KEKHAWATIRAN PAK SUDI BERLEBIHAN
Menanggapi reaksi Mensesneg Sudi Silalahi yang menuding saya menyeret-nyeret orang lain ke dalam kasus Sisminbakum, saya menegaskan, tidak ada maksudnya untuk menyeret-nyeret orang lain, sebagaimana dikatakan Sudi.
Saya memang merasa tidak bersalah. Namun hal itu bukan saja harus saya tunjukkan dengan argumentasi-argumentasi hukum, tetapi juga dengan bukti-bukti. Keterangan ahli atau saksi a de charge adalah juga alat bukti yang sah yang harus diungkapkan, baik dalam penyidikan maupun dalam sidang pengadilan. Presiden SBY adalah orang yang mengetahui awal mula kebijakan Pemerintah tentang Sisminbakum. Apalagi soal PNBP, Presiden SBY sangat mengetahuinya. Di masa beliau menjadi Presiden (periode pertama), dua kali beliau menerbitkan Peraturan Pemerintah tentang perubahan PNBP di Departemen Hukum dan HAM, tetapi beliau tidak pernah memasukkan biaya akses Sisminbakum, yang kini dituduhkan kepada saya sebagai korupsi, ke dalam PNBP. Baru ketika Prof. Romly Atmasasmita, mantan Dirjen AHU dipidana oleh PN Jaksek, Presiden SBY (tahun 2009) memasukkan biaya akses Sisminbakum sebagai PNBP. Berarti sebelum tahun 2009, biaya akses itu memang bukan PNBP. Saya sendiri berhenti menjadi Menteri Kehakiman dan HAM 20 Oktober 2004.
Keterangan Presiden SBY tentang PNBP di atas sangat mutlak untuk menjernihkan kasus ini, agar jangan ada seorang warganegara dizolimi oleh penerapan hukum yang salah. Apalagi saya, yang mantan menteri di bawah SBY. Keterangan Presiden SBY itu akan mengungkapkan kebenaran materil dari kasus ini. Pak SBY selalu menegaskan bahwa beliau taat pada hukum dan akan memimpin pemberantasan korupsi. Nah, kalau Sisminbakum ini korupsi, kami harus dihukum. Tapi kalau ini bukan korupsi, dan beliau mengetahuinya, wajiblah beliau menjelaskan soal ini, agar Kejaksaan jangan salah menuntut orang, dan pengadilan jangan salah menghukum orang.
Pak Sudi tidak perlu terlalu khawatir dengan permintaan kesaksian Presiden SBY ini. Justru jika Presiden mau memberikan keterangan, citra beliau akan makin baik. Sebagai Presiden dan warganegara, beliau menunjukkan sikap menghormati hukum. Jadi, jangan ada pikiran saya akan menyeret-nyeret orang lain, dan takut menghadapi pengadilan. Justru pengadilan harus mengungkapkan kebenaran materi, apalagi kebenaran materil itu diungkapkan oleh seorang Presiden.
Short URL: https://yusril.ihzamahendra.com/?p=414
Benar sekali Prof. Kalo sudi mah, dah biasa gitu, lihat aja waktu MK mengabulkan permohonan Uji materi UU Kejaksaan, sok ngerti hukum padahal gk paham sama sekali. Saya sangat setuju klo SBY jadi saksi, beliau mesti menunjukan kepada rakyat bahwa beliau memimpin pemberantasan korupsi.
Tapi jika memang kasus ini bertujuan untuk menghabisi karir politik Bang Yusril, pastilah beliau (SBY)tidak mau jadi saksi, Kita lihat saja kelanjutannya semoga beliau mau memberikan kesaksian..
Bismillah. Pak Sudi lah kiranya tidak abs, memperbaiki kelalaian agar tidak salah lagi seperti kasus jaksa agung. Lebih baik baca banyak banyak kitab hukum tata negara dan administrasi negara agar tidak lalai dalam tugasnya dan membabi buta membela bos. Kalau sudah, barulah komentari soal saksi a de charge. Si ‘lalai’ lupa lagi bercermin ya he he…. Wassalam.
