Tanggapan untuk Artikel Denny Indrayana : Kontroversi keabsahan Hendarman (oleh Yusril Ihza Mahendra)
Artikel ini merupakan tanggapan saya atas tulisan Dr Denny Indrayana yang dimuat pada harian Seputar Indonesia, Sabtu, 17 Juli 2010. Tanggapan ini dimuat oleh harian Seputar Indonesia pada tanggal 19 Juli 2010.
*****
DALAM berbagai kesempatan, bahkan di hadapan Mahkamah Konstitusi, saya telah menegaskan bahwa kedudukan Hendarman Supandji sebagai jaksa agung adalah tidak sah. Dasar ketidaksahannya itu ada di dalam UU Kejaksaan No 16 Tahun 2004 serta Keppres No 187/M Tahun 2004, Keppres No 31/P Tahun 2007, dan Keppres No 83 Tahun 2009. Pasal 19 UU Kejaksaan menyebutkan bahwa jaksa agung diangkat dan diberhentikan oleh presiden. Tidak ada ketentuan yang mengatur berapa lama jabatan jaksa agung. Namun, Pasal 22 ayat (1) UU Kejaksaan mengatakan bahwa jaksa agung diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena meninggal dunia, permintaan sendiri, sakit jasmani dan rohani terus-menerus, berakhir masa jabatannya, dan tidak lagi memenuhi syarat menjadi jaksa agung.
Di dalam Negara hukum dan demokrasi di mana pun di dunia ini, tidak akan dibenarkan ada pejabat yang memangku jabatannya tanpa batas masa jabatan. Hal itu juga bertentangan dengan asas kepastian hukum. Dalam UUD 1945, masa jabatan presiden pun dibatasi. Kalau UU Kejaksaan tidak membatasi masa jabatan jaksa agung, bagaimanakah presiden dapat memberhentikan jaksa agung dengan alasan “berakhir masa jabatannya” seperti diatur dalam Pasal 22 ayat (1) di atas?
Atas dasar itulah Denny Indrayana dalam berbagai media cetak yang terbit sehari setelah reshuffle kabinet, tanggal 8 Mei 2007, menuding Presiden SBY telah melakukan pelanggaran serius terhadap undang-undang karena telah memberhentikan Abdulrahman Saleh tanpa melalui pintu Pasal 22 UU Kejaksaan.
Denny mengatakan, pemberhentian Abdurrahman Saleh tidak sah karena yang bersangkutan tidak meninggal dunia, tidak sakit terus-menerus, tidak minta berhenti, dan masih memenuhi syarat menjadi jaksa agung. “Kalau menggunakan alasan berakhir masa jabatannya, kapan masa jabatan itu berakhir?” tanya Denny sebelum menjadi Staf Khusus Presiden Bidang Hukum. Denny bahkan mengatakan, Abdurrahman Saleh yang diberhentikan tanggal 7 Mei 2007 adalah diberhentikan setengah jalan alias belum habis masa jabatannya. Kalau baru setengah jalan, tentu ada yang setengahnya lagi. Di mana yang setengahnya itu? Ini berarti secara implisit berarti Denny mengakui bahwa masa jabatan Abdulrahman Saleh, yang diangkat menjadi jaksa agung Kabinet Indonesia Bersatu akan berakhir masa jabatannya tanggal 20 Oktober 2009, bersamaan dengan berakhirnya Kabinet Indonesia Bersatu. Hanya dalam konteks inilah ucapan Denny dapat dimengerti.
Kalau Denny menganggap pemberhentian Abdulrahman Saleh tidak sah, konsekuensi logisnya pengangkatan Hendarman sebagai penggantinya juga tidak sah. Namun aneh bin ajaib Denny kini jadi berjibaku menjadi pembela keabsahan Hendarman. Apakah kedudukan sebagai staf khusus Presiden telah membawa segala kenikmatan sehingga Denny berputar haluan? Denny mengatakan saya berubah pendapat mengenai keabsahan Hendarman dengan mengutip Rakyat Merdeka, 13 Juni 2010. Ketika wartawan bertanya melalui telepon mengenai keabsahan Hendarman, saya menjawab singkat bahwa hal itu harus dilihat dari konteksnya dulu. Kalau Hendarman diangkatnya sebagai jaksa agung, maka selama keppresnya belum dicabut, Hendarman Supandji akan tetap duduk sebagai Jaksa agung. ?Pembicaraan via telepon seluler terputus sampai di situ. Sinyal memang terganggu, ketika itu saya” berada di atas kapal di tengah laut Kalau pertanyaan kepada saya dilanjutkan, jawaban saya akan menjadi jelas. Memang saya akui kelalaian saya tidak membaca hasil wawancara Rakyat Merdeka dan tidak mengoreksi hasil wawancara itu sehingga saya akan dituduh tidak konsisten. Namun, pendapat saya yang sepotong itu hanya ada di Rakyat Merdeka, berbeda dengan puluhan media yang memuat pendapat Denny, yang kini dapat disearch melalui Google di internet. Belakangan ini saya telah mengoreksi berita Rakyat Merdeka itu walau saya sadari sudah terlambat.
