KELAKUAN BUYUNG DAN DENY INDRAYANA DI SIDANG MK
Hari Selasa 24 Agustus 2010 kemarin, Mahkamah Konstitusi menggelar sidang lanjutan, mendengarkan keterangan ahli dan saksi baik dari Presiden maupun dari Pemohon. Presiden diwakili oleh Menhukham Patrialis Akbar, yang baru muncul setelah banyak dipojokkan media, dan Kepala BPHN Prof Ahmad Ramly serta Dr Fahmi Nasution dari Kejaksaan Agung. Presiden kali ini mengajukan empat “ahli”: Dr. Denny Indrayana, Dr. Adnan Buyung Nasution, Prof. Philipus Hadjon, Ahmad Rustandi dan Dr Muhammad Fadjrul Fallakh. Saya selaku pemohon mengajukan dua orang, satu ahli, yakni Prof. HAS Natabaya dan satu saksi fakta, Prof. Dr. Erman Radjagukguk. DPR sejak awal tidak menunjuk wakil menghadiri sidang uji materil UU No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan ini.
Ketua MK Prof. Muhammad Machfud mempersilahkan saya selaku pemohon membacakan afidavit dari Prof. Dr Erman Radjaguguk selalu mantan Wakil Sekretaris Kabinet (Waseskab), tentang fakta yang diketahuinya sehubungan dengan pengangkatan dan pemberhentian Jaksa Agung, selama dia menjadi Waseskab. Menurut Prof Erman, yang berkali-kali mempersiapkan Keppres pengangkatan anggota Kabinet dan membacakan Keppres itu dalam upacara pelantikan di istana, Jaksa Agung selalu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden bersamaan dengan pengangkatan dan pemberhentian seluruh anggota kabinet. Fakta yang disaksikan Erman ialah terjadi pada masa Presiden Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati dan Susio Bambang Yudhoyono, sampai pengangkatan jaksa agung Abdul Rahman Saleh. Setelah itu, Erman tidak aktif lagi menjadi Waseskab.
“Pengecualiannya hanya terjadi jika ada jaksa agung yang diberhentikan”, kata Erman. Dia memberi contoh pemberhentian Jaksa Agung Andi Ghalib, yang kemudian diagantikan secara ad interim oleh Ismudjoko. Namun jaksa agung yang baru ini mengisi sisa masa jabatan jaksa agung yang digantikannya. Jadi, kata Erman, tradisi yang terjadi selama dia ketahui selama menjadi Waseskab, masa jabatan Jaksa Agung adalah lima tahun, sama dengan masa jabatan angota kabinet. Sebab kata Erman, Jaksa Agung adalah anggota kabinet. Pengangkatan Jaksa Agung dituangkan dalam satu Keppres, yakni Keppres tentang pembentukan kabinet.
Prof. Natabaya dalam kesaksiannya mengutip teori Prof JHA Logemann, ahli hukum Belanda yang pernah menjadi guru besar Rechts Hoogeschool atau Sekolah Tinggi Hukum di Batavia zaman dulu. Dalam pandangan hukum tatanegara dan administrasi negara, negara kata Logemann sungguhnya adalah “ambt organisatie” atau “organisasi jabatan. Jabatan adalah abstrak dan diatur di dala hukum yang berlaku. Karena abstrak, jabatan tidak dapat berbuat apa-apa melainkan dilakukan oleh “ambtsdragen” atau pemangku jabatan, atau “pejabat” dalam istilah sekarang. Jabatan adalah abadi, sementara pejabat silih berganti. Pejabat dalam struktur ketatanegaraan dan administrasi negara, kata Logemaan, terikat kepada “termijn”, yakni jangka waktu tertentu yang menegaskan berapa lama pejabat itu memangku jabatannya. Kejaksaan adalah organ hukum tatanegara dan sekaligus organ hukum administrasi negara dalam ranah eksekutif. Dalam negara hukum dan demokrasi, tidak dapat dibenarkan adanya jabatan eksekutif tanpa batas waktu. Prof. Natabaya, menafsirkan bahwa karena dalam praktek, dan juga konsideran Kepperes 187/M Th 2004 dan Keppres 31/P Th 2007 dengan jelas menyebutkan masa bakti kabinet adalah tahun 2004 – 2009, maka jabatan Jaksa Agung Hendarman Supandji yang diangkat menjadi “Jaksa Agung Kabinet Indonesia Bersatu” dengan “kedudukan setingkat menteri negara”, maka jabatan Hendarman terang benderang berakhir tanggal 20 Oktober 2009, bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan Presiden dan masa bakti kabinet. Sementara kedudukan Hendarman sekarang, tidak ada landasan hukumnya, karena dia tak pernah diangkat lagi oleh Presiden menjadi jaksa agung setelah jabatannya berakhir 20 Oktober 2009.