Kontribusi Pemikiran :
“Kasus Sisminbakum dari Pendapat Aktivis Pergerakan Angkatan ‘66”
Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) diberlakukan berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan Perundang-Undangan (Menkumdang) Prof. DR. Yusril Ihza Mahendra pada 4 Oktober 2000, dan diresmikan oleh Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri atas permintaan Presiden Abdurrahman Wahid pada 31 Januari 2001, dengan menggunakan pola kerjasama antara Koperasi Pengayoman Pegawai Depar-temen Kehakiman (KPPDK) dengan PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD) yang bersifat build operate transfer (BOT) selama 10 tahun terhitung mulai 1 Januari 2001 sampai dengan 1 Januari 2010. Kendati UU No. 20 Tahun 1997 tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sudah ada, namun oleh karena krisis ekonomi yang terjadi di tahun 2000 dan anggaran belanja negara pun tidak punya, maka Presiden Abdurrahman Wahid mengarahkan Menkumdang Yusril agar bisa mengundang pihak swasta guna membangun jaringan informasi teknologi (IT) tersebut untuk bekerjasama dengan Koperasi. Yang tentunya tidak mudah mencari pihak swasta yang mau ditengah krisis, dan pada realitanya hanya ada 2 perusahaan saja yang berminat menanamkan modalnya di proyek Sisminbakum.
Dibangunnya Sisminbakum yang merupakan kebijakan resmi Presiden Abdurrahman Wahid berdasarkan Letter of Intent (LoI) antara IMF dengan Pemerintah RI yang ditandatangani oleh Menko Perekonomian Kwiek Kian Gie bersama Menteri Keuangan Bambang Soedibjo dan Gubernur BI Sjahril Sabirin pada 21 Mei 2000, dalam paragraf nomor 40 menyebutkan komitmen Pemerintah RI untuk membenahi hukum yang mengatur perseroan terbatas dan ketentuan-ketentuan perihal registrasi perusahaan. Apa yang menjadi tugas Departemen Hukum dan Perundang-Undangan (Depkumdang) tiada lain, ialah untuk mempercepat pengesahan perseroan agar berbadan hukum. Sebelumnya disamping melalui sidang kabinet, juga telah dirumuskan oleh Dewan Ekonomi Nasional yang dipimpin oleh Emil Salim dan Sri Mulyani.
Dalam era pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, jabatan Menkumdang digantikan berturut-turut oleh Baharuddin Lopa, Marsilam Simanjuntak dan Mahfud MD. Di era pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, Yusril diangkat kembali menjabat Menteri Kehakiman dan HAM (Menkimham) pada bulan Agustus 2001 hingga Oktober 2004. Sejak itu dalam era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Yusril digantikan berturut-turut oleh Hamid Awaludin dan Andi Mattalata sebagai Menteri Hukum dan HAM (Menkumham). Sedangkan Yusril sejak pelantikan Kabinet Indonesia Bersatu I pada Oktober 2004, memangku jabatan sebagai Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) sampai dengan diberhentikan secara hormat melalui reshufle kabinet dberdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 31/P Tahun 2007 pada tanggal 4 Mei 2007, yang untuk mengisi jabatan tersebut digantikan oleh M Hatta Radjasa.
Pada 30 Desember 2005 ketika Yusril menjabat Mensesneg juga menjabat Mekumham ad interim, Presiden SBY menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 75 Tahun 2005 tentang Jenis dan Tarif atas PNBP pada Depkumham. Pada 8 Januari 2007 Menteri Keuangan Sri Mulyani memang pernah melayangkan surat kepada Menhukham Yusril, agar perlu segera diusulkan tarif untuk biaya Sisminbakum ditetapkan dalam PP, karena PP No. 75 Tahun 2005 belum ditetapkan PNBP-nya. Pada 15 Februari 2007 saat Menhukham dijabat Hamid Awaludin, Presiden SBY menerbitkan PP No. 19 Tahun 2007. Menyusul saat Menhukham dijabat Andi Mattalata pada 28 Desember 2007, oleh Presiden SBY juga diterbitkan PP No. 82 Tahun 2007 tentang hal yang sama. Ketiga PP yang diterbitkan oleh Presiden SBY itu, pada kenyataannya tidak ada aturan memasukkan biaya biaya Sisminbakum sebagai PNBP. Karena memang murni bukan dibangun dari dana APBN dan tidak bertentangan dengan Pasal 17 ayat (2) Keppres No. 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN, termasuk tidak ada larangan yang diatur dalam ketentuan UU Anti Monopoli No. 5 Tahun 1999.
