PENJELASAN TENTANG SISMINBAKUM
Bismillah ar-Rahman ar-Rahim,
Kejaksaan Agung meminta saya untuk menjadi saksi dan memberikan keterangan dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pemungutan biaya akses fee dan biaya PNBP pada Sistem Administrasi Badan Hukum (SISMINBAKUM) Direkorat Jendral Adiministrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan HAM atas nama tersangka Zulkarnain Yunus, Samsudin Manan Sinaga dan Romli Atmasasmita. Sebagai warganegara saya tentu akan memenuhi permintaan itu, dan Insya Allah, akan hadir pada hari Selasa 18 November besok.
Saya merasa sedih dan prihatin atas ditahannya ketiga pejabat dan mantan pejabat di Departemen Hukum dan HAM tersebut. Sisminbakum sebenarnya diciptakan dengan niat yang baik dan tujuan yang mulia untuk mengatasi kelambatan pelayanan birokrasi yang berdampak luas ke bidang ekonomi, dan sekaligus sebagai upaya untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari segala bentuk penyelewengan. Ketika saya masuk ke Departemen Hukum dan Perundang-Undangan – yang kemudian berubah menjadi Departemen Kehakiman dan HAM dan kemudian berubah lagi menjadi Departemen Hukum dan HAM sekarang ini – pada akhir tahun 1999, Pemerintah kita sedang berupaya keras memulihkan perekonomian nasional yang hancur akibat krisis moneter tahun 1997. Salah satu upaya pemulihan itu ialah jika iklim berusaha dibangun kembali, perusahaan-perusahaan swasta yang baru harus berdiri, yang ingin merger silahkan merger, termasuk yang ingin melakukan perubahan akta pendirian perusahaan karena perubahan pemegang saham dan susunan pengurusnya.
Kritik keras yang ditujukan kepada Departemen Kehakiman dan HAM ketika itu – termasuk kritik dari IMF dan Bank Dunia — ialah lambatnya departemen ini melayani proses pengesahan perseroan menjadi badan hukum. Di Singapura, Malaysia dan Hong Kong, proses itu hanya berlangsung satu sampai tiga hari. Kita memerlukan waktu berbulan-bulan bahkan lebih satu tahun baru disahkan. Padahal tanpa pengesahan, perusahaan belumlah menjadi badan hukum, sehingga tidak dapat melakukan ikatan dan transaksi sebagaimana layaknya sebuah perusahaan yang berbadan hukum. Saya menyaksikan sendiri ada belasan ribu permohonan yang tertunda, karena pengerjaannya dilakukan secara manual. Untuk mencek nama perusahaan baru yang akan didirikan saja, notaris dari seluruh Indonesia harus datang ke Departemen Kehakiman. Petugas harus membuka buku-buku tebal arsip nama perusahaan sejak zaman Hindia Belanda sampai sekarang ini. Keadaan seperti ini menimbulkan ekonomi biaya tinggi, waktu yang panjang, bertele-tele dan membuka peluang terjadinya berbagai praktek percaloan dan pungutan liar. Dalam beberapa kali sidang kabinet, Presiden Abdurrahman Wahid ketika itu, menyampaikan perintah agar Departemen Kehakiman segera membenahi sistem pelayanan pengesahan perseroan itu. Kalau tidak ada anggaran, dapat mengundang pihak swasta dan koperasi, kata Presiden.
Upaya untuk membenahi sistem pelayanan itu saya dengar sudah ada sejak Prof. Muladi menjadi Menteri Kehakiman. Keinginan untuk membangun pelayanan secara elektronis telah dimulai engan berbagai pengkajian, namun belum sempat diputuskan dan dilaksanakan. Di era saya, upaya ini diteruskan sampai akhirnya diputuskan untuk membangun Sistem Administrasi Badan Hukum atau Sisminbakum itu. Keputusan itu dituangkan dalam Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan pada tanggal 4 Oktober 2000. Pelayanan manual dapat diteruskan sebagaimana biasanya, namun kita perlu membangun jaringan teknologi informasi, sehingga proses pengesahan badan hukum itu dapat dilakukan secara elektronis, sehingga sampai ke Direktorat Jendral AHU Departemen Kehakiman dan HAM secara lebih cepat dan sistematis. Sesuai arahan Presiden, kami berusaha untuk mengundang pihak swasta untuk menanam modal membangun jaringan itu. Sementara Koperasi Pengayoman Departemen Kehakiman dan HAM tidak memiliki modal yang cukup, di samping tidak mempunyai tenaga ahli membangunan dan mengoperasikan jaringan itu.
Dalam suasana krisis ekonomi di masa itu, tidak mudah mencari pihak swasta yang mau menanamkan modal di bidang IT. Perusahaan-perusahaan bahkan dijual dengan harga diskon oleh BPPN. Inilah kenyataan yang kita hadapi pada tahun 2000 itu.Hanya ada dua perusahaan yang berminat menanamkan modal dan setelah dilakukan penilaian, maka diputuskan agar koperasi bekerjasama dengan PT SRD untuk membangun jaringan itu. Keputusan menunjuk Koperasi agar bekerjasama dengan PT SRD itu saya tanda-tangani sebaga Menteri Hukum dan Perundang-Undangan selaku Pembina Koperasi, berdasarkan pembahasan dan usulan dari Direktorat Jendral AHU dan Koperasi. Seorang akuntan publik juga dimintai pendapat dan penilaian atas proposal kerjasama itu. Tidak ada proses tender di sini, karena tender berlaku apabila kita menggunakan dana APBN. Dalam proyek ini, justru pihak swasta yang diundang untuk menanamkan modalnya.
Satu hal yang memerlukan pengkajian yang lebih mendalam untuk melaksanakan proyek ini ialah, bagaimanakah caranya kita membayar pihak swasta yang membangun dan mengoperasikan jaringan IT ini. Pada waktu itu belum ada ketentuan yang mengatur kerjasama antara pemerintah dengan swasta dalam membangun jaringan IT. Kepada siapakahbiaya penggunaan jaringan itu akan dibebankan, termasuk pula pertanyaan, apakah biaya itu harus dianggap sebagai penerimaan negara bukan pajak PNBP sesuai Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997. Pejabat Direktorat Jendral AHU saya minta untuk berkonsultasi dengan Departemen Keuangan untuk mengklarifikasi masalah ini. Pada akhirnya didapat kesimpulan bahwa biaya akses menggunakan jaringan IT itu bukanlah obyek yang harus dikenakan PNBP.
Jaringan itu adalah ibarat jalan untuk menuju Departemen Kehakiman dan HAM, sementara seluruh proses pengerjaan pengesahan perseroan, mulai dari pengecekan nama seluruhnya dilakukan oleh Departemen Kehakiman dan HAM. Bagi pelanggan, yakni para notaris yang mau menggunakan jaringan IT itu, mereka membayarnya kepada pihak swasta dan koperasi yang membangun dan mengoperasikan jaringan itu. Para notaris itu adalah pejabat negara yang diangkat dan diberhentikan oleh Departemen Kehakiman, namun mereka tidak digaji oleh negara. Biaya penggunaan jaringan IT itu dipungut oleh notaris dari klien mereka – yakni para pengusaha yang ingin membentuk perseroan– yang ingin menggunakan Sisminbakum untuk mempercepat proses pengecekan nama perusahaan dan mengesahkannya. Uang itu kemudian dibayarkan langsung kepada koperasi dan PT SRD. Jika klien atau notarisnya tidak mau, mereka dapat mengurus pengesahan itu secara manual, tanpa harus membayar penggunaan jaringan IT kepada koperasi dan PT SRD. Namun, baik melalui jaringan IT ataupun manual, mereka tetap harus membayar biaya pelayanan pengesahan yang disetor sebagai PNBP. Begitu pula biaya mencetak berita negara untuk mengumumkan pengesahan perusahaan itu, dibayarkan kepada PT Percetakan Negara.
