|

PENJELASAN TENTANG SISMINBAKUM

Bismillah ar-Rahman ar-Rahim,

Kejaksaan Agung meminta saya untuk menjadi saksi dan memberikan keterangan dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pemungutan biaya akses fee dan biaya PNBP pada Sistem Administrasi Badan Hukum (SISMINBAKUM) Direkorat Jendral Adiministrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan HAM atas nama tersangka Zulkarnain Yunus, Samsudin Manan Sinaga dan Romli Atmasasmita. Sebagai warganegara saya tentu akan memenuhi permintaan itu, dan Insya Allah, akan hadir pada hari Selasa 18 November besok.

Saya merasa sedih dan prihatin atas ditahannya ketiga pejabat dan mantan pejabat di Departemen Hukum dan HAM tersebut. Sisminbakum sebenarnya diciptakan dengan niat yang baik dan tujuan yang mulia untuk mengatasi kelambatan pelayanan birokrasi yang berdampak luas ke bidang ekonomi, dan sekaligus sebagai upaya untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari segala bentuk penyelewengan. Ketika saya masuk ke Departemen Hukum dan Perundang-Undangan – yang kemudian berubah menjadi Departemen Kehakiman dan HAM dan kemudian berubah lagi menjadi Departemen Hukum dan HAM sekarang ini – pada akhir tahun 1999, Pemerintah kita sedang berupaya keras memulihkan perekonomian nasional yang hancur akibat krisis moneter tahun 1997. Salah satu upaya pemulihan itu ialah jika iklim berusaha dibangun kembali, perusahaan-perusahaan swasta yang baru harus berdiri, yang ingin merger silahkan merger, termasuk yang ingin melakukan perubahan akta pendirian perusahaan karena perubahan pemegang saham dan susunan pengurusnya.
Kritik keras yang ditujukan kepada Departemen Kehakiman dan HAM ketika itu – termasuk kritik dari IMF dan Bank Dunia — ialah lambatnya departemen ini melayani proses pengesahan perseroan menjadi badan hukum. Di Singapura, Malaysia dan Hong Kong, proses itu hanya berlangsung satu sampai tiga hari. Kita memerlukan waktu berbulan-bulan bahkan lebih satu tahun baru disahkan. Padahal tanpa pengesahan, perusahaan belumlah menjadi badan hukum, sehingga tidak dapat melakukan ikatan dan transaksi sebagaimana layaknya sebuah perusahaan yang berbadan hukum. Saya menyaksikan sendiri ada belasan ribu permohonan yang tertunda, karena pengerjaannya dilakukan secara manual. Untuk mencek nama perusahaan baru yang akan didirikan saja, notaris dari seluruh Indonesia harus datang ke Departemen Kehakiman. Petugas harus membuka buku-buku tebal arsip nama perusahaan sejak zaman Hindia Belanda sampai sekarang ini. Keadaan seperti ini menimbulkan ekonomi biaya tinggi, waktu yang panjang, bertele-tele dan membuka peluang terjadinya berbagai praktek percaloan dan pungutan liar. Dalam beberapa kali sidang kabinet, Presiden Abdurrahman Wahid ketika itu, menyampaikan perintah agar Departemen Kehakiman segera membenahi sistem pelayanan pengesahan perseroan itu. Kalau tidak ada anggaran, dapat mengundang pihak swasta dan koperasi, kata Presiden.

Upaya untuk membenahi sistem pelayanan itu saya dengar sudah ada sejak Prof. Muladi menjadi Menteri Kehakiman. Keinginan untuk membangun pelayanan secara elektronis telah dimulai engan berbagai pengkajian, namun belum sempat diputuskan dan dilaksanakan. Di era saya, upaya ini diteruskan sampai akhirnya diputuskan untuk membangun Sistem Administrasi Badan Hukum atau Sisminbakum itu. Keputusan itu dituangkan dalam Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan pada tanggal 4 Oktober 2000. Pelayanan manual dapat diteruskan sebagaimana biasanya, namun kita perlu membangun jaringan teknologi informasi, sehingga proses pengesahan badan hukum itu dapat dilakukan secara elektronis, sehingga sampai ke Direktorat Jendral AHU Departemen Kehakiman dan HAM secara lebih cepat dan sistematis. Sesuai arahan Presiden, kami berusaha untuk mengundang pihak swasta untuk menanam modal membangun jaringan itu. Sementara Koperasi Pengayoman Departemen Kehakiman dan HAM tidak memiliki modal yang cukup, di samping tidak mempunyai tenaga ahli membangunan dan mengoperasikan jaringan itu.

Dalam suasana krisis ekonomi di masa itu, tidak mudah mencari pihak swasta yang mau menanamkan modal di bidang IT. Perusahaan-perusahaan bahkan dijual dengan harga diskon oleh BPPN. Inilah kenyataan yang kita hadapi pada tahun 2000 itu.Hanya ada dua perusahaan yang berminat menanamkan modal dan setelah dilakukan penilaian, maka diputuskan agar koperasi bekerjasama dengan PT SRD untuk membangun jaringan itu. Keputusan menunjuk Koperasi agar bekerjasama dengan PT SRD itu saya tanda-tangani sebaga Menteri Hukum dan Perundang-Undangan selaku Pembina Koperasi, berdasarkan pembahasan dan usulan dari Direktorat Jendral AHU dan Koperasi. Seorang akuntan publik juga dimintai pendapat dan penilaian atas proposal kerjasama itu. Tidak ada proses tender di sini, karena tender berlaku apabila kita menggunakan dana APBN. Dalam proyek ini, justru pihak swasta yang diundang untuk menanamkan modalnya.

Satu hal yang memerlukan pengkajian yang lebih mendalam untuk melaksanakan proyek ini ialah, bagaimanakah caranya kita membayar pihak swasta yang membangun dan mengoperasikan jaringan IT ini. Pada waktu itu belum ada ketentuan yang mengatur kerjasama antara pemerintah dengan swasta dalam membangun jaringan IT. Kepada siapakahbiaya penggunaan jaringan itu akan dibebankan, termasuk pula pertanyaan, apakah biaya itu harus dianggap sebagai penerimaan negara bukan pajak PNBP sesuai Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997. Pejabat Direktorat Jendral AHU saya minta untuk berkonsultasi dengan Departemen Keuangan untuk mengklarifikasi masalah ini. Pada akhirnya didapat kesimpulan bahwa biaya akses menggunakan jaringan IT itu bukanlah obyek yang harus dikenakan PNBP.

Jaringan itu adalah ibarat jalan untuk menuju Departemen Kehakiman dan HAM, sementara seluruh proses pengerjaan pengesahan perseroan, mulai dari pengecekan nama seluruhnya dilakukan oleh Departemen Kehakiman dan HAM. Bagi pelanggan, yakni para notaris yang mau menggunakan jaringan IT itu, mereka membayarnya kepada pihak swasta dan koperasi yang membangun dan mengoperasikan jaringan itu. Para notaris itu adalah pejabat negara yang diangkat dan diberhentikan oleh Departemen Kehakiman, namun mereka tidak digaji oleh negara. Biaya penggunaan jaringan IT itu dipungut oleh notaris dari klien mereka – yakni para pengusaha yang ingin membentuk perseroan– yang ingin menggunakan Sisminbakum untuk mempercepat proses pengecekan nama perusahaan dan mengesahkannya. Uang itu kemudian dibayarkan langsung kepada koperasi dan PT SRD. Jika klien atau notarisnya tidak mau, mereka dapat mengurus pengesahan itu secara manual, tanpa harus membayar penggunaan jaringan IT kepada koperasi dan PT SRD. Namun, baik melalui jaringan IT ataupun manual, mereka tetap harus membayar biaya pelayanan pengesahan yang disetor sebagai PNBP. Begitu pula biaya mencetak berita negara untuk mengumumkan pengesahan perusahaan itu, dibayarkan kepada PT Percetakan Negara.