Pertengahan tahun 2008 ketika Yusril sudah tidak menjabat menteri, tiba-tiba Kejaksaan Agung mengklaim telah menemukan indikasi kesalahan dalam access fee Sisminbakum, yang seharusnya merupakan PNBP. Kejaksaan Agung menyita semua peralatan untuk jaringan IT dari hardware sampai software milik PT SRD, sedangkan Menhukham Andi Mattalata kemudian mengeluarkan kebijakan untuk menutup layanan Sisminbakum yang dikelola PT SRD bekerjasama dengan KPPDK. Menyusul pada 3 Juni 2009 tentang jenis dan tarif atas PNBP yang diberlakukan di Depkumham, baru dimasukan biaya Sisminbakum sebagai PNBP dengan Presiden SBY menerbitkan PP No. 38 Tahun 2009. Dimana dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a. PP No. 38 Tahun 2009 hal pelayanan jasa hukum, kemudian biaya Sisminbakum masuk menjadi jenis PNBP yang harus diberlakukan. Pada 2 Juni 2009 Tim Restrukturisasi SABH (Sistem Administrasi Badah Hukum) yang diketuai Freddy Haries mengeluarkan pemberitahuan perihal untuk transaksi dengan NOMOR KENDALI 6140000 dan seterusnya, diberlakukan tarif transaksi yang baru.
Ditahun 2002 ketika Komisi III DPR diketuai Teras Narang, DPR sudah pernah membahas Sisminbakum yang pada kesimpulannya tidak ada masalah, dan Sisminbakum jalan terus. Bahkan anggota Komisi III DPR Gayus Lumbuun menyatakan, bahwa DPR periode 1999-2004 telah membahas Sisminbakum dengan Menkimham Yusril, dan DPR menganggap Sisminbakum adalah proyek yang bagus dan tidak bermasalah. Dengan diberlakukannya Sisminbakum dan berdasarkan data BPS tahun 2008, telah berhasil mensahkan ribuan perusahaan selama 7 tahun. Bahkan telah berhasil meningkatkan nilai tambah barang dan jasa yang dari sektor industri seperti manufaktur dan pertambangan saja telah mencapai Rp. 985 trilliun, termasuk berhasil menyerap sebanyak 4,6 juta tenaga kerja. Dan pada tahun 2008 itu juga, Sisminbakum mendapat penghargaan ISO 9006, sebagai bentuk pelayanan yang baik bagi masyarakat.
Adanya dalil bahwa operasional Sisminbakum telah merugikan negara karena disangkakan tidak masuk PNBP menurut Pakar Hukum Tata Negara Universitas Airlangga Prof. Philipus Hadjon (OkezoneNews, 6 Agustus 2009) dinyatakan, bahwa pungutan dapat dimohon sebagai PNBP apabila sudah ada PP yang mengaturnya. Dengan PP No. 75 Tahun 2005; PP No. 19 Tahun 2007 dan PP No. 82 Tahun 2007, biaya Sisminbakum belum ditetapkan PNBP-nya, maka pemerintah tentunya tidak bisa asal-asalan menyatakan sebuah pungutan menjadi PNBP. Pasal 2 ayat (2) UU No. 20 Tahun 1997 tentang PNBP jelas menyebutkan, bahwa jenis PNBP yang belum tercakup dalam kelompok PNBP harus ditetapkan dengan PP. Biaya Sisminbakum sendiri baru masuk menjadi jenis PNBP setelah diterbitkannya PP No. 38 Tahun 2009, dan Yusril sudah tidak lagi menjabat menteri.