Pasal 2 UU Nomor 20 Tahun 1997, yang menegaskan bahwa pengenaan BNBP dilakukan antara lain terhadap hasil dari pengelolaan sumberdaya alam, hasil pengelolaan keuangan negara, hasil pengelolaan keuangan negara yang dipisahkan, termasuk pula pendapatan yang dikenakan karena negara memberikan pelayanan kepada masyarakat. Kami berpendapat bahwa menggunakan jalur IT dalam proses pengesahan sebuah perseroan, adalah suatu kemudahan menuju kepada pelayanan yang diberikan Pemerintah, namun bukan pelayanan itu sendiri. Karena kemudahan itu dibangun dan dioperasikan oleh koperasi dan swasta, maka pembayaran dilakukan kepada mereka. Kalau tidak mau menggunakannya, dan mereka ingin menggunakan cara manual, para notaris tidak perlu membayar. Sama halnya dengan mencetak berita negara, diserahkan kepada PT Percetakan Negara, yang juga dibayarkan langsung kepada mereka, dan bukan sebagai PNBP. Dalam hal percetakan negara, malah tidak ada alternatif, sepanjang yang saya ketahui Departemen Kehakiman dan HAM selalu menyerahkan kepada PT Percetakan Negara untuk mencetak semua berita negara yang berisi pengumuman Pemerintah. Demikian pula pencetakan setiap lembaran negara yang berisi semua peraturan perundang-undangan.
Setelah proses pembangunan jaringan IT tersebut selesai, saya melaporkan kepada Presiden Abdurrahman Wahid. Beliau menyambut gembira selesainya proyek itu dan kemudian meminta Wakil Presiden Megawati untuk meresmikan beroperasinya Sisminbakum. Sejak itu, para notaris dari seluruh tanah air yang telah dilatih menggunakan sistem ini – yang biaya pelatihannya dibebankan kepada koperasi dan swasta — dan diberi pasword untuk mengakses data nama perusahaan dan mengajukan permohonan pengesahan dapat melakukannya dengan kecepatan yang luar biasa. Notaris dari daerah tidak perlu mondar-mandir ke Departemen Kehakiman di Jakarta untuk mencek nama perusahaan dan mengesahkannya, kalau mereka mau menggunakan jalur IT ini. Untuk mencek nama perusahaan, notaris dapat mencarinya langsung di bank data, setelah semua nama perusahaan yang ada di install ke dalam data base, hanya dalam hitungan menit. Begitu pula proses pengesahan dilakukan secara online. Proses pengesahan perseroan yang dulunya memakan waktu berbulan-bulan, bahkan lebih setahun, telah dapat dilayani hanya dalam waktu tiga hari. Para pengusaha yang mendirikan perusahaan merasa senang karena pelayanan yang begitu cepat dan biaya yang dikeluarkan lebih murah dibandingkan menggunakan cara manual. Saya mendengar pada tahun 2008 ini, Sisminbakum mendapat penghargaan ISO 9006 sebagai bentuk pelayanan yang baik bagi masyarakat. Dampak dari proses yang begitu cepat dalam pengesahan perseroan ini ke bidang ekonomi, terutama penyerapan tenaga kerja dan pajak, memang belum pernah dihitung. Namun dampak itu secara kualitatif tentu cukup besar.
Saya diberhentikan menjadi Menteri Kehakiman dan HAMdi bawah Presiden Abdurrahman Wahid tidak lama setelah Sisminbakum beroperasi. Saya digantikan oleh Baharuddin Lopa, Marsillam Simanjuntak dan Maffud MD. Saya menjadi Menteri Kehakiman dan HAM lagi di bawah Prsiden Megawati pada bulan Agustus 2001 sampai dengan Oktober 2004. Sejak itu Menteri Kehakiman dan HAM yang telah berubah menjadi Menteri Hukum dan HAM dijabat oleh Hamid Awaludin dan Andi Mattalata. Saya menyadari bahwa pada tahun 2003, BPKP melayangkan surat kepada Menteri Kehakiman dan HAM yang menyarankan agar biaya akses Sisminbakum dimasukkan ke dalam PNBP dan dikategorikan sebagai pelayanan kepada masyarakat. Saya meminta kepada Dirjen AHU Zulkarnain Yunus pada waktu itu, untuk menanggapi saran BPKP itu dan membahasnya bersama dengan Departemen Keuangan. Semua pihak menyadari bahwa kalau biaya akses itu harus dimasukkan ke dalam PNBP maka negara harus menyediakan dana APBN untuk membangun sistem itu, atau mengambil alih investasi swasta untuk dijadikan sebagai usaha yang dilakukan oleh negara. Jika proses ini selesai maka Presiden, berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 20 Tahun 1997 mengeluarkan Peraturan Pemerintah yang menetapkan biaya akses Sisminbakum itu dijadikan obyek PNBP. Langkah menyelesaikan masalah ini telah ditempuh oleh Menteri Kehakiman Hamid Awaluddin dan Andi Mattalata. Setelah membahas bersama-sama dengan Departemen Keuangan, mereka sepakat untuk menjadikan jaringan IT Sisminbakum itu sebagai Badan Layanan Umum (BLU) di bawah Departemen Hukum dan HAM, setelah perjanjian kerjasama antara Koperasi Pengayoman dengan PT SRD berakhir tahun 2010 nanti, dan PT SRD sesuai perjanjian BOT akan menyerahkan seluruh aset Sisminbakum kepada Koperasi Pengayoman.
Ketika proses penyelesaian Sisminbakum ini tengah berlangsung, saya membaca pemberitaan media bahwa beberapa pejabat Dirjen AHU Departemen Hukum dan HAM diperiksa Kejaksaan Agung dengan dugaan melakukan korupsi biaya akses Sisminbakum, yang seharusnya menurut kejaksaan harus disetorkan ke kas negara. Saya ingin menegaskan bahwa dikalangan internal Pemerintah sendiri terdapat silang pendapat mengenai biaya akses Sisminbakum itu apakah obyek PNBP atau bukan. Saya berpendirian bahwa biaya akses itu adalah cost yang harus dibayar oleh pelanggan, dalam hal ini notaris, karena mereka menggunakan jalur IT yang dibangun oleh swasta dan koperasi. Sama halnya jika pengguna jalan ingin menggunakan jalan tol, mereka membayar biaya tol kepada perusahaan swasta yang membangun dan mengoperasikan jalan tol itu. Di antara perbedaan pendapat mengenai PNBP itu, baiklah kita kembalikan kepada undang-undang PNBP itu sendiri.
Sesuatu dijadikan obyek PNBP atau tidak, haruslah didasarkan kepada undang-undang atau Peraturan Pemerintah, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP. Silang pendapat antara Departemen Kehakiman dan HAM dengan BPKP bisa saja terjadi, namun akhirnya Presidenlah yang berwenang memutuskan dan menandatangani Peraturan Pemerintah itu, apakah sesuatu itu menjadi obyek PNBP atau bukan. Kalau Presiden memutuskan hal itu PNBP, maka PNBPLah dia. Kalau Presiden tidak memutuskannya, maka biaya itu bukan PNBP.
Sejak Sisminbakum diberlakukan pada tahun 2001 telah dua kali diterbitkan PP mengenai PNBP di Departemen Kehakiman dan HAM, yakni PP Nomor 75 Tahun 2005, dan PP Nomor 19 Tahun 2007 yang ditanda-tangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 15 Pebruari 2007. Dalam kedua PP ini disebutkan biaya pengesahan perseroan sebesar Rp. 200 ribu per pengesahan, sementara biaya akses Sisminbakum tidak dicantumkan sebagai PNBP. Sementara Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam suratnya kepada Menteri Hukum dan HAMtanggal 8 Januari 2007 mengatakan antara lain bahwa biaya Sisminbakum belum ditetapkan sebagai PNBP dalam Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2005. Untuk itu, katanya, tarif PNBPnya “perlu segera diusulkan untuk ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah”. Kalaupun diusulkan, maka keputusan akhir menyatakan biaya itu PNBP atau bukan adalah ditangan Presiden.Namun PP Nomor 19 Tahun 2007 yang ditandangani Presiden tanggal 15 Pebruari 2007 itu ternyata tidak memasukkan biaya akses Sisminbakum sebagai PNBP.