Andaikata Hendarman diangkat menjadi jaksa agung dan sekaligus menjadi anggota kabinet dan diberi status menteri negara, jabatannya akan berakhir bersamaan dengan usia kabinet. Inilah sebenarnya jawaban mengapa dalam UU Kejaksaan tidak diatur berapa lama masa jabatan jaksa agung itu. Saya sendiri yang ketika itu menjadi Menteri Kehakiman dan HAM yang mewakili Presiden Megawati membahas RUU Kejaksaan dengan DPR. Konvensi ketatanegaraan sejak tahun 1959 menunjukkan bahwa kejaksaan telah menjadi bagian dari organ pemerintahan. Jaksa agung selalu diangkat sebagai anggota kabinet dengan status setingkat menteri negara. Masa jabatan jaksa agung akan berakhir bersamaan dengan berakhirnya masa bakti kabinet selama lima tahun.
Konvensi ketatanegaraan demikian diikuti juga dalam Keppres No 187/MTahun2004 tentang pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu dan Keppres No 31/P Tahun 2007 tentang reshuffle Kabinet Indonesia Bersatu itu. Baik Abdulrahman Saleh maupun Hendarman adalah anggota kabinet dan diberi status sebagai pejabat setingkat menteri negara. Ini dengan jelas disebutkan, baik dalam konsiderans maupun dalam diktum kedua keppres itu.
Denny Indrayana berupaya untuk mengaburkan fakta hukum ini dan berusaha membuat sesuatu terang benderang menjadi remang-remang tidak menentu. Dahulu, kata Denny, “Jaksa agung memang masih tidak terlalu jelas statusnya. Keppres pengangkatan jaksa agung dijadikan satu dengan Keppres Pengangkatan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) I. Pengangkatan dan pelantikan jaksa agung yang bersamaan dengan anggota kabinet itulah yang menciptakan pandangan bahwa jaksa agung adalah anggota kabinet. Padahal jaksa agung bukanlah anggota kabinet.” Demikian kata Denny Indrayana.
Selanjutnya Denny mengatakan,” Posisi jaksa agung dapat dipersamakan dengan posisi Panglima TNI dan Kapolri yang juga bukan merupakan anggota kabinet. Terlebih dengan adanya UU Kementerian Negara, maka anggota kabinet hanyalah 34 kementerian dan tidak termasuk jaksa agung, Panglima TNI ataupun Kapolri.” Pernyataan Denny ini sama sekali tidak berdasar. Jaksa agung itu diangkat dengan hak prerogatif presiden karena Pasal 1 ayat (2) UU Kejaksaan dengan jelas menyebutkan bahwa kejaksaan adalah “lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan dan kewenangan lain berdasarkan undang-undang.” Tidak ada satu kata pun di dalam UUD 1945 yang menyinggung tentang kejaksaan. Demikian pula di dalam UU No 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Ini berbeda dengan TNI dan Polri yang secara khusus diatur dalam Bab XII tentang Pertahanan Negara Sejak amendemen UUD 1945, dengan tegas dinyatakan bahwa TNI dan Polri bukanlah bagian da?n organ pemerintahan negara.Presiden tidaklah mempunyai hak prerogatif untuk mengangkat dan memberhentikan Panglima TNI dan Kapolri karena kedua tindakan itu, menurut undang-undang harus dilakukan dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakya Dengan demikian, Panglima TNI dan Kapolri jelas tidak bisa dijadikan sebagai anggota kabinet seperti Presiden Soeharto menempatkan Panglima ABRI sebagai anggota kabinet dan diberi status setingkat menteri negara.
Bukanlah saya ingin menyombongkan diri kalau saya mengungkap fakta sejarah bahwa Presiden SBY dan Wapres Jusuf Kalla ketika terpilih telah meminta saya untuk menyusun struktur Kabinet Indonesia Bersatu (KlB) I itu. Saya menjelaskan kepada kedua beliau itu bahwa mulai cabinet yang baru ini Panglima TNI dan juga Kapolri tidak bisa kita masukkan lagi sebagai anggota kabinet dan tidak bisa diberi status menteri negara karena presiden tidak lagi mempunyai hak prerogatif mengangkat dan memberhentikan mereka. Saya memahami hal ini, bukan saja berdasarkan ilmu, tetapi juga berdasarkan pengalaman karena sayalah yang mewakili Presiden membahas RUU tentang Kepolisian di DPR. Kemudian, bersama-sama dengan Menhan Mathori Abdul Jalil mewakili Presiden membahas RUU TNI di masa pemerintahan Presiden Megawati.
Kalau dibaca dengan cermat Keppres 187/M Tahun 2004 tentang pembentukan KIB I, hanya jaksa agung satu-satunya pejabat yang bukan menteri, tetapi menjadi anggota kabinet dengan status pejabat setingka menteri negara. Presiden SBY tidak ingin mempertahankan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) yang di era Presiden Megawati dijadikan sebagai anggota kabinet dengan status pejabat setingkat menteri negara. Denny Indrayana, sebagaimana halnya Mensesneg Sudi Silalahi, tampak kebingungan,dengan status Hendarman setelah diundangkannya UU No 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara tanggal 6 November 2008. Dalam UU ini memang disebutkan jumlah kementerian maksimal adalah 34 tanpa menyebutkan apa sajakah nomenklatur kementerian itu. Ti?dak ada sangkut pautnya UU ini dengan Kejaksaan Agung. Presiden dapat saja mengangkat jaksa agung sebagai anggota kabinet, bisa juga tidak, melainkan mengangkat jaksa agung sebagai pejabat negara biasa.
Presiden Megawati, seperti telah saya katakan, pernah mengangkat Kepala BIN menjadi anggota kabinet, tetapi Presiden SBY tidak mau melakukannya.
