PENJELASAN TENTANG SISMINBAKUM
Bismillah ar-Rahman ar-Rahim,
Kejaksaan Agung meminta saya untuk menjadi saksi dan memberikan keterangan dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pemungutan biaya akses fee dan biaya PNBP pada Sistem Administrasi Badan Hukum (SISMINBAKUM) Direkorat Jendral Adiministrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan HAM atas nama tersangka Zulkarnain Yunus, Samsudin Manan Sinaga dan Romli Atmasasmita. Sebagai warganegara saya tentu akan memenuhi permintaan itu, dan Insya Allah, akan hadir pada hari Selasa 18 November besok.
Saya merasa sedih dan prihatin atas ditahannya ketiga pejabat dan mantan pejabat di Departemen Hukum dan HAM tersebut. Sisminbakum sebenarnya diciptakan dengan niat yang baik dan tujuan yang mulia untuk mengatasi kelambatan pelayanan birokrasi yang berdampak luas ke bidang ekonomi, dan sekaligus sebagai upaya untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari segala bentuk penyelewengan. Ketika saya masuk ke Departemen Hukum dan Perundang-Undangan – yang kemudian berubah menjadi Departemen Kehakiman dan HAM dan kemudian berubah lagi menjadi Departemen Hukum dan HAM sekarang ini – pada akhir tahun 1999, Pemerintah kita sedang berupaya keras memulihkan perekonomian nasional yang hancur akibat krisis moneter tahun 1997. Salah satu upaya pemulihan itu ialah jika iklim berusaha dibangun kembali, perusahaan-perusahaan swasta yang baru harus berdiri, yang ingin merger silahkan merger, termasuk yang ingin melakukan perubahan akta pendirian perusahaan karena perubahan pemegang saham dan susunan pengurusnya.
Kritik keras yang ditujukan kepada Departemen Kehakiman dan HAM ketika itu – termasuk kritik dari IMF dan Bank Dunia — ialah lambatnya departemen ini melayani proses pengesahan perseroan menjadi badan hukum. Di Singapura, Malaysia dan Hong Kong, proses itu hanya berlangsung satu sampai tiga hari. Kita memerlukan waktu berbulan-bulan bahkan lebih satu tahun baru disahkan. Padahal tanpa pengesahan, perusahaan belumlah menjadi badan hukum, sehingga tidak dapat melakukan ikatan dan transaksi sebagaimana layaknya sebuah perusahaan yang berbadan hukum. Saya menyaksikan sendiri ada belasan ribu permohonan yang tertunda, karena pengerjaannya dilakukan secara manual. Untuk mencek nama perusahaan baru yang akan didirikan saja, notaris dari seluruh Indonesia harus datang ke Departemen Kehakiman. Petugas harus membuka buku-buku tebal arsip nama perusahaan sejak zaman Hindia Belanda sampai sekarang ini. Keadaan seperti ini menimbulkan ekonomi biaya tinggi, waktu yang panjang, bertele-tele dan membuka peluang terjadinya berbagai praktek percaloan dan pungutan liar. Dalam beberapa kali sidang kabinet, Presiden Abdurrahman Wahid ketika itu, menyampaikan perintah agar Departemen Kehakiman segera membenahi sistem pelayanan pengesahan perseroan itu. Kalau tidak ada anggaran, dapat mengundang pihak swasta dan koperasi, kata Presiden.
Upaya untuk membenahi sistem pelayanan itu saya dengar sudah ada sejak Prof. Muladi menjadi Menteri Kehakiman. Keinginan untuk membangun pelayanan secara elektronis telah dimulai engan berbagai pengkajian, namun belum sempat diputuskan dan dilaksanakan. Di era saya, upaya ini diteruskan sampai akhirnya diputuskan untuk membangun Sistem Administrasi Badan Hukum atau Sisminbakum itu. Keputusan itu dituangkan dalam Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan pada tanggal 4 Oktober 2000. Pelayanan manual dapat diteruskan sebagaimana biasanya, namun kita perlu membangun jaringan teknologi informasi, sehingga proses pengesahan badan hukum itu dapat dilakukan secara elektronis, sehingga sampai ke Direktorat Jendral AHU Departemen Kehakiman dan HAM secara lebih cepat dan sistematis. Sesuai arahan Presiden, kami berusaha untuk mengundang pihak swasta untuk menanam modal membangun jaringan itu. Sementara Koperasi Pengayoman Departemen Kehakiman dan HAM tidak memiliki modal yang cukup, di samping tidak mempunyai tenaga ahli membangunan dan mengoperasikan jaringan itu.
Dalam suasana krisis ekonomi di masa itu, tidak mudah mencari pihak swasta yang mau menanamkan modal di bidang IT. Perusahaan-perusahaan bahkan dijual dengan harga diskon oleh BPPN. Inilah kenyataan yang kita hadapi pada tahun 2000 itu.Hanya ada dua perusahaan yang berminat menanamkan modal dan setelah dilakukan penilaian, maka diputuskan agar koperasi bekerjasama dengan PT SRD untuk membangun jaringan itu. Keputusan menunjuk Koperasi agar bekerjasama dengan PT SRD itu saya tanda-tangani sebaga Menteri Hukum dan Perundang-Undangan selaku Pembina Koperasi, berdasarkan pembahasan dan usulan dari Direktorat Jendral AHU dan Koperasi. Seorang akuntan publik juga dimintai pendapat dan penilaian atas proposal kerjasama itu. Tidak ada proses tender di sini, karena tender berlaku apabila kita menggunakan dana APBN. Dalam proyek ini, justru pihak swasta yang diundang untuk menanamkan modalnya.
Satu hal yang memerlukan pengkajian yang lebih mendalam untuk melaksanakan proyek ini ialah, bagaimanakah caranya kita membayar pihak swasta yang membangun dan mengoperasikan jaringan IT ini. Pada waktu itu belum ada ketentuan yang mengatur kerjasama antara pemerintah dengan swasta dalam membangun jaringan IT. Kepada siapakahbiaya penggunaan jaringan itu akan dibebankan, termasuk pula pertanyaan, apakah biaya itu harus dianggap sebagai penerimaan negara bukan pajak PNBP sesuai Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997. Pejabat Direktorat Jendral AHU saya minta untuk berkonsultasi dengan Departemen Keuangan untuk mengklarifikasi masalah ini. Pada akhirnya didapat kesimpulan bahwa biaya akses menggunakan jaringan IT itu bukanlah obyek yang harus dikenakan PNBP.
Jaringan itu adalah ibarat jalan untuk menuju Departemen Kehakiman dan HAM, sementara seluruh proses pengerjaan pengesahan perseroan, mulai dari pengecekan nama seluruhnya dilakukan oleh Departemen Kehakiman dan HAM. Bagi pelanggan, yakni para notaris yang mau menggunakan jaringan IT itu, mereka membayarnya kepada pihak swasta dan koperasi yang membangun dan mengoperasikan jaringan itu. Para notaris itu adalah pejabat negara yang diangkat dan diberhentikan oleh Departemen Kehakiman, namun mereka tidak digaji oleh negara. Biaya penggunaan jaringan IT itu dipungut oleh notaris dari klien mereka – yakni para pengusaha yang ingin membentuk perseroan– yang ingin menggunakan Sisminbakum untuk mempercepat proses pengecekan nama perusahaan dan mengesahkannya. Uang itu kemudian dibayarkan langsung kepada koperasi dan PT SRD. Jika klien atau notarisnya tidak mau, mereka dapat mengurus pengesahan itu secara manual, tanpa harus membayar penggunaan jaringan IT kepada koperasi dan PT SRD. Namun, baik melalui jaringan IT ataupun manual, mereka tetap harus membayar biaya pelayanan pengesahan yang disetor sebagai PNBP. Begitu pula biaya mencetak berita negara untuk mengumumkan pengesahan perusahaan itu, dibayarkan kepada PT Percetakan Negara.
Pasal 2 UU Nomor 20 Tahun 1997, yang menegaskan bahwa pengenaan BNBP dilakukan antara lain terhadap hasil dari pengelolaan sumberdaya alam, hasil pengelolaan keuangan negara, hasil pengelolaan keuangan negara yang dipisahkan, termasuk pula pendapatan yang dikenakan karena negara memberikan pelayanan kepada masyarakat. Kami berpendapat bahwa menggunakan jalur IT dalam proses pengesahan sebuah perseroan, adalah suatu kemudahan menuju kepada pelayanan yang diberikan Pemerintah, namun bukan pelayanan itu sendiri. Karena kemudahan itu dibangun dan dioperasikan oleh koperasi dan swasta, maka pembayaran dilakukan kepada mereka. Kalau tidak mau menggunakannya, dan mereka ingin menggunakan cara manual, para notaris tidak perlu membayar. Sama halnya dengan mencetak berita negara, diserahkan kepada PT Percetakan Negara, yang juga dibayarkan langsung kepada mereka, dan bukan sebagai PNBP. Dalam hal percetakan negara, malah tidak ada alternatif, sepanjang yang saya ketahui Departemen Kehakiman dan HAM selalu menyerahkan kepada PT Percetakan Negara untuk mencetak semua berita negara yang berisi pengumuman Pemerintah. Demikian pula pencetakan setiap lembaran negara yang berisi semua peraturan perundang-undangan.
