PENJELASAN TENTANG SISMINBAKUM
Bismillah ar-Rahman ar-Rahim,
Kejaksaan Agung meminta saya untuk menjadi saksi dan memberikan keterangan dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pemungutan biaya akses fee dan biaya PNBP pada Sistem Administrasi Badan Hukum (SISMINBAKUM) Direkorat Jendral Adiministrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan HAM atas nama tersangka Zulkarnain Yunus, Samsudin Manan Sinaga dan Romli Atmasasmita. Sebagai warganegara saya tentu akan memenuhi permintaan itu, dan Insya Allah, akan hadir pada hari Selasa 18 November besok.
Saya merasa sedih dan prihatin atas ditahannya ketiga pejabat dan mantan pejabat di Departemen Hukum dan HAM tersebut. Sisminbakum sebenarnya diciptakan dengan niat yang baik dan tujuan yang mulia untuk mengatasi kelambatan pelayanan birokrasi yang berdampak luas ke bidang ekonomi, dan sekaligus sebagai upaya untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari segala bentuk penyelewengan. Ketika saya masuk ke Departemen Hukum dan Perundang-Undangan – yang kemudian berubah menjadi Departemen Kehakiman dan HAM dan kemudian berubah lagi menjadi Departemen Hukum dan HAM sekarang ini – pada akhir tahun 1999, Pemerintah kita sedang berupaya keras memulihkan perekonomian nasional yang hancur akibat krisis moneter tahun 1997. Salah satu upaya pemulihan itu ialah jika iklim berusaha dibangun kembali, perusahaan-perusahaan swasta yang baru harus berdiri, yang ingin merger silahkan merger, termasuk yang ingin melakukan perubahan akta pendirian perusahaan karena perubahan pemegang saham dan susunan pengurusnya.
Kritik keras yang ditujukan kepada Departemen Kehakiman dan HAM ketika itu – termasuk kritik dari IMF dan Bank Dunia — ialah lambatnya departemen ini melayani proses pengesahan perseroan menjadi badan hukum. Di Singapura, Malaysia dan Hong Kong, proses itu hanya berlangsung satu sampai tiga hari. Kita memerlukan waktu berbulan-bulan bahkan lebih satu tahun baru disahkan. Padahal tanpa pengesahan, perusahaan belumlah menjadi badan hukum, sehingga tidak dapat melakukan ikatan dan transaksi sebagaimana layaknya sebuah perusahaan yang berbadan hukum. Saya menyaksikan sendiri ada belasan ribu permohonan yang tertunda, karena pengerjaannya dilakukan secara manual. Untuk mencek nama perusahaan baru yang akan didirikan saja, notaris dari seluruh Indonesia harus datang ke Departemen Kehakiman. Petugas harus membuka buku-buku tebal arsip nama perusahaan sejak zaman Hindia Belanda sampai sekarang ini. Keadaan seperti ini menimbulkan ekonomi biaya tinggi, waktu yang panjang, bertele-tele dan membuka peluang terjadinya berbagai praktek percaloan dan pungutan liar. Dalam beberapa kali sidang kabinet, Presiden Abdurrahman Wahid ketika itu, menyampaikan perintah agar Departemen Kehakiman segera membenahi sistem pelayanan pengesahan perseroan itu. Kalau tidak ada anggaran, dapat mengundang pihak swasta dan koperasi, kata Presiden.
Upaya untuk membenahi sistem pelayanan itu saya dengar sudah ada sejak Prof. Muladi menjadi Menteri Kehakiman. Keinginan untuk membangun pelayanan secara elektronis telah dimulai engan berbagai pengkajian, namun belum sempat diputuskan dan dilaksanakan. Di era saya, upaya ini diteruskan sampai akhirnya diputuskan untuk membangun Sistem Administrasi Badan Hukum atau Sisminbakum itu. Keputusan itu dituangkan dalam Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan pada tanggal 4 Oktober 2000. Pelayanan manual dapat diteruskan sebagaimana biasanya, namun kita perlu membangun jaringan teknologi informasi, sehingga proses pengesahan badan hukum itu dapat dilakukan secara elektronis, sehingga sampai ke Direktorat Jendral AHU Departemen Kehakiman dan HAM secara lebih cepat dan sistematis. Sesuai arahan Presiden, kami berusaha untuk mengundang pihak swasta untuk menanam modal membangun jaringan itu. Sementara Koperasi Pengayoman Departemen Kehakiman dan HAM tidak memiliki modal yang cukup, di samping tidak mempunyai tenaga ahli membangunan dan mengoperasikan jaringan itu.
Dalam suasana krisis ekonomi di masa itu, tidak mudah mencari pihak swasta yang mau menanamkan modal di bidang IT. Perusahaan-perusahaan bahkan dijual dengan harga diskon oleh BPPN. Inilah kenyataan yang kita hadapi pada tahun 2000 itu.Hanya ada dua perusahaan yang berminat menanamkan modal dan setelah dilakukan penilaian, maka diputuskan agar koperasi bekerjasama dengan PT SRD untuk membangun jaringan itu. Keputusan menunjuk Koperasi agar bekerjasama dengan PT SRD itu saya tanda-tangani sebaga Menteri Hukum dan Perundang-Undangan selaku Pembina Koperasi, berdasarkan pembahasan dan usulan dari Direktorat Jendral AHU dan Koperasi. Seorang akuntan publik juga dimintai pendapat dan penilaian atas proposal kerjasama itu. Tidak ada proses tender di sini, karena tender berlaku apabila kita menggunakan dana APBN. Dalam proyek ini, justru pihak swasta yang diundang untuk menanamkan modalnya.
Satu hal yang memerlukan pengkajian yang lebih mendalam untuk melaksanakan proyek ini ialah, bagaimanakah caranya kita membayar pihak swasta yang membangun dan mengoperasikan jaringan IT ini. Pada waktu itu belum ada ketentuan yang mengatur kerjasama antara pemerintah dengan swasta dalam membangun jaringan IT. Kepada siapakahbiaya penggunaan jaringan itu akan dibebankan, termasuk pula pertanyaan, apakah biaya itu harus dianggap sebagai penerimaan negara bukan pajak PNBP sesuai Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997. Pejabat Direktorat Jendral AHU saya minta untuk berkonsultasi dengan Departemen Keuangan untuk mengklarifikasi masalah ini. Pada akhirnya didapat kesimpulan bahwa biaya akses menggunakan jaringan IT itu bukanlah obyek yang harus dikenakan PNBP.
Jaringan itu adalah ibarat jalan untuk menuju Departemen Kehakiman dan HAM, sementara seluruh proses pengerjaan pengesahan perseroan, mulai dari pengecekan nama seluruhnya dilakukan oleh Departemen Kehakiman dan HAM. Bagi pelanggan, yakni para notaris yang mau menggunakan jaringan IT itu, mereka membayarnya kepada pihak swasta dan koperasi yang membangun dan mengoperasikan jaringan itu. Para notaris itu adalah pejabat negara yang diangkat dan diberhentikan oleh Departemen Kehakiman, namun mereka tidak digaji oleh negara. Biaya penggunaan jaringan IT itu dipungut oleh notaris dari klien mereka – yakni para pengusaha yang ingin membentuk perseroan– yang ingin menggunakan Sisminbakum untuk mempercepat proses pengecekan nama perusahaan dan mengesahkannya. Uang itu kemudian dibayarkan langsung kepada koperasi dan PT SRD. Jika klien atau notarisnya tidak mau, mereka dapat mengurus pengesahan itu secara manual, tanpa harus membayar penggunaan jaringan IT kepada koperasi dan PT SRD. Namun, baik melalui jaringan IT ataupun manual, mereka tetap harus membayar biaya pelayanan pengesahan yang disetor sebagai PNBP. Begitu pula biaya mencetak berita negara untuk mengumumkan pengesahan perusahaan itu, dibayarkan kepada PT Percetakan Negara.