Pasal 2 UU Nomor 20 Tahun 1997, yang menegaskan bahwa pengenaan BNBP dilakukan antara lain terhadap hasil dari pengelolaan sumberdaya alam, hasil pengelolaan keuangan negara, hasil pengelolaan keuangan negara yang dipisahkan, termasuk pula pendapatan yang dikenakan karena negara memberikan pelayanan kepada masyarakat. Kami berpendapat bahwa menggunakan jalur IT dalam proses pengesahan sebuah perseroan, adalah suatu kemudahan menuju kepada pelayanan yang diberikan Pemerintah, namun bukan pelayanan itu sendiri. Karena kemudahan itu dibangun dan dioperasikan oleh koperasi dan swasta, maka pembayaran dilakukan kepada mereka. Kalau tidak mau menggunakannya, dan mereka ingin menggunakan cara manual, para notaris tidak perlu membayar. Sama halnya dengan mencetak berita negara, diserahkan kepada PT Percetakan Negara, yang juga dibayarkan langsung kepada mereka, dan bukan sebagai PNBP. Dalam hal percetakan negara, malah tidak ada alternatif, sepanjang yang saya ketahui Departemen Kehakiman dan HAM selalu menyerahkan kepada PT Percetakan Negara untuk mencetak semua berita negara yang berisi pengumuman Pemerintah. Demikian pula pencetakan setiap lembaran negara yang berisi semua peraturan perundang-undangan.

Setelah proses pembangunan jaringan IT tersebut selesai, saya melaporkan kepada Presiden Abdurrahman Wahid. Beliau menyambut gembira selesainya proyek itu dan kemudian meminta Wakil Presiden Megawati untuk meresmikan beroperasinya Sisminbakum. Sejak itu, para notaris dari seluruh tanah air yang telah dilatih menggunakan sistem ini – yang biaya pelatihannya dibebankan kepada koperasi dan swasta — dan diberi pasword untuk mengakses data nama perusahaan dan mengajukan permohonan pengesahan dapat melakukannya dengan kecepatan yang luar biasa. Notaris dari daerah tidak perlu mondar-mandir ke Departemen Kehakiman di Jakarta untuk mencek nama perusahaan dan mengesahkannya, kalau mereka mau menggunakan jalur IT ini. Untuk mencek nama perusahaan, notaris dapat mencarinya langsung di bank data, setelah semua nama perusahaan yang ada di install ke dalam data base, hanya dalam hitungan menit. Begitu pula proses pengesahan dilakukan secara online. Proses pengesahan perseroan yang dulunya memakan waktu berbulan-bulan, bahkan lebih setahun, telah dapat dilayani hanya dalam waktu tiga hari. Para pengusaha yang mendirikan perusahaan merasa senang karena pelayanan yang begitu cepat dan biaya yang dikeluarkan lebih murah dibandingkan menggunakan cara manual. Saya mendengar pada tahun 2008 ini, Sisminbakum mendapat penghargaan ISO 9006 sebagai bentuk pelayanan yang baik bagi masyarakat. Dampak dari proses yang begitu cepat dalam pengesahan perseroan ini ke bidang ekonomi, terutama penyerapan tenaga kerja dan pajak, memang belum pernah dihitung. Namun dampak itu secara kualitatif tentu cukup besar.

Saya diberhentikan menjadi Menteri Kehakiman dan HAMdi bawah Presiden Abdurrahman Wahid tidak lama setelah Sisminbakum beroperasi. Saya digantikan oleh Baharuddin Lopa, Marsillam Simanjuntak dan Maffud MD. Saya menjadi Menteri Kehakiman dan HAM lagi di bawah Prsiden Megawati pada bulan Agustus 2001 sampai dengan Oktober 2004. Sejak itu Menteri Kehakiman dan HAM yang telah berubah menjadi Menteri Hukum dan HAM dijabat oleh Hamid Awaludin dan Andi Mattalata. Saya menyadari bahwa pada tahun 2003, BPKP melayangkan surat kepada Menteri Kehakiman dan HAM yang menyarankan agar biaya akses Sisminbakum dimasukkan ke dalam PNBP dan dikategorikan sebagai pelayanan kepada masyarakat. Saya meminta kepada Dirjen AHU Zulkarnain Yunus pada waktu itu, untuk menanggapi saran BPKP itu dan membahasnya bersama dengan Departemen Keuangan. Semua pihak menyadari bahwa kalau biaya akses itu harus dimasukkan ke dalam PNBP maka negara harus menyediakan dana APBN untuk membangun sistem itu, atau mengambil alih investasi swasta untuk dijadikan sebagai usaha yang dilakukan oleh negara. Jika proses ini selesai maka Presiden, berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 20 Tahun 1997 mengeluarkan Peraturan Pemerintah yang menetapkan biaya akses Sisminbakum itu dijadikan obyek PNBP. Langkah menyelesaikan masalah ini telah ditempuh oleh Menteri Kehakiman Hamid Awaluddin dan Andi Mattalata. Setelah membahas bersama-sama dengan Departemen Keuangan, mereka sepakat untuk menjadikan jaringan IT Sisminbakum itu sebagai Badan Layanan Umum (BLU) di bawah Departemen Hukum dan HAM, setelah perjanjian kerjasama antara Koperasi Pengayoman dengan PT SRD berakhir tahun 2010 nanti, dan PT SRD sesuai perjanjian BOT akan menyerahkan seluruh aset Sisminbakum kepada Koperasi Pengayoman.

Ketika proses penyelesaian Sisminbakum ini tengah berlangsung, saya membaca pemberitaan media bahwa beberapa pejabat Dirjen AHU Departemen Hukum dan HAM diperiksa Kejaksaan Agung dengan dugaan melakukan korupsi biaya akses Sisminbakum, yang seharusnya menurut kejaksaan harus disetorkan ke kas negara. Saya ingin menegaskan bahwa dikalangan internal Pemerintah sendiri terdapat silang pendapat mengenai biaya akses Sisminbakum itu apakah obyek PNBP atau bukan. Saya berpendirian bahwa biaya akses itu adalah cost yang harus dibayar oleh pelanggan, dalam hal ini notaris, karena mereka menggunakan jalur IT yang dibangun oleh swasta dan koperasi. Sama halnya jika pengguna jalan ingin menggunakan jalan tol, mereka membayar biaya tol kepada perusahaan swasta yang membangun dan mengoperasikan jalan tol itu. Di antara perbedaan pendapat mengenai PNBP itu, baiklah kita kembalikan kepada undang-undang PNBP itu sendiri.

Sesuatu dijadikan obyek PNBP atau tidak, haruslah didasarkan kepada undang-undang atau Peraturan Pemerintah, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP. Silang pendapat antara Departemen Kehakiman dan HAM dengan BPKP bisa saja terjadi, namun akhirnya Presidenlah yang berwenang memutuskan dan menandatangani Peraturan Pemerintah itu, apakah sesuatu itu menjadi obyek PNBP atau bukan. Kalau Presiden memutuskan hal itu PNBP, maka PNBPLah dia. Kalau Presiden tidak memutuskannya, maka biaya itu bukan PNBP.

Sejak Sisminbakum diberlakukan pada tahun 2001 telah dua kali diterbitkan PP mengenai PNBP di Departemen Kehakiman dan HAM, yakni PP Nomor 75 Tahun 2005, dan PP Nomor 19 Tahun 2007 yang ditanda-tangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 15 Pebruari 2007. Dalam kedua PP ini disebutkan biaya pengesahan perseroan sebesar Rp. 200 ribu per pengesahan, sementara biaya akses Sisminbakum tidak dicantumkan sebagai PNBP. Sementara Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam suratnya kepada Menteri Hukum dan HAMtanggal 8 Januari 2007 mengatakan antara lain bahwa biaya Sisminbakum belum ditetapkan sebagai PNBP dalam Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2005. Untuk itu, katanya, tarif PNBPnya “perlu segera diusulkan untuk ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah”. Kalaupun diusulkan, maka keputusan akhir menyatakan biaya itu PNBP atau bukan adalah ditangan Presiden.Namun PP Nomor 19 Tahun 2007 yang ditandangani Presiden tanggal 15 Pebruari 2007 itu ternyata tidak memasukkan biaya akses Sisminbakum sebagai PNBP.

Kalau ingin dijadikan sebagai PNBP, seperti telah saya katakan, perusahaan milik swasta yang bekerjasama dengan koperasi itu diambil alih saja oleh Pemerintah, kemudian diterbitkan PP baru yang menetapkan biaya akses Sisminbakum sebagai PNBP. Atau, menempuh solusi yang diajukan Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalata, yakni membentuk Badan Layanan Umum (BLU) dibawah Departemen Hukum dan HAM untuk mengambil alih jaringan IT Sisminbakum yang dibangun dan dioperasikan oleh koperasi dan swasta setelah perjanjian BOT mereka berakhir tahun 2010 nanti. Dengan demikian, persoalan ini dapat diselesaikan menurut mekanisme UU PNBP itu sendiri, bukan melihatnya sebagai masalah pidana. Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan tahun 2000 tentang pemberlakuan Sisminbakum adalah tindakan jabatan yang berisi kebijakan untuk mengatasi kelambatan dan kekecewaan masyarakat atas pelayanan pengesahan perseroan dan sekaligus memangkas ekonomi biaya tinggi. Sebagai kebijakan, tindakan itu bukanlah tindakan pribadi, karena kebijakan itu terus berlanjut sampai sekarang, sementara telah enam kali Menteri Kehakiman dan HAM berganti sampai Menteri Andi Mattalata sekarang ini. Jika di kemudian hari, kebijakan itu dinilai keliru, maka pejabat penerusnya dapat memperbaiki kebijakan itu. Masalah ini, sekali lagi, haruslah dilihat dalam konteks hukum administrasi negara, bukan melihatnya dari sudut hukum pidana.