Hatta Rajasa dan Sudi Silalahi mestinya mengerti kalau dia memahami letak Sekretariat Negara di dalam sejarah Kabinet RI. Sekretaris negara yang pertama Mr AG Pringgodigdo hanyalah sekretaris negara yang bukan anggota kabinet di tahun 1945. Mulai era Presiden Soeharto, sejak Soedharmono, dia masuk ke kabinet dengan sebutan menteri/sekretaris negara. Pada masa Moerdiono, dia juga anggota kabinet dengan sebutan menteri negara sekretaris negara. Demikian pula Akbar Tandjung dan Muladi di bawah Presiden Habibie. Namun di era Presiden Abdurrahman Wahid, semua sekretaris negara (Ali Rachman, Djohan Effendi, dan M Basyuni) berada di luar kabinet.
Di era Presiden Megawati, Bambang Kesowo disebut hanya sebagai sekretaris negara, tetapi menjadi anggota kabinet dengan status pejabat setingkat menteri. Di era Presiden SBY, saya dan Hatta Rajasa menjadi menteri sekretaris negara. Namun, sekarang, dengan adanya UU Kementerian Negara, untuk pertama kalinya Sekretariat Negara diubah nomenklaturnya menjadi Kementerian Sekretariat Negara dengan Sudi Silalahi sebagai menteri sekretaris negara. Sebagaimana halnya Sekretariat Negara, demikian pula Kejaksaan Agung, semuanya terserah kepada Presiden. Bisa dimasukkan ke kabinet, bisa juga tidak, baik sebelum maupun sesudah adanya UU Kementerian Negara.
Kalau saja Mensesneg Hatta Rajasa dan Sekkab Sudi Silalahi jeli memperhatikan berlakunya UU Kementerian Negara tanggal 6 November 2008 dan menyadari kedudukan Hendarman dalam Keppres 31/PTahun 2004 sebagai anggota kabinet dengan status setingkat menteri negara, maka mereka dapat mengusulkan kepada Presiden mengubah keppres tersebut sehingga Hendarman bukan lagi sebagai jaksa agung saja. Kalau itu dilakukan, tidak akan terjadi debat sekarang ini karena status Hendarman menjadi jelas. Jabatannya tidak serta·merta berakhir dengan bubarnya KIB I tanggal 20 Oktober 2009. Dia tetap menjadi jaksa agung sampai dia diberhentikan Presiden dengan merujuk pada Pasal 22 UU Kejaksaan.
Kalaulah hal seperti di atas tidak mau dilakukan, maka nama Hendarman sebagai jaksa agung dengan kedudukan setingkat menteri negara harus dicantumkan dalam deretan nama pejabat yang diberhentikan dalam Keppres No 83/P Tahun 2009 tentang Pembubaran KIB 1. Setelah itu terserah kepada Presiden SBY, kalau masih mau mempertahankan Hendarman sebagai jaksa agung. Pilihan Presiden ada dua. Pertama, mengangkat kembali Hendarman sebagai jaksa agung dengan kedudukan setingkat menteri negara dengan konsekuensi mengubah nomenklatur Kejaksaan Agung menjadi Kementerian Kejaksaan Agung dan harus disusuli dengan amendemen UU No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan.
Pilihan kedua ialah mengangkat Hendarman sebagai jaksa agung saja, sebagai pejabat negara, tanpa harus disusuli dengan amendemen UU Kejaksaan. Inilah hal yang benar dari sudut hukum tata negara dan hukum administrasi negara yang harus dilakukan oleh Presiden SBY dalam masa jabatan kedua. Adnan Buyung Nasution selaku anggota Wantimpres dan Denny Indrayana selaku Staf Khusus Presiden Bidang Hukum semestinya memberi tahu hal ini kepada Presiden SBY kalau mereka berdua menyadari bahwa Mensesneg Hatta Rajasa dan Sekkab Sudi Silalahi kurang memahami hal ini karena latar belakang pendidikan mereka bukan hukum. Dengan demikian, tidak perlu Buyung dan Denny susah payah bersilat lidah dengan argumen yang bukan-bukan untuk mengelabui orang awam demi menjaga muka Presiden SBY yang terang benderang melakukan kesalahan dalam proses pemberhentian dan pengangkatan kembali Hendarman ini. Pengakuan atas kesalahan dan keteledoran itu penting. Sesudah itu marilah kita bersama-sama memikirkan jalan keluarnya. (*)
Cetak artikelShort URL: https://yusril.ihzamahendra.com/?p=326
mungkin benar kata pak yusril, bahwa kedudukan terkadang melupakan ucapan atau kegigihan atas sesuatu dan itu mungkin terjadi ke pak denny
jujur, saya gak ngerti dalam masalah hukum tapi apakah bila pak hendarman berhenti dan diganti dengan yang baru, apakah kasus pak yusril dapat diteruskan atau dihentikan karena penuntutnya sudah berganti ?
mohon pencerahannya,
trims
blogger indonesia
Saya sudah menduga Denny masih anak-anak dan ternyata tidak punya pendirian, jadi pantasnya si Denny ini di sebut Pelacur Intelektual.
bisa baca juga
http://fakti.upy.ac.id/index.php?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=61
ketidakadilan begitu nyata,
saya berharap betul pak yusril dianugrahi kekuatan menghadapi kesewenang-wenangan ini.
namun yang tak kalah pentingnya,
saya ingin ada orang yang bertanggung jawab atas penetapan tersangka
atau dugaan rekayasa ini.