Pasal 2 UU Nomor 20 Tahun 1997, yang menegaskan bahwa pengenaan BNBP dilakukan antara lain terhadap hasil dari pengelolaan sumberdaya alam, hasil pengelolaan keuangan negara, hasil pengelolaan keuangan negara yang dipisahkan, termasuk pula pendapatan yang dikenakan karena negara memberikan pelayanan kepada masyarakat. Kami berpendapat bahwa menggunakan jalur IT dalam proses pengesahan sebuah perseroan, adalah suatu kemudahan menuju kepada pelayanan yang diberikan Pemerintah, namun bukan pelayanan itu sendiri. Karena kemudahan itu dibangun dan dioperasikan oleh koperasi dan swasta, maka pembayaran dilakukan kepada mereka. Kalau tidak mau menggunakannya, dan mereka ingin menggunakan cara manual, para notaris tidak perlu membayar. Sama halnya dengan mencetak berita negara, diserahkan kepada PT Percetakan Negara, yang juga dibayarkan langsung kepada mereka, dan bukan sebagai PNBP. Dalam hal percetakan negara, malah tidak ada alternatif, sepanjang yang saya ketahui Departemen Kehakiman dan HAM selalu menyerahkan kepada PT Percetakan Negara untuk mencetak semua berita negara yang berisi pengumuman Pemerintah. Demikian pula pencetakan setiap lembaran negara yang berisi semua peraturan perundang-undangan.
Setelah proses pembangunan jaringan IT tersebut selesai, saya melaporkan kepada Presiden Abdurrahman Wahid. Beliau menyambut gembira selesainya proyek itu dan kemudian meminta Wakil Presiden Megawati untuk meresmikan beroperasinya Sisminbakum. Sejak itu, para notaris dari seluruh tanah air yang telah dilatih menggunakan sistem ini – yang biaya pelatihannya dibebankan kepada koperasi dan swasta — dan diberi pasword untuk mengakses data nama perusahaan dan mengajukan permohonan pengesahan dapat melakukannya dengan kecepatan yang luar biasa. Notaris dari daerah tidak perlu mondar-mandir ke Departemen Kehakiman di Jakarta untuk mencek nama perusahaan dan mengesahkannya, kalau mereka mau menggunakan jalur IT ini. Untuk mencek nama perusahaan, notaris dapat mencarinya langsung di bank data, setelah semua nama perusahaan yang ada di install ke dalam data base, hanya dalam hitungan menit. Begitu pula proses pengesahan dilakukan secara online. Proses pengesahan perseroan yang dulunya memakan waktu berbulan-bulan, bahkan lebih setahun, telah dapat dilayani hanya dalam waktu tiga hari. Para pengusaha yang mendirikan perusahaan merasa senang karena pelayanan yang begitu cepat dan biaya yang dikeluarkan lebih murah dibandingkan menggunakan cara manual. Saya mendengar pada tahun 2008 ini, Sisminbakum mendapat penghargaan ISO 9006 sebagai bentuk pelayanan yang baik bagi masyarakat. Dampak dari proses yang begitu cepat dalam pengesahan perseroan ini ke bidang ekonomi, terutama penyerapan tenaga kerja dan pajak, memang belum pernah dihitung. Namun dampak itu secara kualitatif tentu cukup besar.
Saya diberhentikan menjadi Menteri Kehakiman dan HAMdi bawah Presiden Abdurrahman Wahid tidak lama setelah Sisminbakum beroperasi. Saya digantikan oleh Baharuddin Lopa, Marsillam Simanjuntak dan Maffud MD. Saya menjadi Menteri Kehakiman dan HAM lagi di bawah Prsiden Megawati pada bulan Agustus 2001 sampai dengan Oktober 2004. Sejak itu Menteri Kehakiman dan HAM yang telah berubah menjadi Menteri Hukum dan HAM dijabat oleh Hamid Awaludin dan Andi Mattalata. Saya menyadari bahwa pada tahun 2003, BPKP melayangkan surat kepada Menteri Kehakiman dan HAM yang menyarankan agar biaya akses Sisminbakum dimasukkan ke dalam PNBP dan dikategorikan sebagai pelayanan kepada masyarakat. Saya meminta kepada Dirjen AHU Zulkarnain Yunus pada waktu itu, untuk menanggapi saran BPKP itu dan membahasnya bersama dengan Departemen Keuangan. Semua pihak menyadari bahwa kalau biaya akses itu harus dimasukkan ke dalam PNBP maka negara harus menyediakan dana APBN untuk membangun sistem itu, atau mengambil alih investasi swasta untuk dijadikan sebagai usaha yang dilakukan oleh negara. Jika proses ini selesai maka Presiden, berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 20 Tahun 1997 mengeluarkan Peraturan Pemerintah yang menetapkan biaya akses Sisminbakum itu dijadikan obyek PNBP. Langkah menyelesaikan masalah ini telah ditempuh oleh Menteri Kehakiman Hamid Awaluddin dan Andi Mattalata. Setelah membahas bersama-sama dengan Departemen Keuangan, mereka sepakat untuk menjadikan jaringan IT Sisminbakum itu sebagai Badan Layanan Umum (BLU) di bawah Departemen Hukum dan HAM, setelah perjanjian kerjasama antara Koperasi Pengayoman dengan PT SRD berakhir tahun 2010 nanti, dan PT SRD sesuai perjanjian BOT akan menyerahkan seluruh aset Sisminbakum kepada Koperasi Pengayoman.
Ketika proses penyelesaian Sisminbakum ini tengah berlangsung, saya membaca pemberitaan media bahwa beberapa pejabat Dirjen AHU Departemen Hukum dan HAM diperiksa Kejaksaan Agung dengan dugaan melakukan korupsi biaya akses Sisminbakum, yang seharusnya menurut kejaksaan harus disetorkan ke kas negara. Saya ingin menegaskan bahwa dikalangan internal Pemerintah sendiri terdapat silang pendapat mengenai biaya akses Sisminbakum itu apakah obyek PNBP atau bukan. Saya berpendirian bahwa biaya akses itu adalah cost yang harus dibayar oleh pelanggan, dalam hal ini notaris, karena mereka menggunakan jalur IT yang dibangun oleh swasta dan koperasi. Sama halnya jika pengguna jalan ingin menggunakan jalan tol, mereka membayar biaya tol kepada perusahaan swasta yang membangun dan mengoperasikan jalan tol itu. Di antara perbedaan pendapat mengenai PNBP itu, baiklah kita kembalikan kepada undang-undang PNBP itu sendiri.
Sesuatu dijadikan obyek PNBP atau tidak, haruslah didasarkan kepada undang-undang atau Peraturan Pemerintah, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP. Silang pendapat antara Departemen Kehakiman dan HAM dengan BPKP bisa saja terjadi, namun akhirnya Presidenlah yang berwenang memutuskan dan menandatangani Peraturan Pemerintah itu, apakah sesuatu itu menjadi obyek PNBP atau bukan. Kalau Presiden memutuskan hal itu PNBP, maka PNBPLah dia. Kalau Presiden tidak memutuskannya, maka biaya itu bukan PNBP.