Ahli-ahli yang ditampilkan Presiden yang pertama tampil adalah Ahmad Rustandi. Penjelasannya sederhana, Hendarman bagi Rustandi tetap sah menjadi Jaksa Agung, karena dalam Keppres 183/P Tahun 2009 tanggal 20 Oktober 2009 yang membubarkan Kabinet Indonesia Bersatu dan memberhentikan semua anggotanya, kecuali Hendarman Supandji. Pendapat yang sama dikemukakan semua ahli dari Pemerintah. Prof. Hadjon menambahkan, bahwa secara de fakto Presiden masih “memakai” Hendarman sebagai Jaksa Agung, maka jabatannya tetap sah. Hadjon menolak argumen Natabaya karena Keppres 187 dan 31 menyebutkan batas waktu jabatan Jaksa Agung ialah 20 Oktober 2009. maka meskipun tidak diberhentikan, namun demi hukum, jabatan itu berakhir. Semua ahli Pemerintah berpegang pada alasan ini, Hendarman tidak diberhentikan oleh Presiden SBY tanggal 20 Oktober 2009, sehingga dia tetap sah.
Semua ahli Pemerintah ini menyatakan, karena UU No 16 Tahun 2004 tidak mengatur masa jabatan jaksa agung, maka jabatan jaksa agung dapat saja dijabat seumur hidup. Ini berarti Hendarman Supandji, jaksa agung sekarang ini bisa menjadi Jaksa Agung “ila yaumil qiayamah” kalau tidak mati duluan. Buyung dan Denny Indrayana berdalih, jabatan seumur hidup tidaklah bertentangan dengan asas negara hukum dan demokrasi. Di Amerika Serikat, kata Denny, hakim agung diangkat untuk jabatan seumur hidup. Apa Amerika bukan negara demokrasi? Denny sepertinya lupa, bahwa di Amerika itu hanya jabatan yudikatif, yakni hakim agung saja, yang dijabat seumur hidup, setelah kredebilitasnya sebagai hakim dari bawah memang teruji kehandalan, kejujuran dan keadilannya. Namun Jaksa Agung — yakni jabatan eksekutif — seumur hidup belum ada contohnya di dunia ini. Barangkali Hendarman Supandji akan jadi proyek uji coba Jaksa Agung seumur hidup oleh pemerintah SBY.
Saya selaku pemohon kemudian bertanya kepada Adnan Buyung Nasution. Dalam Pasal 14 UU Wantimpres disebutkan bahwa jabatan Wantimpres berakhir bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan Presiden. Apakah tanggal 20 Otober 2009, ketika jabatan Presiden SBY berakhir, Saudara Buyung diberhentikan atau tidak oleh Presiden? Dalam pengamatan saya, selama empat bulan sejak 20 Oktober, Saudara Buyung masih tampil sebagai Wantimpres, padahal menurut UU jabatan itu sudah berakhir. Apakah ini juga didasarkan pada pendapat bahwa selama Keppresnya belum dicabut, meskipun melanggar UU, jabatan Buyung sebagai Wantimpres tetap sah? Buyung tidak mau menjawab pertanyaan ini, demikian pula Denny Indrayana. Pertanyaan yang sama saya tanyakan kepada Prof. Hadjon yakni kasus Prof Harun Al Rasid, yang diangkat Presiden Gus Dur menjadi penasehat hukumnya. Meskipun Gus Dur sudah lama tidak menjadi Presiden lagi, bahkan beliau sudah wafat searang, namun Prof Harun masih merasa dirinya sebagai penasehat Presiden, karena Keppres pengangkatannya belum dicabut. Prof. Hadjon juga tidak menjawab pertanyaan ini.