Setelah proses pembangunan jaringan IT tersebut selesai, saya melaporkan kepada Presiden Abdurrahman Wahid. Beliau menyambut gembira selesainya proyek itu dan kemudian meminta Wakil Presiden Megawati untuk meresmikan beroperasinya Sisminbakum. Sejak itu, para notaris dari seluruh tanah air yang telah dilatih menggunakan sistem ini – yang biaya pelatihannya dibebankan kepada koperasi dan swasta — dan diberi pasword untuk mengakses data nama perusahaan dan mengajukan permohonan pengesahan dapat melakukannya dengan kecepatan yang luar biasa. Notaris dari daerah tidak perlu mondar-mandir ke Departemen Kehakiman di Jakarta untuk mencek nama perusahaan dan mengesahkannya, kalau mereka mau menggunakan jalur IT ini. Untuk mencek nama perusahaan, notaris dapat mencarinya langsung di bank data, setelah semua nama perusahaan yang ada di install ke dalam data base, hanya dalam hitungan menit. Begitu pula proses pengesahan dilakukan secara online. Proses pengesahan perseroan yang dulunya memakan waktu berbulan-bulan, bahkan lebih setahun, telah dapat dilayani hanya dalam waktu tiga hari. Para pengusaha yang mendirikan perusahaan merasa senang karena pelayanan yang begitu cepat dan biaya yang dikeluarkan lebih murah dibandingkan menggunakan cara manual. Saya mendengar pada tahun 2008 ini, Sisminbakum mendapat penghargaan ISO 9006 sebagai bentuk pelayanan yang baik bagi masyarakat. Dampak dari proses yang begitu cepat dalam pengesahan perseroan ini ke bidang ekonomi, terutama penyerapan tenaga kerja dan pajak, memang belum pernah dihitung. Namun dampak itu secara kualitatif tentu cukup besar.
Saya diberhentikan menjadi Menteri Kehakiman dan HAMdi bawah Presiden Abdurrahman Wahid tidak lama setelah Sisminbakum beroperasi. Saya digantikan oleh Baharuddin Lopa, Marsillam Simanjuntak dan Maffud MD. Saya menjadi Menteri Kehakiman dan HAM lagi di bawah Prsiden Megawati pada bulan Agustus 2001 sampai dengan Oktober 2004. Sejak itu Menteri Kehakiman dan HAM yang telah berubah menjadi Menteri Hukum dan HAM dijabat oleh Hamid Awaludin dan Andi Mattalata. Saya menyadari bahwa pada tahun 2003, BPKP melayangkan surat kepada Menteri Kehakiman dan HAM yang menyarankan agar biaya akses Sisminbakum dimasukkan ke dalam PNBP dan dikategorikan sebagai pelayanan kepada masyarakat. Saya meminta kepada Dirjen AHU Zulkarnain Yunus pada waktu itu, untuk menanggapi saran BPKP itu dan membahasnya bersama dengan Departemen Keuangan. Semua pihak menyadari bahwa kalau biaya akses itu harus dimasukkan ke dalam PNBP maka negara harus menyediakan dana APBN untuk membangun sistem itu, atau mengambil alih investasi swasta untuk dijadikan sebagai usaha yang dilakukan oleh negara. Jika proses ini selesai maka Presiden, berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 20 Tahun 1997 mengeluarkan Peraturan Pemerintah yang menetapkan biaya akses Sisminbakum itu dijadikan obyek PNBP. Langkah menyelesaikan masalah ini telah ditempuh oleh Menteri Kehakiman Hamid Awaluddin dan Andi Mattalata. Setelah membahas bersama-sama dengan Departemen Keuangan, mereka sepakat untuk menjadikan jaringan IT Sisminbakum itu sebagai Badan Layanan Umum (BLU) di bawah Departemen Hukum dan HAM, setelah perjanjian kerjasama antara Koperasi Pengayoman dengan PT SRD berakhir tahun 2010 nanti, dan PT SRD sesuai perjanjian BOT akan menyerahkan seluruh aset Sisminbakum kepada Koperasi Pengayoman.
Ketika proses penyelesaian Sisminbakum ini tengah berlangsung, saya membaca pemberitaan media bahwa beberapa pejabat Dirjen AHU Departemen Hukum dan HAM diperiksa Kejaksaan Agung dengan dugaan melakukan korupsi biaya akses Sisminbakum, yang seharusnya menurut kejaksaan harus disetorkan ke kas negara. Saya ingin menegaskan bahwa dikalangan internal Pemerintah sendiri terdapat silang pendapat mengenai biaya akses Sisminbakum itu apakah obyek PNBP atau bukan. Saya berpendirian bahwa biaya akses itu adalah cost yang harus dibayar oleh pelanggan, dalam hal ini notaris, karena mereka menggunakan jalur IT yang dibangun oleh swasta dan koperasi. Sama halnya jika pengguna jalan ingin menggunakan jalan tol, mereka membayar biaya tol kepada perusahaan swasta yang membangun dan mengoperasikan jalan tol itu. Di antara perbedaan pendapat mengenai PNBP itu, baiklah kita kembalikan kepada undang-undang PNBP itu sendiri.
Sesuatu dijadikan obyek PNBP atau tidak, haruslah didasarkan kepada undang-undang atau Peraturan Pemerintah, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP. Silang pendapat antara Departemen Kehakiman dan HAM dengan BPKP bisa saja terjadi, namun akhirnya Presidenlah yang berwenang memutuskan dan menandatangani Peraturan Pemerintah itu, apakah sesuatu itu menjadi obyek PNBP atau bukan. Kalau Presiden memutuskan hal itu PNBP, maka PNBPLah dia. Kalau Presiden tidak memutuskannya, maka biaya itu bukan PNBP.
Sejak Sisminbakum diberlakukan pada tahun 2001 telah dua kali diterbitkan PP mengenai PNBP di Departemen Kehakiman dan HAM, yakni PP Nomor 75 Tahun 2005, dan PP Nomor 19 Tahun 2007 yang ditanda-tangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 15 Pebruari 2007. Dalam kedua PP ini disebutkan biaya pengesahan perseroan sebesar Rp. 200 ribu per pengesahan, sementara biaya akses Sisminbakum tidak dicantumkan sebagai PNBP. Sementara Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam suratnya kepada Menteri Hukum dan HAMtanggal 8 Januari 2007 mengatakan antara lain bahwa biaya Sisminbakum belum ditetapkan sebagai PNBP dalam Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2005. Untuk itu, katanya, tarif PNBPnya “perlu segera diusulkan untuk ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah”. Kalaupun diusulkan, maka keputusan akhir menyatakan biaya itu PNBP atau bukan adalah ditangan Presiden.Namun PP Nomor 19 Tahun 2007 yang ditandangani Presiden tanggal 15 Pebruari 2007 itu ternyata tidak memasukkan biaya akses Sisminbakum sebagai PNBP.
Kalau ingin dijadikan sebagai PNBP, seperti telah saya katakan, perusahaan milik swasta yang bekerjasama dengan koperasi itu diambil alih saja oleh Pemerintah, kemudian diterbitkan PP baru yang menetapkan biaya akses Sisminbakum sebagai PNBP. Atau, menempuh solusi yang diajukan Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalata, yakni membentuk Badan Layanan Umum (BLU) dibawah Departemen Hukum dan HAM untuk mengambil alih jaringan IT Sisminbakum yang dibangun dan dioperasikan oleh koperasi dan swasta setelah perjanjian BOT mereka berakhir tahun 2010 nanti. Dengan demikian, persoalan ini dapat diselesaikan menurut mekanisme UU PNBP itu sendiri, bukan melihatnya sebagai masalah pidana. Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan tahun 2000 tentang pemberlakuan Sisminbakum adalah tindakan jabatan yang berisi kebijakan untuk mengatasi kelambatan dan kekecewaan masyarakat atas pelayanan pengesahan perseroan dan sekaligus memangkas ekonomi biaya tinggi. Sebagai kebijakan, tindakan itu bukanlah tindakan pribadi, karena kebijakan itu terus berlanjut sampai sekarang, sementara telah enam kali Menteri Kehakiman dan HAM berganti sampai Menteri Andi Mattalata sekarang ini. Jika di kemudian hari, kebijakan itu dinilai keliru, maka pejabat penerusnya dapat memperbaiki kebijakan itu. Masalah ini, sekali lagi, haruslah dilihat dalam konteks hukum administrasi negara, bukan melihatnya dari sudut hukum pidana.
