rasul Allah dengan alasan yang dibuat-buat oleh Ahmadiyah, itu memang urusan Ahmadiyah, urusan antara Allah dengan Mirza sendiri (lihat judul berikutnya tentang dalil-dalil yang dipakai Ahmadiyah). Namun, kita bisa mengujinya secara cermat wahyu-wahyu, mimpi dan kasyaf Mirza yang ada dalam Kitab Tadzkirah (sebagai wahyu muqaddas/kumpulan wahyu suci) dengan Al-Quran Al-Karim dan As-Sunnah (Al-Hadis Asy-Syarif) secara komprehensif dan tidak sepotong-sepotong. Apakah benar-benar isi Tadzkirah itu sebagai wahyu Tuhan? Sementara keganjilan dan kontradiksinya begitu banyak dan mencolok. Bahkan banyak sekali yang dianggap oleh Mirza dan Ahmadiyah sebagai wahyu Allah, tapi justru sebagai bukti kekufuran yang telak bagi Mirza Ghulam Ahmad (lihat judul berikutnya dalam membedah Tadzkirah).
Kedatangan Imam Mahdi dan turunnya kembali Isa Al-Masih adalah keyakinan dan bagian dari iman umat Islam. Namun, apakah benar Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Mahdi dan Isa Al-Masih yang dijanjikan Allah? Kematian Nabi Isa AS (kuburnya ada di Srinagar, Kashmir India) seperti halnya nabi-nabi lain serta Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Mahdi dan Isa Al-Masih merupakan keyakinan dasar dan penting bagi Mirza dan Ahmadiyah. Hal ini sebagaimana firman Allah (katanya) dan lihat Tadzkirah halaman 401, 622, 637. Bahkan Mirza sendiri mengatakan: bahwa maju dan hidupnya agama Islam banyak bergantung kepada wafatnya Nabi Isa as … (lihat tulisan H. Mahmud Ahmad Cheema H.A. salah seorang petinggi dalam Jemaat Ahmadiyah Indonesia {Qadian} tahun 1994 dalam tulisannya “TIGA MASALAH PENTING”). Cheema menegaskan : Kepercayaan tentang masih hidupnya Nabi Isa as di langit, merupakan salah satu bahaya besar bagi agama Islam… Kaum Muslimin yang beranggapan bahwa Nabi Isa as masih hidup di langit dengan badan kasarnya, mereka telah masuk kedalam golongan orang-orang yang syirik (musyrik).
Sekarang coba kumpulkan secara cermat puluhan hadits yang ada dalam seluruh kitab hadis, terkait dengan Imam Mahdi dan Isa Al-masih. Terbuktikah Mirza Ghulam Ahamd sebagai Imam Mahdi dan Isa Al-Masih ? (lihat judul berikutnya BUKTI-BUKTI MIRZA GHULAM AHMAD BUKAN DUPLIKAT ISA AL-MASIH, BUKAN IMAM MAHDI, BUKAN NABI DAN BUKAN RASUL).
Puluhan hadits yang ada dalam seluruh kitab hadits, terkait dengan Imam Mahdi dan Isa Al-Masih, membuktikan bahwa Imam Mahdi dan Isa Al-Masih adalah orang/person yang berbeda, bukan menyatu dalam satu orang bernama Mirza Ghulam Ahmad.
Adapun hadits yang ada dalam Sunan Ibnu Majah “…wala Almahdi illa ibn Maryam” Artinya, “Imam Mahdi itu tiada lain adalah Isa ibnu Maryam”, telah dibahas panjang lebar oleh para ulama ahli hadits, bahwa hadits tersebut sebagai hadits munkar, bertentangan dengan puluhan hadis yang lain dan dalam sanad-nya tidak beres alias hadis palsu. Sangat kerdil, pihak Ahmadiyah berhujah dengan sepotong hadits munkar untuk masalah akidah yang sangat besar terkait dengan Imam Mahdi dan Isa Al-Masih (baca judul ”Ibnu Majah dalam sorotan ulama ahli hadits”).
Kalau kita simpulkan dari puluhan hadits tadi, sifat-sifat dan karakteristik Imam Mahdi dan Isa Al-Masih yang dijanjikan itu serta kondisi ketika dan sesudah keduanya diturunkan Allah ke muka bumi ini. Kesimpulannya, dengan turunnya Imam Mahdi dan Isa Al-Masih, dunia ini akan aman dan keadilan akan merata di seluruh dunia, sebagaimana pernah meratanya kezaliman. Keduanya akan memerangi umat manusia yang kafir, membunuh Dajjal dan memusnahkan seluruh agama dan yang tersisa agama Islam saja, kemudian Imam Mahdi memimpin dunia dan akhirnya kiamat kubro terjadi.
Sekarang kita uji dengan mata melek, kondisi dunia ini mulai dari zaman Mirza Ghulam Ahmad hidup sampai zaman Khalifah Ahmadiyah yang ke-5 sekarang yang sudah 100 tahun lebih. Terbuktikah dunia ini aman dan adil? Apakah sekarang di dunia ini yang tersisa hanya tinggal agama Islam? Apakah Yahudi dan Nasrani, juga agama-agama lain sudah musnah? Apakah Mirza Ghulam Ahmad dan Ahmadiyah pernah memimpin dunia? Malah kenyataan berbicara sebaliknya, Ahmadiyah diperangi hampir di seluruh dunia Islam. Bahkan sekadar tempat tinggal bagi khalifahnya saja sulit. Ia terpaksa mengungsi ke Inggris dan terusir dari negaranya, karena sistem kekhalifahan Ahmadiyah hanya Khalifah Ruhaniyah yang tidak pernah dikenal dalam sistem kekhalifahan dalam Islam (hanya khalifah-khalifahan). Walhasil, Mirza Ghulam Ahmad bukan Imam Mahdi dan bukan Isa Al-Masih yang dijanjikan alias pengakuan sebagai kedua-duanya adalah palsu.
Untuk menyimak akibat konsep Kenabian Mirza, Alm. Prof. DR. Nurcholis Madjid dalam tulisannya “Konsep Muhammad saw Sebagai Penutup Para Nabi, Implikasinya dalam Kehidupan Sosial serta Keagamaan”, menuturkan: ”Konsep bahwa Nabi Muhammad saw adalah penutup para Nabi dan Rasul adalah cukup sentral dalam sistem kepercayaan Islam. Dan implikasi konsep itu cukup luas dan penting. Hal itu terbukti antara lain dari adanya beberapa kontroversi yang memakan korban akhir-akhir ini di kalangan ummat Islam, seperti pengkafiran kaum Ahmadiyah oleh Rabithat al-Alam al-Islami dengan dampak pengucilannya di Pakistan. ……. Sebagai gambaran nyata, di zaman modern ini terdapat beberapa orang pengaku kenabian. Kehadiran mereka tidak memiliki dampak seperti yang diharapkan dari yang benar-benar Nabi dan Rasul, namun mereka mempunyai pengikut. Di India pernah muncul Mirza Ghulam Ahmad yang dipandang oleh para pengikutnya (versi Qadianis, dan bukan versi Lahore) sebagai seorang Nabi, (rasul, Imam Mahdi dan Isa Ibn Maryam-Pen). Namun dalam beberapa penjelasan terdapat penegasan bahwa kenabian Mirza adalah jenis “kenabian kecil” (minor prophethood), karena ia “hanya” bertugas meneruskan dan menghidupkan kembali pesan suci Nabi besar Muhammad saw. …. Di Amerika muncul seorang bernama Joseph Smith, yang oleh para pengikutnya dari Kristen sekte “The Church of Jesus Christ of Latter-Day Saint” (kaum “Mormon”) juga dianggap sebagai Nabi. Tapi, sama halnya dengan hubungan Mirza dengan Nabi Muhammad saw, Smith pun mengaku “hanya” meneruskan dan menghidupkan kembali ajaran Isa al-Masih as, khususnya berkenaan dengan kitab sucinya yang “hilang,” yang disampaikan oleh Isa al-Masih kepada penghuni kuno kedua benua Amerika (Utara dan Selatan), yaitu Buku Mormon (The Book of Mormon)…… Tapi, seperti telah disinggung, dan sebagaimana telah disaksikan oleh sejarah, kehadiran baik Mirza maupun Smith tidak meninggalkan dampak sosial dan spiritual dengan keluasan dan kedalaman seperti yang biasanya ditinggalkan oleh para Nabi terdahulu. Karena itu bagi hampir seluruh kaum Muslim klaim Mirza akan kenabian itu harus ditolak (atau ditafsirkan kembali seperti dilakukan oleh sebagian pengikutnya sendiri dari versi Lahore); dan bagi hampir semua kaum Kristen klaim Joseph Smith pun ditolak, dan kaum Mormon diakui hanya sebagai salah satu saja dari puluhan atau ratusan sekte dan denominasi dalam agama Kristen…. Klaim kenabian atau, apalagi, kerasulan, akan menimbulkan masalah dalam masyarakat, karena logika setiap klaim kenabian atau kerasulan tentu menuntut kepada setiap orang untuk menerima, membenarkan dan “beriman” kepada pengaku itu…… Kegawatan muncul karena setiap sikap menerima atau menolak sesuatu dari pesan Ilahi akan dengan sendirinya bersangkutan dengan masalah keselamatan atau kesengsaraan. Maka logika pengakuan kenabian, lebih sering daripada tidak, mengundang percekcokan tajam, sebab terjadi dalam kerangka kemutlakan (ultimacy). Karena itu pengaku kenabian tentu menghasilkan sistem kepengikutan yang eksklusifistik, yang menampik “orang luar” untuk menyertai mereka dalam panji keselamatan dan kebahagiaan. Dalam penampilannya yang ekstrem, seperti ditunjukkan oleh berbagai perkumpulan yang bersifat kultus (cultic) di banyak negara (terutama Amerika), harapan keselamatan yang dipusatkan dan digantungkan kepada pribadi seorang tokoh akan melahirkan gejala-gejala anti sosial dan penuh permusuhan… (selesai Nurkholis Madjid).
Selanjutnya, ketika Muhammad SAW. diangkat Allah sebagai Nabi dan Rasul-Nya, orang-orang yang tidak percaya kepada beliau adalah kafir, sampai sekarang juga hukumnya masih demikian. Sekarang kita tanya, bagaimana sikap Mirza Ghulam Ahmad dan Ahmadiyah terhadap orang-orang Islam yang tidak percaya kepadanya sebagai nabi, rasul, Imam Mahdi dan Isa Al-Masih? Tentu Mirza dan Ahmadiyah akan mengkafirkan umat Islam yang non-Ahmadiyah bukan? Coba perhatikan Tadzkirah halaman 342 (terjemahan dari bahasa Urdu, lihat buku Hasan Audah halaman 273), Mirza Ghulam berkata, “Bahwa Allah telah memberi kabar kepadanya, sesungguhnya orang yang tidak mengikutimu dan tidak berbaiat padamu dan tetap menentang kepadamu, dia itu adalah orang yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya dan termasuk penghuni Neraka Jahim.” Dalam Tadzkirah halaman 600, Mirza berkata, “Sesungguhnya Allah telah menjelaskan padaku, bahwa setiap orang yang telah sampai padanya dakwahku kemudian dia tidak menerimaku, maka dia bukanlah seorang Muslim dan berhak mendapatkan siksa Allah.” Inilah alasan yang sebenarnya, mengapa orang Ahmadiyah tidak mau salat di belakang orang non-Ahmadiyah. Ini sangat fundamental dan berbahaya, juga sebagai bukti kuat kezaliman Mirza Ghulam Ahmad dan Ahmadiyah terhadap umat Islam di seluruh dunia.
Penganut Ahmadiyah perlu menyadari, mereka telah tertipu berat oleh segala bentuk pengakuan Mirza Ghulam Ahmad. Kehadiran Mirza yang mengaku nabi, rasul, Imam Mahdi dan Isa Al-Masih bukan menambah kuatnya umat Islam, melainkan sebaliknya, tambah runyam, kehadirannya bukan rahmatan lil ‘alamin, tapi menjadi benih perpecahan baru di kalangan umat ini.