Terakhir saya ingin menegaskan adanya anggapan bahwa biaya akses Sisminbakum itu bertentangan dengan Pasal 17 ayat (2) Keppres Nomor42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran dan Pendapatan dan Belanja Negara.Pasal tersebut menyatakan “Departemen/lembaga tidak diperkenankan mengadakan pungutan dan atau tambahan pungutan yang tidak tercantum dalam undang-undang atau peraturan pemerintah”. Kalau Kepres ini dijadikan sebagai dasar, maka Kepres itu sendiri tidak berlaku surut karena Sisminbakum telah diberlakukan sejak tahun 2001. Asas nullum dilectum dalam KUHP menegaskan bahwa hukum pidana tidak dapat diberlakukan surut. Di samping itu, Departemen Kehakiman dan HAM tidaklah memungut biaya akses Sisminbakum. Para pendiri perusahaan dan notaris yang ingin menggunakan jalur IT dalam mencek nama perusahaan dan memproses pengesahannya, membayar biaya akses langsung kepada koperasi dan perusahaan swasta yang membangun dan mengoperasikan jalur IT itu. Kalau mereka tidak mau menggunakan jaringan IT itu, seperti telah saya katakan, mereka tidak perlu membayar. Apa yang dipungut oleh Departemen Kehakiman dan HAM ialah biaya pengesahan yang sudah ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah sebagai PNBP.

Demikian penjelasan saya, mudah-mudahan penjelasan ini dapat menjernihkan berbagai persoalan terkait dengan Sisminbakum yang akhir-akhir ini menjadi pemberitaan di berbagai media massa.

Jakarta, 16 November 2008

Yusril Ihza Mahendra

Cetak artikel Cetak artikel

Short URL: https://yusril.ihzamahendra.com/?p=291

Posted by on Nov 17 2008. Filed under Hukum. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response or trackback to this entry

474 Comments for “PENJELASAN TENTANG SISMINBAKUM”

  1. Media Wahyudi Askar

    Maju terus Bung YIM, bapak sudah memutuskan, hadapi setiap risiko, selamatkan bangsa, biar mereka tau. waktu akan menentukan siapa yang terbaik……oh ya kapan bung YIM muncul di TV sebagai capres

  2. Media Wahyudi Askar

    semangat Bung YIM, bapak sudah memutuskan, hadapi setiap risiko, selamatkan bangsa, biar mereka tau. waktu akan menentukan siapa yang terbaik……oh ya kapan bung YIM muncul di TV sebagai capres

  3. Menurut saya sisminbakum merupakan terobosan dalam mengatasi masalah birokrasi, sebenarnya kalau mau masa bodoh terhadap permasalahan yang dihadapi tentu siminbakum akan dilaksanakan sesuai dengan prosedur birokrasi yang ada.Kalau tidak ada anggaran tunggu sampai anggarannya turun, kalau mau tender tunggu anggarannya cair dan seterusnya.Soal memakan waktu lama tidak menjadi soal, yang penting aman.Inilah fenomena yang terjadi dalam proyek yang dibiayai oleh APBN.Patur diketahui bahwa melalui tender pun tidak menjamin pelaksanaan proyek tersebut akan bersih dari korupsi KKN.Untuk sekadar ilustrasi apabila ada suatu proyek pemerintah yang dibiayai oleh APBN , maka yang pertama harus ditenderkan adalah KONSULTAN yang menangani proyek tersebut, setelah konsultan ditunjuk baru didilaksanakan tender KONTRAKTOR nya.Naluri seorang pengusaha tentuk akan mendekati konsultan dan pimpinan proyek.Karena jangan heran hampir semua proyek APBN mengalami keterlambatan dan juga tidak bebas korupsi.Penunjukkan langsung memang terkesan akan memberi peluang bagi terjadinya bermacam macam penyimpangan.
    Kembali kembali kepada sisminbakum, ia adalah suatu proyek untuk memperlancar jalannya dunia usaha dengan mempercepat perizinan apalagi kondisi pada saat itu.Sisminbakum manfaatnya jelas dirasakan oleh fihak yang berkepentingan.
    Selain kasus SIMINBAKUM pada saat ini menunjukkan cara kerja birokrasi yang mencari aman tanpa mau bertindak.Kalau dalam awal pelaksanaanya sudah timbul polemik atau belum ada keputusan mengenai apakah biaya yang dipungut itu pendapatan negara atau bukan mengapa tidak segera diputuskan bahwa pelaksaannya untuk sementara dibekukan atau hasil yang diperoleh ditampung dalam rekening sementara.
    Sampai saat ini SISMINBAKUM berjalan sebagai mana adanya sedangkan kasusnya telah melebar kemana mana.Untuk penyelesaiannya perlu analisa yang jernih ,jangan seperti analis penonton sepakbola yang hanya menyalahkan saja.

  4. ass.wr.wb.saya rasa kebijakan ini sudah tepat karena sudah mempermudah akses urusan birokrasi menjadi cepat,pihak pengguna sistem ini tentu berani dan suka dengan cara kerja ini walaupun biayanya mahal akan tetaoi tidak harus menunggu kepastian sampai berbulan-bulan,negara ini perlu banyak manusia yang punya wawasan dan pemikiran yang mengerti terhadap apa yang kurang dan mengapa negara ini lambat majunya untuk menjadi bangsa yang besar,sebenarnya kalau kebijakan yang ditempuh pejabat untuk kemajuan negara harus didukung tanpa emang tidak ada embel-embel untuk memperkaya diri,kelompok dan departemennya.saya rasa rasa pemikiran pak yusril bagus karena saya pernah bertemu sekali di pontianak belanja ditoko saya,pandangan saya beliau merupakan pejabat yang masih memiliki hati nurani dari sikap dan perbuatannya selain emang mempunyai ilmu dan pemikiran yang pintar,kasus ini saya lihat banyak nuansa politiknya untuk membunuh karakter seseorang yang menjadi pesaing dalam pemilu mendatang,contoh begini yang sebenarnya merusak bangsa untuk menjadi besar menghalalkan segala cara dengan politik yang asal menang tapi melupakan arti dan niat apa yang sebenarnya dicari mereka dengan terjun ke politik yang katanya ingin membangun bangsa dan membantu seluruh rakyat agar menjadi makmur,harapan saya dan mungkin seluruh rakyat indonesia silakan untuk para tokoh negara membangun negeri ini jika emang sudah diamanahkan oleh Allah swt,tapi jangan melupakan hati nurani dengan menghalalkan segala cara demi kepentingan individu,kelompok,atau partainya,berpihaklah pada rakyat banyak dengan kebijakannya walaupun itu akan mendapat tekanan dari pihak-pihak tertentu,berani melakukan perubahan untuk kemakmuran,semua itu akan menjadi berkah dunia dan akhirat dan rakyat indonesia sudah pintar,kami tau akan baik dan benar apa yang diperbuat pemimpin kami.
    penambahan sedikit,silakan pak yusril maju menjadi capres,amerika sudah melakukan perubahan dengan memilih pemimpin dari kulit hitam,indonesia juga harus membuang mitos kuno dengan memilih pemimpin dari luar jawa,mungkin dengan begitu negara kita bisa menjadi besar,independen dan benar-benar menjadi negara merdeka tanpa harus tunduk dengan kemauan pihak-pihak asing.berjayalah indonesia dengan pemimpin baru yang mempunyai ahlak dan pemikiran yang brilian.amin.

  5. semoga pernyataan abang ini dapat dibaca oleh orang yang tidak tahu permasalahannya, saya yakin dari awal abang tidak bersalah, apalagi abang menulis di blog ini, maju terus bang…. kami selalu mendoakan agar abang tegar menghadapi cobaan demi cobaan ini. orang pertai bulan bintang tidak ada kata takut… maju terus.