Terakhir saya ingin menegaskan adanya anggapan bahwa biaya akses Sisminbakum itu bertentangan dengan Pasal 17 ayat (2) Keppres Nomor42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran dan Pendapatan dan Belanja Negara.Pasal tersebut menyatakan “Departemen/lembaga tidak diperkenankan mengadakan pungutan dan atau tambahan pungutan yang tidak tercantum dalam undang-undang atau peraturan pemerintah”. Kalau Kepres ini dijadikan sebagai dasar, maka Kepres itu sendiri tidak berlaku surut karena Sisminbakum telah diberlakukan sejak tahun 2001. Asas nullum dilectum dalam KUHP menegaskan bahwa hukum pidana tidak dapat diberlakukan surut. Di samping itu, Departemen Kehakiman dan HAM tidaklah memungut biaya akses Sisminbakum. Para pendiri perusahaan dan notaris yang ingin menggunakan jalur IT dalam mencek nama perusahaan dan memproses pengesahannya, membayar biaya akses langsung kepada koperasi dan perusahaan swasta yang membangun dan mengoperasikan jalur IT itu. Kalau mereka tidak mau menggunakan jaringan IT itu, seperti telah saya katakan, mereka tidak perlu membayar. Apa yang dipungut oleh Departemen Kehakiman dan HAM ialah biaya pengesahan yang sudah ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah sebagai PNBP.
Demikian penjelasan saya, mudah-mudahan penjelasan ini dapat menjernihkan berbagai persoalan terkait dengan Sisminbakum yang akhir-akhir ini menjadi pemberitaan di berbagai media massa.
Jakarta, 16 November 2008
Yusril Ihza Mahendra

Short URL: https://yusril.ihzamahendra.com/?p=291
Kenapa tulisannya merah dan suara saya hilang……………………. Help Me ya Prof…….. aku istimewa bebas hambatan (Busway) computer internet kau iri yaa lihat aku berkomentar
eh maling gua mau tanya,
kemarin kan elu udah ditanyain sama Yusril angka 400M IDR darimane. nah di atas ntu lu belum jawab.
malah muncul lagi angka 99% pelaku comment adalah pendukung Yusril.
ntar ditanyain lagi angka 99% darimana itung-itungannya, elu bingung jawabnya ntar. karena, penilaian apakah comment tsb dibuat oleh subjek pendukung atau non pendukung juga nggak bisa ditentukan secara absolut. palingan bisa menduga-duga laah… relatip dengan kata lain. misalnya komen ini lu anggap mendukung, sementara ada orang lain menyatakan bahwa komen ini netral.. Jadi, kita gak bisa tau selama si subjek nggak jujur menyatakan secara eksplisit dia mendukung atau menentang, emang lu paranormal bisa baca pikiran orang?
maka secara hitam putih angka 99% dan 400M itu baru berupa dugaan atau sebatas perkiraan yang belum bisa dipertanggung jawabkan. dan menyebarkan sesuatu yang belum bisa dipertanggungjawabkan adalah….. apa coba? lu jawab sendiri ya. secara psikologis angka 99% dan 400M menurut gw bisa menimbulkan efek “WAAAAH..!!!” terutama jika dipakai sebagai headline berita atau iklan
ketika seorang pejabat strategis mengeluarkan kebijakan. secara hitam putih dia bisa dikatakan salah kalau kebijakan tsb melanggar konsensi yang sudah berlaku saat itu. Kalau ada seseorang yang berkomentar bahwa kebijakan tersebut adalah salah, maka opininya tsb tidak bisa dijadikan dasar untuk menjudge pejabat stategis tersebut. namanya opini kan relatip juga booooos.
Dalam hal keuangan negara, tidak bisa dipandang seperti praktek dagang sehari-hari,apalagi dengan memandang opportunity cost-yang menghitung biaya kesempatan yang hilang.
Kalau boleh saya memberikan sedikit pencerahan dalam kasus sisminbakum tsb adl sbb :
1. YIM sebagai Menkehham masa itu mencoba membuat terobosan dengan mengadakan proyek yang dinamakan sisminbakum untuk mempercepat penyelesaian pembuatan perusahaan/badan hukum. Dengan adanya terobosan tsb, bisa mempercepat pembuatan perusahaan, memberantas pungli, menambah pemasukan negara, memulihkan perekonomian.
2. Masalahnya pada masa itu, negara sedang tidak punya dana untuk melaksanakan proyek tsb karena belum dianggarkan pada tahun sebelumnya dan tahun berjalan. Dalam kehidupan bernegara, setiap pemasukan dan pengeluaran uang untuk membayar pengeluaran rutin dan pembangunan, haruslah di anggarkan terlebih dahulu yang mendapat persetujuan dpr dan pemerintah. Bukan dengan langsung mencetak uangnya atau ambil di BI semaunya.
3. Karena tidak mempunyai anggaran, maka dipilihlah swasta untuk melaksanakan proyek tsb dengan menggunakan uang mereka sebagai modal awal. Pada masa tersebut, hanya ada dua perusahaan yang berminat berinvestasi disektor ini. Ternyata setelah dijalankan beberapa tahun, proyek tersebut sangat menguntungkan, bahkan dinilai pihak lain, untungnya sangat besar. Salah mereka sendiri pada waktu itu mengapa tidak mau berinvestasi disektor ini. Pd waktu kondisi sangat mendesak tidak mungkin untuk memberikan pengumuman di media bahwa ada pekerjaan sisiminbakum di depkehham.
4. Pada masa pelaksanaan kegiatan tersebut Keppres 80 belum berlaku.Selain itu menurut keppres 80(yg belum berlaku masa itu) menyatakan jika menggunakan uang negara diatas 50 juta, barulah diadakan proses tender bukan PL (penunjukan langsung) supaya berjalan lebih fair. Apalagi proyek ini sama sekali tidak menggunakana dana pemerintah.
5. Dari biaya yang dikenakan untuk sisminbakum, telah diatur ppn 10%, pnbp, dsb. pendapatan untuk PT SRD dan Koperasi sudah seharusnya emmang menjadi bagian untuk mereka yang melaksanakan pekerjaan tersebut. Negara hanyalah berhak mengenakan pajak penghasilan atas pendapatan PT SRD dan Koperasi Pengayoman setelah dikurangi Beban2 operasional.
6. Jika perusahaan lain ada yang iri kenapa bukan mereka yang mengerjakan proyek tersebut bersabarlah.Nasib baik belum berpihak kepada Anda pada saat pekerjaan tsb dilaksanakan. Atau Kejaksaan yang tidak mendapat bagi hasil, pintar2lah untuk bikin inovasi dengan mengadakan proyek yang tidak melanggar hukum pada saat pekerjaan tersebut dilaksanakan. Bukan dengan hantam kromo dengan tujuan memperbaiki citra diri.
Terimakasih
@Bung Maling:
Kacamata anda itu sudah berwarna jelek bung maling, jadinya keliatannya jelek semua.
Argumentasi Anda itu bisa dipatahkan 3 lapis.
1. Anda itu melihatnya dari kacamata programmer pemula, bukan total developer.
Saya juga programmer bung maling. Kalau saya dimintai bikin website, untuk beban kerja cuma sehari, paling-paling saya mintai uang ngopi, 3-4 juta untuk proyek sehari jadi. Itu kondisi sekarang, karena saya tidak harus memprogram DARI NOL, bisnis IT itu bisnis yang santaiiii bagi programmer. Tinggal masalahnya, ada yang mau beli tidak?
Tapi JIKA sebagai DEVELOPER SYSTEM dari NOL, saya juga harus mempertimbangkan HOSTING, kalau hosting di server sendiri saya harus mempertimbangkan REDUNDANCY server, biaya BANDWIDTH, gaji Administrator server, gaji Administrator Database, gaji bug tester, Manajer, Accounting, sampai teknisi dan tukang sapu. Makanya saya alergi proyek-proyek besar seperti itu, apalagi kalau disuruh investasi pribadi, ngapain pussiiing?
Programmer itu kalau cerdas sedikit, tidur-tiduran aja menghasilkan duit koq…. Oh maaf, saya terlalu cepat berasumsi, mungkin anda bukan termasuk programmer cerdas?
Anda tahu berapa saya beli bandwith tahun 2000? untuk koneksi setara modem dedicated 1:2, 64 kbps, harganya 6 JUTA perbulan. Artinya hanya untuk koneksi yang sekedar ‘decent’ untuk server 1mbps simetris 1:1, harus berani keluar 100-200 juta sebulan, di TAHUN 2000an itu.
Baru setelah perusahaan bandwidth di amerika bangkrut(kalau nggak salah worldcom? saya lupa), harga bandwidth bisa turun, interpacket berani jual 64 juta per mbps DOWNSTREAM ONLY di tahun 2002. BELUM lagi hitung biaya landing yang dibayar ke pemerintah juga.
