- Yusril Ihza Mahendra - https://yusril.ihzamahendra.com -

CERAMAH RAMADHAN DI RUMAH MARZUKI ALI

Sudah agak lama saya tak menjadi ustadz mengisi pengajian, walau di masa lalu ini termasuk salah satu aktivitas saya yang penting sejak saya mahasiswa. Bulan Ramadhan kali ini, sekali dua saya didaulat untuk kembali menjadi ustadz. Kali ini yang mendaulat saya ialah Korps Alumni HMI atau KAHMI.  Saya disuruh ceramah di Rumah Marzuki Ali, salah seorang alumni HMI, yang kini menjadi petinggi Partai Demokrat dan juga Ketua DPR RI, di Jalan Widya Chandra III No 1o Jakarta Selatan.

Menghadapi pendaulatan rekan-rekan KAHMI itu saya bertanya: Apa gila kalian saya yang kini dinyatakan sebagai tersangka korupsi oleh Hendarman Supandji, disuruh ceramah di rumah Ketua DPR, yang juga boss Partai Demokrat? Saya merasa cukup alasan untuk bertanya seperti itu, karena oleh banyak orang, langkah saya melawan Hendarman secara langsung membuat saya berhadapan dengan Presiden SBY. Ternyata shohibul bait Marzuki Ali konon tidak keberatan, saya ceramah di rumah beliau dengan KAHMI sebagai shohibul hajatnya. “Kan Pak Marzuki bilang, ente bukan koruptor, Boss” kata rekan KAHMI kepada saya. Ya, saya memang membaca statemen Ketua DPR  Marzuki Ali di berbagai media, bahwa tuduhan Hendarman kepada saya sebagai tersangka korupsi tidak  beralasan. Sejujurnya, saya tidak pernah minta Marzuki berkata demikian. Ucapannya itu semata-mata inisiatifnya sendiri.

Salah atau tidaknya saya, benar atau tidaknya tuduhan Hendarman kepada saya, memang harus diujui dari hasil penyidikan Kejaksaan sendiri. Atau malah, sesungguhnya harus dibuktikan oleh sebuah proses peradilan yang jujur, imparsial dan tidak memihak. Selama sebelum proses itu selesai, asas praduga tidak bersalah tetaplah harus dijunjung tinggi sebagai bagian dari HAM yang dijamin oleh UUD 1945. Sayang asas yang dulu didengung-dengungkan Adnan Buyung Nasution ketika saya masih muda dan menjadi mahasiswa Fakultas Hukum UI, kini mulai dilupakan, bahkan oleh tokohnya sendiri Andan Buyung Nasution. Zaman sekarang, orang begitu mudahnya dituduh korupsi oleh penguasa dan LSM, sama mudahnya dengan orang dituduh PKI dan Subversi oleh Pemerintah Presiden Suharto dan militer di zaman itu. Mereka yang dituduh, kemudian akan didakwa dengan pasal-pasal karet UU Subversi. Kini akan didakwa dengan pasal-pasal karet pula di dalam UU Tipikor. Dulu ada Kopkamtib. Kini ada KPK. Ah, dunia terus berputar, zaman terus berganti. Namun ada saja yang langgeng pada setiap zaman, yakni: cara penguasa untuk memberangus lawan-lawan politiknya.

Marzuki Ali rupanya, termasuk sedikit orang yang berani di negara ini. Dia masih percaya dan menjunjung tinggi asas praduga tidak bersalah dan karena itu, seseorang meskipun dinyatakan tersangka, haruslah dianggap biasa-biasa saja, sebelum kesalahannya diputuskan oleh pengadilan dalam putusan final yang mengikat. ****