Kalau ingin dijadikan sebagai PNBP, seperti telah saya katakan, perusahaan milik swasta yang bekerjasama dengan koperasi itu diambil alih saja oleh Pemerintah, kemudian diterbitkan PP baru yang menetapkan biaya akses Sisminbakum sebagai PNBP. Atau, menempuh solusi yang diajukan Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalata, yakni membentuk Badan Layanan Umum (BLU) dibawah Departemen Hukum dan HAM untuk mengambil alih jaringan IT Sisminbakum yang dibangun dan dioperasikan oleh koperasi dan swasta setelah perjanjian BOT mereka berakhir tahun 2010 nanti. Dengan demikian, persoalan ini dapat diselesaikan menurut mekanisme UU PNBP itu sendiri, bukan melihatnya sebagai masalah pidana. Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan tahun 2000 tentang pemberlakuan Sisminbakum adalah tindakan jabatan yang berisi kebijakan untuk mengatasi kelambatan dan kekecewaan masyarakat atas pelayanan pengesahan perseroan dan sekaligus memangkas ekonomi biaya tinggi. Sebagai kebijakan, tindakan itu bukanlah tindakan pribadi, karena kebijakan itu terus berlanjut sampai sekarang, sementara telah enam kali Menteri Kehakiman dan HAM berganti sampai Menteri Andi Mattalata sekarang ini. Jika di kemudian hari, kebijakan itu dinilai keliru, maka pejabat penerusnya dapat memperbaiki kebijakan itu. Masalah ini, sekali lagi, haruslah dilihat dalam konteks hukum administrasi negara, bukan melihatnya dari sudut hukum pidana.
Terakhir saya ingin menegaskan adanya anggapan bahwa biaya akses Sisminbakum itu bertentangan dengan Pasal 17 ayat (2) Keppres Nomor42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran dan Pendapatan dan Belanja Negara.Pasal tersebut menyatakan “Departemen/lembaga tidak diperkenankan mengadakan pungutan dan atau tambahan pungutan yang tidak tercantum dalam undang-undang atau peraturan pemerintah”. Kalau Kepres ini dijadikan sebagai dasar, maka Kepres itu sendiri tidak berlaku surut karena Sisminbakum telah diberlakukan sejak tahun 2001. Asas nullum dilectum dalam KUHP menegaskan bahwa hukum pidana tidak dapat diberlakukan surut. Di samping itu, Departemen Kehakiman dan HAM tidaklah memungut biaya akses Sisminbakum. Para pendiri perusahaan dan notaris yang ingin menggunakan jalur IT dalam mencek nama perusahaan dan memproses pengesahannya, membayar biaya akses langsung kepada koperasi dan perusahaan swasta yang membangun dan mengoperasikan jalur IT itu. Kalau mereka tidak mau menggunakan jaringan IT itu, seperti telah saya katakan, mereka tidak perlu membayar. Apa yang dipungut oleh Departemen Kehakiman dan HAM ialah biaya pengesahan yang sudah ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah sebagai PNBP.
Demikian penjelasan saya, mudah-mudahan penjelasan ini dapat menjernihkan berbagai persoalan terkait dengan Sisminbakum yang akhir-akhir ini menjadi pemberitaan di berbagai media massa.
Jakarta, 16 November 2008
Yusril Ihza Mahendra
Cetak artikelShort URL: https://yusril.ihzamahendra.com/?p=291
“Berkacalah pemuda-pemuda bangsa masa depan”…
Bagi saya persoalan SISMINBAKUM adalah sebuah potret “kecil” dari ribuan bahkan jutaan “Potret”-“Potret” besar yang sudah melingkar disekeliling atmosfir kehidupan elit politik bahkan generasi muda masa sekarang (bisanya hanya menunjuk kesalahan orang, tetapi cermin dirinya ditutupi) baik yang tersembunyi atau disembunyikan. Akuilah….akuilah bahwa inilah cermin budaya kita yang masih dipelihara dan berat untuk ditinggalkan. Memang perlu pengorbanan yang besar di dunia yang keciiiiil, menuju kehidupan yang besar (Akherat)
Menurut hemat saya orang awam yg tidak mengerti persoalan2 Hukum, Pelayanan Birokrasi, Pajak dan Non pajak, Ekonomi,Tikhnis dan Non Tikhnis, Kewenangan, kebijakan, Otoritas, Undang2 Dasar, undang2,Perpu, Permen dan Politik, adalah asfek2 yang melingkupi seluruh aktivitas ke-tata Negara-an kita.
Kasus Sisminbakum adalah kasus yang mengandung asfek; 1.Pelayanan Publik, 2 Otoritas & Birokrasi. 3 Pemerimaan Negara Non Pajak. 4 Hukum. 5 siapa yang Kuropsi 6 Politik.
1. Palayanan Publik = Positif
2. Otoritas & Birokrasi = Positif
3. Penerimaan Negara Non Pajak = Positif
4. Hukum = Jelas
5. Siapa Yang Kuropsi = ???????
6. Politik = Kalau menteri diminta bertanggung jawab atas pelanggaran hukum oleh oknom Individu bawahannya
padahal Menteri adalah bawahan President, maka Presidenlah yang bertanggung jawab,
Sementara presiden juga dipilih oleh rakyat dalam pilpres. Maka Rakyat lah yang paling bertanggung
jawab atas pilihan nya.
Kalau demikian mari kita yang merasa memilih dia ramai-ramai masuk penjara, Jangan Bang Yusri sendiri
sendirian di-paksa2 di-cari2 di-seret2 agar masuk keperangkap melawan Hukum.
di-seret2 agar masuk keperangkap melawan hukum. TEEERLAAALUUU.
salam,
Sepertinya seiring waktu, bang YIM tetap saja akan menjadi target untuk dipenjarakan, terbukti kasus sisminbakum terus menggelinding bahkan Kejaksaan dipanggil DPR, dan salah satu anggota DPR Gayus Lumbun masih keukeuh mempertanyakan, mengapa Yusril tidak dijadikan tersangka, jika dilihat gelagat saya melihat Bang YIM tetap akan menjadi target untuk di penjarakan
Semoga saja kedzaliman tidak menggelinding dengan mudah di lingkaran Dewan dan pemerintahan, asas-asas hukum tetap dihargai agar bangsa ini menjadi bangsa yang terhormat.
Wassalam
Kalau Menteri diminta bertanggung jawab atas pelanggaran hukum yang dilakukan oleh oknum bawahannya,
maka tentu Presiden lah yang paling bertanggung jawab, sebab menteri adalah bawahan dari Presiden.
sementara Presiden dipilih langsung oleh Rakyat, Presiden bertanggung jawab langsung kepada rakyat yang memilihnya.
Untuk kasus politik President yang gagal melaksanakan amanat Rakyat sesuai janji politik disaat dia berkempanye, haruslah mendapat sangsi politik atas kegagalanya. Sangsi politik yang diterapkan adalah tidak dapat ikut sebagai peserta pemilu bagi Partai yang mengusungnya dan tidak dappat dicalonkan sebagai kandidat Presiden untuk satu putaran Pemilu atau tergantung besar kesalahan bisa saja tidak dapat ikut pemilu untuk beberapa putaran pemilu.
Ini cukup efektif untuk mengurangi/membatasi partai Politik ikut pemilu. Tentu ada keritaria dan indikatornya. Ada sangsi Politik sebagai tindak lanjut dari sangsi moral.