Anda mau bandingin dengan sekarang? 11 juta dapat 1 mbps? ahahaha, jangan seperti katak dalam tempurung deh!
500JUTA anda bilang? untuk biaya bandwidth saja abis 3-5 bulan.
Itu namanya Investasi? yang ada malah rugi kalau modalnya 500 juta doang.
Belum lagi, di kondisi dulu itu ada yang mau pakai tidak?
Check your facts right dulu baru sok tahu.
2. Anda menuduh bahwa duitnya bakalan banyak masuk kantong pejabat.
JUSTRU argumentasi seperti itu bakalan makin menguatkan argumen “hanya sedikit perusahaan yang mau”.
Coba pikir, dengan beban bandwidth segitu banyak seperti diatas, kalau memang “menurut Anda” harus ditambah pertimbangan nyogok pejabat, wah… kalau saya sih, males masukin proposal deh, belum tentu bisa balikin biaya operasional, sudah harus keluar duit lagi.
Kalau bisa dibilang investasi, dengan kondisi yang anda katakan, dan kondisi tahun 2000 dulu, sisminbakum adalah investasi pro bono terbodoh yang bisa dilakukan perusahaan IT. Kalau ternyata sukses, banyak faktor lain yang harus terpenuhi dulu.
Lha, kalau memang perusahaan yang mau cuma sedikit, dan “jelek-jelek”, masa mau ngotot nyuruh dikerjain IBM misalnya?
3. Anda bilang pemasukan Negara hilang.
Lha, yang 200 ribuan itu khan masih masuk kas negara bung? lagipula Rate pemasukannya malah lebih cepat dari sebelumnya? yang mana yang hilang? kalau memang mau dimasukin jumlah yang lebih besar ke kas negara, mana undang-undangnya?
…
KALAU saya sih, kritik saya terhadap SISMINBAKUM adalah biaya akses segitu udah terlalu mahal untuk kondisi sekarang.
Jika benar Anda berpengalaman di bidang IT, saya sarankan masukin proposal sistem tandingan aja bung Maling! Ingat lho, TIDAK ADA ANGGARAN, balik modalnya belum tentu.
Nanti biar saya bantu coba ngehack sistem Anda :)
Kalau saya mah, kalau dari kantong sendiri, males repot-repot bikin deh…
Pak Yusril.. saya mau tanya ..
1. Bapak bilang, bapak merasa dizalimi…artinya yang mendzalimi bapak sekarang adalah pemerintah, kalau tidak terbukti bersalah, apakah bapak akan mengajukan class action terhadap pemerintah, karena mencemarkan nama baik Bapak ?
2. Bapak kan selama ini sudah bekerja di bawah pemerintahan Mega, Gus dur dan SBY, berarti bapak mengetahui kelemahan dan kekurangan mereka, bisa bapak sharing kelemahan dan kekurangan mereka itu, karena yang selama ini ada di media, selalu ditonjolkan kelebihan mereka
regards
Brother
yang saya senang dari blog ini adalah adanya perdebatan yang cerdas antara YIM, dan Komentator maupun antar komentator itu sendiri, banyak pencerahan yang saya dapat, seperti pada awal-awal, blog ini ada,
bagaimana seorang Jabee yang cenderung ngeyel tapi komentarnya sangat argementatif, dan penuh etika dan menggunakan bahasa yang cukup cerdas. jujur saya sangat senang apabila ada banyak komentator yang meyerang YIM, karena saya bisa melihat jawaban Saudara YIM yang saya anggap sebuah ilmu yang tidak dapat ditempat lain, namun kalau melihat saudara maling, bukan pencerahan yang didapat, tapi sebuah pertunjukkan seorang anak kecil yang kecewa akan pengalaman buruk, dan melihat sesuatu dengan pengalamannya sendiri,
saya belum yakin, tapi dengan turunnya harga bbm terbersit satu pemikiran yakni, dengan harga maksimal Rp. 4.500,00, pemerintah mendapatkan pemasukan dari ppn + ppkb(..?). Di kisaran harga Rp. 5.000,00 ada kelebihan yang tidak masuk ke kas negara (pemerintah) ; pak kurtubi – metro tv 19 desember 2008 pkl 17.30 – 18.00 wib. bagaimana sikap anda ? tolong kirim ke email saya, trims, wassalaam !
Bang YIM, mohon ijin numpang lewat ya..
Bang Bonar, kalo tidak merasa terganggu, bolehkah saya minta alamat imel abang..?banyak yang saya mau pelajari
dari abang secara pribadi…
Kalo abang berkenan, sudilah mengirim alamat imel abang ke imel saya : “novel.damopolii@yahoo.co.id”
Untuk bang YIM, tq atas perkenaan numpang lewatnya..
Regards
M.Novel
Yth. MOHAMMAD NOVEL DAMOPOLII (#252):
Mohon Maaf. Dengan tidak bermaksud untuk tidak menghormati atau tidak sopan, saya tidak dapat memenuhi permintaan Anda.
Saya pernah mengalami kejadian buruk ketika identitas lengkap dan lokasi saya terekspos di internet, saya mengalami identity theft yang membuat saya dituduh melakukan sesuatu yang tidak pernah saya lakukan. Atas dasar itu, saya kini selalu menggunakan proxy berlapis: dengan bantuan begitu banyak teman-teman saya diberbagai kota di Indonesia, saya melempar ip address saya dari server ke server, itupun dengan amat selektif.
Namun begitu, seorang rekan saya secara sekilas pernah membuktikan bahwa protokol e-mail tetaplah tidak aman dengan proxy browsing, sedemikian sehingga saya hampir tidak pernah mengirimi e-mail, kecuali saya tahu persis siapa yang saya kirimi e-mail, dan saya tahu persis bahwa orang tersebut tidak mengakses di lokasi publik, atau dijaringan yang terbuka dimata publik.
Indonesia itu negeri yang korup, jika Anda tahu harus membayar siapa, Anda bahkan dapat mencuri dengar pembicaraan telepon saya, hanya dengan diawali e-mail yang saya kirim. Saya bukan sekedar paranoid, karena saya pernah dikerjain habis-habisan.
Mungkin jika Anda memiliki blog, akan lebih mudah bagi saya untuk melakukan proxy browsing ke tempat Anda, dan kita dapat bertukar pikiran dengan lebih leluasa disana.
Sekali lagi saya mohon maaf.
gimana Pak Maling……..??????
blum nyerah juga..????
Argument Antum itu kan nggak mendasar…
dengan pejelasan gimana lg spy nt ngerti……atau mungkin NT..??????(cari tau aja jawabannya sendiri)
heheheheh……….
ass…penjelasan bapak cukup jelas lalu bagaimana dengan tuduhan mengenai pembagian 90%-10% antara PT.SRD dan koperasi dan juga fee-fee yang ada itu belum bapak jelaskan
Perusahan saya dulu persis apa yg dikerjakan PT.SRD,
modal dari pt saya semua…..
kukasih tahu naggaran buat software 300 juta dan utk hardware sekitar 200 juta gak nyampai,bandwidth 10 juta/bln kalu kulihat aplikasi sismibakum tidak serumit aplikasi di tempat saya dulu..
utk masalah gaji,berapa sih total perbulan utk karyawan ?berapa sih karyawan yg ngerjain aplikasi tersebut?
tolong anda total?
kalu anda merasa jujur,besar mana duit yg dikeluarin PT.SRD utk ngerjain aplikasi sama duit yg diserah kan ke maling maling negara?
anda jangan munafik dalam masalah tender di pemerintahan,tanya yusril kalu gak percaya….gimana liku2 nya tender pasti dia ngerti,kalu dia pura gak ngerti berarti buta.
perbedaan tempat saya dulu tender bukan tunjuk langsung seperti yg dilakukan yusril,dan KSO pun jelas,bahkan yg ikut tender juga PT milik nya mentri keuangan kalu gak percaya tanya ke mentri langsung namanya PT.TCS.