Sejak Sisminbakum diberlakukan pada tahun 2001 telah dua kali diterbitkan PP mengenai PNBP di Departemen Kehakiman dan HAM, yakni PP Nomor 75 Tahun 2005, dan PP Nomor 19 Tahun 2007 yang ditanda-tangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 15 Pebruari 2007. Dalam kedua PP ini disebutkan biaya pengesahan perseroan sebesar Rp. 200 ribu per pengesahan, sementara biaya akses Sisminbakum tidak dicantumkan sebagai PNBP. Sementara Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam suratnya kepada Menteri Hukum dan HAMtanggal 8 Januari 2007 mengatakan antara lain bahwa biaya Sisminbakum belum ditetapkan sebagai PNBP dalam Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2005. Untuk itu, katanya, tarif PNBPnya “perlu segera diusulkan untuk ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah”. Kalaupun diusulkan, maka keputusan akhir menyatakan biaya itu PNBP atau bukan adalah ditangan Presiden.Namun PP Nomor 19 Tahun 2007 yang ditandangani Presiden tanggal 15 Pebruari 2007 itu ternyata tidak memasukkan biaya akses Sisminbakum sebagai PNBP.
Kalau ingin dijadikan sebagai PNBP, seperti telah saya katakan, perusahaan milik swasta yang bekerjasama dengan koperasi itu diambil alih saja oleh Pemerintah, kemudian diterbitkan PP baru yang menetapkan biaya akses Sisminbakum sebagai PNBP. Atau, menempuh solusi yang diajukan Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalata, yakni membentuk Badan Layanan Umum (BLU) dibawah Departemen Hukum dan HAM untuk mengambil alih jaringan IT Sisminbakum yang dibangun dan dioperasikan oleh koperasi dan swasta setelah perjanjian BOT mereka berakhir tahun 2010 nanti. Dengan demikian, persoalan ini dapat diselesaikan menurut mekanisme UU PNBP itu sendiri, bukan melihatnya sebagai masalah pidana. Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan tahun 2000 tentang pemberlakuan Sisminbakum adalah tindakan jabatan yang berisi kebijakan untuk mengatasi kelambatan dan kekecewaan masyarakat atas pelayanan pengesahan perseroan dan sekaligus memangkas ekonomi biaya tinggi. Sebagai kebijakan, tindakan itu bukanlah tindakan pribadi, karena kebijakan itu terus berlanjut sampai sekarang, sementara telah enam kali Menteri Kehakiman dan HAM berganti sampai Menteri Andi Mattalata sekarang ini. Jika di kemudian hari, kebijakan itu dinilai keliru, maka pejabat penerusnya dapat memperbaiki kebijakan itu. Masalah ini, sekali lagi, haruslah dilihat dalam konteks hukum administrasi negara, bukan melihatnya dari sudut hukum pidana.
Terakhir saya ingin menegaskan adanya anggapan bahwa biaya akses Sisminbakum itu bertentangan dengan Pasal 17 ayat (2) Keppres Nomor42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran dan Pendapatan dan Belanja Negara.Pasal tersebut menyatakan “Departemen/lembaga tidak diperkenankan mengadakan pungutan dan atau tambahan pungutan yang tidak tercantum dalam undang-undang atau peraturan pemerintah”. Kalau Kepres ini dijadikan sebagai dasar, maka Kepres itu sendiri tidak berlaku surut karena Sisminbakum telah diberlakukan sejak tahun 2001. Asas nullum dilectum dalam KUHP menegaskan bahwa hukum pidana tidak dapat diberlakukan surut. Di samping itu, Departemen Kehakiman dan HAM tidaklah memungut biaya akses Sisminbakum. Para pendiri perusahaan dan notaris yang ingin menggunakan jalur IT dalam mencek nama perusahaan dan memproses pengesahannya, membayar biaya akses langsung kepada koperasi dan perusahaan swasta yang membangun dan mengoperasikan jalur IT itu. Kalau mereka tidak mau menggunakan jaringan IT itu, seperti telah saya katakan, mereka tidak perlu membayar. Apa yang dipungut oleh Departemen Kehakiman dan HAM ialah biaya pengesahan yang sudah ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah sebagai PNBP.
Demikian penjelasan saya, mudah-mudahan penjelasan ini dapat menjernihkan berbagai persoalan terkait dengan Sisminbakum yang akhir-akhir ini menjadi pemberitaan di berbagai media massa.
Jakarta, 16 November 2008
Yusril Ihza Mahendra

Short URL: https://yusril.ihzamahendra.com/?p=291
“Ada problem hukum dalam jabatan pak Hendarman. Kalau menurut UU kejaksaan, jaksa agung itu adalah jaksa karir, maka pak Hendarman harus sudah pensiun karena usia,” kata`Mahfud.M.D.
Sedangkan UU kementerian jaksa agung itu pejabat setingkat menteri, seperti kapolri dan panglima TNI.
“Kalau jabataan setingkat menteri itu gak ada pensiun. Jadi ada dua UU. Masalahnya seharusya kalau pak Hendarman sebagai jaksa itu diangkat seperti menteri harus diangkat lagi dengan SK pengangkatan dalam kabinet,” katanya.
Pada pemberitaan sebelumnya, Yusril melaporkan Hendarman ke Mabes Polri karena menganggap jabatan jaksa agung tanpa dilantik/gadungan.
Menurut Yusril, seluruh anggota Kabinet Indonesia Bersatu I, termasuk Hendarman, mengakhiri jabatannya serentak dengan berakhirnya masa jabatan Presiden pada 20 Oktober 2009.
Namun, saat menteri lainnya berhenti, Hendarman tetap bekerja dan tidak ada surat perpanjangan jabatan.
Karena Jaksa Agung tidak sah, maka pejabat-pejabat Kejaksaan baik`yang diangkat oleh Hendarman maupun`tidak,`dari`jajaran`kejaksaan`negeri`sampai`dengan`kejaksaan`agung,`tidak sah. Demikian juga dengan kasus-kasus yang saat ini tengah ditangani kejaksaan di`seluruh`Indonesia`juga tidak sah.
Nah kalau berdasarkan informasi diatas, seharusnya pak jagung, memberikan jawaban atas rumit nya persoalan ini….
wah…semakin menarik problema hukum ketatanegaraan yang dilontarkan Yusril Ihza Mahendra. tapi saya heran, kenapa gelar profesornya menghilang nyaris di semua pemberitaan. biar masyarakat tahu, yang melontarkan problematik jabatan jaksa agung, bukan kalangan awam, tapi kelompok berpendidikan. jika yusril ditangkap, berarti ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD juga terkena dong?