  6. Assalamualaikum Wr. Wbr.

    Maju teru Bang YIM kami siap membantu
    Wassalam

  7. Assalamualaikum Wr. Wbr.

    Saya sangat setuju dan mendukung kalau Bapak mencalonkan kembali menjadi Presiden RI. Kami siap membantu Bapak di daerah untuk mensukseskannya.

  8. Asslamu’alaikum….wr wb
    asyik juga ngikutin dialog ini…..
    membela atau tidak, kita lihat di pengadilan. biar “hukum” kita yang bicara
    MERDEKA

  9. To Alfian (komentar #99)
    Yang pake nama palsu itu gak tahu ama IT barangkali. Dia gak tahu mencari ID orang di dunia maya lebih mudah dari pada polisi nyari pencopet di terminal. Ha..ha..

  10. @kakak:
    Masalahnya bukan soal puji memuji, atau bela membela.

    Kembalikan semua ke logika dan hati,
    katakan benar jika benar, katakan salah jika menurut Anda salah. Tunjukkan argumen. Gunakan sindiran bila perlu, hanya itu senjata yang paling tajam yang anda perlukan, tapi tetap santunlah.

    Saya pribadi tidak dapat menerima asas retroaktif apapun alasannya. Saya ‘menerawang’ (hehehe), betapa zalimnya negara kelak jika hukum dapat berlaku surut. Pembuat hukum dimasa depan dapat secara khusus mendesain hukum untuk menghancurkan lawan-lawannya dimasa lalu.

    …no wonder malaysia bilang bahwa di indonesia tidak ada kepastian hukum.

    Sistem hukum yang tidak sempurna (dan mungkin tidak akan pernah sempurna), setidaknya harus pasti.

  11. Ass Wr WB

    01. Selamat atas ketersediaan blog ini, atau dengan kata lain sama seperti ucapan yang Anda sampaikan dengan pemunculan blog Irma Devita.

    02. Blawg anda menarik sekali, salam kenal… sukses selalu untuk anda.

    03. Menanggapi penjelasan Anda tentang topik Sisminbakum, saya sebagai makhluk Alloh yang doif dan lemah ini ijinkanlah menanggapi pemikiran dan komentar Anda. Memang benar membenahi sistem pelayanan birokrasi sangat dibutuhkan dan sangat penting. Hal itu saya akui banyak sekali manfaatnya terutama untuk kemaslahatan umat, antara lain berguna dalam kemudahan mengakses, meminimalisasi alur birokrasi, menjauhkan dari prasangka apalagi uang pelicin atau pungli.

    04. Namun, saya kok tidak sependapat dengan pendapat Anda yang menyebutkan “… dilihat dalam konteks hukum administrasi negara, bukan melihatnya dari sudut hukum pidana”. Karena hal itu mengingatkan saya dengan apa yang terima dari sejumlah kajian dan pengajian bahwa: A. Keterangan Anda di dalam dua tanda kutip ingin membelokkan menjadi persoalan hukum administrasi semata. Bukankan setiap pungutan tersebut harus ada pertanggungjawaban baik di dunia maupun di akhirat. Bagi saya akan berbahaya sekali bila hal itu menjadi legal karena versi Depkumham semata. Sementara keterangan atau tindakan yang berkaitan untuk memerangi korupsi terkesan ditinggalkan bahkan diarahkan menjadi pengertian yang dangkal dan pendek. B. Menurut hemat saya, semangat untuk memerangi segala bentuk pungutan yang tidak lazim tetap harus lebih didahulukan. C. Bahkan seperti diberitakan media massa belum lama ini, ditemukan data maupun sejumlah miliaran rupiah menjadi barang bukti. Bukankah itu menjadi awal atau pembuka ada yang kurang lurus yang sebaiknya menjadi renungan kita untuk kita luruskan.

    05. Wassalam. Terimakasih.

  12. Saya tidak faham dg masalah hukum tetapi sy melihat dari sisi awam ada indikasi untuk membuat image P Yusril jelek sehubungan dengan pemilu th 2009 nanti tetapi walau bagaimanapun saya melihat ada kejanggalan dalam sisminbakum ini yaitu :

    1.Tidak dilakukan tender dalam menunjuk swasta yg menangani sisiminbakum
    2.Agak janggal karena pendapatan dari biaya akses tidak masuk ke negara karena Depkumham itu badan kementrian negara yg tidak bisa seenaknya melakukan kegiatan.
    3.P Yusril tahu betul peraturan-peraturan atau UU yg berlaku dan ada kesan memanfaatkan grey area didalam UU tersebut.
    Maaf ini opini saya,mungkin yg tahu kebenarannya hanya P Yusril.
    Demikian terima-kasih.

  13. Semoga artikel baru tentang sisminbakum ini bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya, jangan sampai nama bg yim menjadi tidak populer gara-gara masalah ini, saya selalu mendukung bg yim,
    kalau kita benar allah swt akan selalu memberi lindungan kpd kita

  14. MOHAMMAD NOVEL DAMOPOLII

    Masyarakat Indonesia tingkat sensitifnya sangat tinggi, apalagi kalau denger berita/info tentang “maling, korupsi,

    dll”, : beberapa reaksi yang muncul, kalo denger info seperti itu :

    Reaksi pertamanya adalah : “GEBUG DULU AMPE SETENGAH MATI “,

    Reaksi kedua : baru diadili/ditanya : Yang kena gebug ini, orangnya bersalah ato gak ….,

    Reaksi Ketiga : Kalo salah, tambah digebukin…

    Reaksi keempat : kalo benar, didiemin..minta maaf pun kagak…

    Makanya, untuk hidup di Indonesia, dengan Kondisi seperti itu, modal Sabar harus banyak, plus Fisik dan Rohani

    harus kuat terima gebukan…

    Bang YIM..

    Rasulullah Berjuang untuk Kebenaran, tapi dikatakan gak Waras, Tukang Tipu dll…oleh masyarakat yang dulunya

    memberi gelar AL-AMIN..

    Nelson Mandela,sebelum jadi presiden, digebuk dulu habis-habisan..

    Mungkin Jalan Abang akan seperti itu..

    Sebelum jadi Presiden harus kena gebuk dulu…

  15. Assalamualaikum Wr. Wbr.

    nuwun sewu… wong alit ikut ngomong

    ha…ha…ha… masak untuk jadi presiden harus kena gebuk dulu?
    pasti jadinya babak belur pas dilantik.
    nantinya juga banyak orang yang pernah digebuk rebutan jadi presiden

    jadikan ini hanya permasalahan hukum, bukan politik
    walaupun ada yang baca kasus ini sudah dipolitisir.
    percayakan ini pada hukum di negeri ini walaupun jauh dari sempurna, tapi lebih baik dari pada hukum rimba.

    wassalam

  16. Mohammad Novel Damopolii

    hehehe…mas Mazoe

    Emang sejarahnya presiden di Indonesia pernah mengalami 2 hal, :

    1. Pernah Menggebuk orang

    2. Pernah Digebuk orang

    Soekarno dan Soeharto dan Syafrudin Prawiranegara digebuk ma Londo..

    Megawati dan Gus Dur Digebuk Ma Soeharto

    Terakhir : SBY Digebuk Megawati..

  17. Tentu saja merupakan hak pak YIM buat memberikan penjelasan utk “meringankan” kemungkinan adanya kesalahannya, menanggapi tulisan tsb:

    1. “Soal tender silahkan anda mintakan informasi ke Ditjen AHU Merekalah yang melakukan “tender” itu dengan memilih proposal yang dianggap paling baik, setelah meminta pihak penilai yang independen untuk menilai kelayakan proposal.”
    Saya yakin Ditjen AHU tidak akan memberikan info (kec anda jaksa yg ditunjuk menangani perkara sisminbakum.. :) ), apalagi mengenai soal tender wow.. kalo bisa seluruh dunia gak boleh tau, kemudian penilai independen… bisa disebutkan siapa penilai independen nya… pasti org dalam juga (ini berdsrkan pengalaman berhub dg proyek” departemen)

    2. “Departemen Kehakiman dan HAM tidaklah memungut biaya akses Sisminbakum. Bagi mereka yang ingin menggunakan jalur IT yang dibangun dan dioperasikan oleh swasta dan koperasi itu, mereka membayarnya langsung ke rekening swasta dan koperasi itu”
    Tentu saja argumen ini benar, tp apa boleh menswastanisasikan hal yg merupakan kewajiban bagi departemen utk menyediakan layanan tsb, jika masyarakat seolah tidak memiliki pilihan lain krn misalnya jika tidak melalui sistem ini akan dikenai biaya lebih mahal, waktu lebih lama, rumit dsb..dsb , swastanisasi ok namun menjadi tidak boleh jika kemudian menjadi alasan untuk lepas tanggung jawab pengelolaan administrasi keuangan shg semua pendapatan yg didapat dr kegiatan itu TIDAK ADA yang masuk ke kas departemen (negara).