Dan sekiranya banyak beranggapan PT.SRD saham nya bisa jadi dari orang2 pemerintahan yg punya..mungkin yg tahu tahu cuma yusril dkk…aplagi indikasi tender dgn tunjuk langsung,itulah hebatnya YIM…
masalah pembagian hasil 90% dan 10 % bisakah anda jelaskan secara transparant?
kalu ditempat saya dulu cuma beberapa persen dan KSO nya 10 thn,biaya pengajuan dokument cuma dikenai Rp.20.000 pada awalnya dan akan naik setiap tahunnya,tapi itu tergantung dari persutujuan pihak2 agen kapal dan bukannya langsung di tarif se enaknya dan di KSO maximal tarif itu Rp.200 ribu.
yang jadi pertanyaa saya,kalu proses pembuatan aplikasi sisminbakum gak nyalahin undang2 kenapa skrg banyak yg ditangkap oleh pihak hukum? kalu menurut ku YIM harus tanggung jawab dong bknnya dari pihak2 PT.SRD saja yg disalahin,,…
negara gak rugi kah?
coba bayangkan kalu PT.SRD sampai kiamat yg ngelola aplikasi itu,berapa besarnya duitnya….dan kukira pejabat2 ke cipratan,gak usah munafiklah…
Hohohohooho, bung maling mulai serius ngomongnya. Baiklah, baiklah… semua argumentasi Anda mudah dipatahkan. Tapi nanti saja, saya mau tidur siang dulu. :)
ok..terima kasih bang Bonar…
saya menghargai keputusan abang…tapi perlu saya tambahkan bahwa, saya bukanlah tipikal orang yang suka
mengekspos data pribadi orang..
abang boleh tanya sama iwan asnawi,data hp dan imel yang beliau kirimkan, tidak pernah saya publikasikan…dan
karena saya belum memiliki blog pribadi itulah saya meminta alamat imel abang..agar saya bisa belajar dan bertukar
pikiran secara pribadi dengan abang, but anyway tq atas apresiasi dari abang..
Regards
M.Novel
@Novel…
Apa kabar, dang? Ini salam dari saya… Terima kasih, atas penghargaannya. Memang begitu harusnya…
Bung Bonar itu, “romantisme semu” belaka, barangkali? hehehehe…
All the best, regards
Iwan Asnawi
@Iwan Asnawi:
Saya tidak tahu apa maksud Anda dengan istilah “romantisme semu”. Mungkin mengejek, mungkin tidak. :)
Tapi berhubung saya tahu persis siapa Anda, saya tidak terlalu mengganggap ejekan Anda pantas ditanggapi secara serius.
Hehehehe.
@Bonar…
Baguslah, kalau begitu. “Romantisme Semu” itu, hanya guyonan (bercanda) belaka. salaaam juga untuk kamu…
@ Iwan Asnawi..
Kabar saya Baik-baik saja…gimana dengan kabar Abang dan keluarga.?
anyway..tq atas apresiasi dari abang di komentar #265..
Regards
M.Novel
hehehe…
wah…….. ane uda kaga’ sabar nih liat diskusinya mas bonar dan BOSS maling,.
@ Bonar
Tidak tahu kenapa..tulisan Mas Maling dari kaca mata saya sendiri (Tidak Minus atau Positif, Masih normal) masih dalam track sebagai “anti-pejabat kurang bersih” bukan anti-YIM, yang mungkin redaksinya perlu editing dari Bang Bonar. Yang rada “Gape” IT, mungkin juga jawara hacker yang dijabani menggunakan proxy berlapis, lempar id dari server satu ke server lain. Jadi teringat Roma Irama yang punya lagu “TERLALU”. Kusimpulkan “DIE HARD”?
@Sdr. Djandel Marbun:
Saya tidak peduli dia mau anti YIM atau tidak, i really dont freakin care. Ini bukan soal favoritism.
Terus terang saja, saya sendiri banyak sekali memiliki ketidaksepakatan dengan pendapat YIM. Jika Anda mau membaca kebelakang, Anda maupun “teman yang disamping” kemaren mungkin tidak akan meragukan integritas saya, sampai-sampai menggunakan argumentum ad hominem dalam menyerang saya.
Saya kira pembaca reguler disini tidak ada yang meragukan integritas saya dalam hal menyatakan apa yang saya anggap benar, sebagaimana saya juga berani mengakui kesalahan.
In fact, saat ini banyak ketidaksepakatan yang berseliweran dikepala saya terhadap tulisan YIM yang terbaru tea.
Tentang Bung Maling:
Seseorang yang berargumentasi-tidak-dengan-itikad-baik itu biasanya berkoar-koar tanpa melihat fakta (karena dalam tempurung itu terlalu gelap, …mungkin), serta tidak menyajikan argumentasinya dengan kesahihan logika, lalu ngotot dengan bawa-bawa korban lumpur lapindo, atau korban-korban kasus lainnya.
(Seolah-olah sebagai “wakil” para korban self-appointed, hanya mereka yang berhak memonopoli kebenaran.)
Argumentum ad hominem, argumentum ad populum ; ignoratio elenchi, non sequitur, dan andalannya yang terakhir: plurium interrogationum… semua teknik jahat ini digunakan tanpa malu-malu oleh Bung Maling. Silahkan cek sendiri definisinya, lalu bandingkan.
It is one thing kalau dia bisa nunjukkin fakta-fakta, yang ada hanyalah sembarang comot angka dari udara lalu meremehkan pendapat orang lain, dan mengata-ngatai munafik. Come on, ling, at least THINK larrr…
Yth. Sdr. Djandel Marbun,
Jika ketika saya menyampaikan fakta dan pandangan saya, Anda hanya bisa mengomentari dan baiting dengan argumen favoritism (anti yim/pro yim), maka mohon maaf, saya menggunakan ad hominem+non sequitur balasan terhadap Anda: Anda tidak pantas mengaku batak!
@Khafidhin:
Maaf saya agak lelah dan naik tensi 2-3 hari ini, saya usahakan tulis lagi nanti, tapi inti argumen saya hanyalah merangkum jawaban yang sudah diargumentasikan ad nauseum dibelakang, lalu menutup kesimpulan rhetorically.
@M. Novel:
Mohon maaf sekali lagi bung Novel, saya tidak bermaksud meragukan Anda. Ini hanya sekedar disiplin pribadi. Yang tahu e-mail saya disini mungkin cuma YIM, dan kedua administratornya(ataukah ada 3?). Saya yakin mereka memiliki integritas baja. Mungkin kelak kita bisa ketemu langsung, mungkin saya bisa bertamu langsung ke rumah Anda, tidak janji, tapi saya akan coba.
makin rame kalu lihat terus..he..he…
aku juga lagi nuggu debat bos bonar sama bos maling
ayo bos bonar berjuang terus..
@Bonar, setahu saya administratornya ada beberapa, itu yang membuat kawan kita maling salah sangka waktu coba-coba cari tahu kenapa dia ketahuan mau pakai ‘proxy’ anonymous dengan mengubah nama saja :-) . Mungkin lagi lupa saja si akang maling ini.
@Ibnu Hambali,
Ayo maling, patahkan argumentasi bang bonar, masa kau kalah padahal sudah pengalaman ditender proyek sekian tahun.
@ Bang Bonar
Ngerti banget bang artinya..satu sisi bisa nambah wawasan bagi orang lain sekalian nambah puyeng, tergantung niatannya. Anyway, Saya tidak ngaku Batak bleh..memang itulah saya.
Mengenai alamat email, tidak ada dalam kamus saya proxy anonymous atau alias aliasan.
#bonar
“Hohohohooho, bung maling mulai serius ngomongnya. Baiklah, baiklah… semua argumentasi Anda mudah dipatahkan. Tapi nanti saja, saya mau tidur siang dulu. :)”
eh mana katanya mau matah kan? kok gak dijawab sama sekali..he..he…nan ti dari pada aku cuma nglantur..tp kan biar panas suasana…he..he…
terus itu jawabnya kok nglantur..kok ikut orang lulusan SLB..he..he….
Saya mau jawab dari YIM,yg nyuruh hitung uang 400 miliar.
helo srill..
emang di pemerintahan kita ada undang2nya utk masyarakat umum boleh mellihat traansaksi di pemerintahan?
kalu boleh sdh ketahuain maling2 negara kita…..
apalagi database aplikasi sismibakum.,jangankan di izini lihat wong karyawanya aja diwanti2 gak boleh bocorin isi data base dgn alasan “RAHASIA NEGARA”…
Ini bukan rahasia lagi tiap kerjain projek PEMERINTAHAN pasti begitu…
kalu masyarakat boleh lihat isi database sisminbakum, anda undang saja teman2 wartwan dan KPK,icw ..
DISITU AKAN KELIHATAN…APAKAH YIM BERSIH ATAU TIDAK…
mas VAVAI, masa’ jadi penonton terus. emangnya kaga’ cape’ ?.
#Khafidhin,
Nggak capek mas. Saya tidak menguasai ilmu yang satu ini, jadi daripada saya nanti ‘keminter’ lebih baik saya belajar saja dari komentar-komentar yang ada. Lebih baik menahan diri daripada ngawur dan menjadi bahan senyuman orang lain :-)
Saya membaca cara Tempo menulis berita soal Sisminbakum dan memfokuskannya pada pihak tertentu, membaca upaya penjelasan pak Yusril disini, membaca pertanyaan dan keraguan teman-teman disini dan penjelasan-penjelasan atas pertanyaan dan keraguan itu.