Bang Yusril Memang Cerdas dan Kreatif. Tapi mengapa Rakyat Indonesia Tidak Memilih Beliau Menjadi Presiden ya, malah Pilih presiden Yang Bego. Kayanya media di indonesia sengaja membungkam kelebihan beliau sebab beliau politikus islam, sedangkan media di indonesia kebanyakan berbasis yahudi. Jadi pantas jika Bang Yusril jadi sasaran fitnah beliau2. Sabar Bang Yusril Allah beserta anda
Logika Hukum anda benar Bang Yusril. Pasti anda sebagai seorang pakar hukum (prof) sudah mempertimbangkan aspek-aspek hukum ttg SISMINBAKUM. Anda benar bang Yusril… lawan saja para pemimipin tiran yang sdh berlaku dzolim dan takabur. Anda sudah berperan terhadap proses reformasi negara ini. Sedangkan apa yang sdh dilakukan seorang Hendarman Supandji tersebut terhadap negara ini?? Allah Blessing You….!!!
ass..Prof semoga senantiasa diberikan kesehatan oleh Allah swt. saya Muamar, SH mengagumi Bapak sebagai Intelektual indonesia yang senantiasa bisa menjaga diri dan tidak terjebak pada hal2 yang elementer. terkait dengan kasus SISMINBAKUM kami sebagai orang yg belajar hukum memahami alur berpikir Bapak. dan mendukung Bapak. lawan ketidakadilan yang berkedok penegakan hukum, lawan pemerintahan yang katanya santun tapi sebetulnya tidak beretika…sampaikan kebenaran walau pahit rasanya Pak..
wassalamu alaikum wr.wb
Kira-kira apa bedanya kasus SISMINBAKUM dengan Kasus Century? Persamaannya sama-sama berkaitan dengan HAN tetapi Pelaku yang ditembak berbeda.
saya bangga dengan bang yusril..katakanlah kebenaran itu walaupun pahit tuhan akan memeberikan ketabahan .kami dari NTB mendukung apa yang abang lakukan.
Kejaksaan Agung sama seperti Pribahasa Yg Mengatakan “KUMAN DI SEBERANG LAUT,KELIHATAN,NAMUN GAJAH DI PELUPUK MATA,TDK TAMPAK.
Saya…yakin ..mungkin Pak Yusril niatnya bagus…dan tidak menduga akan jadi masalah buat Bapak di kemudian hari. Memang susah untuk jadi orang benar di negara ini, karena terkadang bahkan banyak “substansi mengalahkan administrasi” jadi yang benar bisa salah, tapi sebaliknya yang salah bisa benar….dan itulah kelemahan orang pintar..selalu memikirkan substansi…sementara yang kurang pintar…selalu meikirkan administrasi….saya bukan orang hukum….tapi secara logika saya yakin sisminbakum seharusnya menguntungkan bagi negara…tinggal Tim pelaksana teknis yang harus diperketat..kalau salah diperbaiki…tapi jangan ideator yang dipenjara atau dibungkam..lama2 orang2 pintar di negara ini nanti ngga ada lagi…..
sisminbakum,
oooooo… begitu toh ceritanya Prof..
hmmmmmmmmmmmmmmmmmmm
Sejak kali pertama kasus ini bergulir sudah mempertanyakan apa yang salah dengan sistem kerjasama tripartit antara Depkumham, Koperasi, dan Pihak swasta.
Dalam konteks kerjasama, semuanya pasti sudah sangat jelas dibicarakan di depan termasuk segala hal yang terkait dengan hak dan kewajiban masing-masing pihak. Ada ‘nilai’ yang saling dipertukarkan dan menjadi dasar berlangsungnya kerjasama. Terlebih jika ‘nilai’ tersebut memang benar dapat dirasakan manfaatnya oleh publik, maka ini menjadikan pentingnya eksistensi sisminbakum menjadi tinggi.
Saya banyak menemukan skema kerjasama seperti ini terjadi dalam dunia bisnis berlangsung secara harmonis, tanpa masing-masing pihak merasa dirugikan. Bahkan semua pihak merasa merasakan manfaat dengan berjalannya kerjasama yang harmonis tersebut.
Jika memang ada pelanggaran hak dan kewajiban saat berlangsungnya kerjasama, maka inilah yang dapat dimusyawarahkan (dibawa ke meja hijau kalau memang diperlukan). Memang tidak ada sistem yang sempurna, perlu dievaluasi untuk melakukan perbaikan-perbaikan ke depan.
Semoga semua pihak dapat melihat kasus dari sudut pandang yang arif, menyelesaikan masalah dengan semangat solutif dengan mengutamakan kepentingan publik di atas kepentingan lainnya. Majulah Indonesiaku!
Semua yang dilontarkan pak Yusril sangat benar.. Dengan demikian rakyat kecil bisa lebih mengerti hak dan kewajiban mereka di depan mata hukum.. antara lain mempertanyakan keabsahan para penegak hukum..
Jika ditanya kenapa sekarang baru beliau permasalahkan keabsahan jaksa agung, maka perlu ditanya juga kenapa jaksa agung sekrg baru permasalahkan sisminbakum???
Jika dikatakan sisminbakum ada unsur korupsi atas persepsi kejaksaan agung, yang mengatakan bahwa seharusnya biaya akses tidak masuk ke kas negara, maka perlu ditanya juga, kenapa pada kasus century, jaksa agung tidak berpersepsi seharusnya uang negara itu tidak boleh dikucurkan???
Jika dikatakan jabatan jaksa agung terserah presiden tanpa mengikuti masa jabatan kabinet, maka perlu dipertanyakan juga, jika suatu saat “presiden” iseng terhadap negara ini, ketika masa jabatan berakhir dan dia tidak berhentikan jaksa agung, bukankah ia akan menjadi jaksa seumur hidup???
Banyak hal sepele mengenai admin ketatanegaraan yang pada akhirnya menyebabkan masalah besar…
saya barusan melihat di TV malam ini 12 July 2010 dan melihat
cara anda bicara di TV, saya bukan pendukung siapapun,
saya juga bukan orang partai, substansi persoalan
Sisminbakum secara mendalam saya juga tidak tahu..
tapi satu hal yang saya ingin sampaikan, anda bicara bagus,
punya EQ yang juga bagus, cukup nalar dan logis
itu saja.
Kasus Sisminbakum* dan R.I. UNDER CONSTRUCTION.
Kesimpulan dari cukup banyak & panjang lebar komentar saya di atas sejak Nov. 2008, sbb.:
Pengambilan & PENGGARISAN KEBIJAKAN di Kemenkum&HAM pd tahun 2000 (Depkeh&HAM) yg bertujuan mendukung langkah2 pemulihan perekonomian nasional dari krisis 1997 itu adalah sah atau tidak melanggar peraturan perundang-undangan yg ada, dan persoalannya kini bergeser menjadi kasus baru* sekaligus – justru dgn itu – dapat diluruskan duduk-masalahnya dan juga masalah2 Hukum Tata Negara atau struktur ketata-negaraan kita secara umum yg masih menjadi persoalan politik dan hukum itu sendiri selama ini.
*) selengkapnya: kasus Sisminbakum serta persoalan internal SRD / Bhakti Group, masalah TPI, kasus Jabatan JAKSA AGUNG problematik legal/ilegal, dlsb.
Secara umum, RI dlm Reformasi saat ini pd hemat saya merupakan Negara Hukum ‘under construction’. Hukum Tata Negara (HTN) dlm bentuk2 produknya (yaitu UU) banyak masuk ‘ruang hijau’ MK, karena tampaknya pakar HTN itu kurang banyak – beda2 pendapat pula – atau sdh pd sepuh. Gawat (dlm arti: politik dan hukum itu sendiri akan kisruh terus).
Usulan saya konkrit dgn rendah hati proaktif:
1. Perlulah siapapun yg berminat dibolehkan masuk jajaran & wacana HTN, dan turut bikin terobosan ketata-negaraan a.l. hal tuntutan provisionil, sbb.:
dalam registerasi perkara di MK, tuntutan provisionil langsung terbentuk dan dikabulkan.