Orang bodoh saja tau, mana ada org diberikan jabatan tanpa ada batasnya…., Pak YIM kuat aja ya, jangan pernah stress….saat ini memang banyak orang2 yang dianggap tanda kutip “berbahaya” harus dimatikan termasuk karier pak YIM sudah target mereka.
selama reformasi sudah banyak yang aneh, masa pemintahan gus dur, mau membubarkan kabinet, masa pemerintahan SBY KIB I Yusril dibehentikan dari Mensesneg tampa ada kesalahan alias karena desakan publik padahal SBY itu jadi peresiden dicalonkan 3 Partaipolitik Demokrat PBB PKP yang ketuanya adalah Yusril, Ical menjadi Menkokesra KIB I yang didemo terus akibat lumpur lapindo sebagai salah satu perusahan ical yang menengelamkan tanah dan rumah warga lebih dari 5000 rumah tetap jadi aman, di KIB II meneteri yang paling disoroti adalah Sri dan Tifatul tapi itu semua masih aman, sri dengan dugaan keterkaitan dengan kasusu Centuru Tifatul dengan kasus Vidio Porni beredar didunia maya, tifatul sebagai mmenko info menurut saya lebih baik memasukkan semua peraturan yang ber hubungan dengan uang bisa diakses raknyat lewat media internet, sehinga keropsi bisa berkurang karena raknyat tau membanyar berapa menurut UU, misalnya Pencatatan pernikahan menurut UU 30.000,- kenyataannya kalau menikah bayar 400.000,- dst perda di daerah, mengurus surat tanah,KTP, AKTA dll yang berhubungan dengan pembayaran.Sekarang jamn KIB II sebagai warga negara saya merasa malu dan memalukan sekali,ketika melihat nama-nama Wakil Menteri yang akan dilantik SBY semua dah tau kalu Angiti dll akan dilantik besok paginya, tiba tiba gagal dilantik karena kurang syarat menurut aturan, inilah yang sangat memalukan saya karena Ada Seknek,Bpk Sudi Silalahi, ada Stap Khusus Bagian Hukum Bpk Deni Inra Yana dan lain lain yang diangkat SBY dan digaji Negara tapi tidak bisa memberikan masukan yang benar. saya menyarankan disini SBY tak Usahlah telalu banyak membentuk tim/datgas kalu hanya mau menghabiskan uang negara. Satgas mafia hukum masih tidur kecuali memasukkan SUSNI KE BUI, rekeing gendut PATI polri tak ada ujungnya bahkan Tempo dan ICW yang memberitakannya dengan gencar kena sialnya.Berhentilah menjadi pencinta kekuasaan ingat setelah hidup ada mati, di akhirat nanti takbisa jawaban politik karena yang menjadi saksi adalah anggota tubuh,ingatlah mati dan bertaubatlah.
Ass,,,wr.wb.
Saran,,Prof. klo bisa tulisan Prof tentang jawaban terhadap AA yg di harian Fajar di upload di website. trims Prof.
wassalam wr wb
semasa kuliah saya senang melihat Deny..ia selalu meneriakkan soal pemberantasan korupsi.
ucapannya yang sy ingat “salah satu dari 3 episentrum korupsi adalah ISTANA”
sekarang??????Deny ada di mana???
Omdo
NB: ada kaidah begini: Tidak ada ketaatan kepada orang(tua, atasan, ulama, kyai dll) dalam rangka maksiyat. Berbuat kejahatan adalah maksiyat, maka jangan taati atasanmu wahai Deny, kau suka sekali mengkritik tajam SBY dan lain-lain dengan tema korupsi dan pelanggaran (dulu) tapi sekarang kau dukung orang-orang yg tukang bohong di pemerintahan tanpa rasa malu dan tak mengaca dengan sejarah dari omongan-omongan mu yang dahulu.
Asslm wr wb.
Maaf saya ‘berkreatifitas’ lagi dlm masalah Tata Negara.
I. Jaksa Agung.
Saya sependapat, bahwa menurut UUD 1945 saat ini Jaksa Agung adalah ANGGOTA KABINET dengan status pejabat negara setingkat menteri (biasanya dipertegas lagi di dalam Keppres).
Pada hemat saya, adalah termasuk Jaksa Agung apa yg dimaksudkan di dlm Bab V UUD 1945 PEMBANTU Presiden, yaitu pembantu Presiden dlm BIDANG PENEGAKAN HUKUM. Jadi, Kejaksaan Agung itu sejajar Kementerian Hukum & HAM dan Kementerian Dalam Negeri (agak lain dgn & thdp Polri?).
Selengkapnya, dalam pemahaman saya (maaf, saya otodidak dan ‘mengandalkan’ kreatifitas saja) adalah, bahwa KEKUASAAN EKSEKUTIF bidang Penegakan Hukum itu ada 2 ‘jalur’, sbb.: 1. REGULASI penegakan hukum, itulah/dipimpin Menkum&HAM, 2. PELAKSANAAN penegakan hukum, itulah/dipimpin Jaksa Agung, masing2 dilengkapi jalur PELAYANAN publik penegakan hukum a.l di Polri.