Kelompok Ahmadiyah adalah kelompok minoritas muslim di dunia ini yang sangat berbeda dalam masalah aqidah (terutama) yang menjadi dasar segalanya dalam kehidupan ummat Islam dan sangat kontradiktif dengan ijma’ ummat dalam masalah aqidah (masalah kenabian dan kerasulan sebagai contohnya). Sementara Rasulullah SAW pernah bersabda :
عن ابنِ عُمَرَ ، أَنَّ رسولَ الله قال: «إِنَّ الله لا يَجْمَعُ أُمَّتِي ـ أَوْ قَالَ أُمَّةَ مُحمَّدٍ ـ عَلَى ضَلاَلَةٍ، وَيَدُ الله عَلَى الْجَماعَةِ، وَمَنْ شَذَّ شَذَّ إِلَى النَّارِ» . رواه الترمذي
Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW telah bersabda : Sesungguhnya Allah tidak akan membuat sepakat ummatku (ummat Muhammad) terhadap suatu kesesatan, dan tangan Allah (tidak ada yang menyerupai Allah suatu apapun) di atas jamaah, barang siapa yang nyeleneh (dari jamaah) bagianya api neraka. HR Turmudzy
عن شُرَيْجٍ عن أبي مَالِكٍ ، ـ يَعني الأشْعَرِيَّ ـ قالَ قالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم: «إنَّ الله أجَارَكُمْ مِنْ ثَلاَثِ خِلاَلٍ: أنْ لاَ يَدْعُوَ عَلَيْكُمْ نَبِيُّكُمْ فَتَهْلِكُوا جَمِيعاً، وَأَنْ لا يَظْهَرَ أهْلُ الْبَاطِلِ عَلَى أهْلِ الْحَقِّ، وَأَنْ لاَ تَجَتَمِعُوا عَلَى ضَلاَلَةٍ».رواه أبو داود
Dari Syureij dari Abi Malik Al-Asy’ary berkata, telah bersabda Rasulullah SAW: Sesungguhnya Allah menjamin kalian dengan 3 prahara: Nabi kalian tidak akan mendoakan celaka buat kalian sehingga kalian musnah, ahlul batil tidak akan mengungguli ahul haq dan tidak akan sepakat (mayoritas) kalian atas suatu kesesatan. HR Abu Daud
حَدَّثَنِي أَبُو خَلَفٍ الأَعْمَىٰ قَالَ: سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ ، يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ يَقُولُ: «إِنَّ أُمَّتِي لاَ تَجْتَمِعُ عَلَى ضَلاَلَةٍ. فَإِذَا رَأَيْتُمُ اخْتِلاَفاً، فَعَلَيْكُمْ بِالسَّوَادِ الأَعْظَمِ».رواه ابن ماجه
Abu Kholaf Al-’Amaa berkata, saya mendengar Anas ibnu Malik berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda : Sesungguhnya ummatku tidak mungkin bersepakat dalam kesesatan. Apabila kalian lihat perselisihan, maka kalian harus memilih (pendapat) mayoritas ummat. HR. Ibnu Majah
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)”. QS Al-An’aam 116
Ahmadiyah sering berdalil dengan ayat ini (lihat Jawaban halaman 25) bahwa tidak diterimanya (Ahmadiyah) oleh mayoritas masyarakat, tidak mutlak berarti yang ditolak (Ahmadiyah) itu salah. Padahal dalam ayat itu ada kata kunci “man fil ardhi” (orang-orang yang di muka bumi ini/bukan kebanyakan orang muslim) di mana penduduk bumi ini hanya sekitar 19% beragama Islam dan 81% lagi non muslim. Jadi pengertiannya bukan minoritas dalam kalangan orang-orang Islam yang dijamin benar, justru yang mendapat jaminan Allah bahwa ummat ini tidak sepakat atas suatu kesesatan adalah mayorits dalam kalangan ummat Islam, walaupun mayoritas ummat Islam itu sebagai minoritas kalau dibanding dengan penduduk dunia seluruhnya (sesuai dengan ayat tersebut). Ahmadiyah (minoritas dalam kalangan muslim) nyeleneh dalam masalah Rasulullah SAW sebagai Nabi penutup dan tidak akan ada nabi dan rasul lagi setelah beliau, sementara ummat Islam yang mayoritas sepakat bahwa Muhammad SAW adalah nabi dan rasul penutup, setelah beliau tidak ada lagi nabi apa lagi rasul. Jadi berdasar Al-An’aam 116 dan 3 hadits di atas justru Ahmadiyah tidak dijamin benar dan ijma mayoritas ummat inilah yang dijamin benar oleh Allah SAW. Ulama dari 140 negara di dunia Islam telah sepekat (ijma) bahwa Ahmadiyah sebagai kelompok minoritas dalam ummat Islam ini dengan segala keyakinannya telah dinyatakan sesat dan kafir (lihat Fatwa ulama Rabithah ‘Alam Islamy tentang Ahmadiyah).
TERJEMAHAN BAHASA INDONESIA :
Liga Muslim Dunia melangsungkan konferensi tahunannya di Makkah Al-Mukarramma Saudi Arabia dari tanggal 14 s.d. 18 Rabbiul Awwal 1394 H (6 s.d. 10 April 1974) yang diikuti oleh 140 delegasi negara-negara Muslim dan organisasi Muslim dari seluruh dunia.
Deklarasi Liga Muslim Dunia – Tahun 1974
(Rabita al-Alam al-Islami)
Qadianiyah atau Ahmadiyah : adalah sebuah gerakan bawah tanah yang melawan Islam dan Muslim dunia, dengan penuh kepalsuan dan kebohongan mengaku sebagai sebuah aliran Islam; yang berkedok sebagai Islam dan untuk kepentingan keduniaan berusaha menarik perhatian dan merencanakan untuk merusak fondamen Islam. Penyimpangan-penyimpangan nyata dari prinsip-prinsip dasar Islam adalah sebagai berikut :
1. Pendirinya mengaku dirinya sebagai nabi.
2. Mereka dengan sengaja menyimpangkan pengertian ayat-ayat Kitab Suci Al-Qur’an.
3. Mereka menyatakan bahwa Jihad telah dihapus.
Qadianiyah semula dibantu perkembangannya oleh imperialisme Inggris. Oleh sebab itu, Qadiani telah tumbuh dengan subur di bawah bendera Inggris. Gerakan ini telah sepenuhnya berkhianat dan berbohong dalam berhubungan dengan ummat Islam. Agaknya, mereka setia kepada Imperialisme dan Zionisme. Mereka telah begitu dalam menjalin hubungan dan bekerjasama dengan kekuatan-kekuatan anti-Islam dan menyebarkan ajaran khususnya melalui metode-metode jahat berikut ini :
• Membangun mesjid dengan bantuan dari kekuatan anti Islam di mana pemikiran-pemikiran Qadiani yang menyesatkan ditanamkan kepada orang.
• Membuka sekolah-sekolah, lembaga pendidikan dan panti asuhan dimana didalamnya orang diajarkan dan dilatih untuk bagaimana agar mereka dapat lebih menjadi anti-Islam dalam setiap kegiatan-kegiatan mereka. Mereka juga menerbitkan versi Al-Qur’an yang merusak dalam berbagai macam bahasa lokal dan internasional.
Untuk menanggulangi keadaan bahaya ini, Konferensi Liga Muslim Dunia telah merekomendasikan dan mengambil langkah-langkah sebagai berikut :
1. Seluruh organisasi-organisasi Muslim di dunia harus tetap mewaspadai setiap kegiatan-kegiatan orang-orang Ahmadiyah di masing-masing negara dan membatasi sekolah-sekolah dan panti-panti asuhan mereka. Selain itu, kepada seluruh organisasi-organisasi Muslim di dunia, harus dapat menunjukkan kepada setiap Muslim di seluruh dunia tentang gambaran asli orang Qadiani dan memberikan laporan/data tentang berbagai macam taktik mereka sehingga kaum Muslim di seluruh dunia terlindung dari rencana-rencana mereka.
2. Mereka harus dianggap sebagai golongan Non-Muslim dan keluar dari Islam juga dilarang keras untuk memasuki Tanah Suci.
3. Tidak berurusan dengan orang-orang Ahmadiyah Qadiani, dan memutuskan hubungan sosial, ekonomi, dan budaya. Tidak melakukan pernikahan dengan mereka, serta mereka tidak diizinkan untuk dikubur di pemakaman Muslim serta diperlakukan seperti layaknya orang-orang non-Muslim yang lainnya.
4. Seluruh negara-negara Muslim di dunia harus mengadakan pelarangan keras terhadap aktivitas para pengikut Mirza Ghulam Ahmad. Dan harus menganggap mereka sebagai minoritas non Muslim dan melarang mereka untuk jabatan yang sensitif dalam negara.
5. Menyiarkan semua penyelewengan Ahmadiyah yang mereka lakukan terhadap Kitab Suci Al-Qur’an disertai inventarisasi terjemahan-terjemahan Al-Qur’an yang dibuat oleh Ahmadiyah dan memperingatkan umat Islam mengenai karya-karya tulis mereka.
6. Semua golongan yang menyeleweng dari Islam diperlakukan sama seperti Ahmadiyah.
Inilah yang menyebabkan timbulnya reaksi keras dan permusuhan ummat Islam terhadap Mirza Ghulam Ahmad dan Jema’at Ahmadiyah.
Kesimpulan.
Setelah kami uraikan beberapa permasalahan Ahmadiyah walaupun hanya sebagai tulisan dan pembahasan sederhana, namun bisa kita simpulkan :
1. Apa yang pernah dikabar ghoibkan oleh Rasulullah SAW bahwa fitnah bagi ummat Islam itu akan datang dari arah timur, benar-benar terjadi, yakni dengan munculnya pengaku nabi dan rasul Allah Mirza Ghulam Ahmad bin Mirza Gulam Murtadza.
2. Ahmadiyah dimusuhi oleh ummat Islam bukan karena mereka iri dan dengki serta hasud terhadap kemajuan Ahmadiyah (kalaulah itu berarti kemajuan istimewa), namun karena begitu banyak perbedaan mendasar antara Ahmadiyah dan ummat Islam pada umumnya.
3. Kekeliruan dan kesalahan Ahmadiyah dalam masalah aqidah akibat dari kekeliruan dan kesalahan methode istidlal (pengolahan dalil), di mana penakwilan-penakwilan hanya untuk memuluskan Mirza sebagai Isa Al-Masih, Imam Mahdi, nabi dan rasul
4. Tadzkiroh bukan kitab suci Ahmadiyah karena di dalamnya tidak ada wahyu-wahyu Allah, buku itu berisi catatan dari bisikan-bisikan Jin/syetan dan manusia (minal jinnati wan naas) terhadap Mirza Ghulam Ahmad semasa hidupnya.
5. Tidak ada jaminan Mirza Ghulam Ahmad tidak diganggu jin/syetan dalam segala pekerjaan dan berbagai macam bukti dari segala pengakuannya.
6. Mirza Ghulam Ahmad bukan Isa Al-Masih yang dijanjikan dan bukan Imam Mahdi yang ditunggu-tunggu.
7. Mirza Ghulam Ahmad bukan nabi dan bukan rasul Allah.
8. Istilah nabi ummati dan rasul ummati dalam Ahmadiyah adalah bukti dari hadits-hadits Nabi SAW tentang akan adanya nabi palsu dan rasul palsu dari kalangan ummat Muhammad SAW (ummati).