2. Kasus Sisminbakum dan kasus Jabatan JAKSA AGUNG problematik legal/ilegal yg sdh masuk MK pd hemat saya harusnya berlanjut sbb.: bahwa tentang Jaksa Agung legal/ilegal memang baiknya terjawab dgn putusan MK, sekaligus tentang Kejakgung seluruhnya/sebagian legal/ilegal baiknya terjawab dgn putusan MK pula. Dalam hal itu, semua pihak harusnya membaca lebih dulu Keppres pengangkatan Jaksa Agung (dan/dlm KIB I) yg dimaksudkan oleh yg punya Legal Standing yaitu Prof. Yusril Ihza Mahendra. Dan, dgn demikian, penyidikan kasus Sisminbakum di Kejakgung ditangguhkan dulu.
Semoga.
Mohon dimaklumi lebih-kurangnya. Dan saya senantiasa menantikan tanggapan konstruktif.
Terima kasih.
Ralat/tambahan “Kasus Sisminbakum* dan R.I. UNDER CONSTRUCTION” (komentar #415).
Baris 1, menjadi:
Kesimpulan dari cukup banyak & panjang lebar komentar saya di atas sejak Nov. 2008, dan perkembangan kasus Sisminbakum itu saat ini yg dapat saya cermati, sbb.:
Assalamu’alaikum wr wb..
orangnya pinter, cerdas, berpegang teguh sama agamanya, saya ngefans bgt sama bapak.. pemimpin yg ideal bgt deh pokonya.. klo presidennya bapak saya yakin negera saya ga bakal carut marut begini.. bapak slalu didzolimi krn bapak ditakuti mereka2.. smoga bapak slalu sehat walafiat.. Wassalam..
acara di TV One, saya sangat salut dengan anda , argumentasi anda benar2 dapat dicerna oleh orang awam seperti saya..justru yang saya sayangkan dengan para akademisi yang lain, argumentasinya seperti orang ga sekolah, ngotot yang ga mendasar… kalau boleh saran, untuk media-media apabila mengundang pembicara harusnya yang benar-benar tahu permasalahan bukan cuma yang pinter ngomong…!
Maju terus bung Yusril, jangan takut…saya yakin lawan-lawan anda sekarang baru menyadari kekeliruannya….
Pantas negara ini ga beres-beres……..ampun dah…
ass pak yusril salam kenal pak. kita sering tidak bahagia dengan hukum, apa sebaiknya semua hukum dan yang berkaitan dengan hukum dinaikkan kelas menjadi KEBENARAN..contoh : Menteri Hukum dan HAM menjadi Menteri KEBENARAN saja.tq
Assalamu alaikum,
Pemikiran Pak Yusril secara kronologis runtut dan masuk akal. Menurut hemat saya biaya acees jaringan Sisminbakum tidak masuk dalam kategori PNBP, sehingga hal itu dapat dikelola oleh pihak koperasi dan pihak ketiga sampai pada habis masa kontraknya (rencana th. 2010). Setelah selesai kontrak, apabila Pemerintah akan mengambil alih untuk membiayai acces jaringan tersebut, nantinya dapat dimasukkan dalam PNBP, karena fasilitas yang dibangun berasil dari pemerintah, sehingga pendapatan yang dihasilkan tentu akan masuk pada pemerintah (PNBP). Apabila kebijakan penanganan sisminbakum oleh kejaksaan agung dimasukkan dalam ranah hukum pidana, saya kurang sependapat, karena kronologinya jelas, tidak ada Undang-Undang yang dapat menjerat pengelolaan sisminbakum melakukan pelanggaran hukum dan sesuai kontrak kerjasama antara Kementerian Hukum dan HAM, Koperasi, dan Swasta tentu sudah diatur hak dan kewajiban masing-masing.
Untuk itu, saya berharap kasus Sisminbakum dapat diselesaikan secara dialog melalui pihak-pihak yang berkepentingan, harus ada arbitrage yang dapat menjembatani, jangan ada pihak yang memperkeruh keadaan, jauhkan sentimen pribadi yang selama ini berada di masing-masing phak.
Semoga dapat diselesaikan secara bijak.
Drs. Sutikno, MSi.
Pemerhati masalah hukum dan sosial
Prof… anda sangat layak menjadi PRESIDEN, Semoga Allah Swt senantiasa membimbing bpk dengan hidayah dan inayahNya..Amiiin. Bangsa ini butuh pemimpin yang teguh dan logis seperti pak Yusril… & yang cermat dan cepat seperti pak JK. Aman makmur bangsa ini. Semoga………………..
Indonesia membutuhkan orang spt Pak Yusril, ayo pak maju terus Libas Jaksa Agung Gadungan itu, Hancurkan dia
Saya bingung dengan negara Republik Indonesia tercinta, hasil pengamatan saya sebagai orang awam “orang yang pintar dan telah teruji keahliannya tapi gak dihiraukan malah terkesan diabaikan dan dikucilkan apabila bertentangan dengan keinginan sekelompok orang.”
Mau jadi apa nantinya Indonesia kedepan?????
Assalamu’alaikum.
Profesor Yusril..
Saya mohon Prof.Yusril tetap tegar&semangat dlm menghadapi mslh ini, saya dukung do’a penuh untuk Prof.Yusril
Saya lebih percaya anda prof.Yusril, daripada orang2 penjilat macam HS. lihat saja dlm memimpin institusinya selama periode kepemimpinannya, Banyak anggotanya yg terseret kasus memalukan yg mencoreng wajah hukum di negri ini.
Reformasi di lembaga kejaksaan yg di kampanyekan tak ada yg membuahkan hasil positif untuk bumi pertiwi. Saya orang awam,yang jauh dari mengerti tentang masalah hukum, tapi “LOGIKA” Prof.Yusril dapat saya fahami&saya mengerti. Selama ini kasus dan permasalahan yg besar yg harusnya menjadi PR u/ JAGUNG kenapa justru banyak yg trbengkalai, tapi yg tak semestinya tidak di permasalahkan justru di angkat tinggi2…
Ya Robbi…Apa yg sbnrnya terjadi dg negriku ini…
Limpahkanlah hidayah kpd mereka yg buta akan kebenaran…sinarilah Qolbu mereka dari kegelapan hati..Amiin
Selamat berjuang Prof.Yusril Ihza Mahendra. Allah selalu melindungi Anda..
Wassalamu’alaikum. wr. wb
Assalamaualakum Wr. WB
Bung Yusril saya berdoa kapada Allah ” Ya Allah Cukupkan ujian bagi saudara kami Bung Yusril, karena terlalu banyak fitnah yang telah dilontarkan orang2 kafir dan munafik kepadanya, sejak tahun 1998. Dengan segala Fitnah ini angkatlah derajatmya ke tempat yang lebih baik.
Bung Yusril saya mengamati anda sejak lama bahkan pada saat reformasi anda pernah berdebat dengan Prof Emil Salim . Argumen anda sangat valid dan meyakinkan, banyak orang yang gak mampu menjawab argumen anda. karena kepintarn anda dan anda sebagai orang Islam yang taat, maka fitnah tersebut semakin merajalela.
Anda diberhentikan oleh SBy karena dianggap Korupsi, tetapi setelah anda diberhentikan, berita korupsi tersebut langsung menghilang. Artinya kalau anda Korupsi maka anda harus diusut, tapi ternyata tidak. Harusnya SBy mengembalikan posisi anda sebagai mensetneg.
Demikian juga dengan masalah sekarang kesalahan anda semakin dicari2, padahal sangat jelas kalau dilihat berita koran dan TV Kejagung sarangnya Korupsi.