Demikan menurut hemat saya.
Salam.
Saya permisi terlebih dahulu pada pak Yusril – selaku yang punya blog ini – untuk boleh menanggapi pertanyaan dan uneg-uneg beberapa teman di sini.
# Abu Fahmi (komentar #353).
Tenang. Saya sudah melakukan pengkajian terhadap dokumen (yaitu ada 4) dan ‘3+’ peraturan serta 5 era Sisminbakum, tinggal soal pengujiannya, pengujian hasil – dari pemaparan isi – pengkajian tersebut.
# johanes sutopo (komentar #350).
Ada cukup indikasi untuk memungkinkan kita cukup yakin bahwa Jaksa adil mengurus masalah ini. Dan tentu semua ‘dikejar’, termasuk pak Yusril, dengan hasil pengejaran sesuai bentuk keterlibatan masing-masing pihak/pribadi (pelaku Sisminbakum) – tentunya. Antara lain, bahwa pak Yusril akhirnya pulang atau tidak ditahan malam itu, pkl 10 malam – kalau tidak salah ingat, yang mana sejak siang diperiksa Kejakgung.
# Suriansyah BJM (komentar #352)
Hampir seluruh poin aspek Sisminbakum dari pengkajian anda ada penilaian/jawabannya, tinggal poin no. 5 ya. Itulah yang kita tunggu-tunggu, yaitu hasil pengadilan nanti. Di sini, kalaupun saya misalnya memaparkan pendapat saya, ya cuma berwacana.
Wassalam,
Hendra Indersyah.
Saya baca barusan berita VIVAnews tentang kasus Sisminbakum dalam beberapa postingan beberapa hari ini.
Antara lain:
Jum’at, 20 Februari 2009, 16:29 WIB,
“Korupsi Depkumham; KEJAKSAAN FOKUS PADA LIMA TERSANGKA”
Oleh Ita Lismawati F. Malau, Fadila Fikriani Armadita.
Sebentar, boss. Mungkin ada baiknya – atau kiranya memang perlu – terlebih dahulu saya mengemukakan pandangan saya selama ini – sejak baca-baca lebih mendalam “PENJELASAN TENTANG SISMINBAKUM” (pak Yusril) dan iklan “SISMINBAKUM; Akses Fee: “Melawan Hukum?”” (tim pembela PT SRD) – tentang bagaimana sebenarnya kasus Sisminbakum itu?
Bahwa, pada hemat saya, kasus tersebut bukanlah kasus “korupsi” dalam pengertian umum formal yaitu “memperkaya diri dan pihak lain dengan uang negara … dlsb”, melainkan hanya – di dalamnya – terjadi ‘pungli’. Ya, mohon perhatian, ‘pungli’ atau pungli dalam tanda kutip. Dan besarnya tidaklah Rp. 400M (malah belakangan naik menjadi Rp. 410M).
***
Saya cukup tertarik untuk memaparkan bagaimana persisnya Sisminbakum “melawan hukum?” itu.
Pemaparan keseluruhannya, keseluruhan Sisminbakum, dari awal kehadirannya hingga akhir operasionalnya, dari kebijakan MenkehHAM hingga soal PNBP.
Memang agak ruwet. Namun rasa-rasanya kini saya cukup memahami dan dapat menjelaskan sehingga terbuka dan terlihat jernih. Sungguh cukup menarik.
Sudah tersusun cukup sistimatis, sebagiannya dalam bentuk oret-oretan dari data & fakta dalam bacaan yang ada.
Dan, jika sudah cukup jelas permintaan yang masuk, maka tentu akan langsung dan cukup jelas saya ungkapkan dengan tulisan maupun secara lisan tentang bagaimana persisnya Sisminbakum “melawan hukum?” itu: siapa-siapa saja dan bagaimana duduk persoalannya – berdasarkan/sejauh data dan fakta yang ada.
(Heran. Hingga kini tidak ada permintaan … misalnya dari PT SRD maupun Notaris? Kalau ada ya tentunya lumayan untuk keperluan rumah tangga – sebagaimana orang lain juga.
Jika ada, mohon kabari saya langsung via 0813 826 826 11).
(Hendra Indersyah.
Jaktim).
Salam sejahtera pak Yusril,
Sudah banyak komentar teman-teman diatas. Dari segi tender atau dilakukan melalui penunjukkan langsung telah sering dibahas. Sekarang saya mencoba melihatnya melalui perspektif yang lain.
Mengikuti pembahasan yang sudah sangat banyak diatas, ternyata penerimaan negara setidaknya bersumber dari dua hal yaitu penerimaan bukan pajak, yang sekarang dimasalahkan oleh kejaksaaan – seperti sisminbankum, dan pajak.
Sudah umum diketahui bahwa, ditetapkan Rp.200.000,- sebagai PNBP dan jumlah ini sudah dibayar/disetorkan ke kas negara. Bagaimana jika dari keseluruhan fee yang diterima PT SRD ternyata sudah dibayar juga pajaknya oleh PT SRD, artinya dari keseluruhan fee yang diterima oleh PT SRD sudah ditunaikan kewajibannya terhadap negara melalui PNBP dan Pajak. Jika kewajiban pajak dilaksanakan oleh PT SRD dengan benar secara prinsip negara tidak dirugikan, karena tuntutan negara untuk penerimaan atas kegiatan dan investasinya telah dipenuhi.
Tapi masalah belum selesai sampai disitu, perlu pembuktian bahwa PT SRD, melaksanakan kewajiban perpajakannya. Masih ada satu kejanggalan lain, apakah PT SRD menjadi suplier jasa bagi pemerintah atau sebaliknya, mengingat bagaimana arus dana/kas mengalir. Yang saya tangkap, para notaris membayar ke PT SRD kemudian membayarkan bagian pemerintah kepada pemerintah. Lha, ini kok seperti pemerintah di “gaji” sama PT SRD, seharusnya untuk transparansi dan lazimnya aliran dana pemerintah, para notaris membayar ke pemerintah dan kemudian dibayarkan bagian PT SRD oleh pemerintah, ini baru kelihatan bahwa PT SRD bekerja untuk pemerintah. Tidak menjadi masalah seberapa besar yang dibayarkan kepada PT SRD.
Dilura hal-hal diatas, mungkin kasus ini terlepas dari unsur politik dlsb. Jika benar para pejabat menerima uang dari aktifitas PT SRD ya ini namanya pungli. Dan Pak Yusril telah melakukan klarifikasi bahwa Ibu Yusril tidak menerima uang dari PT SRD/AHU, saya tidak mau menghakimi hanya menunggu saja putusan pengadilan.
Demikian Pak Yusril, kagum terhadap kemampuan anda menghadapi begitu banyak masalah. Anda pasti orang hebat, dengan stamina yang begitu kuat. Mohon komentar atas perspektif saya diatas. Minta maaf jika ada yang salah, mengganggu atau tulisan saya yang kacau strukturnya
Salam,
#Idham Dharma
Walah pak gak kira yusril bales tanggapanmu itu,soalnya sudah diwakil kan sama GANK nya dia,
paling si nanggapi si hendra gak bermutu tulisannya dan buat orang baca blog ini jadi males.
tapi kurasa tulisan YIM lebih bagus ketimbang hendra,dari tata cara bahasanya jauh dari YIM,
kelihatan sekali YIM lebih intelek dari si hendra
regards
andiar
08192201224
semakin tinggi pohon menjulang semakin kencang menerpanya;
-kira-kira itulah yang sering abang ungkapkan setiap kesempatan saya bertemu abang;
namun kita selalu ada yang selalu MAHA KUASA YANG LEBIH MAHA MENGETHUI
apa-apa yang terucap maupun yang tersembunyi di dalam hatipun …..
majulah menjadi CAPRES 2009……..
jangan mundur lagi seperti 1998 !!!