Pada 22 September 2010 putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menguji perkara No. 49/PUU-VIII/2010 terkait jabatan Hendarman Supandji sebagai Jaksa Agung dinyatakan berhenti sejak putusan MK diketok, ada bahagian yang dinyatakan atas pemberhentian Hendarman Supandji yang tidak berlaku surut sebagai-mana didalilkan oleh Yusril selaku pemohon untuk ditetapkan pada 20 Oktober 2009. Dan putusan MK kemudian dilaksanakan oleh Presiden SBY dengan menerbitkan Keppres No. 104 Tahun 2010 tentang pemberhentian Hendarman Supandji sebagai Jaksa Agung. Pemohon Yusril telah menyambut baik dengan terbitnya keppres tersebut. Sebaliknya, sudah seharusnyalah Kejaksaan Agung juga menghentikan penyidikan dugaan korupsi terhadap Yusril atas pengungkapan kasus Sisminbakum yang berdasarkan hasil audit resmi BPK justru tidak ditemukan adanya unsur yang merugikan negara.
Merujuk Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP); hukum pidana harus bersumber pada undang-undang, artinya pemidaan harus berdasarkan undang-undang. Kemudian dalam Pasal 1 ayat (2) KUHP sebagai pengecualian Pasal 1 KUHP, disebutkan ketentuan pidana dalam undang-undang tidak boleh berlaku surut (strfrecht heeftgeen terugwerkende kracht). Seandainya seseorang melakukan suatu tindak pidana yang baru kemudian hari terhadap tindakan yang serupa di ancam dengan pidana, pelaku tidak dapat di pidana atas ketentuan yang baru itu. Hal ini untuk menjamin warga negara dari tindakan sewenang-wenang dari penguasa. Asas legalitas (nullum dilectum) ketentuan pidana dalam Pasal 1 KUHP salah satunya jelas menyebutkan adanya aturan-aturan pidana tidak berlaku surut, disamping asas tidak ada perbuatan yang dilarang dan di ancam dengan pidana kalau hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang, termasuk asas untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi (kiyas).
Dari pendapat aktivis angkatan 66, kasus Sisminbakum yang diungkapkan oleh Kejaksaan Agung, terkesan sebagai upaya pembunuhan karakter (character assasination) terhadap Prof. DR. Yusril Ihza Mahendra. Terlebih lagi pasca putusan MK yang sebagian dan secara substansinya dimenangkan oleh Yusril, tentu pengungkapan Sisminbakum tidak obyektif lagi. Kejaksaan Agung diharapkan aktivis angkatan 66 untuk konsisten mengawal penegakan hukum, yang harus tidak terperosok pada konflik kepentingan. Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi Prof. DR. Yusril Ihza Mahendra yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apap pun, sebagaimana diamanatkan Pasal 28I ayat (1) Perubahan Kedua UUD 1945. Maka Jaksa Agung sudah seharusnya menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kepada Yusril, sekaligus memulihkan mana baik, martabat dan kehormatan Yusril dengan rehabilitasi.
Jika desakan anggota Komisi III DPR tidak juga didengar untuk Kejaksaan Agung menghentikan kasus Sisminbakum, apalagi tidak cukup bukti dan alasan hukumnya. Yusril berhak untuk meminta kepada negara supaya penyidikan terhadapnya dilakukan oleh Tim Independen, termasuk berhak meminta perlindungan di KOMNAS-HAM dan LPSK. Telah terungkap pada sidang perdana mantan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Zulkarnaen Yunus pada 3 Februari 2010, oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Makapedua mendakwa bahwa Zulkarnaen Yunus, Yohannes Woworuntu (mantan Dirut PT SRD), Ali Amran Djanah (mantan Ketua KPPDK 1999-2005), Sutarmanto, dan Yusril, melakukan atau turut serta melakukan perbuatan menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum. Padahal orang jadi tersangka saja harus ada 2 alat bukti yang cukup, seperti apa ada uang negara yang dirugikan. Selanjutnya, apakah mekanisme Sisminbakum ada yang melanggar hukum. Terkait hal ini, maka aktivis angkatan 66 berpendapat: tidak cukup bukti jika dicermati dari mulai pendekatan historis, pendekatan empiris, dan pendekatan responsif yang sebagian besar meminta Kejaksaan Agung menghentikan kasus Sisminbakum.