9. Mirza Ghulam Ahmad bukan pembaharu agama Islam, malah perusak aqidah ummat Islam.
10. Khilafah yang dikembangkan dan dipraktekkan oleh Ahmadiyah hanyalah Khilafah Ruhaniyah, bukan Khilafah ala minhajin Nubuwwah, malah boleh dikatagorikan sebagai Kholifah-kholifahan, karena tidak sesuai dan jauh sekali dari system Kekhalifahan dalam Islam.
b. Saran.
Masalah Ahmadiyah adalah masalah internal ummat Islam, tidak bisa diselesaikan memakai pendekatan hukum positif manapun. Hanya dengan kaca mata Ajaran Islam yang benar Ahmadiyah bisa dinilai dan bisa diselesaikan. Kebaikan sosial dan kemajuan-kemajuan keduniaan Ahmadiyah bukan sebagai bukti kebenaran Ahmadiyah. Kita tidak usah tertarik dan simpatik dengan hal-hal gebyar semarak Ahmadiyah yang sering diekspos yang terkadang tidak sesuai dengan kenyataannya. Pergolakan dan penentangan terhadap Ahmadiyah tidak akan berhenti sampai kapanpun, sebab mustahil bisa dipertemukan antara kelompok ummat Islam yang meyakini Mirza Ghulam Ahmad sebagai pembohong, Isa Al-Masih palsu, Imam Mahdi palsu, nabi dan rasul palsu, dengan kelompok Ahmadiyah yang meyakini Mirza sebagai Isa al-Masih yang dijanjikan, Imam Mahdi yang ditunggu-tunggu, sebagai Nabi dan Rasul dengan segala kelebihan-kelebihannya.
Oleh karena itu, supaya ummat Islam tenang dan damai maka:
4. Penanganan Ahmadiyah harus dengan tegas dan secara pro aktif dari Pemerintah atau pihak yang berwenang, karena kalau pemerintah diam maka yang bergerak ummat Islam sendiri dengan segala kekurangan dan kelebihan potensinya.
5. Oleh karena posisi Ahmadiyah dalam aqidah Islamiyah sudah jelas dengan turunnya fatwa Liga Muslim Internasional ataupun secara Nasional melalui MUI, maka Ahmadiyah harus dibubarkan dan dilarang di Indonesia dengan dasar pendekatan hukum internal ummat Islam dan Ajaran Islam sendiri. Hukum positif sebagai legalitas formalnya. Kalau dengan solusi ini tidak efektif, maka solusi akhir adalah:
6. Sebaiknya Ahmadiyah memisahkan diri dengan ummat Islam dan membentuk Agama baru (mungkin dengan nama Agama Ahmadiyah) dengan nabi dan rasulnya Mirza Ghulam Ahmad, Kitab Sucinya gabungan antara Al-Quraan dan Tadzkirah, sebagai mana kitab suci orang Kristen (Injil) gabungan dari Perjanjian Lama (Taurat Musa) dan Perjanjian Baru (yang turun kepada nabi Isa AS), Sunnah atau Haditsnya seluruh prilaku, tulisan dan buku-buku yang dikarang Mirza Ghulam Ahmad sendiri serta Sunnah para Kholifahnya. Lengkaplah sudah Ahmadiyah dan telah layak dikatagorikan sebagai sebuah agama baru. Insya Allah Ahmadiyah aman dan tenang, ummat Islam akan damai seperti damainya dengan agama-agama lain di Indonesia.
Wallahu ‘alamu bishshowaab.
Akhirnya … BUBARKAN AHMADIYAH ATAU BIKIN AGAMA BARU DI LUAR ISLAM ….. AHMADIYAH ENAK TENAAAAAN
AKKBB menurut saya adalah gerakan dan usaha terselubung untuk memberi peluang bangkitnya kembali komunis di Indonesia dengan tampilan yang lain ….. maka WASPADALAH …. Kepada TNI kami mohon mengusut siapa sebenarnya mereka. Dalam sebuah seminar di Hotel Sultan Jakarta pada pertengahan Februari 2008, mereka mengangkat issu : 1. di Indonesia tidak perlu Pemerintah membatasi agama tertentu yang di akui. 2. Indonesia bebas, mau bertuhan atau tidak dan beragama atau tidak …
Pembaca Setia…
Dengan adanya kasus Ahmadiyah ini semakin jelaslah bagi saya kebobrokan dan kebusukan sebagian orang yang selama ini berada di lingkaran ormas Islam, malah menjadi pemimpin teras ormas Islam, tapi ternyata di dalam hatinya menyimpan kebusukan dan kebencian begitu rupa terhadap Islam. Kebusukan dan kebencian mereka terhadap Islam yang selama ini terpendam di dalam hati dan dada mereka akhirnya sekarang terbukalah sudah.
Gus Dur, Amin Rais, Syafi’i Ma’arif, Abdul Muqsith Gozhali, Ulil Abshar, Buyung Adnan ternyata tidak lebih dan tidak kurang hanyalah tokoh-tokoh pelanjut dari seorang tokoh yang bernama Abdullah bin Ubay, tokoh munafik Madinah zaman Rasulullah. Kalian tidak layak dan tidak pantas untuk disebut tokoh dan cendekiawan Islam. Kami umat Islam malu punya tokoh-tokoh seperti kalian. Mana pembelaan kalian terhadap Islam dan umat Islam. Kalian hanyalah pembela hawa nafsu dan perut kalian sendiri, kalian hanya mementingkan nafsu berhala keduniaan belaka.
Mohon izin untuk copy paste artikel ini ke blog saya di : http://suhermanfx.multiply.com/journal/item/170/Yusril_Ihza_Mahendra_-_Sekali_Lagi_SKB_Tentang_Ahmadiyah:)
ikut baca.
Salut dengan Abang yang satu ini, hebat euy…. :)
Regards,
Arimurti.com – Freelance Web Designer & Internet Marketing Online
Ass.wr wb
Bang Yim, mhn ijin tuk numpang ngasih info ke all blogger
Dear All..
YIM di cover story tv one edisi Demo Mahasiswa, tayang di tv one hari ini, kamis, 19 Juni 2008, pukul 20.30 Wib
Thanks..
MENYOROT METHODE ISTIDLAL (PENGOLAHAN DAILIL)
AHMADIYAH.
a. Sumber ajaran Ahmadiyah
Ahamdiyah bersikukuh bahwa ajarannya hanya bersumber kepada 3 hal : 1. Al-Quraan, 2. As-Sunnah dan 3. Al-Hadits (lihat As-Sialkoty halaman 58). Namun sebelum masuk dalam pembahasan, perlu memposisikan dahulu Tadzkirah (kupulan Wahyun Muqoddasun/ Wahyu Suci, kumpulan mimpi-mimpi Kusysuf dari Mirza Ghulam Ahmad( dalam sumber ajaran Ahamdiyah sebagai sumber rujukan dan rujukan keagamaan : 1. Al-Quran, 2. As-Sunnah, kemudian 3. Tadzkirah atau 1. Al-Quraan, 2. Tadzkirah kemudian 3. As-Sunnah. Sehubungan antara Al-Quran dan Tadzkirah sama statusnya yaitu wayu Allah (menurut versi) Ahmadiyah. Kenapa demikian ? Bukankah Mirza Ghulam Ahamd mengatakan dalam bukunya yang dinukil oleh Nadzir Ahmad As-Sialkoty halaman 52 :
لجة النور ص 132 انظركتاب ” القول الصريح في ظهورالمهدي والمسيح” للأستاذ نذير أحمد مبشر السيالكوتي ص 52 مانصه : وقال عليه السلام في حاشية هذا الكتاب (لجة النور) :” كلما قلت من بلاغتي في البيان فهو بعد كتاب الله القرآن وإنه معجزة جليل الشأن عظيم اللمعان قوي البرهان وإنه فاق الكل ببيان لطيف ومعنى شريف … ”
“Setiap aku katakan dari keluhuran bahasa (balaghoh) dalam satu penjelasan (yang ia terima) maka adalah (kedudukanya) setelah Kitab Allah Al-Quran, ia (yang ia terima) adalah mukjizat yang amat besar urusannya, amat agung kekuatan hujjahnya, ia mengungguli segalanya, dengan penjelasan lembut dan makna yang mulia ….”
Juga Mirza Ghulam Ahmad pernah bersumpah :
(أقسم بالله تعالى أنني أؤمن بهذا الوحي النازل عليّ كما أؤمن بالقرآن الشريف و بكتب الله الأخرى، و أني أعتبره قطعياً و يقينياً كما أعتبر القرآن قطعياً و يقينياً). الخزائن الروحانية “مجموعة كتب الميرزا” جزء 22 صفحة 220.
”Saya bersumpah demi Allah, sesungguhnya aku beriman dengan wahyu yang turun kepadaku sebagaimana aku beriman dengan Al-Qur’an Mulia dan dengan kitab-kitab Allah yang lain, dan aku anggap wahyu (yang turun kepadaku itu) pasti dan yakin seperti halnya aku anggap Al-Qur’an (itu) pasti dan yakin” Rukhani Khazain Juz 22 halaman 220.
Mirza beriman kepada apa yang diwahyukan kepadanya seperti iman kepada Al-Quran. Berarti Ahamdiyah harus (berani) meletakkan Tadzkirah atau Wahyu-wahyu, Mimpi-mimpi, kusyuf yang Mirza terima sejajar dengan Al-Quran. Malah Mirza juga berkata: “sesungguhnya aku menerima wahyu syari’at juga” (lihat Ruhani Khozain jilid 17 hal. 435, Audah hal. 269(.
Kalau pihak Ahmadiyah tidak mengakui “Tadzkirah” sebagai sumber ajaran dan tidak mau mengakui posisinya setelah Al-Quran, maka secara otomatis Ahamdiyah adalah sesuatu yang sia-sia dan tidak ada, Mirza bukan Isa Al-Masih, bukan Imam Mahdi, bukan nabi dan bukan rasul, karena semua pengakuannya berada dalam kitab Tadzkirah itu.
b. Methode Ahmadiyah dalam istidlal (mengolah dalil-dalil agama).
Menyimak perbedaan mendasar antara Ahmadiyah dengan umumnya umat Islam non Ahmadiyah, patut diselipkan pertanyaan sederhana, dari mana asal muasal hal ini terjadi ?
Pada dasarnya Ahmadiyah merasa sangat yakin bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah (duplikat) Isa ibnu Maryam (Al-Masih), imam mahadi, nabi, dan rasul, karena menurut keyakinan Ahmadiyah segala nubuwatan (kabar ghoib mendatang) dari Mirza sangat cocok dengan takwilan dari ayat-ayat Al-Quran dan hadits-hadits Nabi SAW. Ramalan-ramalan Mirza ada yang terjadi sesuai nubuwatannya, walaupun banyak juga yang tidak terjadi, tapi dengan takwilan nubuwatan dengan arti lain, selamatlah nubuwatan Mirza itu. Jadi tidak ada jalan lain kecuali harus mencari terus dalil-dalil Al-Quran dan Al-Hadits yang mendukung dan melicinkan pembenaran segala pengakuan Mirza ini, walaupun harus mencari takwilan-takwilan dari nash yang jelas dan terang makna serta maksudnya (padahal mantuqnya bertentangan dengan keyakinan Ahmadiyah). Malah Ahmadiyah harus tutup mata terhadap nash-nash shohih (benar dan kuat) dan shorih (jelas) yang berlawan dengan nash do’if bahkan bikinan orang sekalipun, yang penting mendukung aqidah Ahmadiyah dari manapun datangnya nash itu, tidak peduli lagi dengan disiplin ilmu-ilmu agama.
Kalau kita resumekan dari hasil kajian terhadap tulisan-tulisan Ahmadiyah dan cara-cara pemakaian dalil-dalil nash Al-Quran, Al-Hadits dan pendapat para ulama, dari dulu sampai sekarang, bisa kita simpulkan bahwa Ahmadiyah terjebak dengan ”Error berat dan serius dalam manhaj istidlal (cara pemakaian dan pengolahan dalil)”.