Insya allah kalau Allah mentakdirkan kun fayakun….
SETELAH SISMINBAKUM APALAGI KIRA-KIRA ABANG SASARAN TEMBAK YA???
Assalamui’alaikum warahmatullah wabarakatuh,
bang yusril, saya faizin adi, mhsiswa fak syariah IAIN Sunan Ampel Sby. salam kenal
bang koq g nulis ttg analisis ato pendapat abang ttg putusan MK yang menolak gugatan abang soal capres independen. kan itu banyak dipersoalkan. selain itu juga penolakan MK thd gugatan PBB soal parliamentary treshhold. Qta pgn tau pendapat abang soal itu
karena biasanay abang sanagt pandai dalam menulis dan menjelaskan soal-soal hukum dengan cara yang lugas shg Qta bisa cpt paham
makasih bang
maju terus
semangat
fayadip02@yahoo.co.id
Ass,ww.
Bang Hilman gimana gabari konstituen ente di Lampung baik2 sajakan. Alhamdulillah
Seperti yang abang Hilman katakan juga bahwa Allah akan mem-pergililr-kan kehidupan ini kepada siapa saja yang ia kehendakinya, maka tentulah mahluk tak dapat menahannya atau me-majukan atau me-mundurkan nya walau sedetik sekalipun. Subhanallah, Allahu Akbar, Maju bersama PBB.
alhamdulillah sbg simpatisan mah-lumayan pemilu 2009 ini mah, agak lebih semarak di lampung juga!!
ya walaupun tidak sesemarak di kota asalku dulu-tasik – di sana mah anggota dprd 2 nya dapat 4 kursi, masing-masing dp dapat (1).
Kayaknya harus nanya ke orang tasik gmana bisa dapat 4 kursi???Gimana ustadz din, kmh kabar wartosna urang tasik??
Assalamu’alaikum wr wb, ‘Bang.
Semoga dalam keadaan sehat wal ‘afiat dan selalu sukses.
Sudah cukup banyak dan panjang seluruh komentar terhadap Penjelasan tentang Sisminbakum ini. Dan mungkin sudah cukup banyak pula komentar dari diri saya. Kini, sementara saya belum berkesempatan melaksanakan apa yang saya maksudkan dengan “pemaparan …” pada beberapa komentar saya di halaman 12, saya bermaksud mengajukan pertanyaan, dan terlebih dahulu saya mengemukakan pendapat secara ringkas, sbb.:
Kejakgung tidak proporsional dengan sangkaan “merugikan keuangan negara sebesar Rp. 410M” dalam dugaan “Sisminbakum melawan hukum”, dan – karena itu – proses penyidikannya jadi lama.
Dalam logika saya – dari ‘data’ yang ada, kejadiannya dan persoalannya adalah ‘pungli’, tindakan pungli dalam tanda kutip, pungli yang agak aneh, yaitu oleh PT SRD (& Koperasi Pengayoman) terhadap masyarakat/Notaris (di mana tampaknya Dirjen AHU juga harus bertanggung-jawab), dan juga oleh negara cq Depkeu/Ditjen Pajak terhadap PT. SRD, sejak adanya PP 19/2007 – 15 Feb 2007.
1. Bagaimana pendapat abang: benarkah pendapat saya itu? Setuju “telah terjadi pungli sejak adanya PP 19/2007” – tersebut di atas? Bukankah PPN (PPN pun) terhadap PT SRD atas penerimaannya dari pembayaran biaya akses Sisminbakum adalah tidak dapat melegalkan biaya akses tersebut?
2. Jika “1” positif, bagaimana mungkin waktu itu PP 19/2007 terwujud (wujudnya) seperti itu atau sebagaimana adanya saat ini (butir 1.1.a), sedangkan abang waktu itu adalah Mensesneg? PP 19/2007 itu memang ada baiknya bagi Notaris, namun bagaimana dengan PT SRD dan Koperasi Pengayoman, … dan kini jadi masalah …!
3. Apa yang dapat kita lakukan terhadap Kejakgung, dll, sehubungan dengan pendapat saya tersebut di atas dan pertanyaan “2” (bagaimana ‘cerita’ sebenarnya)?
4. Mengapa Capres-capres yang sudah banyak bermunculan saat ini tidak ada – tampaknya – yang turut mencari/memberi solusi untuk kebaikan dan kebenaran Sisminbakum yang sebenarnya sungguh baik dan perlu bagi perkembangan Dunia Usaha Nasional itu? Ya, kiranya turut mencari/memberi solusi sejak saat ini saja – atau tidak menunda-nunda hingga terpilih nanti – untuk mendorong kemajuan-kemajuan masyarat, bangsa, dan negara, dan itu tentunya dapat menambah isi daftar prestasi dalam CV/RH?
Catatan: saya sendiri sungguh tertantang untuk dapat aktif bagi pemerintahan sehingga kasus-kasus seperti “Sisminbakum melawan hukum” itu tidak terjadi dan kita dapat atau memiliki waktu sepenuhnya untuk menemukan kemajuan-kemajuan baru, bukan memperbaiki kemajuan-kemajuan lama, dari-bersama-bagi masyarakat .
Demikianlah pendapat dan pertanyaan saya, kiranya abang berkenan dan tertarik untuk memberikan tanggapan.
Terima kasih.
Hormat saya,
Hendra Indersyah
yunior/tertarik tata negara.
Bang, terus terang (meski saya mantan pengurus PBB Kota Makassar), saya dan juga minta ke istri saya untuk turut mendoakan dalam sholat semoga Bang Yusril selamat dari kasus sisminbakum itu. Bagaimana pun, tetangga saya, jika di TV ada pembahasan dan menyinggung soal sisminbakum itu, mereka selalu menyampaikan dan bertanya ke saya. Menurut saya, ada pihak yang teramat dendam dengan abang, lihat saja komentar para aktivis LSM yang dimintai komentarnya soal itu di TV dan sebagian pembawa acara terkesan ingin agar Bang Yusril dapat dijerat hukum.
[…] lanjut dalam blog pribadinya, Yusril menjelaskan tahun 2000 ketika Sisminbakum digagas, Dephukham kesulitan mencari perusahaan […]
Assalamalaikum Pak Guru Besar Muhamadyah
sesungguhnya kebenaran itu lambat laun akan terbuka ,manusia boleh buta tapi allah maha tau
lanjutkan perjuangan dengan jalan sirotolmustakim insya allah akan berhasil memang posisi kita benar
wassallam
bang biasanya saya selalu buka blog abang gak pernah di face book. gak tahunya calon pemilih abang…banyak banget, saya yang sering sms abang dengan nama hilmantasik, sejak pertama abang datang ke tasik tahun 1998 saya selalu ada menyimak cerita abang, juga ketika di bandung, atau waktu markas kita di Kramat VI selalu dari bogor saya sempatkan datang, dan beli buku ……….Cemerlang saya minta tanda tangan abang pada buku itu,
Rasa kekagumanku ke abang putra sulungku ini…yang nampang mewakili fotoku kuberinama …. Muhammad IHZA Ramadhani…… (ambil potongan nama abang, gak apa-apa kan bang???)
Oh ya terakhir ketemu….waktu di Lampung di DPW (antar istri:CALEG DPRD I) dan waktu abang di Lampung utara (Kota bumi) waktu upacara adat di rumah bang syahrul….
assalamu’alaikum wr.wb.
pa YIM yang saya banggakan…
saya merasa bersyukur dengan adanya web ini, shingga sya bisa tau lebih jauh tentang bapak, bisa sharing, dan bisa tau informsi tentang perkembangan bapak.
karena sya sebagai orang daerah tidak bisa langsung bertatap muka dg bpa, hanya di TV sja
alhamdulillah dg adanya fasilitas ini saya bisa berkomuniksi dg bapa walaupun hanya berbentuk tulisan…
jujur saya adalah pengagum bapa…
saya dari Kota Majalengka – Jawa barat
pak, kalo boleh saya minta email dan no tlp bapa…
terimaksih sbelumnya
saya tunggu artikel dan infonya..