II. UU 10/2004.
1. Presiden (& Wapres) yg dipilih langsung oleh rakyat adalah Presiden (& Wapres) sebagai Kepala Pemerintahan (Eksekutif). Dengan UUD 1945 Bab III Pasal 4 (1) & (2), Kepala Pemerintahan langsung ‘naik’ menjadi KEPALA NEGARA, demikian juga Wapres. Dan pada posisi inilah Presiden dan/atau Wapres layak berkemungkinan kena pemakzulan.
2. PEMBANTU PRESIDEN. Presiden selaku Kepala Negara cuma didampingi 1 pembantu, yaitu Wapres (Bab II Pasal 4 (2)). Presiden selaku Kepala Eksekutif memiliki banyak pembantu, yaitu menteri2 dan pejabat negara setingkat menteri.
3. UUD 1945 Pasal 5 (2): “peraturan pemerintah” = peraturan pemerintahan & kenegaraan di bawah pimpinan Presiden. 1. Keppres (oleh Presiden sbg Kepala Negara), 2. Perpres (oleh Presiden sbg Kepala Eksekutif), 3. PP (Peraturan Pemerintahan, oleh jajaran Eksekutif/menteri2 sbg aturan pelaksanaan UU), 4. P’X’ (Peraturan pelaksanaan UU ttg lembaga X, misal Peraturan KPU, dll).
…..
Sekian dulu, lain waktu saya menyambung lagi ataupun memperjelas. Mohon maaf sekali lagi utk lebih-kurangnya.
Wasslm wr wb.
Hendra Indersyah.
NTB/Jaktim.
JAKSA AGUNG ILEGAL & KEJAKSAAN AGUNG PROBLEMATIK.
(sesdh saya baca2 pemaparan Prof. YIM di atas).
1. 7 Mei 2007, reshuffle kabinet/KIB I, termasuk Jaksa Agung. Persoalan: Denny Indrayana, Staf Khusus Presiden Bidang Hukum saat ini, 8 Mei 2007 menuding Presiden SBY telah melakukan pelanggaran serius terhadap konstitusi karena telah memberhentikan Abdulrahman Saleh selaku Jaksa Agung tanpa melalui pintu Pasal 22 UU Kejaksaan. Nyatanya, Presiden SBY terpilih lagi dan KIB I sdh menjadi KIB II, dan – tadi itu – Denny Indrayana sudah dan kini masih menjadi Staf Khusus Presiden Bidang Hukum. Jadi? Tampaknya Jaksa Agung Abdurrahman Saleh waktu itu kena UU 16/2004 Pasal 22 (1) huruf e?
2. Sehubungan reshuffle kabinet 7 Mei itu, Presiden SBY mengangkat resmi Hendarman Supandji menjadi Jaksa Agung. Persoalan: kemudian KIB I pun berakhir, namun Jaksa Agung Hendarman Supandji jalan terus hingga saat ini bersama KIB II, tanpa Keppres & pelantikan baru sebagaimana anggota KIB II lainnya. Padahal, kalau diperhatikan baik2 ketentuan2 UUD 1945 dan UU Kejaksaan serta Keppres 187/M Tahun 2004 tentang pembentukan KIB I, dapat menjadi jelas bahwa sesungguhnya Jaksa Agung adalah ANGGOTA KABINET dengan status pejabat negara setingkat menteri, alias pembantu presiden – sbgmn dimaksud UUD 1945 Bab V – bidang penegakan hukum, maka harusnya berhenti dgn sendirinya dan diangkat lagi dgn Keppres. Dan kini kita paham, itulah maksudnya “mengapa dalam UU Kejaksaan tidak diatur berapa lama masa jabatan Jaksa Agung, yaitu – karena memang sesuai konvensi ketatanegaraan sejak tahun 1959, bahwa kejaksaan telah menjadi bagian dari organ pemerintahan di mana Jaksa Agung selalu diangkat sebagai anggota kabinet dengan status setingkat menteri negara – bahwa masa jabatan Jaksa Agung itu akan berakhir dgn sendirinya bersamaan dengan berakhirnya masa bakti kabinet”. Jadi? Tampaknya memang sulit dipungkiri bahwa Jaksa Agung Hendarman Supandji pd dasarnya adalah ilegal, dan Kejaksaan Agung berada dlm sikon problematik.
3. Tampaknya memang telah terjadi suatu keteledoran? Namun adakah pengakuan sewajarnya? Semoga .., demi kebaikan negeri.
(HI – NTB/Jaktim).
Jaktim, 11/8/2010.
“Sekali Lagi (sebelum nonton sidang Uji Materi UU 16/2004 di MK 12 Agustus 2010) JAKSA AGUNG ILEGAL & KEJAKSAAN AGUNG PROBLEMATIK”.
1. Mungkin pula bahwa Jaksa Agung Abdurrahman Saleh waktu itu (hingga 7 Mei 2007) terkena/sesuai UU 16/2004 Pasal 22 (1) huruf b. Hal lainnya, tampaknya Presiden sdh melaksanakan UU 16/2004 Pasal 22(2) (“tampaknya”, karena saya tidak baca langsung Keppres yg dimaksud dan ada).
2. Sekali lagi, bahwa Jaksa Agung sebagai Anggota Kabinet harusnya berhenti dgn sendirinya bersamaan dgn berakhirnya masa bakti kabinet, dan berlakulah UU 16/2004 Pasal 22(1) huruf d; pemberhentian itu tentunya dgn adanya Keppres (karena pernah di’Keppresi’ oleh Presiden (azas .. maaf .. ‘pernah dimulai maka harus pernah diakhiri’ dari azas ‘kau yg memulai kau yg mengakhiri’), dan sesuai aturan UU 16/2004 Pasal 22(2)).