Yang dimaksud dengan istidlal adalah cara, methode dan dasar-dasar pemakaian dalil. Tentu dalam masalah yang terkait dengan aqidah harus hati-hati dan apik, karena kalau ceroboh bisa mengakibatkan natijah dan kesimpulan yang berbeda dan kontradiktif, bahkan kemungkinan menjurus kepada kemusyrikan dan kekufuran. Misalkan saja mantuq nash Al-Quran dan Al-Hadits menyimpulkan Muhammad SAW Nabi penutup, tidak ada Nabi lagi setelah beliau. Namun karena Ahmadiyah error dalam istidlal maka hasilnya jadi berbalik. Hal-hal yang diharamkan dengan nash yang jelas, kalau error dalam istidlal bisa jadi halal natijahnya. Apalagi kalau error dalam istidlal didasarkan kepada suatu niat mempertahankan sesuatu yang sudah mendarah daging dan dibarengi dengan hawa nafsu, maka akan lebih parah dan fatal akibatnya.
Bagi Ahmadiyah sudah menjadi harga mati, bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah (duplikat) Isa ibnu Maryam, Imam Mahdi, nabi dan rasul. Maka kalaupun ada nash-nash jelas berkata sebaliknya maka Ahmadiyah akan banting setir dengan cara-cara sebagai berikut :
1. Selalu bersandar pada akal dan fikir dalam istidlal terhadap masalah-masalah ghaibiyaat, padahal masalah ghoibiyyat hanya nash wahyu yang mengkabarkannya. Ketika miskin dengan ilmu-ilmu syar’i dan miskin kefahaman terhadap nash-nash Al-Quran dan Al-Hadits yang berbahasa arab yang jelas maknannya, maka merasa enteng dengan nash-nash tersebut. Alih-alih mengikuti cara-cara para ulama salaf (terdahulu) dalam berinteraksi dengan nash, malah lari meninggalkan mantuq nash dan bersikukuh dengan menggunakan akal dan matiq, ketika tidak cocok dengan pendapat mereka, langsung mengatakan ini isti’arah (makna pinjaman) dengan mengabaikan syarat-syarat keharusan isti’arah, demi memuluskan keyakinan tersebut. Inilah yang diwanti-wantikan Umar RA ketika beliau berkata: ”hati-hati dengan golongan rasionalitas (ahlurroyi), karena mereka musuhnya sunnah, alih-alih mereka memelihara sunnah malah mereka memusuhinya, kalau ditanya masalah agama mereka akan menjawab hanya dengan fikirannya”. (lihat Ibnu Abdil Bar dalam Jami’ Bayanil ilmy Juz 2/134-135, I’lamul Muwaqqiin Juz 1/46 dan 65, Dafuttaarudh Juz 5/219). Padahal kita faham bahwa Umar RA dikenal dengan orang yang memiliki rasio tinggi, lebih dari yang lain, sehingga dikenal dengan Al-Faruq.
Contoh : Ketika membahas masalah diangkatnya Nabi Isa ibnu Maryam ke langit, Ahmadiyah menolak makna rofiuka ilayya atau bal rofaahullohuilahi dengan arti diangkat ke langit, (padahal susunan kata dan dalil-dalil Al-Quran dan Al-Hadits menguatkan makna itu), dengan dalih tidak masuk akal dan tidak sesuai dengan sunnah kauniyah. Bagaimana Isa zakat, sholat dan lain-lain kewajiban kalau beliau ada di langit, bagaimana makan, minum dan lain-lain. Bahkan orang awwam Ahmadiyah di Manislor, Jalaksana, Kuningan, Jawa Barat, kalau hujan atau gerimis turun, mereka meledek orang non Ahmadiyah bahwa ”tuh nabi Isa kalian lagi kencing dari langit”, Naudzubillah. Namun ketika Mirza pada tahun 1891 M mengaku bahwa Allah telah menjadikan Mirza sebagai Maryam dalam bentuk isti’arah (ma’na pinjaman/tidak berubah kelamin). Selanjutnya Mirza (sebagai Maryam) hamil (isti’arah) mengandung Isa (isti’aarah juga), setelah 10 bulan hamil maka berubahlah (Mirza/Maryam) menjadi (duplikat/bukan yang sebenarnya) Isa ibnu Maryam (isti’arah juga) dan pada akhirnya dia mengaku sebagai nabi Isa ibnu Maryam yang sesungguhnya dijanjikan, Ahmadiyah tidak pernah mempermasalahkan, tetap mengimaninya. Cerita ini bisa dibaca dalam Tadzkirah halaman 71-74. Dalil Al-Quran dan Al-Hadits mana yang menunjukkan proses demikian ? Akal macam apa yang akan menerima ketika proses itu terjadi, karena dalam sunnah kauniyah (menurut Islam) tidak pernah terjadi. Juga tidak ada keterangan dalam agama-agama lain. Kenapa Ahamadiyah tidak konsisten dengan konsepnya sendiri ?
2. Menyimpangkan dalil dari yang seharusnya (Tahriful kalim ’an mawadhi’iha). Inilah cara keculasan orang-orang Yahudi yang disitir dalam Al-Quran Surat An-Nisa 46, Al-Maidah 43.
Yaitu orang-orang Yahudi, mereka merubah perkataan dari tempat-tempatnya. Mereka berkata: “Kami mendengar”, tetapi kami tidak mau menurutinya. Dan (mereka mengatakan pula): “Dengarlah” sedang kamu sebenarnya tidak mendengar apa-apa. Dan (mereka mengatakan): “Raa`ina”, dengan memutar-mutar lidahnya dan mencela agama. Sekiranya mereka mengatakan: “Kami mendengar dan patuh, dan dengarlah, dan perhatikanlah kami”, tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat, akan tetapi Allah mengutuk mereka, karena kekafiran mereka. Mereka tidak beriman kecuali iman yang sangat tipis. QS An-Nisa 46
Yakni menggunakan dalil dengan maksud lain dari yang seharusnya, mengartikan dalil sesuai dengan kemauan hawa nafsunya dengan mengabaikan dalil lain yang menguatkan dan menjelaskan maksud dalil tersebut. Ahmadiyah hanya mengambil dalil yang berpihak kepada aqidahnya saja (walaupun mungkar) dan mengabaikan dalil yang kontra dengannya (walaupun shohih). Abdurrahman ibn Mahdy berkata: ”Ahli ilmu akan menulis segala dalil yang pro dan kontra secara jujur, tapi ahlul ahwa (para penyesat) hanya menulis yang pro dan berpihak kepadanya saja”. (lihat Minhajussunnah Juz 7/37).
3. Melakukan pentakwilan, inilah cara yang paling berbahaya dalam sejarah penyimpangan aqidah di kalangan umat Islam demi memuluskan prinsip-prinsip penyimpangannya. Takwil adalah pelarian semua golongan sesat dalam aqidah untuk menghantam aqidah yang benar. Kelompok Jahmiyah mengingkari ayat asma dan sifat Allah di bawah panji takwil. Mu’tazilah mengingkari sifat-sifat Allah di bawah panji takwil. Rofidhoh, Bathiniyah, Extrim Sufi dan Filsafat menghancurkan prinsip-prinsip Islam di bawah panji methode takwil. Hampir semua kelompok penyimpangan dalam aqidah, berlindung di bawah alasan takwil. Hal ini terlihat jelas sekali dalam buku ”Al-Qaol As-Sorih fi Dzuhuril Mahdi wal Masih” karangan salah seorang Ulama Ahmadiyah tahun 1961 Al-Ustadz Nadzir Ahmad Mubasyir As-siyalkoty, beliau berinteraksi dengan dalil-dalil nash Al-Quran dan Hadits penuh dengan takwilan-takwilan dan menggunakan mantiq dalam masalah ghoibiyyat masa mendatang. Masalah nubuwatan masa mendatang yang diberitakan Rasulullah SAW kita menemukan hadits Khudzaifa RA sebagai berikut:
عَنْ حُذَيْفَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ لَقَدْ خَطَبَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خُطْبَةً مَا تَرَكَ فِيهَا شَيْئًا إِلَى قِيَامِ السَّاعَةِ إِلَّا ذَكَرَهُ عَلِمَهُ مَنْ عَلِمَهُ وَجَهِلَهُ مَنْ جَهِلَهُ إِنْ كُنْتُ لَأَرَى الشَّيْءَ قَدْ نَسِيتُ فَأَعْرِفُ مَا يَعْرِفُ الرَّجُلُ إِذَا غَابَ عَنْهُ فَرَآهُ فَعَرَفَهُ . رواه البخاري
“Dari Khudzaifah RA berkata, Rasulullah pernah berkhutbah yang dalam khutbah tersebut tidak ada yang tertinggal satu masalahpun (yang akan terjadi) sampai hari kiamat kecuali beliau sampaikan, (dari kami) ada yang tahu dan ada yang tidak tahu (ingat),namun saya tidak ada satupun yang aku lupa, saya mengetahuinya (hafal) seperti mengetahui (mengenal) seseorang kalau lama tidak jumpa, kemudian berjumpa,maka saya sangat mengenalnya (dengan baik).” (lihat sohih Bukhary,Muslim, Abu Daud).
Al-Hafidz Ibnu Hajar Ra berkata, bahwa hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW menceritakan segalanya dalam satu majlis (satu kali khutbah secara marathon), berisi seluruh kejadian makhluk dari awal sampai akhir sampai hari kiamat, dan ini merupakan mukjizat yang luar biasa agungnya (lihat Fathul Bary Juz 6/291).
Kalau kita kumpulkan hadits-hadits tentang nubuwatan masa mendatang, maka kita akan dapatkan puluhan hadits, baik yang menyangkut tanda-tanda kiamat sughro ataupun kubro. Kalau diukur dengan masa sekarang, maka ada yang sudah benar-benar terjadi (artinya tidak usah ditakwil dengan arti atau maksud lain), ada juga yang belum terjadi, terutama yang menyangkut tanda kiamat kubro. Yang cukup aneh, kenapa Ahmadiyah percaya kepada nubuwatan Rasulullah SAW yang sudah terjadi dan sesuai dengan apa adanya tanpa ditakwil, sementara yang belum terjadi mereka takwilkan ? Rupanya mereka lakukan demikian hanya demi mengejar supaya segala pengakuan Mirza mulus tanpa hambatan dalil. Kalau kita kumpulkan hadits-hadits tersebut (sesuai dengan kemampuan penulis), maka ada 92 nubuwatan yang terkait dengan masa Rasulullah SAW masih hidup dan masa para sahabat dan semuanya telah terjadi, kemudian ada 68 nubuwatan yang terkait dengan masa sahabat, tabiin dan setelahnya yang telah terjadi sebagai bukti kebenaran Rasulullah SAW. Semua kejadian itu benar-benar terjadi sesuai dengan redaksi hadits apa adanya, tanpa ditakwil-takwil. Namun ada 28 nubuwatan lagi yang belum terjadi. Di antara yang belum terjadi adalah munculnya Imam Mahdi, turunnya kembali Nabi Isa ibnu Maryam AS, juga 10 tanda-tanda kiamat kubro dan lain-lainya. Mari kita perhatikan hadits berikut yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam sohihnya:
روى مسلم عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ أَسِيدٍ اطَّلَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْنَا وَنَحْنُ نَتَذَاكَرُ السَّاعَةَ فَقَالَ مَا تَذْكُرُونَ قَالُوا نَذْكُرُ السَّاعَةَ فَقَالَ إِنَّهَا لَنْ تَقُومَ حَتَّى تَرَوْنَ عَشْرَ آيَاتٍ الدُّخَانُ وَالدَّجَّالُ وَالدَّابَّةُ وَطُلُوعُ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا وَنُزُولُ عِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ وَيَأْجُوجُ وَمَأْجُوجُ وَثَلَاثُ خُسُوفٍ خَسْفٌ بِالْمَشْرِقِ وَخَسْفٌ بِالْمَغْرِبِ وَخَسْفٌ بِجَزِيرَةِ الْعَرَبِ وَآخِرُ ذَلِكَ نَارٌ تَخْرُجُ مِنْ قِبَلِ تَطْرُدُ النَّاسَ إِلَى مَحْشَرِهِمْ.