Semoga anda sabar dan Allah akan bersama orang2 yang baik dan benar. Dan jadikan Sholat dan sabar menjadi penolong. Amin
Selamat berjuang BUng Yusril, Insya Allah anda akan menang.
Penjelasan Prof. Yusril sangat sistematis, runtut dan kalau ditelaah tidak ada yang salah dalam kasus ini. Perspektig 1998 dilihat dari 2010 ……. intinya ini politik ….. characters assassination, maju terus sampai mati prof…..
Prof. Yusril, langkah anda biarpun dipandang sinis dan mengada-ada oleh lawan politik anda, namun sesungguhnya tindakan anda mengubah cara pandang dan cara kerja rezim sekarang yang tidak fokus, menganggap remeh masalah administratif yang justru menjadi dasar kewenangan suatu jabatan. Wajar saja mereka lebih fokus cari kekuasaan secara greedy dengan kompetensi rendah. Maju terus Prof Yusril, dengan niat baik membereskan negeri, semoga Allah SWT mendukung langkah-langkah anda.
krn saya bukan ahli hkm, mungkin komentar saya ini salah.
Sepemahaman saya pengangkatan kejaksanaan, kapolri, penglima tni bisa terpisah dengan kabinet. Hanya saja administrasi kepresiden (mungkin lo ya, ini gak tahu pasti…) saat mengangkat kejaksanaan agung (hendarman) menggunakan kepres yg melampaui cakupan dasarnya, sehingga pengangkatan kejaksaan agung disatukan dengan pengangkatan kabinet. Setelah masa kabinet habis seiring dengan masa kekuasaan presiden, maka klausul2 yg ada dalam kepres itu harus berlaku untuk kabinet dan kejaksaan agung. Bisa jadi mindset yg ada dalam benak kawan2 di sekretariat kepresidenan masih menggunakan mindset dasar itu, kurang menelaah isi kepres sebelumnya. Sehingga menganggap kejaksaan agung tidak perlu diangkat lagi… wallahu’alam…
Semoga Allah melindungi bang Yusril sehingga tetap dalam iman dan islam, makin bertaqwa dan terus bersemangat dan dimasukkan ke dalam golongan orang-orang diberi kemenangan oleh Allah swt… Aamin
sepertinya logika yang disampaikan sang profesor ini bener.seorang pejabat tanpa dilantik maka jabatannya jadi liar.karena gak ada payung hukumnya yang mengatakan pejabat itu menduduki jabatan. Seorang PNS aja ada SK sebagai payung hukmnya jika dia seorang PNS. Tapi…………….jika dikatakan profesor maka kasus-kasus hukum yang ditangani kejaksaan yang selama ini jaksa agungnya Hendarman juga menjadi tidak sah, gimana nasib para pelakunya yang sudah dihukum apa tidak akan semrawut seperti yang prof katakan mereka juga harus dibebaskan karena jaksa agungnya ilegal..OMG…peliknya kasus hukum tatanegara di negeri kita ini..
Tapi apa yang dilontarkan prof jadi membawa hikmah agar negara ini harus dikelola dengan baik dan memperhatikan aspek hukumnya dengan baik juga…ini negara harus ada tata kelola negaranya bukan dengan lisan nunjuk orang jadi pejabat. jadi gak setuju dengan komentar harun al rasyid di jakarta lawyer club yang cuma bisa jawab pertanyaan yusril dengan “itu terserah presiden” walah prof ahli tata negara macam harun al rasyid kok jawabannya kayak orang awam…bung harun al rasyid indonesia bukan negara monarki semua gak bisa “terserah” seperti terserahnya raja dimana peritah itu titah. ini negara hukum pak rasyid….aneh yang pinter pun jadi keblinger..rakyat hanya terus memantau kemana bola salu ini terus menggelinding menggulung Hendarman atau Yusril…kami rakyat hanya bisa ambil hikmah dari polemik ini……
goodluck Prof.
Jika diikuti secara seksama tentang permasalahan Sisminbakum, maka nalar orang sehat dan berpikiran jernih jadi paham bahwa kebijakan yang dikeluarkan Bang Yusril selaku Menteri saat itu sudah benar-benar tepat. Demi membantu kesulitan yang dihadapi Rakyat, Bangsa dan Negara maka saya berharap janganlah manusia cerdas, pintar dan berkarakter seperti Bang Yusril di sia-siakan dan malah dipidanakan. Saya beragama Kristen Protestan Bang Yusril, tapi saya melihat orang bukan dari sisi agama apa yang dianutnya, tetapi bagaimana bakti dan pemikirannya untuk membangun Rakyat, Bangsa dan Negara ini. Saya tetap dukung Abang, Lanjutkan dan cerdaskanlah masyarakat dengan terus memberikan pembelajaran melalui media TV. Jangan Enggan diwawancarai, ikut dialog TV dan sebagainya. Kami setia menantimu. Saya memahami alur pikir Bang Yusri dan juga alur pikir pak Bibit – Candra, kenapa tidak harus diselesaikan melalui pengadilan untuk mencari kebenaran. Karena kualitas para hakim di Indonesia semua orang tahu, nalar dan cara berpikirnya pakai kacamata kuda. Rendah kualiatas SDMnya dan mudah diintervensi. Saya mendoakan Bang Yusril semoga Tuhan selalu bersamamu.Amin
saya sangat prihatin dengan agenda2 politik yang sekarang sedang berlangsung. sebagai rakyat jelata tidak terbayangkan agenda2 politik yang membenarkan hal2 yang salah dan menyalahkan hal2 yang benar. tapi mungkin inilah tahapan2 yang harus dilalui dalam sejarah eksistensi bangsa ini.
yang jelas pada saat ini kredibilitas seluruh jajaran aparat hukum dan penyelenggara pemerintahan ditanah air kita sangat terpuruk !
jakarta 16 july 2010
selamat berjuang bung !
menurut saya pak Yusril terlalu gegabah menetapkan proyek sisminbakum ini sebagai bukan PNBP. Padahal pak Yusril sendiri mengatakan bahwa penetapan proyek ini termasuk PNBP / bukan, ada ditangan Presiden. Kenapa Pak Yusril tidak menunggu Keputusan Presiden dahulu mengenai penetapan ini, sebelum melaksanakan sisminbakum ini? Apalagi sesuai cerita Pak Yusril diatas, Mentri Keuangan dan Presiden masih abu2 / belum jelas menentukan kategori utk BNPB ini. kenapa Pak Yusril masih nekad mau melaksanakan proyek ini? Lalu juga sudah jelas2 biaya ditarik kepada seluruh perusahaan yang menggunakan sisminbakum ini dikarenakan menggunakan nama : “Departemen Hukum dan HAM”. Itu artinya menjual negara untuk pemasukan pribadi. Ya jelas itu namanya “KORUPSI”!. Lalu jika memang benar hanya untuk swasta yg menyelenggarakan, kenapa tidak ditarik biaya hanya untuk disetorkan ke swasta? Kenapa harus juga menyetos biaya ke Dep Huk & HAM?..
SEKALI LAGI “komentar #363” (pages 8) & “komentar #415” (pages 9)
dan
PERKEMBANGAN KASUS SISMINBAKUM.
oleh: Hendra O. Indersyah, ST.
I.
Saya sedang meneliti lagi tulisan saya “komentar #363” di halaman pages 8, yaitu khususnya ttg data2 yg menjadi ‘bahan baku’nya serta apa sebenarnya maksud atau hal yg ingin saya sampaikan waktu itu (bagaimana sebenarnya konstruksi pemikiran/pendapat saya itu).