(Jakpus, 12/8/2010
HI, NTB/Jaktim).
DARI NONTON SIDANG UJI MATERI U.U. KEJAKSAAN.
Sambil mendengarkan ucapan penjelasan dlsb dari semua pihak dlm sidang Uji Materi UU 16/2004, tadi, 12 Agustus 2010, saya membuat catatan sendiri, sbb.:
1. Pengangkatan Jaksa Agung Muda Hendarman Supandji menjadi Jaksa Agung adalah melalui Keppres 31P/2007 (Keppres reshuffle KIB 2007), sedangkan Keppres pembentukan KIB adalah Keppres 187/2004.
Kedua Keppres itu menyatakan – eksplisit/implisit – bahwa Jaksa Agung adalah bagian/anggota kabinet (dalam hal ini dan di sini disebut KIB I) dgn kedudukan setingkat Menteri Negara.
2. Berakhirnya masa tugas KIB I adalah karena pembubaran melalui Keppres 83/2009, sehubungan dgn berakhirnya masa jabatan Presiden.
Masalah: 1. bagaimana nasib pemangku jabatan Jaksa Agung di dalam Keppres 83/2009 itu? Eksplisit ataukah implisit? Pengecualian dari menteri2 anggota KIB I (berarti eksplisit ‘tdk dulu diberhentikan’ misalnya seperti halnya Panglima TNI dan Kapolri)? 2. bagaimana pula nasib pak Hendarman Supandji di dlm Keppres KIB II? Tampaknya ekplisit tidak (tidak perlu) diangkat (diangkat lagi) sebagai – karena memang masih – Jaksa Agung?
Jadi ingin baca2 – baik langsung maupun tdk langsung – Keppres pembubaran KIB I (Keppres 83/2009) dan Keppres pembentukan KIB II (sama atau sklgus di dlm Keppres 83/2009?).
3. (Agak lain dari masalah 1 & 2 di atas). a. Penjelasan mantan Ketua MA bpk Bagir Manan: MEMPERTAHANKAN Hukum beda dgn MENEGAKKAN Hukum. Dan saya tertarik dgn istilah “mempertahankan” itu utk menyempurnakan ‘kreatifitas’ saya dlm komentar no. 9 (komentar saya 11 Agustus 2010 pkl 2:43 pm). Menjadi: “Pada hemat saya adalah termasuk Jaksa Agung, tentang apa yg dimaksudkan Bab V UUD 1945 hal PEMBANTU Presiden, bahwa Jaksa Agung itu adalah pembantu Presiden dlm bidang MEMPERTAHANKAN HUKUM. Jadi, Kejaksaan Agung itu sejajar Kementerian Hukum & HAM dan Kementerian Dalam Negeri (agak lain dgn & thdp Polri?). Selengkapnya, dalam pemahaman saya (maaf, saya otodidak dan ‘mengandalkan’ kreatifitas saja) adalah bahwa KEKUASAAN EKSEKUTIF bidang MEMPERTAHANKAN Hukum itu ada 2 ‘jalur’, sbb.: 1. REGULASI dan administrasi mempertahankan hukum, itulah/dipimpin Menkum&HAM, 2. PELAKSANAAN mempertahankan hukum, itulah/dipimpin Jaksa Agung, masing2 dilengkapi jalur PELAYANAN publik mempertahankan hukum a.l di Polri”. b. Penjelasan mantan Hakim Konstitusi bpk Laica Marzuki: (yg menarik bagi diri ini dlm ‘kreatifitas’ tadi): masalah kedudukan struktural dan fungsional Jaksa Agung. O ya, dari semula saya juga mencermati isi & maksud ketentuan UUD 1945 Bab IX (Kekuasaan Kehakiman) Pasal 24 (3).
Sekian dulu. Kiranya dpt dimaklumi semangat saya belajar Hukum Tata Negara dan penerapan2nya selama ini.
HI, NTB/Jaktim.
(Jakpus, 12/8/2010).
MENDUKUNG mantan Mensesneg bpk YUSRIL IHZA MAHENDRA (‘Jaksa Agung ilegal & Kejaksaan Agung problematik’).
Jaksa Agung sebagai Anggota Kabinet harusnya ‘berganti’ orang dgn sendirinya (baik orang yg sama maupun/lebih lagi jika akan benar2 berlainan orang) bersamaan dgn berakhirnya masa bakti kabinet, dan berlakulah UU 16/2004 Pasal 22(1) huruf d (sekalipun Jaksa Agung belum pengsiun sbg Jaksa kalau memang Jaksa). Dan pemberhentian itu tentunya melalui Keppres (karena pernah di’Keppresi’ oleh Presiden, yaitu sesuai azas .. maaf .. ‘pernah dimulai maka harus pernah diakhiri’) dan sesuai aturan UU 16/2004 Pasal 22(2)).
Kita perhatikan & kritisi pula prinsip pihak Pemerintah (sidang terdahulu): “Pengangkatan dan pemberhentian Jaksa Agung adalah ranah administrasi, dan bukan ranah konstitusi”.
HI, NTB/Jaktim.
(Jakpus, 12/8/2010).
saya dari dulu lebih cenderung memegang pendapat pak yusril, sebab sejauh yang saya tahu beliau adalah ahli hukum dan sangat mengerti dengan hukum. bukan saja hukum positif tapi beliau juga menguasai hukum islam. dan beliau bukan orang yang munafik.