Namu Ahmadiyah mentakwil hadits ini dengan takwilan-takwilan yang inti hasilnya mendukung dan membuktikan kebenaran Mirza sebagai Isa ibnu Maryam. Contoh ketika menatakwil terbitnya matahari dari barat dengan jayanya Islam melalui Ahmadiyah yang disiarkan dari MTA TV dari Inggris (Barat). 3 kali gerhana menunjukkan kebenaran munculnya Mirza sebagai Nabi dan Rasul. Semua nubuwatan ini menurut versi mereka sudah terjadi dengan cara pentakwilan. Padahal hadits-hadits nubuwatan yang telah terjadi, benar-benar terjadi tanpa takwilan-takwilan, kenapa yang belum terjadi dalam hadits ini harus dipaksakan sudah terjadi dengan pengertian takwilan ? Seharusnya biarkan saja sampai terjadi sesuai dengan apa adanya yang tertera dalam hadits tersebut. (lihat Jawaban Jemaat Ahmadiyah dalam dialog dengan Komisi VIII DPR RI tanggal 31 Agustus 2005 halaman 4-5). Sesungguhnya kalau dikaji secara konprehenshif hadits-hadits yang terkait dengan nubuwatan seperti itu, justru tidak membutuhkan takwilan. Takwilan-takwilan Ahmadiyah jelas-jelas takwilan yang menyesatkan, hanya sekedar supaya cocok dengan konsep bahwa telah turun Nabi Isa ibnu Maryam dari India yakni Mirza Ghulam Ahmad.
Ahmadiyah selalu berhujjah bahwa Imam Syafi’i berkata: ”Saya tidak mengkafirkan ahli ta’wil dengan sebab kekeliruan mereka”. Dalam riwayat lain: ”Saya tidak mengkafirkan seorangpun dari ahli kiblat dengan sebab kekeliruan mereka”. Dalam riwayat lain beliau berkata: ”Saya tidak mengkafirkan ahli ta’wil, yang berpaling dari dzahirnya ayat dengan sebeb kekeliruan mereka”. Kata-kata Imam Syafi”i ini mereka nukilkan dari kitab Syawahidul Haq halaman 50 dan Al-Yawaqit wal Jawahir I halaman 126.
Untuk mengoreksi hujjah Ahmadiyah di atas, kita telaah apa yang dikatakan para sahabat Nabi SAW, para tabiin dan para ulama tentang pemakaian takwil.
1. Raulullah SAW pernah mendo’akan Ibnu Abbas RA, supaya Allah SWT memberikan pengetahuan kepada Ibnu Abbas tentang Hikmah dan Takwil yang oleh para ulama salaf diterjemahkan dengan keahlian Ibnu Abbas tentang Tafsir Al-Quran. Do’a Rasulullah terkabul dengan bukti bahwa Ibnu Abbas adalah seorang sahabat ahli tafsir Al-Quran yang menjadi rujukan para ulama (banyak hadits mengabarkan masalah ini).
2. Umar ibnu Al-Khottob RA pernah menjlid (hukum pukul) Qudamah ibnu Madz’un gubernur Bahrain (seorang sahabat yang ikut perang Badar) karena minum arak dan mabuk, namun Qudamah ini berdalih dengan takwilan ayat 93 Al-Maidah:
”Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman, dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, kemudian mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat kebajikan. dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. Umar tetap menjilidnya karena Qudamah salah dalam memahahami (mentakwil) ayat ini dan berkata: ”Ya Qudamah, engkau telah salah dalam mentakwil (ayat ini), kalau engkau bertaqwa maka engkau akan menghindari apa yang diharamkan Allah (Al-Jami’ Baina As-Suhihain Juz 1 hal. 133-134, Sunan An-Nasa’i Al-Kubro juz 3 hal 253)
3. Abu Hatim mengatakan: ”ta’at kepada Rasulullah SAW adalah melaksanakan sunnahnya dengan sungguh-sungguh dan menolak arti takwilan-takwilan sesat dari sunnah tersebut (Sohih ibnu Hibban juz1 hal 196) dalam halaman 205 beliau mengatakan : ”barang siapa yang ceroboh terhadap sunnah dengan takwilan-takwilan karena menganggap sulit menerimanya, maka ia termasuk ahli bid’ah”
4. Imam Abu Hamid Al-Ghozaly menjelaskan rusaknya aqidah ahli takwil (kalangan golongan Al-Bathiniyah) dari nash-nash Al-Quran dan As-Sunnah dalam kitabnya ”Fadhoih Al-Bathiniyah” juz 1 halaman 54-72 beserta contoh-contoh pentakwilannya.
5. Dalam pentakwilan memang tidak ada kaidah-kaidah yang mengikat, tergantung kecenderungan dan latar belakang maksud pentakwil, oleh karena itu kebanyakan para penyimpang dalam agama penyebab utamanya adalah pentakwilan nash-nash Al-Quran dan As-Sunnah sesuai dengan hawa nafsunya dan keyakinan yang sedang diusungnya. Hasil takwil bisa bervariasi, mulai dari yang wajib menjadi sunnah atau sebaliknya, dari yang halal menjadi haram atau sebaliknya, dari yang mungkin menjadi tidak mungkin atau sebaliknya, dari tidak ada nabi lagi setelah nabi penutup (Rasulullah) menjadi ada lagi nabi yang bernama Mirza Ghulam Ahmad.
Jadi pernyataan Imam Syafi’i tersebut bukan pada kemutlakan demikian, beliau sedang membicarakan hukum orang yang mentakwil Asma dan Sifat Allah dengan maksud mensucikan Allah, menghindar dari tasybih, karena ada ayat ”laisa kamislihi syaiun”. Bukan takwilan yang merubah hukum dari haram menjadi halal atau dari nabi penutup menjadi ada lagi nabi. Kalau beliau tahu bahwa kata-kata beliau ini dipakai hujjah seenaknya oleh Ahmadiyah, tentu bukan itu maksudnya.
Perhatikan takwilan-takwilan Ahmadiyah dalam ”Jawaban Ahmdiyah Indonesia Atas Pertanyaan Komisi VIII DPR RI, pada temu wicara tanggal 31 Agustus 2005 khususnya pada halaman 4 dan 5.
(Perhatikan hadits-hadits tersebut dalam lampiran khusus ”Tanda-tanda Kiamat Kubro”, bagaimana rusaknya makna Hadits-hadits nabi setelah ditakwil oleh pihak Ahmadiyah).
4. Untuk menguatkan konsep-konsep Ahmadiyah, mereka selalu mengutip pendapat-pendapat yang langka dan aneh (nyeleneh) dari kalangan para ulama, yang penting cocok dan mendukung. Ibnu Aroby senantiasa menjadi rujukan utama, padahal Ibnu Aroby berbeda dengan Ibnul Aroby (yang pertama tanpa ”al”). Ibnu Aroby dikenal sebagai ulama zindik dan sesat, sedang Ibnul Aroby dikenal ulama ahli sunnah yang lurus. Pendapat-pendapat para Sahabatpun, juga para ulama salaf sering ditampilkan dengan katagori mendukung faham Ahmadiyah, padahal di tempat lain, jelas sekali pendapat ulama tersebut bukan itu maksudnya dan kalau Mirza muncul pada masa beliau-beliau, maka faham Mirza akan ditolaknya. Seperti mencatut pendapat Ibnu Abbas masalah kematian Isa AS, pendapat Imam Mufassir Arrozy. Bahkan tak segan menapilkan pendapat Syekh Abdul Aziz bin Baz seorang ulama Saudi Arabia ketika menjelaskan aqidah kedatangan Imam Mahdi yang menjadi aqidah ummat Islam Ahli Sunnah Wal Jamaah (lihat Penjelasan Jemaat Ahmadiyah Indonesia tahun 2001 halaman 36), tapi ingat beliau bukan dalam rangka mendudkung Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Mahdi dan Isa, nabi dan rasul. Malah beliau yang menghukum kafir Mirza dan para pengikutnya. Inilah kelicikan dan ketidak jujuran ilmiyah orang-orang Ahmadiyah. Berkedok dalil-dalil agama, tapi intinya menyesatkan aqidah ummat Islam, berkedok perbaikan faham, tapi sebenarnya penyesatan yang lebih jauh. Alih-alih menyatukan faham ummat, malah membikin faham baru dan runyam, lebih dari itu, menambah persoalan dan bibit perpecahan baru di kalangan ummat Islam ini.
c. Kaidah Penerapan Hadits-hadits Fitan, Malahim dan Asyrotussa’ah dalam kejadian
dan peristiwa masa kini.
1- عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ قَالَ: «لاَ يَزْدَادُ الأَمْرُ إِلاَّ شِدَّةً. وَلاَ الدُّنْيَا إِلاَّ إِدْبَاراً. وَلاَ النَّاسُ إِلاَّ شُحًّا. وَلاَ تَقُومُ السَّاعَةُ إِلاَّ عَلَى شِرَارِ النَّاسِ. وَلاَ الْمَهْدِيُّ إِلاَّ عِيسٰى بْنُ مَرْيَمَ». رواه ابن ماجه
” … Tidak ada Mahdi kecuali Isa Ibnu Maryam “.
2- عن أبي هريرة ، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: «يوشك من عاش منكم أن يلقى عيسى ابن مريم إماماً مهدياً، وحكماً عدلاً، فيكسر الصليب، ويقتل الخنزير، ويضع الجزية، وتضع الحرب أوزارها». رواه أحمد في مسنده
“… Sudah dekat masanya, siapa yang hidup di antara kalian aka bertemu dengan Isa Ibnu Maryam Imam Mahdi Hakam yang Adil. Ia akan memecahkan salib dan membunuh babi…” (terjemahan Ahmadiyah, lihat Jawaban Ahmadiyah halaman 6).
Kedua hadits di atas dikatagorikan hadits fitan, terdapat dalam kitab dan bab fitan, malahim dan asyrotussa’ah, yang oleh Ahmadiyah dijadikan sandaran utama dan dalil penting sebagai dasar untuk memperkuat pengakuan Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Mahdi dan sekaligus sebagai Isa Al-Masih. Sementara para ulama ahli hadits menilai bahwa dua hadits tersebut tergolong hadits lemah bahkan mungkar, tidak bisa dijadikan sandaran dalil, karena selain sanadnya bermasalah, ditambah maknanya sangat bertentangan dengan hadits-hadits shohih tentang Imam Mahdi dan turunnya Isa ibnu Maryam yang begitu banyak. Menurut Mirza Ghulam Ahmad dan Teologi Ahmadiyah, dua hadits di atas memberikan isyarat bahwa Imam Mahdi yang sebenarnya adalah Isa Al-Masih, bergabung dalam satu person dan telah sempurna nubuwatan tersebut dalam diri Mirza Ghulam Ahmad, karena beliau mengaku sebagai Isa Al-Masih dan Imam Mahdi. Sementara dalam hadits-hadits shohih yang begitu banyak (lihat Ada Apa Dengan Ahmadiyah halaman 67 dan 68) menyimpulkan bahwa Imam Mahdi satu person, Isa Al-Masih person lain, Imam Mahdi jadi imam sholat dan Isa Al-Masih bermakmum kepadanya.
Dimana letak permasalahannya ? Kenapa Mirza Ghulam Ahmad dan teologi Ahmadiyah bisa berbeda dengan Ahli Sunnah wal Jamaah ?