Waktu itu saya menulis sbb. (dlm editan baru):
Kejakgung tidak proporsional dengan angka Rp. 410M (sangkaan “merugikan keuangan negara sebesar Rp. 410M”).
Menurut logika saya (dari data-data dlm media massa), kejadiannya dan persoalannya adalah ‘pungli’, atau tindakan pungli dalam tanda kutip, pungli yang agak aneh, yaitu sejak adanya PP 19/2007 tgl 15 Feb 2007 (PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2005 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA), sbb.:
1. oleh PT SRD (& Koperasi Pengayoman) terhadap masyarakat/Notaris (di mana tampaknya Dirjen AHU juga harus bertanggung-jawab),
2. (juga..) oleh negara cq Depkeu cq Ditjen Pajak terhadap PT. SRD.
II.
Di sini saya menyoroti khususnya masalah PENGAMBILAN & PENGGARISANnya KEBIJAKAN pelayanan publik istimewa (didukung IT thn 2000) bertajuk Sisminbakum di Kemenkum&HAM (2000: Depkumdang) itu. Demikian, sekali lagi, kesimpulan dari cukup banyak & panjang lebar komentar saya sejak Nov. 2008 serta perkembangan Kasus Sisminbakum itu saat ini, adalah sbb.:
Pengambilan & PENGGARISAN KEBIJAKAN di Kemenkum&HAM pd tahun 2000 (Depkumdang) yg bertujuan mendukung langkah2 pemulihan perekonomian nasional dari krisis 1997 itu adalah sah atau tidak melanggar peraturan perundang-undangan yg ada, dan persoalannya kini BERKEMBANG menjadi kasus baru atau beberapa kasus, yaitu
1. Kasus Sisminbakum itu sendiri,
2. persoalan internal Bhakti Group (internal SRD, dan masalah TPI),
3. Kasus Jaksa Agung ilegal/problematik,
namun sekaligus dan justru dgn itu dapat diluruskan duduk-masalahnya, bahkan juga masalah2 Hukum Tata Negara atau struktur ketata-negaraan kita secara umum yg masih menjadi persoalan politik dan hukum itu sendiri selama ini.
Sebaliknya, utk sangkaan telah terjadi pelanggaran hukum (dlm PENGAMBILAN & PENGGARISAN KEBIJAKAN “Sisminbakum” itu) dan negara dirugikan sebesar Rp. 410M, pd hemat saya Kejakgung sepertinya bisa kena tuntutan praperadilan oleh pihak tertentu, karena (di atas fakta) Ditjen Pajak ‘sejak awal hingga akhir’ bukannya tidak memungut pajak tertentu (PPN) thdp PT. SRD atas operasional Sisminbakum itu (dgn penghasilan 90% dari access fee atau biaya penggunaan jaringan IT – oleh Notaris yg mau atau membutuhkan dan menggunakan – yg diadakannya plus operasionalnya), atau – bentuk lainnya lagi – Ditjen Pajak yg kena gugatan keberatan pajak. Yang jelas, di dalam sangkaan “negara dirugikan sebesar Rp. 410M” itu terdapat inkonsistensi bahkan berlebihannya tuntutan pemerintahan thdp masyarakat, sbb.: pajak dipungut oleh Ditjen Pajak atas nilai tambah yg dihasilkan masyarakat wiraswasta, akhirnya masyarakat wiraswasta itu dikenakan sangkaan bahwa nilai tambah tadi (yg telah dipungut pajaknya) adalah korupsi. (?)
(Jaktim, 16/7/10).
Masalah Sisminbakum harus dipisahkan dengan keberadaan Jaksa Agung. Adaikan Jaksa Agung tidak jelas pengangkatannya dan tentu semua keputusan hukum Jaksa Agung selama periode tersebut tidak sah. Dan apa sebenarnya yang diinginkan Yusril? Kompensasi terhadap kasus yang menyangkut dirinya? Bang YIM..Buktikan saja kepada masyarakat bahwa anda tidak korupsi! Kalau masih tetap dipenjara juga anggap saja resiko pekerjaan.
Dlm pengamatan saya selama ini, tampak bahwa sudah bolak balik atau cukup banyak & jelas Bang YIM yg kebetulan pakar Hukum Tata Negara membuktikan dgn penjelasan2 beserta dalil2 (teori2, peraturan per-undang2an yg berlaku berikut pemahaman dan penerapannya, dlsb) ttg clear dan suksesnya Sisminbakum diadakan dan dirumuskan/digariskan oleh Depkumdang sebagai suatu kebijakan pemerintahan yg diambil kabinet presidensiil pimpinan K.H. Abdurrahman Wahid dan diresmikan Wapres Megawati Soekarnoputri pd tahun 2000 itu (10 thn ke belakang dari tindakan Kejakgung saat ini mempersoalkannya). Lalu … demikian saya dpt memahami pula … langkah berikutnya yg memang perlu dan baiknya dpt dilaksanakan Bang YIM, karena kebetulan sedang menyandang status “legal standing” karena situasi & kondisi Kasus Sisminbakum itu, adalah: menguji di MK legalitas Jaksa Agung – dan juga Kejakgung sebagiannya – saat ini sejak pembubaran KIB I.
Semoga.
Ir. Hendra O. Indersyah.
Salut dan support untuk bapak Prof Yusril Ihza Mahendra.
setuju dgn mas marbun diatas.. sebenarnya saya ingin melihat kepandaian dan kepiawaian prof. yusril dalam hukum dengan membuktikan sangkaan korupsi terhadapnya.. bukannya malah melebar kesana kemari dengan menggugat kesah-an jaksa agung, atau mengancam akan membuka keterlibatan Pres SBY di century, atau melaporkan jaksa penyidik dgn perbuatan tidak menyenangkan, dll??.. kenapa prof. yusril enggan bertempur atas masalah inti yaitu dugaan korupsi pada dirinya??.. apa prof. yusril sudah yakin bahwa memang itu kasus korupsi?.. hehehe..
inilah cara2 yg dilakukan penguasa untuk mempertahankan kekuasaan ……target jangka panjang 2014 harus diamankan dari sekarang…siapa yang kira2 bisa menjadi sandungan di 2014 …hrs di singkirkan. tidak perlu menjadi pintar untuk menganalisa permainan penguasa yg seperti itu…..menghalalkan segala cara…dalangnya jelas…partai biru dan kuning…..apa jadinya bangsa ini????? maju terus bang YIM….kami mengharapkan orang seperti anda berbuat lebih banyak untuk negara ini…..
Pak YIM, penjelasan bapak cukup komprehensif. Sisminbakum merupakan kebijakan pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid yg dilaksanakan melalui program di Depkumham yang bapak pimpin. Saya pikir, wacana untuk substansi ini clear.
Soalnya kemudian, Kejaksaan Agung menuding ada potensi kerugian negara sebesar Rp420 miliar dalam pelaksanaan program ini. Sehingga Kejaksaan bisa memasukkannya dalam unsur tindak pidana korupsi.
Sisminbakum dilaksanakan atas kerjasama antara Koperasi karyawan Depkumham dan PT.SRD. Perikatan dua badan hukum ini tentu lebih bersifat bisnis to bisnis. Koperasi dan Perseroan.
Selama ini, belum ada pihak pengguna Sisminbakum yang protes atas beban biaya yang dikenakan. Protes kalangan notaris, sepanjang yang saya ketahui, lebih kepada kecepatan atau di-bloknya akses mereka oleh pengelola IT Sisminbakum.