Asslm, Prof.
Tadi sebenarnya saya ingin menuliskan sekali lagi dan melanjutkan komentar “DARI NONTON SIDANG UJI MATERI U.U. KEJAKSAAN” (komentar no. 12), namun karena Risalah Sidang V 12 Agustus 2010 itu belum juga muncul di dalam situs MK, maka saya berkomentar “CARA LAIN MENULISKAN & MENYUSUN NASKAH U.U.” saja, namun pembahasan bebas dan singkat yaitu langsung ttg/utk/dalam/dari suatu UU, dan saya menggunakan kata ‘pemangku’ yg tentunya berbeda maknanya dgn kata ‘pemangku sementara’ (misalnya “pemangku jabatan Presiden” pada hemat saya bisa disebut secara singkat “Presiden”, sedangkan “pemangku sementara jabatan Presiden” tdk bisa disebut “Presiden”, melainkan “PS/Plt “Presiden”).
UU Kejaksaan misalnya, Pasal 22, yaitu (dikutip di sini), sbb.:
“Pasal 22
(1) Jaksa Agung diberhentikan dengan hormat dari jabatannya
karena: (dst./a-e).
(2) Pemberhentian dengan hormat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden”.
Pada hemat saya, jabatan Jaksa Agung tdk boleh berhenti (ADA/KEHADIRANnya/keberadaannya/aktifitasnya dlm pemerintahan), namun ‘pemangku’nya (dlm hal ini tunggal & tetap atau definitif selaku pejabat negara) boleh berhenti AKTIF (ada & aktif) asalkan sementara atau sangat sebentar (misalnya tidak lebih dari 1×24 jam).
Jadi, usulan saya ttg cara baru penulisan Pasal 22 tsb di atas, sbb.:
Pasal 22
(1) Jaksa Agung melepaskan pemangkunya dengan hormat, karena: (dst./a-e)
(2) Pemberhentian dengan hormat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Demikianlah, pd 20 Oktober 2009 silam itu Jaksa Agung Hendarman Supandji melepaskan bpk Hendarman Supandji selaku pemangku dan utk bebas dari jabatan Jaksa Agung sehingga jabatan Jaksa Agung tsb kosong sejenak dari pemangku definitif, karena memang masa jabatan KIB I sudah berakhir dan kabinet dibubarkan dlm peralihan masa jabatan Presiden.
Kiranya berkenan dan memaklumi kreatifitas saya dlm bidang penulisan Hukum Tata Negara itu.
Wasslm,
Hendra Indersyah, NTB/Jaktim.
Jakpus, 14/8/10.
jika negeri ini tidak bisa menghargai orang sebaik Pak YIM, memang lebih bagus kita menjadi warga negara lain misal malaysia.. sbg masukan bahwa di malaysia bangsa kita sangat dihargai karena bangsa kita sangat beradad dan berilmu tinggi
saya yang nggak tahu hukum,rasanya ya geli melihat jaksa asung yang seorang pejabat setingkat menteri, kok diangkat tanpa kepres, tamu masuk rumah tidak permisi saja bisa digebugi sekampung kok….POKOKNYA JALAN TERUS PAK YUSRIL
komentar anda susah dicerna banyak eksperimen lebih baik dipake bahan ngobrol di kedai kopi
Ass. bang Yusril…..
Terus perjuangkan kebenaran tu bang. Jangan dibiarkan terus orang menghakimi kita dengan hal-hal yang sesungguhnya tidak kita lakukan. Kemudian berilah pelajaran terbaik untuk Deny Indrayana biar dia sadar sesadar-sadarnya. Bahwa dia bukan lah manusia yang paling mengetahui tetang seluk beluk hidup berbangsa dan bernegara. Mungkin SBY salah besar mengangkat orang seperti Deni menjadi staf ahli. Kami rakyat kecil ini hanya khawatir, kalau banyak orang seperti Deny mungkin bala Allah akan tetap menghampiri bangsa Indonesia tercinta ini bang. Bang Yusril meski kita tidak begitu dekat tapi saya tetap mengidolakan abang sebagai tokoh muda yang kaya wawasan kebangsaan, mudah-mudah abang diberi hidayah oleh Allah seperti yang diberikan kepada Pak Natsrir, meski dikucilkan, dimusuhi akan tetapi jasa, pikirannya tetap dipakai untuk menjaga kemaslahatan anak bangsa ini. wass. Semoga Allah memberi kekuata kepada kita semua beramar makruf nahi mungkar di atas dunia ini!
kalau benar nantinya diputuskan MK, jagung illegal,apa yg terjadi ya trhdap agenda kejagung pasca KIB2 {hampir 1 th lho}, puyeng2 deh……..
heran sebenarnya dalangnya siapa yah….apa SBY ga ingat masa2 dia mau jd presiden??…cuma 2 partai yg berani nyalonin beliau,diluar partainya. (PBB,PKP ),..Bang YIM ..negeri ini msh membutuhkan org2 sekaliber abang…bukan orang2 model penjilat,pencari muka …maju terus bang…rakyat yg eling msh bersamamu.