Saya berterima kasih atas penjelasan Bapak mengenai SISMINBAKUM.
Ass.w.w.
Saya tak habis fikir, keluarga bulan bintang sejak dulu sering kali difitnah. Apakah hanya gara2 ada kata perjuangan “syari’at” dlm misinya.
Sejak zaman orla ketika bernama Masyumi, dituduh ekstrim kanan, sampai dibubarkan oleh pemerintahan Sukarno. Padahal orang tahu jasa Moh Natsir dg “Mosi Integral” nya negeri kita kembali ke NKRI.
Lalu di masa Orba yg menumbangkan Orla & pemberontakan PKI nya, ex Masyumi dicurigai sbg ekstrim fundamentalis, yg diharamkan kembali kepanggung politik, padahal Masyumi jadi tumbal gerakan anti Komunis. Bahkan sampai akhir hayatnya, Moh Natsir masih dlm status dicekal oleh pemerintahan Suharto.
Belakangan di era reformasi, tampaknya ada kezaliman sistimatis yg masih saja ‘alergi’ terhadap kebangkitan semangat “bulan bintang” lewat PBB. Jangan heran sebaik apapun kontribusi bang YIM dlm mereformasi hukum dari calo, rantai birokrasi & mafia peradilan, dan bang Kaban yg berjuang keras mengembalikan fungsi hutan & memberantas mafia illegal loging, akan dijadikan sasaran tembak ketidak senangan pihak yg sdh di mindset sedemikian rupa.
Kalau memang abang dkk benar, dan yakin kebenaran itu pasti menang dan satu waktu insyaallah berfihak kepada abang. Mari kita banyak2 beristighfar. Rasulullah SAW saja yg dijamin ma’shum setiap hari 100 x beristighfar. Kemenangan yg terakhir lebih baik daripada kesenangan di masa awal. Semoga abang dkk tegar!
Bang,bang tuuttt…..
Siapa yang kentuuttt….?
Kalo ngaku, saluuttt!
(kalo risih pasti ga’bersih)
Hi Bonar, came across your writings in this blog..not a YIM fan..but would like to chat when you’ve read the latest “WIRED” magz, the Grid cover..
RE Sisminbakum: anyone, enlight me please
1.Apakah akses fee SUDAH termasuk PNBP?
2.Dasar apa yg digunakan ketika katakan Sisminbakum itu pungli?
3.Dasar apa yg digunakan tuduh Sisminbakum rugikan negara?
4.Dalam persoalan Sisminbakum, apa bedanya antara SBY sbg Presiden dan YIM sbg saksi?
Dude, how do you know my interests on electric grid and energy matters?
Who are you?
Am i being spied? are you somekinda intel agent?
I know my phone is being tapped, didnt think that you guys are serious about it.
Bonar,
Come on now, hold your horses..”why so serious”..as I said, I came across your writings on YIM’s website and assumed we must share similar interest, hence readings i.e. Wired..not an intel, just a nobody passionate to fixing indonesia’s problematic energy policies..
btw, you seem into YIM…mau coba jawab pertanyaan2 sisminbakum? come on, before truth reveal itself di pengadian..and lets chat about something more interesting than identity..trust time will prove no harm intended..
Ok cc. No bad intentions, eh? coz im kinda paranoid about those things. sorry. (but still, have I talked about energy matters here? I cant recall)
Kita pernah diskusi di tempat lain?
NOW. your questions.
1. Tidak.
Atas setidaknya 2 alasan:
a. Kontraknya tidak mengharuskan demikian.
b. Tidak ada perubahan penetapan dari 3 Presiden.
Sistemnya bukan pemerintah membayar jasa kepada swasta. Tapi pengguna jasa “meminjam” infrastruktur swasta, untuk mengakses layanan pemerintah.
Sure. Ada metode yang lebih baik dari itu. Namun menganggap metode tersebut korup (systematically corrupt) juga tidaklah tepat, sesuai dengan argumen Myopia Sejarah saya diawal-awal. Especially, setelah 3 presiden sistem tersebut tidak diubah oleh yang berwenang (tidak ada penetapan pnbp dari presiden)
2. Dasarnya karena Access Fee bukanlah untuk negara.
Pemikirannya, fungsi swasta dalam hal tersebut adalah sebagai calo elektronik.
Sebagai alat yang menyampaikan informasi dari pengguna kepada pemerintah, vice versa.
Calo yang disetujui pemerintah.
Argumen pro, orang boleh saja tidak menggunakan jasa calo.
Argumen kontra, jasa calo tersebut memonopoli pelayanan.
Argumen pro, tidak ada aturan yang melarang orang lain untuk menantang monopoli tersebut.
Realita: Tidak ada yang menantang.
Disini segalanya jadi abu-abu.
Ada sistem lain yang identik dengan sisminbakum. Saya pernah melihat sebuah sistem yang dipakai untuk membayar listrik dan telepon secara online. Seorang investor hanyalah perlu menginvestasikan dana di uang pulsa untuk koneksi internet, serta komputer. Investor tersebut kemudian dapat mengutip 800-1600 rupiah per transaksi.
Sistem tersebut tentu saja meliberalisasikan pelayanan BUMN, memperbanyak node pembayaran, mengefisienkan biaya transport dari sudut pandang konsumen.
Apakah itu juga systematically corrupt?
Demikian pula wartel, juga menggunakan model bisnis yang relatif sama.
Skenario lain, jika kemudian access fee sisminbakum digratiskan, lalu pengguna mengaksesnya melalui warnet, apakah warnetnya juga harus menggratiskan? daripada dibilang calo?
Karena fungsi ptsrd dan warnet cenderung sama, yaitu sebagai penyedia jalur, bukankah adil jika orang yang mau mengakses sisminbakum dari warnet juga harus digratiskan? toh perbedaannya cuma berada di node mana pembayarannya?
Tentu saja, node sebelah departemen, seharusnyalah pemerintah yang membayar, nah untuk ini, lagi-lagi baca postingan saya tentang myopia sejarah.
Pilihan skema node pembayaran ada 2:
a. Pengguna membayar access fee yang kemudian dimasukkan ke PNBP, kemudian pemerintah membayar ke swasta.
b. Pengguna membayar langsung access fee ke swasta beserta biaya layanan, kemudian swasta menyetor ke pemerintah.
Pilihan b tentu saja lebih menarik bagi swasta, apalagi jika tidak ada jaminan jika investasi mereka akan kembali(tidak seperti sistem tender misalnya).
Itulah sebabnya saya justru melihat skema seperti itu amatlah progresif-revolusioner [ :) ] dalam menghadapi kekosongan kas negara sementara kebutuhan efisiensi begitu mendesak.
3. Access Fee tidak masuk PNBP.
Akhirnya berputar-putar itu saja, untuk PNBP maka presiden yang harus memutuskan.
Tapi memang ada faktor lain. Yaitu: apakah terjadi suap? jika ya, tanpa perlu ragu lagi, sisminbakum merugikan.
4. Saya kurang jelas maksud pertanyaannya.
Sekilas, itu saja yang saya tahu, selanjutnya memang kita harus lihat pengadilan saja.
setuju dengan tulisan bapak, gara-gara sistem ini dibekukan, banyak permohonan perubahan akta PT seperti perusahaan tempat saya bekerja terlambat dan jadinya bertentagan dengan UU PT No. 40 Tahun 2007
Mohon infrmasi dimana bisa ngecheck nama2 perusahaan travel yang sudah terdaftar.