    3. Boleh jadi menteri bisa berkilah tidak tau scr detil proses tender.. dsb, tp kalo masalah pembagian pendapatan pasti tau, jika sampai tidak tau berarti …… ????

    4. Sisminbakum nya bagus… ini merupakan pemikiran YIM yang brilian, hanya pembagian nya yg sangat tidak masuk akal, swasta PT Sarana Rekatama Dinamika mendapat 90 persen dari biaya Rp 1,35 juta per pendaftar. Koperasi Pengayoman Pegawai Departemen Hukum mendapat sisanya 10 % & kas negara tidak dapat apa-apa alias nol …..dg perjanjian selama 10 tahun….
    berdasar laporan majalah tempo ”Sarana mengklaim keluar modal US$ 2 juta (Rp 18 miliar dengan kurs Rp 9 ribu) untuk membangun sistem ini,” tapi sebenarnya sudah tertutup modalnya paling lama empat bulan, karena mereka meraup Rp 5,4 miliar per bulan. Tahun ini saja, menurut situs perusahaan itu, Sarana telah melayani 5.500 pendaftar. Jadi selama delapan tahun mengelola sistem pendaftaran ini, Sarana diperkirakan telah mengantongi Rp 449 miliar.
    … yang jadi pertanyaan kok mau ya departemen mengadakan perjanijian spt ini??, saya yakin pasti banyak personil di dept yg memiliki kompetensi melakukan hitung-hitungan proyek.. kemana aja mereka semua ???

    5. Dan akhirnya .. hanya Allah lah yang Maha Mengetahui, & semuanya pasti mendapatkan balasan dari apa yang menjadi perbuatannya… utk YIM terus lah maju jika hal tsb merupakan kebenaran…

    Wassalam,

  18. MOHAMMAD NOVEL DAMOPOLII

    Mas Didie..

    1. Saya pikir pegawai di departemen tsb, pasti banyak orang pintar, mereka bukannya tidak tau proyeksi keuntungan dari sebuah proyek, namun ketika proyek itu akan dilaksanakan, masalah klasik muncul : Punya duit gak untuk ngebiayai proyeknya..

    2. Kalo negara kita Punya Duit berlebih , seharusnya Presiden, Wapres Menteri, tidak perlu ke negara-negara lain, ngundang pihak swasta/negara lain membiayai proyek pemerintah (Jalan Tol, PLTA, Pengeboran dan Pengelolaan Minyak dan gas Bumi, Dll).

    3. Logika Pembagian hasil investasi adalah : yang keluar Duit paling besar, tentu mendapatkan pembagian hasil yang lebih besar, yang keluar duitnya sedikit, tentu dapat pembagian yang sedikt, terakhir yang gak keluar duit, ya jangan harap bisa dapat pembagian.

    4. yang bikin saya bingung… Negara gak keluar duit , tapi kok nuntut pembagian hasil atas biaya akses Sisminbakum…? darimana itungannya..

  19. Gak punya duit panggil swasta, yang jd masalah

    1.penunjukannya, ini proyek negara dg prospek milyaran ( penunjukan langsung terhadp perusahaan yang belum berpengalaman berarti tendernya gak bener, konsultannya ngaco , gak ada standarisasi, bayangin aja, pas tandatangan kontrak pada 8 November 2000. Perusahaan ini baru berdiri tiga bulan sebelumnya ),

    2. sistem pembagiannya (pemilik proyek gak dapet eh koperasi yg gak ngapa-ngapain malah dapet),& jangka waktu… 10 taon.. gile bener

    Lagian modal kan kagak harus duit, bisa prospek, pengesahan or doi yang punya proyek, Negara gak kluar duit, tp doi kan yang punya proyek, coba aja kalo ada swasta bikin sisminbakum yang lbh canggih & lebih murah tapi gak ada persetujuan negara (pengesahan), apakah akan jalan,, nggak mungkinlah yaw, jadi yang punya ya kudu dapet bagian.. lah

  20. Untuk mengkritik soal hitung-hitungan prospek, Anda sekalian harus melihat konteks tahun 2000. Infrastruktur internet belum seperti sekarang, apalagi kalau mempertimbangkan jumlah notaris yang melek teknologi.

    Di dalam dan luar negeri, prospek perusahaan IT sedang jelek-jeleknya, baru saja terjadi dotcom bust yang membangkrutkan banyak perusahaan IT, yang kemudian menyebabkan Alan greenspan mendesign housing bubble (yang baru-baru ini meledak juga) untuk menyelamatkan ekonomi dunia.

    Dari titik itu hingga munculnya regulasi sarbannes-oxley akibat skandal enron(yang kemudian mendorong kembali dunia IT), investasi di bidang IT untuk start up companies adalah keputusan investasi yang terburuk bisa dilakukan siapapun (really! i’ve been there, i was one of the victims).

    Dengan dasar sejarah diatas, SRD tentu saja melakukan judi besar waktu itu. Proyeksi keuntungan dengan tingkat melek teknologi yang rendah seperti itu amatlah buram (sekali lagi, jangan hanya mengkritik dengan konteks sekarang). Belum lagi mereka harus mempertimbangkan soal edukasi user.

    Di Tahun 2000 tersebut, perjanjian itu sah antara pemerintah RI dan swasta. Jelas-jelas terlihat pemerintah RI memanfaatkan atau bahkan “ngerjain” swasta agar swasta nrimah resikonya sepenuhnya.

    Ada faktor “fog of war” ketika itu, siapa yang dulu bisa meramal bahwa perkembangan/penyerapan IT bisa seperti sekarang? Baik infrastruktur maupun penyerapan teknologi waktu itu, masih seperti jaman batu dibanding sekarang.

    Jika ternyata sekarang proyek tersebut berhasil, banyak yang ribut, seolah-olah negara dirugikan, seolah-olah mereka dirugikan. Tapi kemana saja mereka ketika proyek tersebut dibuat? Mungkin masih culun dan tidak tahu apa-apa, boro-boro mau invest di bidang IT.

    Padahal jika mau jujur, masyarakat (apalagi didaerah) diuntungkan hingga 400%, dibandingkan dengan biaya ngurus sendiri ke Jakarta.

    Dont get me wrong, jika pejabat-pejabat mengkorupsi uang koperasi, atau makan uang suap, it’s a whole different case, sue them! Mereka mungkin layak diutak atik. Mengutak atik SRD jika mereka memang menyuap pun, adalah hal yang mulia.

    Tapi jika mengutak atik justru karena perusahaan tersebut (yang pada konteks dulu) mau “berkorban” untuk kepentingan negara, adalah mental “habis manis sepah dibuang”. Indonesia banget!

    Saya sendiri 2 kali gagal dalam melakukan kerjasama pembuatan sistem IT dengan pemda, hanya karena masalah kesulitan mengedukasi end-user tadi, serta tidak adanya dana apbd. Sungguh saya iri dengan SRD!!

    Tapi betapapun kita iri, selayaknya kita adil sedikit lah dalam melihat masalah dengan konteks waktu yang sesuai.

    Mengkritik kebijakan kerjasama dengan swasta tanpa melihat keadaan keuangan negara waktu itu, serta tanpa melihat prospek IT yang amat suram, boro-boro prospek IT+hukum, adalah kasus myopia otak yang akut.

    Dengan syarat tanpa terjadinya suap, saya justru melihat para pembuat kebijakan dan para pelaksana sisminbakum ini adalah pahlawan bangsa, yang kebetulan mendapat profit.

  21. # Bang Bonar

    Comment:

    Comment:

    Sisminbakum itu monopoli krn memiliki legal barriers to entry alias legal monopoly, hal ini krn hanya ada 1 institusi penyelenggara, kurva permintaan yang dihadapi penyelenggara adalah kurva permintaan pasar, permintaan akan sistem proses administrasi perseroan pasti akan selalu ada, sehingga tidak akan terjadi demand = nol.

    apakah ada pilihan lain, ada, tapi sistem manual menyebabkan ineffisiensi & biaya tinggi, jadi relatif sisminbakum tidak ada saingan, Semua prospek proyek yg bersifat monopoli pasti menguntungkan sepanjang marginal revenue = marginal cost.

    “….para pembuat kebijakan dan para pelaksana sisminbakum ini adalah pahlawan bangsa, yang kebetulan mendapat profit…” pahlawan…???