Demi tegaknya prinsip negara hukum, maka perlawanan terhadap sangkaan yang tidak berdasarkan hukum harus dikedepankan. Adalah hak konstitusional bagi Prof. Yusril Ihza Mahendra jika melakukan perlawanan, demi untuk mempertahankan amanat Pasal 28I ayat (1) Perubahan Kedua UUD 1945. Forum KAPPI 66 percaya dengan langkah terkonsepsional, taktik, strategi dan politik akan Bung Yusril lakukan, tanpa mengabaikan piramida sama sisi yang mencakup idealisme, realisme dan pragmatismenya sebagai upaya membantu untuk mengambil sikap atau keputusan yang benar dan tepat. Ada sebuah pengalaman, jika digiring ke persidangan atas dakwaan tindak pidana korupsi, tidak akan pernah ada yang tidak di vonis penjara oleh majelis hakim. Sebab itu, hitung secara matang dan seksama. Paling tidak, mumpung publik sedang ada keberpihakan atas momentum pasca putusan MK. Mohon jangan ragu-ragu, banyak back-up.
Mudah-mudahan saja Gusti Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa selalu memberikan kekuatan lahir dan bathin dengan segenap perlindungan-Nya. Amien.
Jakarta, 29 September 2010.
atasnama dan atau yang mewakili
FORUM KAPPI 66
ttd
TEDDY SYAMSURI HS
kontak person 02132852678.
maju terus bang YIM
kebenaran akan terasa asing jika dilakukan oleh sebagian kecil orang
sebaliknya kejahatan akan dianggap benar jika semua orang telah melakukannya.
Kalo Budiono diselamatkan SBY, Sri Mulyani diselamatkan Yahudi-AS, maka Pak YIM insya Allah karena kebenaran diselamatkan oleh Allah SWT dunia-akhirat, aamien….
Dasar si sudi si lalaiii…riweh si ABS munafik,,,dsb
#kalau Sisminbakum ini korupsi, kami harus dihukum. Tapi kalau ini bukan korupsi, dan beliau mengetahuinya, wajiblah beliau menjelaskan soal ini, agar Kejaksaan jangan salah menuntut orang, dan pengadilan jangan salah menghukum orang.#
kata – kata yang bijak dari seorang negarawan sejati yang takut kepada Allah swt.
he…5x, mungkin grand design yg ada tidak mengasumsikan Prof akan bereaksi seperti ini
Bismillah. Jumat 1 Oktober 2010 akan diperiksa oleh kejaksaan agung. Marilah kita sama sama berdoa kepada Allah agar beliau dibebaskan dari kasus yg tengah dipaksakan untuk menjeratnya. Allahumma ya Allah berikan perlindungan dan pertolongan kepada saudara kami YIM agar dia dibebaskan dari fitnah, kedzaliman dan ketidak adilan yg dilakukan penguasa dan dendam kesumat penegak hukum di negeri ini. Berikan hukuman terhadap para pemimpin yg dzalim dan konco2nya, apalagi kepada orang yg menebar fitnah dan kebencian padanya. Aamien ya rabbul alamin….
betul pak prof. sudi-sudi
Prof. Yusril, Kabarnya hari ini Anda diperiksa kembali di Kejaksaan. Tampaknya perlu ditawarkan alternatif agar Proses Pemeriksaan sejak hari ini hingga selanjutnya DIBUAT TERBUKA UNTUK UMUM (LIVE). Sekaligus kita mau uji apakah Pemeriksa (Jaksa-Jaksa) memang siap dan kompeten dengan pertanyaan yang bermutu, dan Publik tahu kualitas jawaban Prof. Yusril.