Dari itu semua saya bisa menyimpulkan untuk saya pribadi, mana yang tendensius, mana yang abu-abu, mana yang hitam dan mana yang putih.
Buat saya tak penting siapa yang lebih ngotot, siapa yang lebih cerdas, siapa yang lebih piawai memainkan argumentasi dan siapa yang sering terperosok dilubang yang digali sendiri. Saya yakin pembaca blog yang mengikuti diskusi ini sejak awal mampu menangkap kesimpulan masing-masing seperti halnya saya sendiri.
Untuk saat ini saya belajar dulu pada suhu Bonar. Memang bonar-bonar hebat dia…
hehehe………….
Bang yusril yang menjadi pertanyaannya saya, PT SRD yang memiliki jaringan IT dengan modal sendiri untuk kepentingan Publik dan memililki penghasilan. kalau Pihak PT SRD ini memberikan sebagian keuntungannya kepada pejabat Dep Hum Ham apakah ini diperbolehkan ? karena sebelumnya Pihak PT SRD di untungkan/ diberi peluang bisnis, apakah ini bukan korupsi ?
Kasus yang sedang anda hadapi sebetulnya sudah jelas hukumnya. Kebijakan yang anda ambil sudah benar dalam situasi dan kondisi yang memang mengharuskan anda berbuat. Dan lagi ini mencerminkan betapa luasnya visi anda soal mengelola negara. Sampai soal IT andapun paham sebagai anugerah ALlah untuk membuat manusia lebih mudah berinteraksi dan lebih transfarance. Anda paham dan anda kerjakan serta beritijihad untuk itu.
Saya mengikuti konsep IT ini sejak awal diperkenalkan dizaman Pak Harto dalam bentuk Nusantara 21 , kemudian berlanjut dalam bentuk TELEMETIKA INDONESIA , dan akhirnya masuk ke program aplikasi. Ini proyek ambisius Pak Harto untuk menjadikan Indoensia sebagai super curridor layanan IT berserta infrastructurenya. Pada waktu itu Malaysia masih jauh dibawah kita. Tapi setelah krisis, Program ini termasuk yang dihadang dalam SAP oleh WorldBank dan IMF. Artinya pemerintah tidak dibenarkan lagi menggunakan APBN untuk membiayai program ini. KItapun sudah ditinggalkan oleh Malaysia. Namun berlalunya waktu diera reformasi ini, banyak PEMDA dan juga instansi lainnya sadar akan perlunya IT. Berbagai program IT mulai diperkenalkan dan sebagian besar menggunakan skema kemitraan dengan pihak swasta. Tapi program yang paling berhasil adalah sisminbakum ini. Namun secara keseluruhan indonesia masih sangat tertinggal dibanding negara lain.
Adanya kasus anda, maka peluang kemitraan yang menjadi ladang baru bagi pengusaha IT di republik ini menjadi hal yang menakutkan. Maka aplikasi IT untuk terjadinya efisiensi, efektifitas , transfarance layanan publik akan semakin jauh harapan kita ,ditengah APBN yang terbatas. Reformasi tanpa transfarance adalah omong kosong.
Kalau anda disalahkan maka pemerintah juga harus tegas terhadap segala bentuk pemanfaatkan business layanan publik. Maka, segala UU yang berkaitan dengan privatisasi layanan publik juga harus dihapus. Bisa engga ? Saya yakin pemerintah tidak akan berani karena mereka takut sama asing…
Salam kenal ya bang Yusri. Saya senang dengan cara anda menulis di blog. Tidak banyak pemimpin atau calon pemimpin yang berani menulis lepas di BLog,. Karena ini arena paling bebas didunia. Semua orang boleh bicara apa saja dan menanggapi dengan cara apa saja. Tentu pemilik blog harus siap dicaci atau dipuji. Tapi setidaknya, melalui blog orang dapat memahami alur berpikir calon pemimpinnya. Hingga bila kelak dia jadi pemimpin, orang tidak perlu kaget lagi dengan kebijakannya. Saya tahu ada banyak calon pemimpin punya blog..tapi sebetulnya itu bukanlah tulisannya. Kebanyakan mereka dibantu oleh ajudan/staff/PR. Hasilnya, kita tidak melihat blog itu sebagai tulisan seorang aku untuk kamu tapi seorang kami untuk kamu. Penuh rekayasa dan memuakkan. Semoga anda menulis blog ini sama seperti President Iran, yang menggunakan waktu seusai tahajudnya untuk menulis blog. DIa memilih menulis blog daripada berzkir setelah usai sholat tahajud. Karena menulis untuk pencarahan rakyat adalah zikir tertinggi dihadapan Allah.Karena ALlah itu ada pada orang orang yang tertindas, teraniaya, miskin, bodoh…semoga. Saya dan keluarga mendoakan anda agar tetap tegar /istiqamah untuk meninggikan kalimat ALlah dimana saja posisi anda. Salam
Assalaamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakaatuh,
Jujur, apa yang Bang Yusril jelaskan di blog YIM ini begitu lengkap dan runtut. Dan ini begitu penting untuk melihat dan tahu permasalahan yang sebenarnya. Bila saya tengok di media massa baik cetak dan elektronik, terus terang kita kadang tergiring untuk mengikuti opini yang dibangun oleh media yang tidak sedikit “mendiskreditkan” YIM. Pastilah hampir “mampir” dibenak kita… pastilah kebagian… ha ha ha.
Namun, saya mencoba mencari tahu dari sumber lain termasuk sekarang Blog Bang YIM dan alhamdulillah mendapat data pembanding. Semoga Bang YIM menjelaskan apa adanya tidak kurang dan tidak lebih. Bang berjuang terus bila abang masih di jalan yang Allah swt ridhoi. Ketika kuliah di FISIP UI dulu saya termasuk “penyuka” tulisan dan pandangan-pandangan Bang YIM, yang jernih berfikir dan berdalil (aqli dan naqli).
Sebagai seorang “saudara” saya akan memberi nasihat… “setiap kita adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah swt… (Al-Hadits). Bila kita pegang dalil ini, sekecil apa pun jabatan yang kita pegang asalkan ia pemimpin… pastilah akan amanah. Setiap harta akan ditanya darimana ia dapat dan dibelanjakan untuk apa? (Al-Hadits). Akhir Kata, sukses dan jaya bagi pemimpin-pemimpin yang jujur dan amanah!
Wassalaamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakaatuh
dengan klarifikasi ini, kami yang di bawah bisa sedikit lega dikarenakan banyaknya pertanyaan dari masyarakat kalau bang YIM terlibat kasus korupsi….apa ini ada unsur politis, momentum 5 tahunan atau sekedar kebetulan saja. yang saya harapkan PBB meski kita partai kecil tunjukkan bahwa kita berkualitas baik Iman dan Islam. kami yang di bawah juga berusaha berbuat sesuatu buat masyarakat dan dengan sendirinya masyarakat melihat apa yang kita perbuat.
@YIM, thanks… for your coment in in other isue…
Sulit mengikuti isue KORUPSI ini di luar Negeri bagi saya.
Tapi, kalau ini terjadi pada saya, kenapa tidak juga diambil jalan hukum-nya. Dengan misalnya, membawa majalah Tempo ke Pengadilan?
Ini pertanyaan baru saya…
Salam, Iwan Asnawi
Boooooooooooooooooh,,,, Langsung Tenang Perasaanku Setelah Membaca Tulisan Ini, Maju Terus Bang Yusril,
Anak- anak Buton Tetap Mendukung Abang, Doa kami meyertaimu, YIM For President
beberapa hari ini di media cetak dan elektronik, PT.SRD melalui kuasa hukumnya melakukan klarifikasi mengenai Kasus Sisminbakum
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/200263/38/
Assalamualaikum wr wb.
kang yusril lam kenal dari saya penggemar anda dari tasikmalaya. baru tau neeh klo orang sesibuk dan terkenal seperti anda masih sempet nulis blog, keliling2 dulu ah blognya.
wassalamualaikum.
sejak saya kenal bang yusril saya yakin abang merupakan orang yang mau menyampaikan bahwa yang benar adalah benar walaupun terasa pahit. semoga abang masih ingat saya. walaupun sekarang saya sdh tdk aktif di PBB lagi tapi utk pencalonan abang ( CAPRES ) saya siap utk menggalang massa Cilegon & Banten
emang maling negara,emang kenapa?
mau nangkap apa minta jatah?
nanti gue kasih separo ya?
duite emang enak,kalu gak gak punya duit mana bisa punya bini muda.
dimana mana gue lihat kok banyak tikus baik disawah dihutan sampai sampai di departemen hukum dan HAM
Buat yg komentar pakai nama Yusril: Al afuw bpk yang pakai nama anonim, saya tidak tau latar belakang anda. Tp yg jelas, Anda. orang yang tdk berani menampilkan diri sendiri apalagi tdk berani pakai nama sendiri dan berganti2 nama hanya untuk memaki,menghujat, memfitnah,itu sangat tidak manusiawi dan tidak benar.