Awas komentar saya banyak menawarkan inovasi dan mengandung unsur2 eksperimental. Jadi, sebenarnya saya sangat berharap agar kiranya hanya Prof. YIM yg berkenan membaca serta mengkritisi atau menyampaikan tanggapan dan kritik serta saran2 membangun utk saya yg menulis komentar yg sukar dicerna secara biasa itu. Caranya (agar komentar2 saya tdk sampai dibaca secara terpaksa), begitu terlanjur baca2 baris pertama dan mulai terasa aneh, maka bolehlah langsung meninggalkannya. Saya sendiri memang meyakini, bahwa dlm segala hal kita harus menghadirkan ataupun mendorong suatu inovasi.
Komentar saya yg fokus dlm ‘kasus uji legalitas Jaksa Agung atau Uji Materi UU 16/2004’ itu (tdk lagi ngalor-ngidul dlm inovasi dan eksperimen layaknya bahan obrolan di warung kopi) saya tuliskan di dlm fb saya sendiri. Tentu nantinya juga di dlm ruang komentar ini.
Terima kasih.
(Maaf, sekali lagi komentar 20, perbaikan).
Awas komentar2 saya terdahulu banyak menawarkan inovasi dan mengandung unsur2 eksperimental. Dan maaf selama ini saya lupa memberi peringatan atau mengingatkan.
Sebenarnya, memang, saya sangat berharap agar kiranya hanya Prof YIM yg berkenan membaca serta mengkritisi atau memberikan tanggapan baik kritik maupun saran2 membangun utk saya dan komentar2 saya yg sukar dicerna secara biasa itu. Demikian, maka cara yg cukup mudah agar tdk sampai terlanjur membaca cukup jauh dan secara terpaksa komentar2 saya (oleh selain Prof YIM dari siapa saya diam2 banyak belajar HTN), adalah kira2 sbb.: begitu terlanjur baca2 baris pertama dan mulai terasa aneh, nah.. bolehlah langsung meninggalkannya.
Saya sendiri memang meyakini, bahwa dlm segala hal kita harusnya bisa menghadirkan ataupun mendorong suatu inovasi se-besar2nya.
Komentar saya lainnya yg fokus dlm kasus uji legalitas Jaksa Agung atau Uji Materi UU 16/2004 itu (tdk lagi ngalor-ngidul dlm inovasi dan eksperimen layaknya bahan obrolan di warung kopi) saya tuliskan di dlm fb saya sendiri khususnya pd 18 Agustus 2010, dan tentu nantinya juga di dlm ruang komentar ini.
Terima kasih.
maju terus pak yusril. jangan biarkan orang plin plan dan plintat plintut demi mengamankan harta dan kekuasaan memengaruhi rakyat
Dajjal Indonesia (DI) jangan dibiarkan hidup dan merusak tatanan hukum di Indonesia.
Pak Yusril, sejak pertama kali tampil di era reformasi (jelang kejatuhan Pak Harto), saya begitu mengagumi bapak. sejak saat itu setiap kali Bapak berkunjung Ke Makassar, sy pasti selalu hadir. Bapak orang Cerdas dan baik. semoga MK memenangkan bapak dan rezim SBY bersama para penjilat seperti DENNY INDRAYANA (yang mencium tangan SBY usai dilantik MPR)segera runtuh. DENNY INDRAYANA PENJILAT.
pak yusril. maju terus.ga usah kwatir yang benar diatas segalanya
saya pernah berinteraksi dengan DI (Dajjal Indonesia) itu. Dan saya ketahui bahwa dia memang pengecut, gila harta, gila hormat, sok tahu hukum, sok suci. Padahal sejatinya DI adalah orang yang berpengarai busuk. Dimanapun, Dajjal apsti akan kalah. Amin.
Denny hanya membela kepentingan yang bayar, bukan pada objektifitas kebenaran, kalo perlu menjilat kembali ludah basinya juga tak soal.
demikianlah Denny telah menebarkan sikap munafik yg terang dihadapan publik.Dia telah bergabung dengan kelompok elit dan pendukung yg penjilat dan mencari muka demi kepentingan pribadi…
Memang banyak orang pintar di indonesia, tapi yang jujur sangat-sangat sulit dicari. Jadi, biarkan alam yang menghukum orang-orang tidak jujur tersebut
Bagus Pak Yusril, .. maju terus …
Pak SBY seharusnya memilih staf hukum yang benar2 kredibel dan mengereti hukum..
Jngn mau memilih orng yang hanya ingin mencari muka saja..
kasihan bener pak SBY presidenku ini, dikelilingi orang2 yang tidak tahu aturan tata negara padahal mereka itu bangga dengan sebutan pejabat negara, yang menggunakan uang negara dengan segala fasilitasnya (DI, SS, HS, ME) harusnya mereka belajar pada senior2 dan orang yang lebih tahu (seperti bang Yusril, harun al rasyid, dsb) biar ndak keliatan bodhonya kl orang jawa bilang, kasihan presidennya bener yang dijerumuskan oleh orang2 seperti ini… sadarlah, jgn sok angkuh ndak mau mengakui kesalahan.. HIDUP Indonesia.
“Pengakuan atas kesalahan dan keteledoran itu penting. Sesudah itu marilah kita bersama-sama memikirkan jalan keluarnya”.
Ini baru Laskar Perombak Sejarah
Saya mengagumi Bapak YIM,semoga Bapak YIM dilimpahkan kemakmuran serta kebahagian dan kesejahteraan jasmani dan ruhani, Amin . selalu menjadi air bah yang dapat mengubah bangsa Indonesia menjadi lebih baik lagi, amin