Posisi hari ini : setidaknya 3 pejabat Dirjen AHU sudah kadi terpidana dalam kasus ini. Artinya ada proses yang benar, baik menurut jaksa ataupun hakim, bahwa ada tindak pidana korupsi. Dan YIM serta Hartono Tanoe, baru dalam status tersangka.
Pertanyaannya adalah : di republik ini lembaga audit apa yang berhak memberi penilaian akutansi, bahwa ada potensi atau kerugian negara dalam sebuah proses kebijakan? Dalam kasus2 dugaan korupsi yang lainnya, selalu rujukan auditnya bersumber dari BPK atau BPKP. Apakah nilai Rp420 miliar itu merupakan hasil audit kedua lembaga tersebut? Sebab, baik jaksa ataupun polisi, sepengetahuan saya, tidak berhak memberikan penilaian/perhitungan sendiri untuk berkas2 yang mereka tangani, sepanjang itu terkait dengan urusan akutansi. Artinya, ada fakta, bukti pendukung yg cacat, bila unsur kerugian negaranya sendiri tidak bisa dibuktikan oleh lembaga negara yang berkewenangan untuk itu.
Terlepas dari soal, substansi tadi, publik, setidaknya saya, cukup mengikuti rekam-jejak bapak dalam pemerintahan di Indonesia. Bapak sangat konsisten dalam mempertahankan argumentasi, sepanjang pihak2 lain belum bisa mematahkan (mempersalahkan) argumentasi anda.
Nah, pertanyaan saya, (1) Apa unsur kuat yang melatarbelakangi bahwa Bapak terseret dalam arus pusaran perseteruan antara Tutut vs Hary Tanoe? (2) Seberapa banyak pengetahuan Bapak soal komisarisnya Gerald Jacobus yang memiliki saham kosong (kemudian berisi Rp75 juta) di PT.SRD ? (3) Saatnya Bapak menjelaskan kepada publik soal pengetahuan tentang skandal Bank Century. Agar ini jangan dianggap sebagai ancaman atau upaya Bapak untuk melakukan deal-deal tertentu. Saya yakin, bilapun harus dipaksa masuk penjara, tempat ini bukanlah sesuatu yang menakutkan bagi bapak. Dan saya yakin, akan banyak masyarakat yang setiap hari menemani bapak disana. (4) Saya sangat menanti komentar dari Bapak. Semoga akun ini aktif dan interaktif. Pertahankan integritas dan konsistensi Bapak. Selamat
detikNews, Rabu, 21/07/2010 17:34 WIB: “Kasus Sisminbakum; Ketua MK: Yusril Harus Diberi Keadilan”.
“Permohonan Yusril yang tidak nyambung itu adalah permintaan dihentikannya proses hukum kasus Sisminbakum oleh Kejaksaan Agung hingga MK membuat putusan atas uji materi UU No 16/2004 Tentang Kejaksaan. Mahfud menegaskan MK tidak mempunyai wewenang untuk memerintahkan penghentian penyidikan kasus korupsi”.
MASALAHNYA, pd hemat saya, bukankah Jaksa Agung dan Kejakgung (sebagiannya) sedang kita persoalkan bersama di depan meja hijau MK itu ttg keabsahannya? Dan Jaksa Agung maupun Kejakgung (sebagiannya) saat ini resmi (legal formal) berstatus legal-problematik?
Jadi? Keadilan?
[…] sebenarnya juga sempat dibicarakan beberapa tahun lalu. Dalam web-blog pribadinya, yaitu yusril.ihzamahendra.com, pada tanggal 16 November 2008 Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra juga sempat menjelaskan mengenai […]
seperti sy sebutkan di atas, belum clear apakah sisminbakum ini legal / tidak? Presiden Gusdur hanya mendorong dan gembira dengan adanya sistem ini, tapi belum ada keputusan tertulis dari Presiden. Sedangkan proses hukum membutuhkan bukti yang tertulis dan tidak sekedar lisan.
Kemudian mengenai BPK yg berwewenang hanya memberikan audit dan tidak berhak menentukan proyek ini korupsi / bukan. Hasil audit BPK dapat digunakan sebagai bukti bila diperlukan. Tapi saya rasa dalam kasus ini tanpa audit BPK sudah dapat ditentukan sebagai Korupsi / bukan, dari laporan pendapatan total proyek sisminbakum ini yang tidak disetorkan ke negara. Apalagi landasan hukum / Keppres pelaksanaan sisminbakum ini juga belum ada.
semoga kasus sisminbakum ini cepat selesai dan terbuka kebenarannya secara terang benderang
salam kenal,
Bolehngeblog
penjelasan bapak sangat sistematis hingga tidak adalah kesalahan yg menghampiri bapak prof. Maju terus pak..
Tapi ada satu hal yg ingin sy tanyakan, pada saat panas2nya kasus BC dlm satu diskusi di slah satu tv swasta bapak prof. adalah orng yg pro terhadap kebijakan BC itu…tp bgmn dgn skr, masih pro kah ?
Kenapa tulisan “Argumen yang Bukan- Bukan Denny Indrayana” tidak dipublish diblog ini? http://17-08-1945.blogspot.com/2010/07/koran-digital-yusril-ihza-argumen-yang.html
maju terus pak yusril, pembelaan anda sangat berarti untuk kebaikan tata hukuh negara ini.
[…] Yusril Ihza Mahendra Juli 27, 2010 Hendri, SKed Kategori: Polhukam […]
pada latah smua ini. sisminbakum ini kayak negara dalam negara saja, hasilnya di bagi-bagi sendiri. dulu kalo ada inisiatif positif kan ngga jadi seperti ini, inisiatif kan saja masuk pnbp kan beres. emang pada tamak dan mencari untung dengan kelemahan undang-undang dan peraturan.
Asslm ww.
Maaf menanyakan langkah selanjutnya – atau berkenaan dgn hal itu – oleh Bang YIM di MK dlm Perkara No. 49/PUU-VIII/2010 perihal Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Bahwa sidang pertama dgn acara Pemeriksaan Pendahuluan (I) terlaksana pd tgl 15 Juli 2010, dan dari situ ternyata Bang YIM disarankan oleh Majelis Hakim utk mengajukan penyempurnaan uraian teknis isi permohonan perkara se-lambat2nya 14 hari kerja, di mana petunjuk Ketua Sidang waktu, sbb.:
“Saudara mempunyai waktu 2 minggu atau 14 hari maksimal dan
nanti pada sidang yang akan datang ditentukan dan dipanggil kembali.
Barangkali cukup, untuk hal demikian?”;
Bahwa dgn 2 minggu atau 14 hari itu maka bisa jadi tenggat waktu tsb adalah jatuh pada hari ini tgl 29 Juli 2010.
Dan, karena belum ada lagi pemberitaan media massa tentang hal itu hingga hari, kiranya saya boleh berkomentar/bertanya, sbb.:
– Sekedar mengingatkan Bang YIM, bahwa kiranya memang sedang atau sudah siap melaksanakan/melakukan penyempurnaan permohonan Perkara No. 49/PUU-VIII/2010 itu.
– Apakah yg dimaksud dgn “2 minggu atau 14 hari” t.d.a adalah “14 hari kerja”? Pd hemat kita tentunya ya memang seperti itu.
Sekian dulu, kiranya berkenan.
Wassalam ww.
Hendra Indersyah.
Jaktim.
Hidup Pak Yusril….!!!