- Yusril Ihza Mahendra - https://yusril.ihzamahendra.com -

AGAR SESUAI UU SEBAIKNYA HENDARMAN MENGUNDURKAN DIRI

Presiden SBY telah mengumumkan akan segera “mengganti” Hendarman Supandji sebagai Jaksa Agung. Kalau dilihat dari sudut UU No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, maka satu-satunya cara yang sah kalau Presiden ingin memberhentikan Hendarman dengan hormat, maka Hendarman harus diminta untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Ini tentu harus dilandasi asumsi bahwa Hendarman adalah Jaksa Agung yang sah. Tanpa permintaan pengunduran diri, maka pemberhentian Hendarman bukan mustahil akan menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari. Sebab, menurut Pasal 22 UU Kejaksaan, alasan Presiden untuk memberhentikan Jaksa Agung dengan hormat dari jabatannya, hanyalah apabila Jaksa Agung itu meninggal dunia, sakit rohani dan jasmani terus menerus, minta berhenti, atau berakhir masa jabatannya. Akhir masa jabatan Jaksa Agung hingga sekarang tak jelas, dan masalah ini sedang diperkarakan di Mahkamah Konstitusi.

Jadi, karena Hendarman belum meninggal dunia, tidak sakit rohani dan jasmani terus-menerus, maka satu-satunya cara memberhentikan Hendarman dengan hormat ialah memintanya mengundurkan diri. Di luar cara ini, maka Presiden bisa saja memberhentikan Hendarman, namun bukan diberhentikan dengan hormat, melainkan diberhentikan dengan tidak hormat. Kalau ini terjadi, kasihan juga dengan Hendarman, karena dia mengakhiri jabatannya  dengan “syu’ul khotimah” (dengan akhir yang buruk), bukannya dengan “khusnul khotimah” (akhir yang baik).  Pendapat saya ini sejalan dengan qaul qadim (pendapat lama) Dr Denny Indrayana  sebelum menjadi staf Khusus Presiden SBY, ketika mengomentari pemberhentian Jaksa Agung Abdul Rachman Saleh pada tanggal 7 Mei 2007.

Selanjutnya, dalam mengangkat Jaksa Agung yang baru, Presiden harus secara tegas menyebutkan sampai kapan Jaksa Agung yang baru itu akan memangku jabatannya. Sebaiknya, jika disebutkan masa jabatannya akan berakhir pada tanggal 20 Oktober 2014, saat berakhirnya jabatan SBY sebagai Presiden. Inipun harus ditambah dengan ketentuan, bahwa dalam tenggang masa jabatan itu, Presiden berwenang untuk mengganti yang bersangkutan sebelum  berakhir masa jabatannya, jika Presiden menilai yang bersangkutan kurang mampu menjalankan tugas dan kewajibannya. Pencatuman masa jabatan ini penting sebelum adanya revisi terhadap UU No 16 Tahun 2004, atau sebelum adanya tafsiran resmi Mahkamah Konstitusi tentang masa jabatan Jaksa Agung. Dengan demikian, tidak akan terjadi lagi polemik sehubungan dengan keabsahan kedudukan Jaksa Agung di masa yang akan datang.

Soal siapa yang akan menjadi pengganti Hendarman, sepenuhnya kita serahkan kepada Presiden. Saya memang penganut paham bahwa Jaksa Agung sebaiknya adalah jaksa karier dari dalam Kejaksaan sendiri. Saya konsisten dengan pendapat saya ketika selaku Menteri Kehakiman dan HAM membahas RUU Kejaksaan dengan DPR, bahwa calon Jaksa Agung diambil dari  Wakil Jaksa Agung, para Jaksa Agung Muda dan pejabat eselon I Kejaksaan Agung yang setaraf dengan itu.

Demikian pendapat saya.