Buyung dan Denny mengatakan bahwa jaksa agung bukanlah menteri, hanya pejabat setingkat menteri, karena itu jabatan Jaksa Agung tidak harus berakhir bersama-sama dengan kabinet. Buyung bahkan mengatakan penyebutan setingkat menteri itu hanya untuk pemberian gaji, tunjangan dan protokoler belaka. Saya mengatakan bahwa bahwa jaksa agung bukan menteri, tetapi pejabat setingkat menteri, hal itu memang jelas. Namun yang penting ialah, menteri dan pejabat setingkat menteri itu anggota kabinet, karena itu jabatan mereka berakhir bersama-sama. Buyung dan Denny ternyata tidak dapat membedakan antara “pejabat dengan kedudukan setingkat menteri negara” dengan “pejabat yang mendapat gaji, tunjangan dan fasilitas setingkat menetri negara”. Yang terakhir ini ialah Wantimpres, Gubernur Lemhanas, dan Ketua Kelompok Kerja Presiden Kuntoro sekarang ini. Kalau ini jelas bukan anggota kabinet.
Dalam keterangannya Buyung Nasution mengatakan kecewa dengan sikap saya selaku pemohon yang mempermasalahkan keabsahan Jaksa Agung, dengan dalil-dali yang bersifat asumtif dan absurd. Saya menyampaikan keberatan (Objection) atas pernyataan Buyung, karena sebagai “ahli” dia menyalahgunakan kesempatan untuk menilai permohonan pemohonan. Sebagai ahli dia harus netral. Namun, saya menyatakan kekecewaan yang lebih besar kepada Buyung atas sikapnya yang tidak tahu diri. Ketika Keppres 31/P Tahun 2007 dan Keppres 183/P Tahun 2009 dirumuskan, Buyung adalah anggota Wantimpres dan Denny adalah Staf Khusus Presiden. Kedua mereka sebenarnya adalah staf Presiden yang ikut bertanggungjawab dalam melahirkan kedua Keppres yang kontroversial tentang status Jaksa Agung itu. Orang yang terlibat dalam proses penyusunan Keppres itu, sebenarnya tidak pantas dihadirkan oleh Presiden sebagai ahli ke sidang MK. Mereka sudah pasti akan membela diri dan membela Presiden. Ahli adalah akademisi yang netral dan tidak berpihak.
Saya sengaja tidak mau mempersoalkan kehadiran Buyung dan Denny yang ditampilkan sebagai “ahli” itu. Saya khuatir kalau menyatakan keberatan, saya akan dimanipulasi seolah takut dengan kedua manusia itu. Padahal sedikitpun saya tidak pernah merasa takut dengan mereka. Bukan sekali dua saya berdebat dengan Buyung, bahkan di MK dalam suatu perkara yang lain. Saya dapat mengukur apa isi kepalanya. Jadi biarkan saja mereka hadir sebagai saksi, sekalian juga untuk melihat apakah mereka tahu diri atau tidak. Nyatanya mereka terus saja hadir sebagai “ahli” juga, walau Denny, ketika berpolemik dengan saya di Koran Sindo, mengaku dia adalah salah seorang yang ikut menyusun Keppres yang diperkarakan di MK itu. Kalau ikut nyusun mestinya duduk sama-sama Menhukham Patrialis Akbar, yakni di deretan kursi Pemerintah untuk membela Presiden. Kok, malah ditampilkan sebagai ahli, mau lagi. Karena mau, maka kelakuan Buyung dan Denny akhirnya benar-benar malu-maluin.****
Cetak artikelShort URL: https://yusril.ihzamahendra.com/?p=333