Rupanya Mirza Ghulam Ahmad sebelum mengaku sebagai Imam Mahdi dan Isa ibnu Maryam Al-Masih sudah meletakkan dasar dan kaidah untuk memahami kedua hadits tersebut. Nadzir Ahmad M. As-Sialkoty mengungkapkan hal itu dalam buku kecilnya “Al-Qaol As-Asorih fi Dzuhuril Mahdi wal Masih” halaman 59 sebagai berikut: “…Ahmad Al-Masih mengatakan: … kalau ada hadits yang mencakup kabar ghaib dan hadits tersebut dianggap doif oleh ahli hadits, sementara kabar itu telah sempurna terjadi pada masa kalian atau sebelumnya, maka hadits itu harus diangap benar (shohih), yang salah adalah ahli hadits dan riwayat yang mendoifkannya…”
Ahamdiyah berkesimpulan bahwa kalaupun dua hadits tersebut didoifkan para ulama hadits dan dianggap hadits palsu dan mungkar serta bertentangan dengan hadits-hadits shohih, oleh karena telah muncul Mirza Ghulam Ahmad mengaku sebagai Imam Mahdi dan Isa ibnu Maryam, maka hadits itu adalah benar (shohih), karena telah terbukti ada yang mengaku demikian sesuai dengan bunyi hadits, lengkaplah kabar ghoib itu pada diri Mirza Ghulam Ahmad, yang salah adalah para ulama hadits yang mendoifkannya.
Untuk menyorot methode Mirza Ghulam Ahmad dalam penggunaan kaidah di atas terhadap dua hadits andalannya, maka di bawah ini kami uraikan, bagaimana methode penerapan hadits-hadits fitan, malahim dan asyrotuss’ah dalam kejadian dan peristiwa masa kini.
Begitu banyak hadits-hadits mengenai munculnya fitnah (ujian iman), malahim (huru hara) dan asyrotussa’ah (tanda-tanda kiamat) dalam kitab-kitab hadits, derajat keshohihannya pun bervariasi, mulai dari yang mutawatir sampai dengan yang maudhu dan mungkar serta tidak ada dasarnya. Tentunya para ulama hadits telah membuat piranti penguji hadits-hadits tersebut dalam disiplin ilmu/ ulumul hadits.
Muhammad Waliyullah Abdurrahman An-Nadwy dalam risalah Majisternya “Nubuaaturrasul” mencoba menghimpun hadits-hadits tersebut sampai berjumlah 187 hadits; 92 hadits telah terjadi (sesuai dengan apa adanya tanpa ditakwil) di zaman Rasulullah SAW dan masa para sahabatnya, 68 hadits telah terjadi (sesuai apa adanya tanpa ditakwil) pada zaman tabi’in dan sesudahnya, 27 hadits belum terjadi. Risalah ini ditulis tahun 1990 M/ 1410 H. Pihak Ahmadiyah selalu memaksakan dalil-dalil dari 27 hadits tersebut seolah-olah telah terjadi dengan cara mentakwilnya, supaya cocok dengan situasi, kondisi dan sifat-sifat yang dimiliki oleh Mirza Ghulam Ahmad sebagai Isa Al-Masih, imam Mahdi, nabi dan rasul.
Substansi dari hadits-hadits tersebut tiada lain adalah:
1. Sebagai ujian terhadap keimanan ummat Islam akan berbagai hal yang akan terjadi di masa mendatang dan bagian yang tidak terpisahkan dari ujian keimanan terhadap kebenaran Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul Allah SWT.
2. Sebagai peringatan bagi ummat Islam supaya tidak terjebak dan terjerumus dalam bahaya yang akan menimpa, juga sebagai tuntunan supaya mereka selamat dari prahara yang akan menimpanya.
3. Sebagai upaya mempersiapkan ummat Islam menyambut hari kiamat, supaya bertambah iman dan taqwanya kepada Allah SWT. Sering Rasulullah ditanya tentang waktu yang pasti hari kiamat itu tiba. Beliau balik bertanya: “Apa yang telah kamu siapkan untuk menyambut hari kiamat itu” ?
4. Sebagai bukti kebenaran nubuwwah Muhammad SAW, manakala melihat dan mengalami apa yang telah dikabar ghaibkan oleh beliau benar-benar terjadi, maka bertambahlah keyakinan dan keimanan akan kenabian beliau.
5. Memenuhi rasa kepenasaranan ummat manusia. Setiap manusia akan merasa senang dan merasa lebih dari orang lain apabila diberi kelebihan mengetahui hal-hal ghaib masa mendatang, itulah sebabnya perdukunan dan tukang ramal ramai dikunjungi orang. Hadits-hadits seperti di atas di antaranya untuk memenuhi hasrat tersebut, namun supaya manusia tidak disesatkan lagi oleh tukang ramal dan perdukunan, maka Rasulullah SAW dengan seizin Allah memberikan bimbingan dan penjelasan apa-apa yang akan terjadi masa mendatang.
Namun dengan banyaknya hadits-hadits seperti di atas, setelah berlalu 1425 tahun hingga saat ini, banyak dipermainkan dan menjadi alat legalitas pembenaran bagi para pengaku dari hal-hal yang disinyalir dalam hadits tersebut. Munculnya para pengaku sebagai pembaharu Islam, banyaknya pengaku Nabi dan Rasul setelah wafatnya Rasulullah SAW, banyaknya pengaku Imam Mahdi, bahkan adanya pengakuan Mirza Ghulam Ahmad dengan berbagai macam pangkat istimewa yang terdapat dalam hadits-hadits tersebut. Dia mengaku sebagai pembaharu Islam, Imam Mahdi, Isa Al-Masih, Nabi, Rasul Allah, cerminan nabi-nabi dan lain-lain pengakuan sebagai bukti kebenaran hadits-hadits tersebut, karena dia merasa banyak kecocokan dirinya dengan karakteristik yang disebutkan.
Penerapan hadits-hadits tersebut untuk peristiwa dan kejadian masa kini perlu sangat hati-hati dan dengan keilmuan yang mumpuni, karena kalau salah dalam methode penerapannya bisa berakibat sebagai berikut:
1. Menyebar dan berbuat kebohongan terhadap Allah dan Rasul-Nya.
2. Melakukan suatu amal yang tidak pernah disyari’atkan atau meninggalkan yang telah disyari’atkan (melakukan banyak perbid’ahan).
3. Melicinkan jalan bagi para perusak akidah ummat Islam dengan berbagai macam penyesatan dan pengakuan istimewa keagamaan demi meraih penghormatan dan ketaatan mutlak dari para pengikutnya.
4. Mengabaikan Nash-nash keagamaan dari maksud yang sebenarnya dengan cara melakukan pentakwilan-pentakwilan yang jauh dari kebenaran, hanya sekedar usaha memaksakan kecocokan peristiwa atau pengakuan dengan hadits-hadits tersebut.
Oleh karena itu perlu kaidah pemandu dalam penerapan hadits-hadits tersebut dalam peristiwa dan kejadian masa kini serta terhindar dari bahaya penyimpangan yang disebutkan di atas.
1. Dalam pengolahan dan berinteraksi dengan hadits-hadits tersebut, Al-Quran dan Hadits-hadits shohih harus menjadi patokan dan tolok ukurnya, bukan sekedar pengakuan seseorang, lantas diusahakan supaya cocok dengan arti-arti takwilan.
2. Penelitian yang apik dan akurat terhadap nash-nash hadits fitan, tentunya harus menggunakan piranti penguji yang sekarang telah menjadi disiplin ilmu hadits.
3. Penelitian makna dari nash tersebut, tentu dalam hal ini harus menggunakan piranti pemahaman yang handal sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa arab serta penterjemahan yang jujur keadalam bahasa lain.
4. Pada prinsipnya nash-nash hadits fitan harus difahami sesuai apa adanya sesuai dengan yang tersurat, tidak ditakwil dengan makna lain, karena hadits-hadits fitan yang telah terjadi dan terbukti, semuanya betul-betul terjadi sesuai dengan ungkapan nash hadits apa adanya tanpa pentakwilan.
5. Penerapan makna hadits fitan tidak dipaksanakan atau dicocok-cocokan supaya pas dengan sebuah pengakuan atau sebuah keyakinan yang sedang diusung.
6. Penelitian tentang tabi’at kejadian yang sesungguhnya, jangan sampai kejadian tersebut direkayasa dengan makna lain, yang penting ada kecocokan dengan bunyi hadits, walaupun hasil dari takwilan tadi.
7. Peninjauan terhadap kesempurnaan suatu nubuwatan yang terjadi apakah sudah betul-betul sempurna terjadi seperti apa adanya sesuai dengan bunyi nash hadits tersebut ? atau masih ada kejadian terkait yang belum nampak dan masih harus ditunggu.
8. Ketika memahmi hadits fitan harus dibedakan antara sifat musytarokah (umum) bisa terjadi pada siapapun yang bukan Imam Mahdi, bisa terjadi berulang-ulang seperti sifat Imam Mahdi sebagai pemimpin yang adil. Juga dengan sifat khusus yang tidak bisa direkayasa, dipaksakan, ditakwilkan dan lain sebagainya, seperti turunya Isa ibnu Maryam pada masa Imam Mahdi, Isa solat dibelakang Imam Mahdi dan membunuh dajjal yang muncul sebelumnya.
9. Nash-nash hadits fitan dijadikan sebagai tolok ukur suatu peristiwa, bukan peristiwa sebagai tolok ukur benarnya suatu hadits, seperti yang dirumuskan Mirza Ghulam Ahmad di atas.
10. Hati-hati dalam penggunaan istilah-istilah keagamaan, seperti munculnya istilah baru dalam Ahmadiyah: nabi dan rasul ummaty, nabi buruzi dan lain-lain istilah yang kalau diukur dari sisi aqidah masuk dalam katagori bid’ah dan mengada-ada.
11. Tidak menjadikan nash nubuwatan masa mendatang menjadi penentu untuk kejadian masa sekarang dengan takwilan yang dipaksakan. Seperti takwilan Ahmadiyah terhadap sepuluh ciri-ciri kiamat. Dalam Jawaban Jemaat Ahmadiyah halaman 4-5 penuh dengan cara demikian.
12. Tidak merekayasa kejadian mendatang dengan usaha-usaha sendiri, seperti Mirza Ghulam Ahmad mendirikan sendiri menara (putih) Al-Masih di Qodian, supaya cocok dengan hadits turunya Isa ibnu Maryam di menara putih sebelah timur Damaskus, membangun mesjid dengan nama Masjid Al-Aqsha. Anehnya Mirza Ghulam mengaku sebagai Isa ibnu Maryam tahun 1891 M sementara awal pembangunan menara (putih) Al-Masih yang sekarang menjadi lambang Ahmadiyah pada tahun 1903 M. Seharusnya menara itu sudah dibangun dan ada sebelumnya, baru Mirza mengaku sebagai Isa ibnu Maryam yang diturunkan atau diutus dekat menara itu supaya pas dengan ungkapan dalam hadits.
13. Memperhatikan urutan dari kejadian dan peristiwa yang disebutkan dalam hadits fitan, tidak membenarkan peristiwa itu terjadi sebelum terjadi peristiwa sebelumnya benar-benar telah terjadi. Seperti urutan dalam hadits sepuluh peristiwa Asyrotussa’ah.
14. Memperhatikan peristiwa dan kejadian dari hadits fitan yang mungkin terjadi secara berulang dan yang terjadi hanya satu kali. Yang berulang seperti munculnya kejahatan, maraknya perzinahan dan lain-lain. Yang hanya satu kali misalnya munculnya Imam Mahdi dan turunnya Nabi Isa ibnu Maryam. Kalau sekarang kita membenarkan Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Mahdi dan Isa ibnu Maryam dan ternyata nanti di akhir zaman menjelang kiamat benar-benar muncul Imam Mahdi dan benar-benar turun Isa ibnu Maryam sesuai dengan teks hadits Nabi, berati beliau berdua harus dianggap bohong dan tidak boleh beriman kepada keduanya.