Salam,
Lombok
anda juga mempunyai kewajiban moral mendukung dan membela ketiga mantan pejabat tersebut karena mereka menjalankan kewajiban anda
Berawal dari demi effisiensi pengurusan dokumen pendirian perusahaan. Muncul suatu ide. Ide dibuat menjadi sebuah sistem. Sistem tersebut “terekayasa” “memperkaya” diri sendiri atau sekelompok orang? Bila memang niat tulus hal hal yang bakal menyimpang jauh sebelum sistem tersebut dioperasikan pasti bakal teratasi oleh orang orang yang nota bene adalah pakar. Katakanlah belaiu beliau lalai. Siapa yang paling bertanggung jawab terhadap kelalaian tersebut? Anda pasti tahu jawabannya! Bila pertanyaannya Penyimpangan tersebut diketahui dan memang dibiarkan. Atau pura pura tidak tahu? Jawabannya tetap ada pada puncak hirearki sistem tersebut. Kenapa masalah ini ruwet? Memang disengaja ruwet! Beliau beliau adalah pakar hukum yang menggunakan lidahnya bermain silat dengan jurus jurus hukum untuk mengelabui masyarakat.
Ga perlu nulisnya pake berat berat segala Om..! Biar khalayak bisa nangkep maksudnya.
Saya kasihan sama pak romli,dia yg jadi korbanya..
sedangkan yusril dan hartono gak mau tanggung jawab.
kalu yusril seoarang pemimpin,mana tanggung jawabnya?apa cuma cari selamat saja orang ini.
meski anda pakar hukum tapi kelakuan anda sama saja denagn maling kampung.
buat pak romli bersabar ya…
muga2 YIM dan HARTONO lebih lama dipenjaranya dr pada anda
Ass.w.w.
sistem negara kita masih kurang baik, masing- masing punya penafsiran sendiri. ini bisa dimulai dari kebijakan yg dikeluarkan Presiden untuk memperbaiki sistem. maka untuk pilpres ini kita pilih presiden yg tegas memperbaiki sistem bukan yg hanya tergantung penafsiran/ pendapat bawahan atau orang dekatnya.
sesungguhnya kebenaran itu lambat laun akan terbuka ,manusia boleh buta tapi allah maha tau
lanjutkan perjuangan dengan jalan sirotolmustakim insya allah akan berhasil memang posisi kita benar ok bang salam kenal
Selamat malam, pendapat saya sisminbakum adalah wujud pendewasaan dari sistem pendidikan di indonesia, tetapi hendaknya bagi pihak kampus dan pemerintah tetap ada saling kontak, dan tidak lupa untuk dari pemerintah selalu mengawasi kampus, bagi yang menyeleweng atau melakukan pelanggaran bisa dilakukan tindakan tegas.
Adsense To You>
Ass.Wr.Wb
Saya sering melihat proyek2 semacam ini dan mengamati bahwa departemen teknis terkait memiliki “nafsu” yang besar dan melupakan “jiwa” dari regulasi yang ada. Sering stakeholders menjalankan sebuah proyek yang belum ada pengaturannya/dasar hukumnya, yang walau jiwa awalnya utk membantu masyarakat, namun di kacamata perundang2an yang sudah berlaku malah dianggap merugikan keuangan negara. Sebagai pemerhati hukum, saya hanya mau menumpahkan saran dan uneg2 bahwa sangat penting kita melakukan riset dr regulasi “prevailing laws and regulations” yang berlaku di Indonesia sebelum menjalankan suatu proyek, jangan sampai “kedodoran” di kemudian hari. Kasihan aparat yang memang mau membantu masyarakat dengan memfasilitasi, justru menjadi korban dari perbedaan perspektif/ketiadaan regulasi. Sehingga makna sebenarnya untuk membantu masyarakat menjadi terdistorsi karena personal bias. Memang kita harus fleksibel tapi sebagai negara hukum, sebelum kita bertindak, kita wajib cek dasar hukumnya.
Terima Kasih
kajian saya, kalo cari salah penerapan dan salah tafsir mengenai PNBP mestinya menkeu, menhuk&ham, kejaksaan, dan difasilitasi setneg bisa cari formulasi agar cepet selesai dan menjadi yurispurdensi manakala ada instansi lain yang ada permasalahan yang sama terimakasih
Salam jumpa lagi.
Dan maaf baru peduli Sisminbakum lagi.
Sejak 27 Feb lalu (komentar saya terakhir), ada Pemilu dll dlsb yang tak kalah heboh & menarik perhatian.
1.
SISMINBAKUM SISAKAN 2 TERSANGKA – VIVAnews.com 11 Nov 09.
Mudah2an dua tersangka tsb tidak dulu masuk sidang peradilan di Pengadilan Negeri.
Mudah2an lebih dulu ada peradilan banding di Pengadilan Tinggi utk tiga tersangka yang sudah terpidana Pengadilan Negeri namun – kalau tdk salah istilah/pengertian – belum inkrah.
2.
LAIN-LAIN & KESIMPULAN dari Keseluruhan Komentar Saya (cukup banyak, meliuk-liuk, di http://www.yusrilihzamahendra.com ini).
……. (bersambung).
Hendra Indersyah.
Jkt, 20 Nov. 2009.
LAMPIRAN (komentar saya, 25 Nov 2008 – 27 Feb 2009):
#1. KRISIS MONETER, SISMINBAKUM, dan KRISIS KEUANGAN GLOBAL.
(Kenangan, Fakta, dan Pengharapan)
Tampaknya MenkehHAM waktu itu tidak salah. Sebaliknya, ‘MenkehHAM’ itu dalam istilah maupun personnya kemudian berubah/berganti dalam riwayat yang agak rumit, dalam sejarah pergantian presiden dan kabinet pemerintahan era reformasi 2000-an ini baik keadaan darurat maupun secara normal. Dan 7 tahun berselang saat ini Sisminbakum ‘masuk’ Kejagung. Semoga segera kelar dan jelas duduk perkaranya.
Atas data dan fakta lainnya, saya berpengharapan: stop bagi hasil Sisminbakum.
Selanjutnya, kpd Bappenas, Depkeu, dll, mohon agar – dalam ‘bangunan kapasitas’nya masing2 maupun ber-sama2 – bisa lebih lincah/siap memfasilitasi upaya2 kemajuan negara, baik swakarsa rakyat maupun penugasan2 pejabat negara untuk pencapaiannya dari segala karsa. Kini, krisis Keuangan Global akan menimbulkan gelombang PHK cukup besar, dan pengangguran akan bertambah banyak, sedangkan jabatan, iptek, .. bagaikan tak berdaya?
Pikir-pikir luar dari biasa, justru saatnya dapat terbukti aslinya Indonesia dalam sosial-budayanya dari bentuk-bentuk mentalitas dan semangatnya yang cemerlang (terkikis sebisa mungkin yang kusam): Gotong Royong. Dan tidak kesusahan, apalagi ada yang kelaparan. Iptek antara lain Sisminbakum perlu di-set mendukung.
Demikian, dan kiranya dapat dimaklumi kurang-lebih analisis dan semangat di dalamnya. Saya rencanakan pula adanya besok-besok uraian panjang-lebar selengkapnya. Semoga mendapat tanggapan positif.
Salam hormat,
Hendra Indersyah.
November 25th, 2008 at 4:12 pm
#2. “DATA & FAKTA” serta “STOP” – komentar #1.
Tidak ada tanggapan terhadap tulisan pendek saya – komentar #1 (aslinya dulu #93). Dan berikut ini kelanjutannya. Saya ingin menjelaskan pengertian dari kata-kata saya “data dan fakta lainnya” serta “stop” dalam ‘komentar #1′ itu.