Kalau MK dan Pengadilan saja berani, masak sih Kejaksaan Agung Takut? Kecuali memang ada sesuatu yang perlu ditutup-tutupi.
SETUJU … KNP TIDAK DIBIKIN LIVE AJA …. KEJAKGUNG BERANI GAK?
PERNYATAAN KAPUSPENKUM KEJAKGUNG JUGA TERKESAN ASBUN, BEGO, MASA KEPMEN BISA MEMBATALKAN PP DLM KASUS SISMINBAKUM INI.SADARLAH ….
maju Trus Prof kami selalu mendukung langkah anda untuk menegakan kebenaran dan melawan ketidakadilan..fiat justitia roeat coleum
salam hormat
Muamar, SH
sudi silalahi sosoknya jadi sekdes bukan sekneg
maju terus prof. jika memang bersalah saya yakin anda akan mengakuinya. dan jika anda tidak bersalah saya yakin anda juga akan mepertahankanya. penggunaan intelektualitas yg anda miliki dalam menghadapi masalah ini saya begitu kagum dan bangga. semoga kebenaran akan terungkap.
SISMINBAKUM Lagi (Sesudah Asyik dlm Kasus UU Kejaksaan).
Pada hemat saya sejak UU 16/2004 dan keabsahan Jaksa Agung dlm KIB II ‘masih bermasalah’ yaitu sebelum Uji Materil UU 16/2004 ttg Kejaksaan itu di MK, Sisminbakum sebagai “pengambilan & penggarisan kebijakan negara/pemerintahan di dalam Sidang Kabinet (pimpinan Presiden Abdurrahman Wahid) dan di Depkumdang pimpinan Prof YIM yg bertujuan mendukung langkah2 pemulihan perekonomian nasional dari krisis 1997” adalah – dgn mempelajari data & fakta yg ada – sah atau tidak melanggar peraturan perundang-undangan yg ada; lebih2 saat ini pasca Uji Materil UU Kejaksaan atas permohonan Prof. YIM, dan UU 16/2004 itu tidak lagi bermasalah. Maka semakin ‘heboh-menarik’ tentunya jika kebijakan negara/pemerintahan pada 10 tahun silam itu terus ber-lama2 dalam penyidikan Kejaksaan Agung dan Prof YIM justru berstatus tersangka. ‘Heboh’, karena tampaknya akan/layak diramaikan oleh petinggi2 politik & pemerintahan kita, yaitu Mantan Presiden Megawati Soekarnoputri, Mantan Wapres Jusuf Kalla, dll, bahkan bisa jadi pula – demikian kita baca2 koran on line dll – oleh Presiden SBY (?), selaku saksi yang meringankan.
Syukurlah, barusan dengar2 – kita baca berita – pula bahwa akan ada gelar perkara pekan depan.
Kasus Prof YIM itu secara umum layaknya adalah “SP3” (pendapat saya sebelum putusan MK Uji Materil UU Kejaksaan: “batal demi hukum” :-). Semoga.
(Jaktim, 1/10/2010).
Asslm wr wb.
Bolehkah terus tertarik kasus SISMINBAKUM, sesudah mulai lagi berwacana di malam Sabtu baru lalu pasca turut asyik dlm Kasus UU Kejaksaan (sejak sebelum & lanjut sesudah lebaran)?
PERMASALAHAN.
Bagaimana sebenarnya – sekali lagi dari sudut pandang lain – ‘permasalahan’ kasus di Kejaksaan Agung dan TKPnya di Depkumdang/Kemkum&HAM itu?
A. Permasalahan umum (‘konstruksi luar’).
Ada 2 (dua) kasus:
1. sangkaan korupsi/merugikan keuangan negara pada bagian awal/KEBIJAKAN Sisminbakum (“pengambilan & penggarisan kebijakan negara/pemerintahan di dalam Sidang Kabinet (pimpinan Presiden Abdurrahman Wahid) dan di Depkumdang pimpinan Prof YIM yg bertujuan mendukung langkah2 pemulihan perekonomian nasional dari krisis 1997”).