saya harap ringkasan jalannya sidang versi pak yusril ini akan berlanjut seusai sidang berikut. sangat berguna menunjukkan suasana sidang versi pihak yang ‘tenggelam’ dalam judul-judul dan ulasan-ulasan media. bisa dipahami ungkapan anda tidak mendekati soal legalitas jabatan ini karena panik menepis dakwaan
ass wr. wb. sejak masih mahasiswa di makassar, sy selalu mengikuti kegiatan pak yusril kalau bapak datang ke makassar. bapak selain CERDAS JUGA PAHAM AGAMA. ini berbeda dengan DENNY INDRAYANA yang dari tampangnya saja sangat meragukan kalau beliau ngerti agama. JANGAN-JANGAN BACA AL-QUR’AN SAJA TIDAK BISA. wallahua’lam. semoga Allah selalu melindungi Pak YUSRIL
saya harap MK slalu independen dlm menangani kasus ini, supaya kami masayarakat awam mengerti,knapa pemohon tny kpd ahlinya bp presiden ko tidak dijawab.logika saya sbgi org awam,pertnyaan itu hrus dijwb, supaya jelas to. pertnyaan andaikan 2+2=4 (dijwb)….. trus sya tny lg 8-4=? …. (ko tdk dijwb)………………di jawab dong biar kita tau hasilny apa.
Wah.. Pada hal malu itu sebagian dari pada Iman Pak !!
BUYUNG diubah aja jadi PAKYUNG biar ga malu2in….pengacara kok ga ngerti hukum…..
Adnan Buyung dari dulu saya melihatnya sebagai Intelektual rendahan, mau menjual diri demi demi jabatan, uang dan ketenaran, rendah sekali martabatnya dia ini. Kalau Denny saya melihatnya masih anak kecil, kurang makan asam garam praktisi hukum Tata Negara, hanyalah seorang tex book, gak seimbang dengan Bung Yusril yang sudah lama berkecimpung di praktisi dan dosen, ceramah. Adnan Buyung atau Adnan Busung (cocoklah nama ini) dan Denny malah memperlihatkan rendahnya kredibilitas presiden RI SBY.
Sebenarnya berdebat dengan Buyung dan Denny merugikan Pak Yusril. Karena mereka memakai dalil serampaangan. Sehingga Pak Yusril terseret pada debat kusir. Tapi, kalau tidak dilayani, Buyung dan denny justru malah berkoar-koar sok pintar. Sudah menjadi Sunnatullah, Kebatilan akan terus berperang melawan kebenaran. Setan itu pintar dan licik. Kalau tidak pintar dan licik, tentu setan tidak akan mampu membujuk orang banyak dan menjerumuskan. Pak Yusril… jangan kalah oleh Setan. Terus minta bantuan Allah SWT…
media menyebutnya 1-1 setelah sidang ini. tp setelah sy baca penjelasan ini, saya melihat skornya malah 2-0… jaga terus keseimbangan pa.. jaga kesehatan…
saya berharap bang yusril terus menulis di blog ini dlm rangkah memberikan pencerahan keda masyarakat, yakinlah bang bahwa Allah akan selalu berpihak kepada yg BENAR, hanya kita tinggal nunggu waktu
menurut saya, dalam kasus ‘jaksa agung seumur hidup’ hendarman supandji ini pak yusril memang benar.
pemerintah seharusnya mengakui kesalahan administrasi yang telah dilakukan, meminta maaf kepada publik, dan segera ‘melakukan perbaikan2 yang masih dapat dilakukan’ akibat kesalahan itu. bukannya mati2an berusaha membela diri atas kebijakan yang salah itu.
Sedangkan mengenai kasus Sisminbakum, saya rasa memang tidak ada jalan lain bagi pak yusril selain menjalaninya (terlepas dari segala macam dugaan rekayasa yang ada didalamnya). buktikanlah didepan pengadilan nanti bahwa segala tuduhan2 yang dialamatkan kepada pak yusril itu tidak benar!