15. Tidak mengkiaskan waktu kejadian, seperti Ahmadiyah sering mengkiaskan munculnya Mirza sebagai Isa ibnu Maryam persis 13 abad setelah Muhammad SAW lahir, seperti diutusnya Isa ibnu Maryam asli setelah 13 abad Nabi Musa AS diutus Allah SWT.
[…] Comment on SEKALI LAGI SKB TENTANG AHMADIYAH by achnoor …kumpulan mimpi-mimpi Kusysuf dari Mirza Ghulam Ahmad( dalam sumber … Juga Mirza Ghulam Ahmad pernah bersumpah : […]
SKB memang banci menurut pendapat saya, seharus kepres yang dikeluarkan, agar ahmadiyah dibubarkan saja
selamat berjuang bang, aku dibelakang mu menuju 2009 nanti.
Pemerintah kita ini memang pengecut, dan tidak ada nyali, seharusnya Kepres bukan SKB,
bagaimana bangsa kita ini dapat maju, pemerintah kita tidak ada keberanian, oh…
bang maju teruslah kami pasti banyak dibelakangmu amin.
Soal Ahmadiyah : SETUJU dg bung YUSRIL
but satu yang mengganjal :
@bung achnoor
… bukanya tdk menghargai komentar anda disini ..
tapi mbok ya.. kalo panjang bgt … mungkin ada baiknya ada bikin blog ato tulisan sendiri spt abang yusril ini
lalu di kasi LINK biar kita kunjungi
komentar anda bukannya informatif tapi mungkin nyebelin — udah panjang , banyak pulak — puih ..(())
mo menyaengi postingan abang yusril yah..?
mata ini loh ..pak ..– slilitan mbacanya
[OOT] ; salam buat (kawan lamaku neh..*ngaku ngaku* )
bung Jebee & Iwan Asnawi ..halo BROER..!!
*di pojok sambil ngerokok*
Salam
Capry ~ Makassar
Slamet baca aja, lumayan kan ? buat capry, tapi kalo gak perlu n nyebelin, ya gak usah baca, cape kan ?
Capry ~ makassar (komentar #79)
Ane sepakat.
alhamdulillah banyak pengatuan baru tentang ahmadiyah dari bung achnoor
walau sedikit capek mata saya bacanya tapi saya suko koq dengan tulisannya
emang lebih baik kalao bung achnoor buat blog sendiri dan di link kesini
@79… hai, capry makassar…
Terima-kasih, sudah menanyakanku…
Saya sehat, sementara ikut baca aja deh!?
Salaaam…
Maksud ane, knape ana tulis ttg pernik2 ahmadiyah, biar yang dukung ahmadiyah tau, knapa ummat Islam menolak ajaran ahmadiyah. Yang ane tulis blom seberapa, lebih dari itu masih banyak. Malah ane selidiki tuh wahyu2 Mirza, eeeeh taunya itu wahyu syetan, Minal Jinnati Wannas. Yang gak suka tulisan ane gak usah baca yaaaaaah …. mubadzir waktu.
@anchoor (Komentar #84)
Sdr Capry, Nasrullah, Hairul Wz dan saya mungkin hanya sedikit dari pembaca blog YIM yang merasa terganggu dengan tulisan anda. Isinya, mungkin bagus, karena ada yg bilang gitu. Tapi mungkin lebih baik seperti yang disarankan teman-teman sebelumnya, kasih aja linknya biar dikunjungi orang yang mau membaca tulisan anda.
Jangankan membaca mau menghindari komentar tulisan anda aja sudah mubadzir waktu..
@achnoor ( komentar#76 )
informasi seperti itu penting buat orang awam seperti saya, hanya untuk kementar – komentar selanjutnya, barang kali bisa dipadatkan redaksinya, biar tidak CAPEK DEH.
pak achnoor, diteruskan saja !.
Persoalan ini adalah ujian buat umat ISLAM, Indonesia dengan mayoritas beragama Islam menjadi target bagi kepentingan global untuk memerangi ISLAM,mulai dari internal ISLAM sendiri melalui para INTELEKTUAL yg mengaku beragama ISLAM sampai bgm memporakporandakan ISLAM dg cara mengadu ISLAM dg “ISLAM JADI-JADIAN” bgm mrk membuat seakan-akan beragam ISLAM tetapi mrk mengikis secara perlahan-lahan subtstansi ajaran ISLAM,mulai dari sholat,jihad,dll dan pd akhirnya “Syariat ISLAM” dihilangkan dari ajaran ISLAM, jelas terlihat bahwa kejahatan ini sangat terorganisir mereka mengangkat ini ketika bahasa era globalisasi yg mengatasnamakan “HAM” & “kebebasan”, dan herannya jika kita lihat dalam acara diskusi di TV mrk yg mewakii “JAI” sangat yakin bahwa mrk tdk menympang dari prinsip-prinsip ajaran ISLAM, mereka tetap berpegang teguh bahwa mrk ISLAM yg berdasrkan Al’Quran & Hadist, jadi yg saya tangkap seakan mrk meledek, menguji dan mrk seolah-olah mrk lebih paham ajaran ISLAM sehingga mrk mudah membelok-belokan ajaran persis cara kaum “YAHUDI” pd jaman RASULULLAH SAW. dan kesan yg saya dapat mrk semakin berani terang-terangan dan bahkan menantang para ulama untuk berdialog tentang ajaran ISLAM mrk, jika kita cermati keberanian mrk seolah-olah mendapat dukungan yg kuat baik dari para orang-orang pinter ISLAM (INTELEKTUAL), tokoh-tokoh ISLAM, dan LSM yg membenci pergerakan ISLAM, ditambah semua TV selalu menyiarkan potongan-potongan gambar “kasus monas” seakan menciptakan opini publik umat ISLAM telah menzholimi saudaranya sendiri, umat ISLAM sadis,umat ISLAM brutal, dll (stigma negatif) dan “JAI” sbg minoritas wajib dilindungi atas nama “HAM”.Keberhasilan media membuat opini ini sangat berhasil, jika kita ngobrol dipinggir jalan, warung kopi or di pos-pos hansip akan kita dapatkan pendapat bahwa ISLAM skr kasar & mrk menggnggap “JAI” benar……………….target mrk bangsa ini menjadi negara tanpa agama, negara biar berjalan sendiri tanpa mengurusi agama shg bangsa ini kehilangan “ruh” yg hakiki yg ada dalam sanubari manusia,.Ini yang saya maksud bahwa ada kejahatan terselubung untuk memporakporandakan bangsa kita agar negara kita menjadi negara sekuler murni dan uji coba mrk tehadap “JAI” yg dijadikan tumbal jika ini berhasil selanjutnya paham komunis dstnya….ingat PEMILU tahun 2009 telah dekat dan partai-partai yg akan menegakan “amar ma’ruf wanahi munkar” menjadi musuh-musuh mrk yg berbicara “sekuler”…. Sya’riat ISLAM sbg prinsip perjuangan partainya akan menghadapi kendala yang sangat berat. …….waspadalah……waspadalah….!!!!!!!!!
# Capry ~ Makassar
Makasih banyak udah menanyakan kabarku
Kabar Sampeyan gimanak pulak kabarnya ??
Semoga tetap sehat, kuat, cermat dan diberi Hidayah dan Karunia Terindah selalu oleh ALLAH SWT
Kabarku lagi menyepi sepi disudut kolong sawahku nan tak berair
Perih mataku tak kunjung berhenti
Percikan sumber airmataku dah mengering
Menatap pilu sudut sudut negeri nan tak henti bertragedi
Hari ini kembali hamparan nadi bangsaku tergodam palu
Seorang anak bangsa nan muda belia penjaga hati nurani bangsa
Yang berdemontrasi menuntut kebaikan bagi Ibu Pertiwi
MAFTUH FAUZI Mahasiswa Unas
Kembali terhempas kejang menghadap kedamaian Sang Pencipta
Yang disinyalir ada hubungannya dengan penjaga keamanan rakyat jelata negeri tercinta
Saudarauku Capry ~ Makassar
Aku tak mengerti
entah sampai kapan aku harus berhenti bersemedi
menyaksikan komedi negeri yang katanya mutu manikam ini
Begitu Indah, Lugas, Jelas dan Syahdu nyanyian dering telepon para jaksa penjaga roh bangsa dengan rakyatnya
Begitu Elok dan Lembutnya lidah mereka mengangkangi hukum dinegeri ini
Tapi tiada tindakan tegas bagi pimpinannya
Tapi tiada rasa tanggung jawab penuh oleh yang menggembalai anak buahnya
yang berdiri manis di gedung yang katanya bundar itu
Refleksi memoriku membangunkanku kembali
Saat Mantan Mensesneg dan Jaksa Agung yang pernah ada dinegeri antah berantah ini
diberhentikan dengan bukti bukti nan tak bisa ditepati
Tapi hari ini
Kamuflase, Paradoxs dan Ambiguitas sebuah komitmen itu
ternyata betul sebuah realita konser melodi harmoni akrobat kursi
Apakah dering dering nyanyian sambungan telepon
yang sangat romantis dan menyejukkan relung kalbu anak negeri itu
Tidak menjadikannya sebuah bukti nyata untuk memberhentikan Pimpinan yang berada di Gedung Bundar itu beserta
para aktor tampan jaksa jaksanya yang terlibat skandal brutal permainan romantis ini ???
Mengapa pemberhentian Mensesneg dan Jaksa Agung terdahulu
hanya sebuah idikasi desakan dari elemen yang tak berempati bisa menjadi alat justifikasi ??
Mengapa bukti nyata yang berdering dering menjadi ringtone kaum jelata dan musik pengantar tidur elemen yang suka menekan pucuk pimpinan negeri ini tak menekan pula untuk memberhentikan dan mengiring yang terlibat di gedung yang katanya bundar itu untuk diberhentikan dan menggiringnya ke pulau terdamai dan eksotik yang kita punya nusakambangan ?
oh negeriku…..
Capry ~ Makassar
ku tak tahu
mau berkata apa lagi
*ditepi pematang sawah nan kering
ditemani gepul asap lintingan rokok daun nipah
sambil meneguk kopi tanpa gula*
Salaaammm
JEBEE
INDONESIA
Assalamu Alaikum Wr. Wb.
Pada tanggal 14 Juni 2008 yang lalu, telah terlaksana silaturrahim para ulama se-Sumatera Utara di Hotel Garuda Plaza Medan. Ruangan yang tergolong besar tersebut, serasa tak kuasa menampung peserta silaturrahim yang berjumlah lebih dari 800 orang.
Dalam ceramahnya, Prof. YIM menyoroti Syariat Islam dari mulai aspek Kesejarahan maupun aspek penepannya dalam kehidupan bermasyarakat bernegara dan berbangsa dalam kerangka NKRI.
Dalam Penyampaiannya yang cukup mudah difahami membuat para peserta tetap bertahan hingga akhir acara.
berikut ini adalah penggalan paparan beliau :
……………………. Apa yang dimaksud dengan Syariat Islam yang diperjuangkan oleh Partai Bulan Bintang ini, supaya pemahaman kita itu sama, jangan tafsirannya lain-lain nanti.
Kalau kita membaca karya-karya Ibnu Taimiyah, maka seluruh ajaran-ajaran islam itu adalah syariah, tetapi dalam konteks yang kita perjuangkan ini tentu kita tidak dapat menerapkan penafsiran yang luas itu.
Syariah yang kita maksudkan adalah ayat-ayat Ahqam didalam Al Qur’an maupun Hadist-hadist Ahqam didalam kitab-kitab hadist sejauh dia mengandungnorma-norma hokum. Lebih dari 6600 ayat dalam Al Qur’an itu, tapi tidak semua ayat Al Qur’an itu bicara hokum.