    Sisminbakum memang memberi manfaat, namun penyelenggaraan sistem administrasi yang lebih baik, efisien, murah itu merupakan KEWAJIBAN institusi negara, jadi tidak bisa disebut pahlawan krn itu sudah merupakan tugasnya & setiap pungutan yang dilakukan atas nama institusi negara seharusnya masuk kas negara..

    Wassalam,

  22. @Didie #121:

    Ah, alasan monopoli khan hanya bisa dipakai jika kontraknya mengharuskan AHU memakai 1 provider saja, apa iya begitu? kalau iya, berarti celah anti monopoli memang bisa dipakai, dan layak untuk direvisi.

    Jika sebaliknya, apabila Anda memiliki perusahaan IT, saya kira tidak ada hukum yang melarang Anda untuk menawarkan project yang sama, sinergistik, dengan dilengkapi teknologi yang lebih canggih, dengan infrastruktur yang lebih canggih, pembagian keuntungan yang lebih fair, atau bahkan access fee yang lebih murah(gratis mungkin?). Jika tanpa menghanguskan kontrak sebelumnya yang telah ditandatangani pemerintah, apa salahnya?

    Kenyataannya, selama 8 tahun ini perusahaan IT mana yang telah menawarkan hal tersebut?

    Dengan menjerat SRD karena access fee-nya, perusahaan IT lain bakal pesimis untuk terjun (kecuali mungkin perusahaan seorang Mbak Terkenal yang dari dulu sudah menggunakan argumen monopoli Anda itu tadi). Atas alasan kewajiban negara semoga saja kini APBN dapat disisihkan untuk itu (lagi-lagi, pakailah konteks tahun 2000 untuk melihat kontrak tsb dengan perspektif lain).

    Sekali lagi argumen saya: kecuali jika memang terjadi suap, nyalah-nyalahin swasta karena mereka tajam dalam berbisnis adalah pointless.

    Meanwhile, bikin perusahaan sekarang bakal jadi repot karena sistemnya disita, ranking kemudahan berusaha di indonesia pasti turun, FDI turun, indeks kebebasan ekonomi turun, dst dst dst…

    Tentang sebutan pahlawan. BAIK, anda benar, saya tarik kembali, saya memang sengaja sedikit berlebihan dalam hal itu.

  23. Memang sangat mulia tujuannya namun bermasalah ketika ujungnya adalah duit. Hanya Tuhan dan bang YIM lah yang tahu!

  24. Terima kasih. Artikel ini dapat pembuka pikiran positif. Saya bersimpati kepada Bung YIM dan ikut menghimbau agar kita semua menghindari sikap prejudais. Menggiring pendapat umum menghakimi tanpa mengerti permasalahanya. Mari kita bangun kembali kepercayaan diri masyarakat, melalui pengertian saling memahami, saling percaya satu sama lain. Karena dengan cara itu kita membangun cinta kasih, membentuk keindahan hidup memaknai demokrasi.

  25. berdasar lap pemberitaan:

    ….Kebijakan Sisminbakum berlaku sejak 2001 hingga saat ini. Hasil biaya akses fee yang seharusnya disetor ke rekening kas negara ternyata seluruhnya masuk ke rekening PT SRD, provider penyedia jasa teknologi informasi.

    Dalam perjanjian kerja sama, 90 persen dari total akses fee menjadi bagian PT SRD,
    sedangkan 10 persen sisanya diserahkan Koperasi Karyawan Pengayoman.
    Dari porsi 10 persen itu, 40 persen diterima Koperasi Penayoman dan 60 persen di BAGI-BAGI kan ke beberapa pejabat di lingkungan ditjen AHU.
    Di antaranya Dirjen AHU Rp 10 juta per bulan, Sesditjen AHU Rp 5 juta per bulan, direktur Rp 2 juta per bulan, dan kepala subdirektorat Rp 1,5 juta per bulan.

    ….Kejagung kembali menahan satu tersangka kasus sisminbakum yang melibatkan Ditjen AHU Depkum HAM. Setelah Syamsuddin Manan Sinaga, giliran Romli Atmasasmita yang ditahan.

    …. Rabu 3 Desember, pekan depan, Marwan mengatakan bahwa tim penyidik akan memeriksa dua tersangka yang saat ini sudah ditahan. Yaitu mantan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Zulkarnain Yunus dan Dirjen Administrasi Hukum Umum Samsudin Manan Sinaga, yang telah dinonaktifkan.

    that’s the facts… ini merupakan indikasi bahwa ada sesuatu yg salah dlm pelaksanaannya.

    have a nice eve…

    Wassalam,

  26. Those aint the facts, those are the news intermingled between accusations and the facts.
    They have concluded the case, ex justicia.
    Im sure ure not the kind of person whos easily duped by twisted and pretentious words, r u?

  27. bang yusril,
    tabah ya kalau memang abang benar. kebenaran bagaimanapun saya yakin akan keluar jadi pemenang meskipun entah kapan.
    untuk mas bonar, #120
    saya rasa anda pantas ditiru teman-teman lain dalam menyampaikan pendapatnya karena menurut saya mas bonar-lah sementara ini yang paling fair, berimbang dan argumentatif dalam hal penyampaian opininya.

  28. ###Djandel Marbun
    saya sangat setuju dengan bos..tapi cara nya itu TIDAK benar bos…

    Kalu saya boleh nyaranin,coba contoh negara “Malingsya”..
    seoarang mentri/pejabat pemerintah,tidak boleh berbisnis..semua bisnis harus dilepas…jadi akan kelihatan banget mereka kurupsi gaknya?
    coba dipemerintahan skrg,semua orang bisnis…jgn kira company yg meneng tender projek pemerintahan itu bukan miliknya para pejabat negara,itu banyak sekali pejabat2 itu yg danai…

    Lihat bakrie..yg telah menenggelamkan sidoarjo…mana pemrintah bertindak??????
    kalu teman2 sini pernah bertemu dgn pekerjanya lapindo atau subcontractor..
    merekka akn berbicara gimana sebenarnya kejadian itu….
    aku sebgai putera sidoarjo mersa jengkel,meski skrg sya diperantauan disumtra……

  29. Pak Prof. YIM,

    1). Saya menyenangi ulasan Anda yang ilmiyah dan terstruktur. Maukah Anda sedikit berbicara mengenai apa sbrnya yg telah berlaku thdp – ma’af – mantan istri Anda dan istri pejabat2 department yang lainnya, karena mereka pada juga turut diperiksa aparat? Benarkah itu ada sumbangan-sumbangan khusus buat kepentingan pribadi mereka2 ini [yg diputuskan dalam rapat koperasi?]

    2). Kalau memang ada kelemahan dgn turut terlibatnya koperasi-koperasi yang ada di institusi2 negara dalam proyek-proyek yg diselenggarakan oleh departement itu sendiri, bgm harusnya format yg bijak menurut Hukum Tata Negara, Prof ? Mohon dibahas juga, Prof., karena kita punya banyak kasus yang rada-rada mirip dalam berbagai institusi negara spt. kasus bisnis TNI, BI dgn Yayasannya, terakhir Sisminbakum ini.

    Terimakasih sebelumnya.

    1. Pada waktu ditanya kejaksaan, isteri saya ketika itu ditanyakan apakah pernah pergi ke Afrika Selatan atau tidak. Dia jawab, pernah tahun 2002. Apakah ketika itu ada diberi uang. Dia jawab ada. Siapa yang memberi. Dia jawab suami saya. Berapa jumlahnya. Dia jawab dia tak ingat lagi, tetapi dia ingat diberikan uang dalam US Dollar. Kemudian ditanya apakah dia tahu dari mana uang itu berasal. Dia jawab, tidak tahu. Mungkin uang suami dia sendiri atau dari sumber lain. Ditanya lagi apakah dia tahu, kalau uang itu berasal dari Sisminbakum. Dia jawab tidak tahu. Lalu diperlihatkan dua lembar kuitansi. Kuitansi itu adalah kuitansi biasa yang setiap orang dapat membelinya di toko atau warung. Di kuitansi itu tertulis “telah terima dari Dirjen AHU, Uang sejumlah … rupiah. Untuk keperluan biaya perjalanan istri menteri ke Afrika Selatan”. Lalau ada tanda tangan tanpa nama jelas di bawahnya, entah tanda tangan siapa. Yang jelas bukan tanda tangan saya, juga bukan tanda tangan mantan istri saya. Atas dasar dua kuitansi itulah, maka mantan istri saya itu diperiksa dan dimintai keterangan dari Kejaksaan Agung. Saya diberitahu oleh penyidik hal itu sebagaimana tertera dalam berita acara pemeriksaan.