(dan keterlibatan pak yusril dalam kasus ini hanya sebatas kebijakan, yang itupun sudah disetujui oleh sidang kabinet). kalau perlu bongkar segala kasus2 yang melibatkan berbagai macam pihak, yang pak yusril ketahui.
Saya termasuk salah satu pengagum pemikiran2 pak yusril selama ini. hanya kalau boleh saya memberi saran, tolong dihindari ucapan, tindakan dan gaya yang dapat menimbulkan kesan ‘arogan’ kepada masyarakat. Jangan sampai hal yang benar jadi salah karena cara penyampaian..
Kalau memang perkara ini dilimpahkan ke pengadilan, apa boleh buat saya akan menghadapinya. Saya hanya berharap, pengadilan akan bersikap jujur dan obyektif. (YIM)
assalamu’alaikum pak Yusril. Wujudkan ungkapan Jawa “becik ketitik, ala ketoro”. Saya dukung anda.
Saya pernah baca di Media ucapan pak Yusril,”jika menghadapi Denny dan Buyung tak usah dengan Guru Besar cukup dengan Serban Besar”,ternya ucapan pak Yusril itu betul-betul terjadi di sidang MK,malu kita melihat Denny dan Buyung yang merasa “Tokoh” mewakili Pemerintah yang hanya membela kepentingannya bukan membela fakta dan kebenaran dan tradisi dalam berbangsa dan bernegara.Semoga mereka berdua segera sadar dan bertaubat.
He he he, yang ngomong “gak usah dengan guru besar, cukup dengan sorban besar saja” itu bukan saya, tapi Ali Muchtar Ngabalin. Mulanya saya diundang Metro TV untuk dialog dengan Mensesneg Sudi Silalahi, saya menyanggupi. Maka pergilah saya ke studio Metro di Kedoya nyetir mobil sendiri jam 5.30 pagi. namun ketika saya sampai ke Metro, ada Denny Indrayana. Saya tanya, di mana Pak Sudi. Dijawab oleh petugas Metro, Pak Sudi berhalangan, dan beliau menunjuk wakil Pak Deny Indrayana. Saya katakan, kalau Pak Sudi menunjuk wakil, supaya adil, saya menunjuk wakil juga. Wakil saya Pak Ali Muchtar, yang sebentar lagi akan datang ke Metro TV. Biarlah wakil berdialog sama wakil, agar seimbang. Maka Ali Muchtar pun tiba di Metro dan dia bilang saya ditunjuk Pak Yusril mewakili beliau untuk berdebat dengan yang mewakili Pak Sudi, tak perlu Pak Yusril yang menghadapinya. Kalau cuma Denny, kata Ali “tidak perlu guru besar, tapi cukup yang sorban besar saja”. Namun Denny tidak mau dialog dengan Ali dan tetap ngotot agar debat dengann saya. Saya tidak mau, karena saya anggap cara Pak Sudi tidak fair. Sudah sepakat mau dialog tapi tiba-tiba mengirim wakil. Akhirnya dialog batal. Beberapa hari kemudian, saya menyanggah tulisan Denny di Seputar Indonesia, sehingga terjadi polemik. Salah satu polemik itu ada dimuat di blog ini. (YIM)
Teruskan Pak ……
perjuanganmu pasti akan berhasil …… Bukankah pemberhentian Jaksa Agung yang selama ini dilakukan beberapa Presiden kita dan yang berbarengan dengan masa tugas kabinet merupakan suatu Konvensi Ketatanegaraan???
Deny Indrayana??? ngak usah di dengarin pak, waktu menjadi saksi ahli dalam perkara pengujian UU KY ngomongnya aja SALAH d depan majelis hakim, padahal pendapatnya diungkapkan dalam persidangan melalui “pembacaan teks” kertas spt anak smp dan visualisasi lewat multimedia. (hal ini terekam dalam risalah MK)
Deny … Deny …
ABN ???