Kita di blog ini bukan hanya ingin membaca tulisan2 anda yang jauh dari niat berdiskusi dan bertukar fikiran. Bahkan anda gunakan nama yusril untuk megacaukan fikiran orang yang membaca blog ini.
Mulanya saya kaget yusril namanya, tp kata2nya kotor ,kasar,pedas dan penuh kebencian. Kalo pak PROF DR YUSRIL, Orangnya santun,sabar,dan tdk mau berkata yang menyakiti hati orang lain. Ingat pak yusril gadungan!!! Semakin anda Menghujat, Semakin banyak orang yang akan bersimpati. Siapapun orangnya yang anda hujat.
Kalau anda seorang muslim, berkatalah yang baik2 atau diam jika tdk bisa berkata baik.
Buat yang pakai nama anonim, mulailah bersikap Gentlement, tunjukkan jati diri anda!!!
Kenapa harus pakai nama yang jelek2. (maling,wong mlarat dll) jangan lupa nama itu orang tua kita pilihkan yang terbaik, karena didalam nama itu terkandung makna DO’A & HARAPAN Orang tua kita Kpd ALLAH SWT buat anaknya.
Pak Yusril telah mengelola blog ini dengan serius dan penuh keterbukaan.Siapa saja boleh sependapat dan tidak sependapat dengan beliau asal dikemukakan dengan menjaga kata-2 yang sopan dan argumentasi yang masuk akal.Akhir-2 ini banyak komentar yang sudah jauh melenceng dengan ungkapan-2 yang tidak patut dikemukakan oleh orang-2 yang beradab.Oleh karena itu sudah waktunya bagi penyelenggara blog ini untuk hanya memuat komentar dengan nama jelas dan email yang benar, atau memblok komentar-2 yang vulgar.Terus terang pada waktu membaca
komentar-2 yang vulgar fikiran saya teringat pada tulisan-2/komentar yang termuat pada apa yang disebut koran got pada zaman pra g30s dulu. Mohon pertimbangan.
Kalau perkara ini dipandang sebagai tindak pidana korupsi maka peran-serta dunia usaha dalam pelayanan publik akan terancam.
Inovasi dan kepeloporan akan mati karena ancaman korupsi.
Sependapat dengan Mustofa. Masalah yang sama dengan Sisminbakum sebenarnya juga terjadi di tempat lain, seperti dalam pengurusan SIM dan STNK di setiap Polda dan Polres seluruh Indonesia. Pembuatan plat nomor mobil aja ditangani oleh swasta, dan biayanya nggak masuk PNBP. Kejaksaan mestinya tahu hal ini, kalau ingin menyelidiki dengan serius.
Jalan tol juga sama. Memang jalan tol mengacu kepada Kepres No. 7 Tahun 1998, namun fee jalan tol juga tidak dimasukkan sebagai PNBP. Takkan pernah ada swasta yang mau bikin jalan tol, kalau feenya masuk PNBP.
sy bingung bang sama ini negara. orang berjuang memajukan bangsa di cap penjahat tp sebaliknya orang merusak negara di anggap pahlawan. tapi bang sy selalu berprinpsip bahwa pendapat orang banyak belum tentu benar. maju terus bang.
sy berharap kedepan media elektronik dan cetak tidak menghakimi seseorang yang bertentu bersalah sdh dicap pasti bersalah. tolong berimbang dalam penyampaian beritanya. di sini orang yang baru dipanggil KPK sebagai saksi sudah dicap bersalah, inilah jeleknya pengemasan beritanya.
@ Irvansyah
Anda tidak perlu bingung dengan negara ini. Negara saja tidak ambil pusing dengan anda. Dengan kondisi dinegara dimana orang hampir menganggap korupsi adalah hal yang lumrah, hingga bingung tidak tahu membedakan mana yang korupsi mana yang bukan. Dimana pejabat tidak pernah cukup dengan gajinya. Sangat wajar bila kasus korupsi yang sudah ditangani KPK diasumsikan sebagian besar kalangan termasuk media bahwa kasus tersebut sudah memang benar adanya. Saran saya buat anda, jadilah pemantau disekitar anda. Jauhkan keberpihakan pada diri anda! Jauhkan SARA! DLL. Karena si A adalah suku A, anda bela habis habisan. dst.
Negara ini tidak butuh yang pintar berargumentasi, negara ini tidak butuh yang pintar Ilmu hukum yang akan pintar mengelabui hukum itu sendiri. Negara ini butuh orang jujur, yang memikirkan kemakmuran negara ini dua ratus bahkan ribuan tahun kelak. Negara ini tidak butuh ahli pesawat terbang, negara barat sudah terlalu jauh untuk dikejar. Negara ini tidak butuh ahli agama dan orang orang yang fanatik. Negara hanya butuh yang mengamalkan ajaran agamanya dengan mengasihi sesama. Yang memangganggap semua umat manusia adalah ciptaan Tuhan.
@ bung marbun.
terima kasih atas masukannya. sy menghargai pendapat anda. tapi yg terpenting bagi sy adalah pendapat orang banyak belum tentu benar. sebagai contoh : orang jahat bergaul di lingkungan orang baik maka orang luar menganggap orang jahat itu itu adalah orang baik, tetapi sebaliknya orang baik yang bergaul di lingkungan orang jahat orang luar mengaanggap orang baik itu adalah orang jahat
Bang YIM, saya notaris di Kota Bandung, saya hanya ingin menegaskan saja, bahwa sebagai notaris, saya benar-benar sangat dibantu dengan adanya SISMINBAKUM. Dulu sebelum adanya SISMINBAKUM , para klien sering menggerutu karena pengesahan belum turun-turun dan tidak ada kepastian jangka waktu turunnya SK. Setelah adanya SISMINBAKUM, saya pernah membuat akta tanggal 17 September 2001 dan tanggal pengesahan 27 September 2001, artinya hanya 10 hari. Namun sayang, SISMINBAKUM ini telah mengorbankan 3 DIRJEN, yang saya dan temen2 notaris juga sangat sedih dan menyayangkan. Mudah2an persoalan ini tidak dipolitisir berkelanjutan.saya justeru sering memberikan masukan kepada rekan2 politisi dan birokrat bahwa untuk mengurangi korupsi, maka segala bentuk pelayanan birokrasi harus menggunakan IT.Saya mendoakan semoga persoalan ini cepat beres dan Bapak2 Dirjen bisa bebas dari segala tuduhan.
Sisminbakum memang memberi manfaat, namun saya pikir sejak pendiriannya menimbulkan potensi masalah, spt
– tdk adanya tender terbuka (bisa saja alasan bahwa tidak ada yg mau, tp kalo tidak diumumkan terbuka, siapa yg tau, krn jelas2 perhitungan bisnis akan menguntungkan….monopoli berdasar peraturan !! kan itu sama aja take it or leave it.. kalo leave rasain aja sendiri bisa urusan admin berminggu-minggu.. tanpa tender terbuka berarti cuma ada segelintir (bahkan calon tunggal) aja yg ikutan… ini membuka peluang buat menciptakan “deal-deal” tertentu )
– perjanjiannya sangat berat sebelah ( boleh jadi swasta nya yg punya uang, tp kalo gak ada ijin dr dept, apa bisa dia bikin sistem yg diapprove. & parahnya lagi perjanjiannya hanya antara koperasi ama swasta.. pdhal didalamnya ada pungutan terhadap layanan yg diberikan oleh negara.. & hasilnya dibagi-bagi di antara mereka, negara gak dikasih )
– baca2 epaper katanya saat ini swasta nya ngambek, krn di jadiin tersangka, maunya kesalahan semuanya di pihak dept, akhirnya layanan sisminbakum di stop….(ktnya passwrodnya gak dikasih… hahaha).. pinter itu swasta.. buang body doi….swasta itu kan cari untung, jd kagak bakalan mikirin kepentingan umum… ini bisa terjadi krn semuaya diserahkan ke swasta, koperasi trima bersih aja… begitulah kalo calo dikasih kekuasaan berdasar perjanjian 10 tahun….seenak perutnya lah dia
– akhirnya terlepas dr ada tidaknya unsur politis, paling tidak ini bisa jd pembelajaran agar kudu ati-ati kalo dapet amanah dr rakyat…apalagi menyangkut uang.. bisa bikin lupa kalo nantinya bakalan di minta tanggung jawab nya.. kalo gak di dunia ya di akherat..
Dengan Hormat,
Saya sangat sependapat dengan pandangan hukum Bapak Yuzril, lepas dari jabatan beliau pada waktu itu dan saat ini.
Pandangan dan ulasan hukum dari beliau sangat bisa dipertanggung-jawabkan, sebaliknya langkap yang diambil oleh yang terhormat Bapak Marwan selaku pejabat di Kejagung bisa dianggap sebagai tindakan yang “sekedar cari muka”.