Kalau kita membaca surat yang pendek-pendek, membaca surat Qulhu, mnembaca surat Al Ashri, ayat itu sangat penting, berisikan pondasi Tauhid, berisikan tentang pesan moral yang universal dari pada sikap hidup orang islam dalam surat Al Ashri, tapi baik kedua surat itu tidak mengandung norma Hukum, karena itu dia tak terkategorikan sebagai ayat-ayat Ahqam. Ada ribuan Hadist, tapi tidak semua hadist mengandung norma hukum..
Norma hukum artinya suatu rumusan atau konsepsi yang disatu fihak berisi suruhan, dilain fihak berisi larangan. Norma seperti itu bisa dikategorikan sebagai norma moral, tapi kalau dia diformulasikan kedalam hukum yang berlaku dan ada alat-alat negara yang memaksakan supaya hukum itu ditaati kalau dilanggar, maka norma itu dinamakan norma hukum. ……………… dst
Ayat-ayat Ahqam dalam Al Our’an ada 228 ayat yang berisikan norma-norma hukum, baik mengenai individu, keluarga termasuk jenayat.
Bagi Saudaraku yang berminat mendownload Rekaman Paparan beliau silahkan kunjungi http://nurarifah.blogspot.com/
Saya berterima kasih atas upaya ini. Dengan demikian, ceramah saya mengenai syari’at Islam di Medan itu, akan dapat diikuti oleh lebih banyak kalangan. Saya berusaha membukanya, namun belum berhasil, mungkin harus menggunakan program khusus untuk membuka file tsb di internet. Salam hormat saya (YIM)
SKB Ahmadiyah akan efektif apabila:
1. Ahmadiyah umumkan bahwa Mirza Ghulam Ahmad bukan Nabi, bukan Rosul, bukan Imam Mahdi dan bukan Al-Masih Al-Mauud.
2. Memutuskan total hubungannya dengan kholifahnya di London
3. Menarik sendiri seluruh buku-buku yang memuat ajaran Ahmadiyah.
4. Tidak mengajarkan ajaran Ahmadiyah di Sekolah-sekolah, majlis taklim inernal atau eksternal
5. Berbaur secara sosial & keagamaan, jumatan bareng, idul fitri bareng, idul adha bareng, sholat berjamaah dengan ummat Islam seperti biasanya orang-orang Islam.
Bagus juga kalau ada kesadaran sendiri pada organisasi Jemaat Ahamdiyah Indonesia untuk melakukan hal-hal seperti Anda kemukakan di atas, walau SKB menurut hemat saya hanya ditujukan kepada pribadi-pribadi anggota JAI. Pelarangan kegiatan yang dilakukan oleh sebuah organiasi yang memenuhi kreteria sebagaimana diatur dalam UU Nomor 1/PNPS/1965, pada hemat saya, hanya dapat dilakukan oleh Presiden, bukan tiga pejabat yang berwenang menerbitkan SKB.
Saya baru saja membaca seluruh komentar Anda, dan juga komentar dari teman-teman yang lain, karena selama seminggu ini saya pergi ke Philipina, setelah mengadakan kegiatan ceramah, kuliah, khutbah dan konsolidasi kegiatan PBB di Sumatra Utara. Saya pergi ke kampung di Provinsi Quezon yang letaknya sekitar 400 km dari Manila, dan tidak ada jaringan internet di sana. Walaupun panjang, komentar Anda cukup memberikan masukan kepada saya. Untuk itu, saya mengucapkan terima kasih. (YIM)
@92
siiiiiiiiip.
[…] Comment on SEKALI LAGI SKB TENTANG AHMADIYAH by Hj. Nur Arifah… Pada tanggal 14 Juni 2008 yang lalu, telah terlaksana silaturrahim para ulama se-Sumatera Utara di Hotel Garuda Plaza Medan. […]
@Iwan Asnawi
hehe baca baca mas….?
samma…
as usually you’ve one or more correctness to the topic..
affter all — i like your style BROER..
cheers !!
===========================
@Jebee
i like your quotes ones —
“entah sampai kapan aku harus berhenti bersemedi
menyaksikan komedi negeri yang katanya mutu manikam ini
Begitu Indah, Lugas, Jelas dan Syahdu nyanyian dering telepon para jaksa penjaga roh bangsa dengan rakyatnya”
=====
sampai kapan ? — secara tersirat maupun tersurat — secara semedi atopun tidak — emang tidak ada jawaban yang utuh — its must go on..
jawaban paling baik yang saya temukan mungkin —
“kesadaran” — anda , saya dan semua yg ada disini
dalam menghadapi fenomena layaknya mister MIRIP BOHLAM AMAT ini (gulam ahmad:red) — hemat kami hanya kesadaranlah ‘tools’ kita manusia yang mampu “melihat” jelas apa dan bagaimananya.. *sambil menanggung derita jiwa/batin*
BTW,
Kalo mengutip bahasanya Mas Eka Budianta (kenal ga seh..? sastrawan itu loh..)
… tidak banyak cara untuk menghindar dari masalah ini …
“PINDAH KEWARGANEGARAAN AJAH… alias .. MINGGAT KE LUAR NEGERI ..(yup kl kita –anda dan saya– yg sumpek dgn masalah secara kebanyakan yg tidak slese slesei….)
yang hampir sama nuansa nya ketika ROMI SATRIO WAHONO nulis artikel yg mengomentari ttg PNS sembari mengingat temenya I MADE WIRYANA yang lebih luwes dalam bersikap (bold;”nuansa”)
bagaimana OKE..KAH ?
=========================
@achnoor
sampeyan ini … keras pala juga yahh.. (no efense) :-)
BTW,..
minta alamat blog nya dong Ommm…
kayaknya dokumentasi anda ttg mister GHULAM ini lengkap ya..?
saya mao koleksi buat perpus saya ..
sy pengelola perpus om.. lagi nyari nyari dok tentang AMEDIYAH ini
ato ada cara lain ..?
========
*disudut mlototin recent comments*
salam tuntas,
Capry ~ Makassar
@91
“Saya berterima kasih atas upaya ini. Dengan demikian, ceramah saya mengenai syari’at Islam di Medan itu, akan dapat diikuti oleh lebih banyak kalangan. Saya berusaha membukanya, namun belum berhasil, mungkin harus menggunakan program khusus untuk membuka file tsb di internet. Salam hormat saya (YIM)”
Ass. wr. wb. Prof.
Mohon maaf Prof., Format sebelumnya adalah 3gp (untuk Handphone) now Available format mp3 di blog : http://nurarifah.blogspot.com
Wassalam
Negara kita bukan Republik Islam Indonesia, kenapa mesti meributkan masalah beragama dan selalu atas nama Islam atau Mayoritas Islam,
Apa arti dan tujuan beragama ?
Apakah Agama mengajarkan untuk memusuhi ?
Apakah mengajarkan kekerasan ?
Kita seharusnya sadar dan malu sebagai Umat Islam, kenapa ?
FPI yg atas nama Islam dengan merusak, menganiaya, memukul apa itu dibenarkan? kenaqpa tidak pernah ditindak sesuai hukum? dan tidak pernah ada yg protes masalah ini, apa karena atas nama Islam.
sekarang Ahmadiyah yg tidak membuat keributan, tapi ditindak oleh sekelompok orang yg atas nama Islam dan provokasi masyarakat dengan menghujat Ahmadiyah sebagai Kafir.
Menurut pandangan saya, bahkan Internasional akan menilai bahwa ajaran Agama Islam sangat berbahaya dan juga Brutal.
Didalam ajarannya tidak ada kasih sayang, saling memcintai, menasehati dan membawa ke jalan yg benar.
yang ada dalam ajarannya adalah membalas setiap tindakan yg merugikan kita bahkan kalo bisa bunuh saja orang itu dan tidak pandang bulu (Bapak atau Anak).
Sudah jelas bahwa negara kita namanya adalah Republik Indonesia dan bukan Republik Islam Indonesia. Namun keberadaan UU Nomor 1/PNPNS/1965 itu adalah di negara Republik Indonesia ini dan bukan di negara Republik Islam Indonesia yang tidak ada itu. UU itupun tidak spesifik berkaitan dengan agama Islam, namun bersifat umum yang ditujukan kepada setiap kegiatan penodaan ajaran agama yang ada di Republik Indonesia ini. Andaikata Ahmadiyah itu adalah agama sendiri, dan seorang pemeluk Islam atau pemeluk agama lainnya menodai agama Ahmadiyah itu, maka Pemerintah juga wajib menindak orang itu. Masalahnya kegiatan Ahmadiyah itu dianggap menodai Islam, maka reaksi datang dari pemeluk agama Islam. Andaikata ada kegiatan yang serupa yang menodai agama Buddha misalnya, maka wajar saja jika reaksi datang dari pemeluk agama Buddha.
Sepanjang pemahaman saya, kalau agama itu dikaitkan dengan Islam, maka arti dan tujuan beragama itu secara umum adalah untuk membimbing umat manusia ke arah keselamatan dan kedamaian lahir batin, baik di dunia ini maupun di akhirat nanti. Islam tidak mengajarkan permusuhan dan kekerasan. Bahwa ada diantara umatnya yang melakukan hal-hal seperti itu, fenomena serupa juga terdapat pada pemeluk-pemeluk agama lainnya, tidak spesifik Islam.
Mengenai FPI, saya kira anda harus mengikuti pemberitaan dengan cermat. Langkah hukum telah diambil oleh aparat kepolisian, termasuk penahanan Pak Habib Riziek dan Sdr. Munarman, terlepas kita setuju atau tidak setuju dengan penahanan itu. Anda katakan tidak ada protes terhadap FPI tidak benar juga. Ada yang pro dan ada yang kontra, bahkan ada yang mendesak agar FPI dibubarkan, walau tentu ada pula yang membelanya. Ahamdiyah secara fisik mungkin tidak membuat “keributan” seperti anda katakan. Namun harus dipahami bahwa keributan bukanlah soal fisik semata. Penyebaran ajaran Ahmadiyah itu sendiri telah menimbulkan “keributan” bagi umat Islam.
Bahwa “ienternasional” seperti anda katakan “akan menilai bahwa ajaran agama Islam sangat berbahaya dan juga Brutal”, maka kewajiban kita semualah sebagai umat Islam –mudah-mudahan termasuk anda juga — untuk menjelaskan hal ini secara obyektif dengan hati terbuka.
Demikian tanggapan saya (YIM)
Assalamu’alaikum
Pa Yusril saya akan acungkan jempol, jika bapak punya pendapat seperti ini ketika Bapak menjabat Menteri Hukum atau ketika Mensesneg, tapi saya sayangkan kenapa baru sekarang Bapak Yusril berkomentar secerdas ini.
Sekali lagi saya mohon maaf atas pendapat saya ini.
Wassalam
Tidak juga. Sewaktu saya Menkeh HAM maupun Mensesneg, pendapat saya tentang hampir semua hal, selalu mengedepankan sisi akademis daripada sisi politis. (YIM)
Lebih baik Ahmadiyah dibiarkan aja melanggar SKB 3 Menteri itu, biar cukup delik bagi Presiden membubarkan Ahmadiyah. Cuma sayang dlm SKB itu tidak ada tenggat waktu, ini tergantung ummat Islam, mau cepat gak Ahmadiyah bubar. Juga terantung Presiden, punya kepekaan gak ?. Kasus Ahmadiyah sebenarnya mirip2 Lia Eden dan Mushaddeq
Jelas sekali bahwa ahmadiyah tlah membuat penodaan terhadap agama islam melalui ajaran yang di yakininya seperti halnya masalah Mushaddeq dan Lia Eden yang keduanya telah diselesaikan secara hukum bahkan Lia Eden telah bebas dr hukumannya. Lalu bagaimana dengan ahmadiyah di mata hukum? padahal sudah jelas itu penodaan agama, kok malah masalahnya semakin rumit dan terjadi pro dan kontra padahal sudah jelas dan mutlak. Malah ada SKB segala? saya tidak mengerti kenapa ada SKB segala, apa tidak cukup bukti ahmadiyah untuk di meja hijaukan? seperti mushadeq dan Lia eden?