Salah satu polemik itu ada dimuat di blog ini. (YIM)
dan polemik lengkapnya (sy mencoba mengumpulkannya)ada disini :
http://forum.detik.com/showthread.php?t=198875
Harusnya presiden SBY mengangkat staf khusus bidang hukumnya yanag agak pintar dikitlah. Saat berargumen dengan Pak Yusril, kelihatana sekali bodohnya Denny. Bodoh tapi arogan. Itulah yanag ditangkap dari sosok Denny saat berargumen dengan Pak Yusril atau ber-cas cis cus di depan media merespons masalah SISMINBAKUM ini. Misalnya, yang cukup menggelikan, terkesan bodoh, dan tidak intelektual, adalah argumen yang dibangun denny soal kasus ini lebih banyak KHAYAL daripada fakta.
Tapi hebatnya, denny begitu sakti mandraguna (jika bisa) memengaruhi Presiden SBY sehingga presiden SBY mengambil suatu keputusan yang menyimpang dari undang-undang dan berpegang pada wacana yang baru ada di kepala staf khususnya. denny…denny belajarlah lebih banyak soal hukum tata negara.
kalau sekiranya tidak ada yang bisa diandalkan untuk menghadapi Bung Yusril, malah suruh saja SBY berhadapan dengan Bung Yusril. Tapi yang perlu di ingat jika SBY kalah mundur saja.
pemerintah udah kalah….
buktinya dengan akan di copotnya hendarman sebagai jaksa. hendarman supanji sekarang jantungnya deg-degan.karena sebentar lagi hendarman akan di copot dari jabatanya. maka terseretlah hendarman sebagai tersangka atas kebijakanmu…mati kutu hendarman sebentar lagi karena tidak mempunyai jabatan jaksa..ha..ha..ha..
Nampaknya belum. Tokh sampai sekarang masih menjabat, dan berusaha keras perintahkan anak buah untuk menggenjot penyidikan dan pemberkasan perkara agar selesai secepat mungkin sebelum serah terima jabatan. Kalau saya, jika sudah diumumkan akan diganti, maka secara etis tidak usah lagi mengambil berbagai langkah dan kebijakan penting, karena akan menyulitkan pejabat baru, kalau ternyata pendapat dan kebijakannya berbeda. Inilah etika pemerintahan yang harus dipegang teguh. (YIM)
Sangat berbeda antara cerdas Intelektual dengan cerdas spiritual. cerdas Intelektual hanya meng agungkan akal logika dan ilmu pengetahuan yg dimiliki, sementara cerdas spiritual memuliakan Sang penguasa yang menguasai akal logika dan ilmu pengetahuan tersebut. yang mendasari dari kecerdasan mereka sangatlah berbeda, maka outputnya tentu beda. Intelektual hanya berkutat pada prisip “Bisa atau tidak bisa” sementara spiritual sangat kuat pada prisip “Boleh dan tidak Boleh” mana yg Haqq dan mana yg bathil. Kami do’kan Insya Allah bang YIM selalu dalam bimbingan dan ridho Allahu Rabbul a’lamin.
Ass.W.W…maju terus bang yusril….pemimpin skrg dengan antek2nya sdh terlalu banyak melakukan ke zaliman bukan hanya ke bang yusril…tetapi ke banyak rakyat Indonesia…pemimpin yg suatu saat akan dihinakan kehidupannya….krn tidak amanah
sejak tampil sebagai pembela ahmadiyah, teu resep saeutik oge ka si buyung teh ,,,
Maju terus pak kami dukung dengan Do’a
Ass. Pak Professor, kayaknya Pemerintah sekarang mulai lebih ternan benderang kelihatan kelemahannya dan tidak mengerti hukum, seperti (maaf) DennyIndrayana lebih kelihatan sebagai ABS saja. Mudah-mudahan mereka yang mengada-ada segera bertobat mumpung masih suasana Idul Fitri, Oh ya semoga perjuangan di MK dapat dimenangkan, meski saya bukan orang yang ahli hukum tapi menurut saya dari ucapan saksi ahli yang mewakili pemerintah rasanya itu ahli miring karna jawabanya menurut saya terasa miring.
sebaiknya Pak Buyung dikasih jabatan biar bicara dan argumentasinya nggak gawur dan Om Denny ….apalagi….sok pintar berpolitik tapi pintanya berpolimik….yang penting boss seneng…..bravo pak yusril,
Bismillah. Saya lihat foto di Republika saat sidang MK, Denny Indrayana sedang gigit jari, seperti anak kecil yg lagi mengejek. Walallahu alam. Wassalam.