Dalam pandangan saya, layanan Sisminbakum adalah sebuah langkap tepat dan cerdas untuk meng-ovecome problem laten birokrasi bangsa ini, lambat dan biaya tinggi dan ditambah tanpa ada kepastian hukumnya.
Apabila bapak Marwan mau meluangkan sedikit waktunya untuk berpikir jernih, berapa milyar atau bahkan triliun Sisminbakum dapat membantu pergerakan ekonomi di sektor riil bangsa ini, belum lagi berapa jumlah tenaga kerja yang dapat terserap berkat makin lancarnya kegiatan ekonomi sebagai buah hasil Sisminbakum?
Dari sudut manapun juga, Sisminbakum ternyata lebih banyak manfaat daripada mudhlorot-nya.
Pandangan terhadap biaya akses Sisminbakum yang termasuk kategori pungutan liar karena “dianggap” tanpa dasar hukum, adalah keliru besar. Pungutan Liar dan atau korupsi harus dilihat juga dari sisi implikasinya, dalam Sisminbakum ini dapat secara tegas saya katakan bahwa Negara sama sekali tidak dirugikan, artinya zero korupsi. Bila kemudian oleh Bapak Marwan dikatakan mengapa Negara mendapat lebih sedikit? sekali lagi, bila beliau bersedia berpikir jernih sedikit lagi, tentu beliau akan sadar bahwa investor (SRD) telah menginvestasikan dalam jumlah yang tidak sedikit untuk membangun sistem ini, sebuah sistem informatika yang luar biasa untuk bangsa ini, mereka harus berpikir mengembalikan investasinya berikut keuntungannya, sebagaimana layaknya investasi jalan tol (sebagaimana yang dicontohkan bapak Yuzril).
Masih banyak persoalan korupsi di Republik ini yang jelas-jelas nyata terlihat di depan mata rakyat, namun tidak terlihat oleh Bapak Marwan, kenapa? contoh kecil, masalah kontrak karya gas Tangguh, berapa banyak hak rakyat yang dimakan oleh penguasa dalam kontrak itu? lagi dalam usaha Pertamina, berapa banyak hak rakyat yang sengaja dihilangkan hanya untuk mengejar bagian komisi dari perdagangan migas? mengapa yang terhormat bapak Marwan sepertinya tidak mau melihat kasus kecil yang nyata-nyata terlihat oleh rakyat? apakah beliau malas belajar lagi karena dianggap terlalu rumit? atau beliau takut kehilangan jabatannya?
ingat bapak Marwan, hidup ini cuma sebentar, apalah artinya jabatan di hadapan dan di mata Tuhan? mudah-mudahan bapak Marwan segera mengambil langkah taubat dan segera membela hak-hak rakyat sebagaimana rakat telah mengamatkan jabatan kepada beliau.
“Dari Baca-baca Iklan Tim Pembela PT SRD”.
5 Januari 2009 siang saya beli koran Media Indonesia baru di Matraman.
Di dalamnya ada iklan “SISMINBAKUM; Akses Fee: “Melawan Hukum?””. Bagus.
Tidak berkesempatan langsung baca (antara lain karena heboh krisis Timteng), hingga kemarin.
Kini komentar saya, dalam bentuk corat-coret ringkasan isi iklan pembelaan hukum untuk PT. SRD tersebut.
1.
SISMINBAKUM.
Milik Ditjen AHU.
Dikelola oleh KPPDK.
Diwujudkan – dengan investasi dan operasional – oleh PT. SRD.
Sidang Kabinet —> MenkehHAM/DepkehHAM —> Ditjen AHU —>> KPPDK —>> PT. SRD.
2.
SISMINBAKUM.
a. Akses fee: Rp. (lupa lagi; tidak ada dalam iklan).
b. Biaya pengesahan akta pendirian atau persetujuan atau laporan perubahan anggaran dasar PT, sebagai PNBP (berdasarkan UU 20/1997, belakangan sesuai PP 75/2005 maupun PP 19/2007 (perubahan atas PP 75/2005): Rp. 200.000,-
3.
(maaf, pada kesempatan lain).
Sekian dulu. Mendingan saya baca-baca dulu/lagi, dan syukur jika itu ‘komentar atas komentar’.
Tabik,
Hendra Indersyah.
————————
komentar #148.
“DATA & FAKTA” serta “STOP” – komentar #93.
Tak ada tanggapan terhadap tulisan pendek saya – komentar #93. Dan berikut ini kelanjutannya. Saya ingin menjelaskan pengertian dari kata-kata saya “data dan fakta lainnya” serta “stop” dalam ‘komentar #93′ itu.
Maksud saya sebenarnya dengan “data dan fakta lainnya” adalah bahwa hingga saat saya menuliskan ‘komentar #93′ tersebut di mana Sisminbakum sudah menjadi kasus cukup heboh di Kejagung, SITUS Sisminbakum (www.sisminbakum.go.id) yang pengadaan dan operasionalnya dimodali perusahaan swasta itu adalah – dalam pengamatan saya – tampil secara resmi ala properti milik negara dan pemerintah secara eksplisit (kata-kata pembuka-pengantar: “Situs resmi Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) ini akan …”, dan menggunakan ekstensi “go” dalam alamatnya) dan dilengkapi logo Depkumdang/DepkehHAM/DepkumHAM sera Garuda Pancasila dan Dewi Keadilan (?), selaras dan mendukung – mungkin – kemampuannya mengakses berkas-berkas data cukup besar milik dan berada di bawah kewenangan negara cq departemen pemerintahan bidang hukum dan HAM itu (ataupun ‘Ditjen AHU’nya).
Jadi, lengkapnya, “DATA & FAKTA (data dan fakta lainnya)” adalah “penggunaan fasilitas negara dalam operasional perusahaan swasta, yang mana hingga ‘masuk’ Kejagung saat itu penggunaan tersebut sudah berlangsung selama 7 tahun lebih dengan bagi hasil 90%-10% untuk perusahaan swasta – di satu pihak (90%: cukup besar), dan Depkumdang/DepkehHAM/DepkumHAM ataupun Ditjen AHU secara swasta dan pribadi dengan dasar atau dalam kondisi dan untuk tujuan-tujuan tertentu – di pihak lain (10%: cukup kecil); suatu pekerjaan yang bisa jadi – entah bagaimana persisnya.. – cukup berlegalitas ataupun berlegalitas tertentu. Namun faktanya pula, tadi itu, kini (saat ‘komentar#93′ saya) Sisminbakum itu sudah ‘masuk’ Kejagung dengan tersangka sudah 3 orang. Dan itulah selengkapnya argumentasi untuk usulan saya “stop …’, yaitu – sekali lagi – merupakan konsekwensi logis atau sewajarnya untuk 2 data dan fakta tadi.
Tabik,
Hendra Indersyah.
December 3rd, 2008 at 9:24 am
komentar #93.
“Krisis Moneter, Sisminbakum, dan Krisis Keuangan Global.
(Kenangan, Fakta, dan Pengharapan)”.
Tampaknya Menkumdang waktu itu tidak salah. Sebaliknya, ‘Menkumdang’ itu dalam istilah maupun personnya kemudian berubah/berganti dalam riwayat yang agak rumit, dalam sejarah pergantian presiden dan kabinet pemerintahan era reformasi 2000-an ini baik keadaan darurat maupun secara normal. Dan 7 tahun berselang saat ini Sisminbakum ‘masuk’ Kejagung. Semoga segera kelar dan jelas duduk perkaranya.
Atas data dan fakta lainnya, saya berpengharapan: stop kiranya bagi hasil Sisminbakum.
Selanjutnya, mohon agar Bappenas, Depkeu, dll, kini dalam ‘bangunan kapasitas’nya bisa lebih lincah/siap memfasilitasi kemajuan-kemajuan negara dan upaya-upaya maupun penugasan untuk pencapaiannya dari segala karsa. Krisis Keuangan Global timbulkan gelombang PHK, dan pengangguran akan bertambah banyak; jabatan, iptek, bagaikan tak berdaya? Pikir-pikir luar dari biasa, justru saatnya dapat terbukti aslinya Indonesia dalam sosial-budayanya dari bentuk-bentuk mentalitas dan semangatnya yang cemerlang (terkikis sebisa mungkin yang kusam): Gotong Royong. Tidak kesusahan apalagi ada yang kelaparan. Iptek antara lain Sisminbakum perlu di-set mendukung.
Kiranya dapat dimaklumi kurang-lebih analisis dan semangat di dalamnya. Saya rencanakan pula tentunya adanya besok-besok uraian panjang-lebar selengkapnya. Semoga mendapat tanggapan positif.
Salam hormat,
Hendra Indersyah.
November 25th, 2008 at 4:12 pm