    Pada dasarnya, siapa saja yang dipandang dapat memperjelas suatu dugaan tindak pidana yang diduga dilakukan oleh orang lain atau orang yang bersangkutan, dapat saja dimintai keterangan. Saya tak ingin mengomentari soal kuitansi dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada mantan instri saya itu. Kalau sekiranya tidak ada dua kuitansi itu, saya kira, tentu dia tidak akan dipanggil oleh penyidik di Kejaksaan Agung. Jadi, bukan soal istri pejabat atau bukan istri pejabat. Orang lainpun, jika adakuitansi sejenis, akan dipanggil juga untuk didengar keterangannya.

    2. Niat dari pembentukan koperasi pegawai itu baik saja untuk mensejahterakan pegawai. Gaji pegawai negeri kita belumlah memadai. Sebab itu diadakan koperasi untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai, dengan melakukan berbagai usaha yang sah dan halal. Hasil usaha koperasi itu nantinya dibagikan kepada seluruh pegawai, mantan pegawai termasuk keluarganya yang menjadi anggota koperasi itu. Biasanya hasil usaha itu dibagikan menjelang lebaran. Tentu banyak hal yang harus diperbaiki dalam aturan-aturan koperasi pegawai itu, karena sebagian besar dibuat pada masa pemerintahan Presiden Suharto dulu. (YIM)

  30. @bonar

    Hi Bonar,

    Komentar2 anda diblog ini luar biasa…anda layak dapat bintang !!!
    Saya dapat pengetahuan bukan hanya dari YIM tp juga dari anda…sekali lagi luar biasa…

  31. pada kalangan kelas bawah memang sulit menjelaskan ttg duduk perkara yg sebenarnya kepada masyarakat, karena sudah terlanjur termakan opini yg negatif dari media yg ada, tapi kami yakin dan percaya yang benar pasti benar dan yg salah pasti akan ditunjukkan. perjuangan tetap harus dilanjutkan ini hanya perkara kecil dari sekian perkara besar yg pasti menghadang. rapatkan barisan, yakinkan hati, mantapkan tekad, dengan Bismillahirrahmannirrahim pasti masalah akan cepat selesai. Allahuakbar 3X. Jaya Partai Bulan Bintang Tegakkan Syariat Islam

  32. Bang Joko Iswanto

    Tidak semua kalangan bawah hanya mengandalkan opini! Ada kalanya mereka melihat modus yang pernah terjadi. Pematang dibuat untuk mengalirkan air ke tambak. Tentu..kemana airnya dialirkan tergantung selera si pembuat pematang. Ke bendungan khah agar semua menikmati atau ke kolam sendiri. Sekali lagi..Hanya Tuhan yang tahu isi hati kita.

  33. Ka’ban kasus cuma Fitnah,YIM juga demikian, isyu itu hanya pembunuhan karakter terhadap ka’ban,YIM dan KB PBB. Ingat bung, sebab kasus itu semuanya dituduhkan tanpa data dan fakta melainkan hanya asumsi yang tendensi dan iri jika jika PBB besar dan YIM jadi pemimpin NKRI………

  34. @Tulang Marbun #132:

    Tapi opini itu gampang disetir, Tulang!
    Seseorang yang melihat air mengalir bisa saja menyimpulkan bahwa airnya mengalir atas perintah dewa gunung(bukan gravitasi), mau gimanapun si pembuat pematang mengarahkan. Hasil observasi dari kejadian yang sama, bisa saja menghasilkan kesimpulan yang berbeda.

    Apa yang kita opinikan pasti bukanlah berdasar informasi yang lengkap, hanya bukti di pengadilanlah yang seharusnya menjadi penyimpul.

    Saya kasi contoh. Dari apa yang saya baca dari kasus ini, saya bisa saja(disclaimer: bukan berarti saya menuduh secara definitif, saya memiliki calon lain yang lebih kuat) menyimpulkan bahwa Gus Dur lah otak utamanya.

    Tapi jika tanpa bukti, itu bukan berarti memang dia yang menjadi aktor watak dari semua ribut-ribut ini.

    Dasar opininya ada, dokumentasi beritanya juga ada, kalau mau bisa saya tunjukkan kemana harus melihat, tapi saya bukan dahlan iskan, sehingga opini saya tidak memiliki value.

    Masih dengan dasar berita yang sama, saya bisa dengan mudah menyimpulkan George Soros lah yang menjadi mastermind.Tapi berhubung saya mengidolakan george soros, tentu saja saya tidak akan menuduh beliau, bukan?

    Fingerpointing kesana kemari hanya berdasar berita yang tidak lengkap, hanya memperkuat kesimpulan bahwa memang benar kita hanyalah awam yang mudah disetir dan dimanipulasi, sesuai dengan selera tuan-tuan kita yang misterius.

    Bukti, Tulang. Itulah yang membedakan antara keadilan dan kezaliman. Tunjukkan.

  35. Bang Bonar..

    Saya setuju bila opini gampang disetir. Kalaupun, katakanlah ini adalah sebuah “konspirasi” atau apapun namanya, dibuat untuk menzalimi seseorang. Namun perlu kita ketahui bahwa opini terbentuk yang kemudian kurang menguntung salah satu pihak adalah suatu sebab akibat dari berbagai kejadian. Seperti yang dikatakan beberapa pihak bahwa tidak seorangpun dari pengambil keputusan di negara ini yang benar benar bebas dari yang namanya sogok menyogok. Namun demikian pihak yang kontra dalam hal ini belum tentu sudah setuju dengan kesimpulan bahwa si A sudah melakukan tindakan yang salah.

    Mengenai dewa gunung mengalirkan air, dewanya memberi air si pembuat pematang mengarahkan air. Jangan salahkan Dewanya bang kalau airnya jadi air bah..

    Dalam hal pernyataan bahwa Gus Dur adalah otaknya..saya setuju bila yang dimaksud adalah ide awal untuk efisiensi. Tetapi TIDAK setuju bila yang dimaksud adalah mengotaki hingga ujung (duit) yang sekarang jadi masalah.

    Mr Minister got new pretty wife, you are a good lawyer, Last but not least I got headache!

  36. @Tulang marbun:

    Fakta: Gus Dur memerintahkan kepada YIM untuk membuat sisminbakum (pengakuan YIM)
    Fakta: Sisminbakum dimodali oleh BI (menurut John S di wawancara detik)
    Fakta: Gus Dur bersama-sama dengan Haji Achmad Tanoesoedibjo bekerjasama mendirikan PT. Adhikarya Sejati abadi di tahun 90an kini ASA menjadi salah satu perusahaan top indonesia.(data tempo)
    Fakta: Ketika Gusdur mengambil alih bank ficorinvest, ditanya duitnya darimana, menghindar menjawab.
    Fakta: Hary Tanoesoedibjo Bos BI adalah anak dari Haji Achmad Tanoesoedibjo (data tempo)

    … dan masih banyak lagi.

    Apa sulitnya menyetir fakta-fakta tersebut untuk menyudutkan gus dur?
    Atau mau saya cerita soal marwan effendy?
    Tapi pertanyaan yang lebih penting adalah: tanpa bukti keterlibatan, APAKAH ETIS? tentu tidak.

    Sekali lagi, jika memang ada bukti otentiknya, saya sangat mendukung pemberantasan korupsi. Siapa yang menyalahgunakan wewenang, siapa yang UUD, ambil!

    Tapi jika sekedar berdasar berita yang kata-katanya jelas-jelas didesain khusus untuk menyimpulkan kasus, lalu kita menuduh dan menelan bulat-bulat.
    ah… adil sedikitlah tulang!

    Efeknya?
    Ada yang sok tahu njeplak, asal ngutip berita soal perusahaan yang baru didirikan 3 bulan. Padahal kalau mau google sedikit, mereka bakalan tahu bahwa orang-orang dalam SRD itu pemain lama dibidang teknologi, ada yang ex AGIS (bergerak jg dibidang supplier elektronik, miliknya tommy winata, tapi ini cerita lain lagi), ada yang auditor JSX/IDX, ada pemilik bisnis isp, dll dll.

    Kompetensi seperti apa lagi yang diharapkan oleh plintiran berita jika barisan expert seperti itu diragukan? apalagi namanya kalau bukan memanipulasi pendapat awam yang ndak ngerti google?

    Ingatan orang Indonesia itu pendek, tulang. Jika Anda tahu apa yang saya ingat, Anda mungkin bakalan standing ovation terhadap mastermindnya. Yang menyetir, bermain dengan amat cantik kali ini.