He he he, biarin aja, nggak usah dianggap serius (YIM)
Bravo bang yusril, dari sejak nama Anda muncul sebagai salah satu ahli tata negara di tanah air ini, saya sangat mengagumi Anda. Punya Style tersendiri….terus berjuang, bung! Negara ini masih membutuhkan Anda!
Maaf sebelumnya, Prof. Ada yang ingin saya tanyakan.
Kenapa Prof. mengambil langkah uji materiil ke MK? Kenapa tidak melalui PTUN saja? Apa sebenarnya dugaan Prof. dibalik kasus SISMINBAKUM ini? Apakah masih ingin menjatuhkan karir politik Prof.?
Terimakasih, Prof. Sukses selalu.
Saya berpendapat masalah ini tidak dapat diajukan ke PTUN karena sudah daluarsa, di samping landasan hukum untuk mengajukannya ke PTUN juga lemah. Langkah paling tepat adalah ke MK. Soal saya dituduh dalam kaitannya dengan Sisminbakum telah sering saya jelaskan. Ada agenda pembunuhan karakter di balik semua itu. Ada pula soal persaingan bisnis soal kepemilikan beberapa perusahaan, antara lain Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) antara Tutut dengan Harry Tanoe. Saya hanya terkena effek domino dari perseteruan ini, yang melibatkan mafia hukum di luar maupun di dalam Kejaksaan Agung sendiri. (YIM)
saya semakin tahu tentang para pakar hukum di Indonesia setelah adanya putusan MK ttg UU Kejaksaan. ternyata A Buyung Nasution NOL. Deni Indraya anak kemarin sore kok jadi staf kpresidenan bidang hukum. kayak ga ada orang pinter aja. Marwan pendapatnya ngawur sewaktu dialog dengan Prof. Mahfud. apalagi Patrialis komentarnya ora mutu.
hrsnya Deny, Buyung itu kursus ato kuliah lagi tentang Hukum Tata negara jadi biar tdk malu-maluin, anak smeter 1 fak hukum aja heran karena dua orang ini tdk lebih dari dagelan murahan di istana megah dari duit rakyat.. sungguh kasihan negeri ini….
ass. Prof. tetap berjuang untuk menegakan kebenaran dan keadilan. saya sangat menghargai dan mengidolakan Prof sebagai sosok muda yang cerdas terlepas dari kekurangan2nya…
fiat justitia roeat coleum
Muamar, SH
Yang jelas saya kagum dan bangga atas beberapa penampilan pak Yusril di televisi. Mohon info jika ada debat terbuka pak Yusril
Maju terruss pak, do’a kami untuk anda.
menurut pengamatan saya orang 2 itu PLINPLAN, seperti baling2 diatas bukit, kemana angin yang kuat kesana pula dia berputar… cape deh.. Maju terus bang juangkan terus kebenaran
Dari hasil pemantauan saya dari beberapa acara/diskusi di televisi, saya saluut dan angkat topi buat Prof. YIM, karena setiap kalimat yang keluar dari mulut prof selalu dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah atau logika, tidak sedikitpun terkesan luapan perasaan pribadi.
SANGAT BERGUNA PEMBELAJARAN DARI PAK YUSRIL..TIDAK ADA YG SEBERANI DAN SEPINTAR PAK YUSRIL..KAJAGUNG SAMPE RONTOK..
Assalamu’alaikum Wr.Wb…
Bang Yusril..maju terus pantang mundur!!!