Maksud saya sebenarnya dengan “data dan fakta lainnya” adalah bahwa hingga saat saya menuliskan ‘komentar #1′ tersebut, di mana Sisminbakum sudah menjadi kasus cukup heboh di Kejagung, SITUS Sisminbakum (www.sisminbakum.go.id) yang pengadaan dan operasionalnya dimodali (didukung modal & teknologi) perusahaan swasta itu adalah – dalam pengamatan saya – tampil secara resmi ala properti milik negara dan pemerintah secara eksplisit (kata-kata pembuka-pengantar: “Situs resmi Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) ini akan …”, dan menggunakan ekstensi “go” dalam alamatnya) dan dilengkapi logo Depkumdang/DepkehHAM/DepkumHAM serta Garuda Pancasila dan Dewi Keadilan (?), selaras dan mendukung – mungkin – kemampuannya mengakses berkas-berkas data cukup besar milik dan berada di bawah kewenangan negara cq DepkehHAM (ataupun ‘Ditjen AHU’nya).
Jadi, lengkapnya, “DATA & FAKTA (data dan fakta lainnya)” adalah “penggunaan fasilitas negara dalam operasional perusahaan swasta, yang mana hingga ‘masuk’ Kejagung saat itu penggunaan tersebut sudah berlangsung selama 7 tahun lebih dengan bagi hasil 90%-10%: 90% (cukup besar) untuk perusahaan swasta – di satu pihak, dan 10% (cukup kecil) untuk DepkehHAM/DepkumHAM ataupun Ditjen AHU secara swasta dan pribadi dalam kondisi dan untuk tujuan-tujuan tertentu – di pihak lain; cukup berlegalitas ataupun berlegalitas tertentu (entah bagaimana persisnya). Namun faktanya pula, tadi itu, kini (saat posting ‘komentar #1′) Sisminbakum sudah ‘masuk’ Kejagung dengan tersangka sudah 3 orang.
Itulah selengkapnya argumentasi saya untuk usulan saya “stop …” – komentar #1. Dengan kata lain, konsekwensi logis atau sewajarnya untuk dua data & fakta tsb adalah “STOP …”.
Tabik,
Hendra Indersyah.
December 3rd, 2008 at 9:24 am
http://www.antaranews.com/berita/1262002551/eggi-sudjana-laporkan-jaksa-kasus-sisminbakum
Ijin baca bang YIM
saya takib om YIM, Om ga bersalah dalam kasus SISMINBAKUM.. Berikan yang terbaik untuk bangsa Indonesia.!!!
YIM tidak bisa cuci tangan, dia harus bertanggung jawab atas keputusan penunjukannya terhadap SRD.
Pemirsa sudah tau Pak YIM bawa mobil apa ? rumahe dimana ? anake bawa Mobil apa ?
Duiteee teko endiii ??
1. Tulisan diatas tidak pernah menyatakan nilai dari proyek Sisminbakum. Nih ada linknya :
http://sorot.vivanews.com/news/read/9620-bukan_sarana_biasa. Nilai proyek yg cuman sekitar 500 jutaan bisa membengkak jadi 40 milyar karena penunjukan langsung dan konsultan abal2.Apakah pemerintah memang tidak bisa menyediakan duit 500 jutaan sehingga harus diundang pihak luar ? berapa DIPA depkeh HAM untuk thn 2001 ??
2. Tulisan diatas : Hanya SRD perusahaan yg bersedia waktu itu .
Ini pernyataan yg sangat menggelikan. Rekanan PT Telkom banyak yg bisa mengerjakan pekerjaan spt itu dg harga jauh lebih murah.
3. YIM mengatakan notaris menyewa jalur yg dibangun oleh SRD yg menhubungkan kanor mereka dg kantor dephumHAM. Disini ada kerancuan fatal. Jalur antara kantor notaris dg kantor dephumHAM adalah milik ISP (internet Service Provider ) bukan milik SRD. SRD hanya menyewa jalur itu.
Kembali pada jalur tadi. YIM mengibaratkan jalan tol dimana pemakai menyewa kepada pemilik/pengelola jalan tol. Padahal PT SRD juga hanya penyewa jalan tol itu karena ada pihak ketiga yg memilikinya.
Selamat datang di Nusa Kambangan yang mulia Yusril … makanya jadi orang jangan sombong, sok, dan belagu … kena batunya akhirnya toh? benjut juga deeh …
Itulah cermin ketidakberesan system di negara kita.. Ketika ada masalah semua mengelak.. ( President sebagai pimpinan negara seharusnya yang paling bertanggungjawab )..
Tetapi ketika dapat pujian, dengan bangganya presiden menerima…
Negeri ini butuh rekonsiliasi nasional.. menutup semua lembaran lama dan memulai suatu lembaran baru..
Jika saling mengorek kesalahan masa lalu, bisa-bisa kita akan tertinggal 50 tahun dari negara lain…
Maju terus Pak Yusril.. Berikan pengetahuan hukum kepada masyarakat melalui kasus anda ini. Sehingga masyarakat kita tidak mudah di bodohin dan ditakut-takuti dengan hukum…
Saya yakin anda benar dan akan menang…
Sril, kalo sampean memang bersih, kenapa baru mau mengungkap kasus hilton dan century sekarang??? Kan itu semua uang rakyat, sril? Kenapa baru mau berbicara sekarang? DASAR POLITISI BUSUK!! INI MEMBUKTIKAN BAHWA ENTE MEMANG BENER-BENER BUSUK!! Kalo pro-rakyat, tanpa harus ada kasus sisminbakum, ente mustinya berani membuka!! Makan kotoran aja sono sril di penjara! Rasain, sykuriiiiiiiiiiiin. Semoga semua politisi busuk macam sampean masuk dan membusuk semua di penjara! Kalo perlu ke peti mati sekalian!!! Bye Yusril Politisi Busuk, your career ends, and you’ll rot in jail!
Ass.wr.wb. Pak Yusril
Berkenaan pemberitaan pada tanggal 1 Juli 2010 kmrn. Pendapat Pak Yusril mengenai Jaksa Agung Hendarman Supandji, yang tidak pernah diangkat kembali sehingga posisinya tidak sah. Setuju banget Pak. Saya ingin sedikit memberikan pendapat Pak sebagai rakyat biasa. Boleh ya Pak.
Jaksa Agung Hendarman Supandji, seharusnya beliau diangkat kembali dengan Keppres baru karena posisinya bagian dari KIB I dan hal itu telah berakhir pada 20 Oktober 2009, tidak bisa seperti pendapat Kapuspenkum dalam dialog TV one pada 1 Juli 2010 pada acara kabar petang sekitar waktu magrib (saya nonton dialognya pak), yang mengatakan ” Presiden masih menganggap katanya” kok digampangkan sekali bahkan terkesan melempar masalah. Trus, pendapat Kejaksaan Agung yang mengatakan belum ada surat pemberhentian, kalau memang seperti itu saya pikir bisa “istimewa sekali”. Misalkan begini kalau nanti 2014 Presiden SBY dan KIB II berakhir, trus terpilih presiden baru. Kemudian presiden baru, masih ingin mempertahankan atau “menganggap” Jaksa Agung Hendarman tanpa pengangkatan kembali. Wah jadi istimewa sekali, jadi masa menjabatnya sampai 2012 aja udah 5 (sejak pengangkatannya 2007) berarti sampai 2014 udah 7 tahun. Kalau “dianggap” kembali sebagai Jaksa Agung pada 2014 bisa lebih dari 7 tahun. Sedangkan Presiden, Wapres, Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sampai 5 tahun aja. Rektor, Dekan dsb ada masa jabatannya. Terus berjuang Pak Yusril. Trims Pak. Wallahualam bishawab.
mari ikuti perkembangannya dengan seksama
yang sabar pak…
jadi`pns`saja`wajib`dilantik,apalagi…Sehingga`per-20 Oktober 2009`keatas`semua`kasus`di`kejaksaan`negeri`diseluruh`Indonesia`batal`demi`hukum
penetapan`status`tersangka`yusril`menjadi`batal`demi`hukum`karena`jaksa`agungnya`gadungan`dan`lalai