2. sangkaan korupsi/merugikan keuangan negara pada bagian PELAKSANAAN Sisminbakum.
B. Detil permasalahan (‘konstruksi dalam’).
Kasus “1”: akhir 2008 Prof YIM sudah diperiksa Kejaksaan Agung, selesai, lho.. kenapa medio 2010 ini ditetapkan sbg tersangka? Lalu ramai-diramaikan Kasus UU Kejaksaan di MK dlsb.
Kasus “2”: akhir 2008 beberapa pejabat tinggi dan mantan pejabat tinggi Kemkum&HAM diperiksa Kejaksaan Agung, lalu berstatus tersangka, dst.
PEMBAHASAN.
(bolehkah..? jika boleh, saya akan coba melakukannya seringkas dan tidak mbulet atau selurus-lugas mungkin).
Wasslm wr wb,
HI.
(SAMBUNGAN “bolehkah terus tertarik berwacana kasus SISMINBAKUM, ..”).
PEMBAHASAN.
Kasus “1”: sungguh mengherankan.
Bagaimana mungkin kebijakan negara/pemerintahan yg diambil & digariskan pada 10 tahun silam itu dipersoalkan secara legal formal saat ini? Tidak heran, petinggi2 politik & pemerintahan kita – dengar2 – layak menjadi saksi ahli maupun saksi yang meringankan.
Dipersoalkan secara LEGAL FORMAL? Ya, karena tindakan Kejaksaan Agung tsb adalah jelas – jelas dgn sendirinya – berstatus legal formal, lain halnya dgn pendapat dan aksi kita khususnya diri saya di sini – blog ini – yaitu tiada lain tentunya berstatus ILMIAH-POPULER dan IMFORMAL?
Jadi, pendapat seperti ini pun, “bagi hasil “90:10 adalah ‘mahal’ atau menguntungkan pihak swasta” (komentar saya terdahulu, pd tahap2 awal Kasus Sisminbakum), adalah ILMIAH-POPULER IMFORMAL dan jelas cukup dgn informal pula bisa terbantahkan.
Juga pendapat saya lainnya (jadi komentar ini sekaligus merupakan sambungan komentar saya #453 “PENJELASAN TENTANG SISMINBAKUM”). ->> “kejadiannya dan persoalannya adalah ‘pungli’, atau tindakan pungli dalam tanda kutip, pungli yang agak aneh, yaitu sejak adanya PP 19/2007 tgl 15 Feb 2007 (PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2005 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA)”, sbb.: 1. oleh PT SRD (& Koperasi Pengayoman) terhadap masyarakat/Notaris (di mana tampaknya Dirjen AHU juga harus bertanggung-jawab), 2. (juga..) oleh negara cq Depkeu cq Ditjen Pajak terhadap PT. SRD. Argumentasinya, lebih-kurang sbb.: Bermula pada tahun 2003 di mana “BPKP melayangkan surat kepada Menteri Kehakiman dan HAM yang menyarankan agar biaya akses Sisminbakum dimasukkan ke dalam PNBP dan dikategorikan sebagai pelayanan kepada masyarakat”, dan Menkeh&HAM (Yusril Ihza Mahendra) meminta Dirjen AHU (Zulkarnain Yunus) untuk menanggapi saran BPKP itu dan membahasnya bersama dengan Departemen Keuangan. Dan kemudian diterbitkan PP mengenai PNBP di Departemen Kehakiman dan HAM, 2 kali, sbb.: 1. PP Nomor 75 Tahun 2005; disebutkan bahwa biaya pengesahan perseroan sebesar Rp. 200 ribu per pengesahan, sementara biaya akses Sisminbakum tidak dicantumkan sebagai PNBP. 2. PP Nomor 19 Tahun 2007 yang ditanda-tangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 15 Pebruari 2007, didahului surat Menteri Keuangan kepada Menteri Hukum dan HAM tanggal 8 Januari 2007 yg mengatakan antara lain “tarif PNBPnya perlu segera diusulkan untuk ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah”. Demikianlah, tampaknya Depkum&HAM tidak pernah mengajukan usulan dlm bentuk angka dlsb ttg besar biaya akses Sisminbakum itu menjadi dan sebagai tarif PNBP (terlepas – mestinya – adanya asumsi bahwa kemudian negara harus menyediakan dana APBN untuk membangun sistem pengganti atau mengambil alih investasi swasta untuk dijadikan sebagai usaha yang dilakukan oleh negara). Akhirnya PP Nomor 19 Tahun 2007 yang ditandangani Presiden tanggal 15 Pebruari 2007 itu tidak memasukkan biaya akses Sisminbakum sebagai PNBP. Dan biaya akses Sisminbakum pun, dlm arti operasional PT SRD dlm Sisminbakum itu, jalan terus. Juga pemungutan pajak (PPN) PT SRD oleh Ditjen Pajak. Itulah yg saya maksudkan dgn ‘pungli’ tadi atau “pungli dlm tanda petik”. <<- adalah ILMIAH-POPULER IMFORMAL dan cukup dgn informal pula bisa terbantahkan.