  37. Pak Yusril,

    Kapan mau menulis tentang UU Pilpres yang mana UU tsb anda ajukan ke MK untuk di uji materinya ?

  38. Bang Bonar..

    Terlalu banyak permainan yang dimainkan dengan amat cantik di negeri ini, dan tidak akan pernah cantik kalau pemainnya bukan ahli dipermainan tersebut. Seorang pemain yang ahli tidak akan pernah menjadi bulan bulan di permainan yang dia kuasai.

    Teman sebelahku nyeletuk tuh lae…Katanya koq ngotot banget sih Lae Bonar ini..kepentingan apa dia tuh..?Aku jawab, Lae Bonar adalah salah satu anggota “Brigade Raja Adil” (Joke), bukan Brigade Hizbullah dari Bandung. Beliau (Bonar) cuma meluruskan pemberitaan mengenai kasus SISMINBAKUM yang menimpa Bang YIM menurut versi dia.

    Peace on Earth, Money for Nothing!

  39. @Tulang Marbun:

    Teman sebelahku nyeletuk tuh lae…Katanya koq ngotot banget sih Lae Bonar ini..kepentingan apa dia tuh..?

    Ad hominem. Jika tidak bisa mematahkan argumennya, mari serang orangnya. Begitu bukan?
    Indonesia Banget! ^_^

    Saya tidak punya kepentingan apapun, kenal saja tidak dengan aktor-aktornya, saya jauh disudut semesta. Tapi saya penganut sejati prinsip liberal-libertarian, dan mencita-citakan open society. Sehingga ketika milik privat disita kemudian dioperasikan oleh negara(seperti sekarang ini), saya akan dengan gemas mengacungkan telunjuk dan berteriak: “KOMUNIS!” atau “FASIS!”

    Maaf kalau terdengar ngotot. Tapi nama saya Bonar. Jadi, katakanlah Bonar, jika bonar :-). Salahnya tulang sendiri ngotot bilang gusdur cuma mengotaki ide efisiensi. hehehehe

  40. Bravo Bang,

    disaat yang lain masih wacana ..PBB udah duluan mengajukan judicial review terhadap UU Pemilihan Presiden ke MK.

    dengan alasan yg susah sepertinya buat MK untuk tidak mengabulkan.

    ini link berita terkait

    http://www.myrmnews.com/indexframe.php?url=situsberita/index.php?pilih=lihat_edisi_website&id=68524

  41. Maaf…saya gak tau dimana harusnya posting komentar saya diatas.

    jadinya saya posting di uraian ttg “PENJELASAN TENTANG SISMINBAKUM” karena ini merupakan tulisan Pak Yusril yang terbaru…

  42. YIM boleh membela dirinya sendiri, orang lain boleh berbantahan, tapi kalau BONAR sudah ngomong, abdi nembe ngadangukeun…(Roaming ya) kalau BONAR uidah nomong baru gue dengerin hehehehe….
    Bukan apa-apa, Bonar gak keliatan ngebela tapi gak keliatan juga ngedukung tapi sering juga kasih argumen (bingungkan???!!#@)

    Yang jelas BONAR kasih perpektif baru yang BRILIANT “pakailah konteks tahun 2000 untuk melihat kontrak tsb dengan perspektif lain”
    tahun segitu HAPE aja masih barang langka kaleee…sekarang?/jangan tanya, anak TK aja udah bisa bawabawa…..

    kalau boleh nambahin dikit, NIAT YANG BENAR BELUM TENTU JADI SESUATU YANG BENAR.
    Niat BOSSnya baik, tapi bisa aja seiring dengan waktu niat anak buahnya jadi pada jelek..apalagi Bossnya gonta ganti mulu……BOSS lamanya udah kagak ada,sikaaat..Siapa tahu!!!!!!!

  43. kalau memang bang Yusril tidak terlibat jangan gentar hadapi angin yg menerpa,maju terus pak,buktikan !

  44. ABDUL MUN'IN FAHDI

    Assalamu’alaikum wr. wb
    Kejujuran patut diuji,
    keahlian pantas di coba,
    keberhasilan harus dicapai dengan hambatan dan tantangan
    dan….
    akhirnya…
    YOU’RE THE WIN
    the president.

  45. BERSATU UNTUK SATU TUJUAN “INDONESIA JAYA”
    “JUJUR”
    satu kata yang sederhana mengandung arti,bisakah kita jujur dalam hidup dan berkehidupan,jujur pada diri sendiri,jujur pada keluarga,jujur pada lingkungan,jujur pada pekerjaan,jujur pada bangsa dan negara.Sudakah kita berkata jujur dan berbuat jujur hanya kita yg mengetahui apa yg telah kita perbuat, Semoga ALLLAH Tuhan Yang Maha Kuasa mengampuni segala ketidak jujuran kita selama ini.Beranikan diri kita untuk berkata,berbuat jujur demi kejayaan bangsa dan negara. MULAILAH……………

  46. H. Masrip Sarumpaet

    Semoga Prof YIM tetap Tabah menghadapi serangan orang-orang yang tidak menginginkan Tokoh Binaan M. Natsir berkiprah mengurus negeri tercinta ini.

    Untuk Pak Bonar, Terimakasih atas pencerahannya

    Wassalam

  47. Assalamu’alaikum pak yusril, kelihatannya Pak Yusril akhir akhir ini (dua bulanan) ada kesibukan lebih dibanding dulu. Akhirnya anda menulis artikel kembali untuk dibaca masyarakat internet (seperti yang saya duga), saya selalu menunggu tulisan anda selanjutnya. Bagi saya tulisana bapak selalu saja sangat bermanfaat bagi saya. Salam hangat dari seorang perenggu Belitong.
    Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh…

  48. “DATA & FAKTA” serta “STOP” – komentar #93.

    Tak ada tanggapan terhadap tulisan pendek saya – komentar #93. Dan berikut ini kelanjutannya. Saya ingin menjelaskan pengertian dari kata-kata saya “data dan fakta lainnya” serta “stop” dalam ‘komentar #93’ itu.

    Maksud saya sebenarnya dengan “data dan fakta lainnya” adalah bahwa hingga saat saya menuliskan ‘komentar #93’ tersebut di mana Sisminbakum sudah menjadi kasus cukup heboh di Kejagung, SITUS Sisminbakum (www.sisminbakum.go.id) yang pengadaan dan operasionalnya dimodali perusahaan swasta itu adalah – dalam pengamatan saya – tampil secara resmi ala properti milik negara dan pemerintah secara eksplisit (kata-kata pembuka-pengantar: “Situs resmi Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) ini akan …”, dan menggunakan ekstensi “go” dalam alamatnya) dan dilengkapi logo Depkumdang/DepkehHAM/DepkumHAM sera Garuda Pancasila dan Dewi Keadilan (?), selaras dan mendukung – mungkin – kemampuannya mengakses berkas-berkas data cukup besar milik dan berada di bawah kewenangan negara cq departemen pemerintahan bidang hukum dan HAM itu (ataupun ‘Ditjen AHU’nya).

    Jadi, lengkapnya, “DATA & FAKTA (data dan fakta lainnya)” adalah “penggunaan fasilitas negara dalam operasional perusahaan swasta, yang mana hingga ‘masuk’ Kejagung saat itu penggunaan tersebut sudah berlangsung selama 7 tahun lebih dengan bagi hasil 90%-10% untuk perusahaan swasta – di satu pihak (90%: cukup besar), dan Depkumdang/DepkehHAM/DepkumHAM ataupun Ditjen AHU secara swasta dan pribadi dengan dasar atau dalam kondisi dan untuk tujuan-tujuan tertentu – di pihak lain (10%: cukup kecil); suatu pekerjaan yang bisa jadi – entah bagaimana persisnya.. – cukup berlegalitas ataupun berlegalitas tertentu. Namun faktanya pula, tadi itu, kini (saat ‘komentar#93’ saya) Sisminbakum itu sudah ‘masuk’ Kejagung dengan tersangka sudah 3 orang. Dan itulah selengkapnya argumentasi untuk usulan saya “stop …’, yaitu – sekali lagi – merupakan konsekwensi logis atau sewajarnya untuk 2 data dan fakta tadi.

    Tabik,
    Hendra Indersyah.

  49. mengurai benang kusut emang susah susah gampang, begitulah hukum di negeri ini

  50. agus christianto

    saya sangat bingung dengan informasi dari media, sehingga sudah 1 minggu saya hindari. tetapi dengan tulisan ini semoga dapat membuat terang

Leave a Reply