Semoga Blog ini dapat memberikan pencerahan untuk kami semua…
Assalamu’alaikum Bang…
Menyimak dari kejadian dan kelakuan Pemerintah dlm masalah SISMINBAKUM, sepertinya SBY sudah melakukan kesalahan sangat besar telah mendzolimi orang yang telah mempromosikan dia utk maju sbgi Presiden pada thn 2004 yg lalu..setelah Partai bang YIM di kebiri terus bang YIM jg dg cara yg sangat memalukan, hanya saja kenapa bang saja yg jadi TO oleh SBY dan kenapa bang YIM tdk melibatkan si HAMID AWALUDIN, ANDI MATTALATA yg jg pernah menjabat sbg MenKUMDANG……
Setelah membaca tulisan ini saya jadi tambah mengerti, persoalannya.
bang Yusril. Saya doakan suatu saat dapat menjadi pemimpin bangsa ini. Amin.
Terus berjuang, untuk bangsa Indonesia Tercinta.
Saya termasuk salah satu pengagum pemikiran2 pak yusril selama ini. hanya kalau boleh saya memberi saran, tolong dihindari ucapan, tindakan dan gaya yang dapat menimbulkan kesan ‘arogan’ kepada masyarakat. Jangan sampai hal yang benar jadi salah karena cara penyampaian..
saya sangat setuju dengan katakata ini…
Dari wajah sudah keliatan mana yang setan+iblis coba lihat dengan mata telanjang
segela bentuk penindasan harus kita lawan…sebagai rakyat jelata…hanya bisa berdoa untuk kebaikan bapak Yusril..amin…amin…amin….
Subhanalloh… ane yakin, dibalik semua ini Alloh pasti punya rencana besar untuk abang. ibarat pohon, makin tinggi maka makin besar pula angin yang menerpanya. semakin abang istiqomah memperjuangkan agama Alloh, semakin besar pula tantangan yang akan abang hadapi. terus berjuang bang, doa kami slalu menyertaimu!
Selamat berjuang untuk kita semua melawan syetan dari golongan jin dan dari golongan manusia (minal jinnati wa nnaas).
allahu akbar
jalankan terus yang menurut abang benar, adnan buyung dan deny bukan level anda untuk debat kusir,,,,
teruslah berkarya dan berbakti untuk bumi pertiwi melalui pemikiran dan karya abang di lapangan, mudah-mudahan allah meridhoi jalan abang. YOU’LL NEVER WALK ALONE.
Allahu akbar maju terus bang. Jangan takut jika kita benar
Saya bangga bangsa indonesia punya seorang YIM ,
orang tua saya kader PBB yang sangat mengagumi pak YIM,semoga pak yusril tetap dalam lindungan allah Swt.
Alhamdulillah.
Saya sekeluarga pengagum YIM. Anak bungsu saya, kami beri nama Triyan Ihza Mahendra.
Suatu waktu bila di izinkan Allah SWT saya akan bawa anak saya ketemu YIM.
deny dulu dan sekarang beda….
anas dulu dan skrg juga beda
padahal dulu saya kagum sama mereka.
ini tinggal satu yg masih tersisa pemuda yg saya kagumi, asep syaifulah patah.
Pak yusril siapa sih yg bisa menurut pandangan bapak pemuda pemimpin masa depan?
deny tuh sm buyung sm2 bahlul..ketahuan kl mrk tuh gk phm ttg hukum tt negara,kl mrk phm&ahli hkm tata negara,pasti mrk gk akan mau dtg ke MK,meski disuruh presiden/dibyr berapapun,akhirnya mrk plng dgn rs malu yg sangat,blm lg nt disemprot bos nya yg ikut2an jd malu..bravo bang yusril!!
bang yusril, kami semua bangga karena abang masih di jalur Natsir muda sebagai mana yang pernah di ucapkan KH Rusyad Nurdin, di dalam diri Yusril ada mengalir jiwa dan semangat M Natsir. maju terus bang bang…………..
Jangan Lupa berdo’a NTB dengan Seribu Masjidnya siap Melawan kezaliman Jaya terus PBB
buyung dan Denny sedang memainkan Wayang yang satu dalang yang satu sinden,,maju trus bang Yusril,, I Pray to u,,,
Terima kasih