Kasus "2": …
(Bersambung; habis jatah durasi OL. Dan – karena buru2 – maaf kalau susunan dan redaksionalnya agak kacau).
realisasi atas pematangan idea sisminbakum yg telah diupayakan prof. yusril sepatutnya mendapat penghargaan setinggi tingginya dari negara RI. bukan malah sebaliknya diobok obok, seolah olah bermasalah. NOTARIS secara langsung, dunia usaha, begitu pula masyarakat sangat terbantu dengan adanya sisminbakum, daya dukung sisminbakum terhadap pemulihan dan pemantapan ekonomi indonesia dari sejak zaman krisis ekonomi hingga saat ini, sungguh luar biasa. Sisminbakum juga patut menjadi pilot project, krn keunggulan pelayanan publiknya. sbg serorang yg berprofesi notaris memanfaatkan fasilitas sisminbakum sbg suatu hal yg menakjubkan, seolah-olah sedang berurusan administrasi di suatu negara yg sdh maju (zero corrupt), pelayanannya cepat dan profesional, tdk pula terlihat adanya pungli. Seandainya semua pelayanan publik yg ada di negara ini bisa berjalan/terlaksana seperti sisminbakum ????? saya rasa inilah mimpi yang diangan-angankan masyarakat kita saat ini.
BOLEHKAN KEPUTUSAN ATAU PERATURAN BERLAKU SURUT APA DASARNYA KALAU BOLEH DAN APA NSARAT-SARATNYA????
Jawaban:
Di bidang hukum pidana, norma hukum tidak boleh diberlakukan surut. Prinsip ini diajarkan oleh hukum Islam sebagaimana dikatakan Qur’an: “Sesungguhnya Allah tidak akan menghukum suatu kaum sebelum mengutus seorang rasul kepada mereka dan mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah”. Prinsip dasar hukum Islam ini kemudian mempengaruhi hukum Romawi yang dirumuskan dalam asas “nullum dilectum”. KUHP Belanda juga menganut asas ini “tiada suatu perbuatan pidana dapat dihukum, kecuali undang-undang menyatakan demikian, sebelum perbuatan itu dilakukan”. UUD 1945 pasal 28I juga menganut asas bahwa seseorang tidak boleh dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut. Dalam perkembangan hukum di masa sekarang, pemberlakuan norma hukum secara surut hanya dilakukan terbatas pada kejahatan perang, kejahatan kemanusiaan, genosida atau “pelanggaran hak asasi manusia yang berat” sebagaimana diatur dalam UU Pengadilan HAM. Di bidang hukum administrasi negara, norma bisa diberlakukan surut apabila norma hukum yang baru itu memang dengan tegas menyatakan demikian. Ini termasuk surat keputusan yang bersifat beschikking dan einmalig yang menyangkut pengangkatan seseorang dalam jabatan (YIM)