|

PROBLEMATIKA DEPONERING KASUS BIBIT-CHANDRA

Kemarin, Plt Jaksa Agung Darmono mengatakan bahwa langkah apapun yang akan diputuskan Kejaksaan Agung dalam menyikapi penolakan kasasi permohonan pra-peradilan kasus Bibit-Chandra, adalah ibarat buah simalakama. Deponering seperti banyak diusulkan berbagai pihak, bukannya tidak bermasalah. Demikian pula, jika kasus diteruskan ke pengadilan. Kisruh kasus ini sudah berbulan-bulan lamanya tak kunjung selesai. Ini adalah warisan Hendarman Supandji, Jaksa Agung yang menurut Presiden SBY punya tugas-tugas “ajaib” di Kejaksaan Agung. Kasus Bibit-Chandra, barangkali adalah salah satu  tugas ajaib para petinggi Kejaksaan Agung dalam menangani perkara. Setelah kisruh karena berbagai protes, Kejaksaan telah menerbitkan SKPP, meskipun kasus sudah siap dilimpahkan ke pengadilan. Anggoro mempraperadilankan SKPP itu.

Karena alasan penerbitan SKPP lemah, maka SKPP itu dibatalkan oleh hakim pra-peradilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ketika Kejaksaan banding, Pengadilan Tinggi Jakarta menguatkan putusan putusan PN Jakarta Selatan. Menurut KUHAP, sampai di sini perkara selesai. Artinya, Kejaksaan wajib meneruskan perkara Bibit-Chandra ke pengadilan. Namun Kejaksaan Agung masih coba-coba mengajukan PK ke Mahkamah Agung. Biarpun mereka tahu PK itu tidak dimungkinkan oleh undang-undang, tokh  mereka coba juga. Akhirnya MA memutuskan tidak berwenang mengadili permohonan PK itu. Dua kali Kejaksaan Agung lemah dalam memahami dan menerapkan hukum. Pertama, alasan penerbitan SKPP, dan kedua, mengajukan PK atas putusan banding praperadilan. Para pejabat Kejaksaan Agung telah mempermalukan dirinya sendiri ke hadapan publik karena kelemahannya dalam memahami dan menerapkan hukum. Pantaslah jika Presiden SBY menyebut tugas-tugas Kejaksaan Agung itu ajaib. Tugas mereka sebenarnya tidaklah ajaib. Tetapi dalam  melaksanakan tugasnya itulah telah terjadi hal-hal yang ajaib. Kalau keajaiban itu membawa kebaikan dan manfaat yang luar biasa, hal itu sangat mungkin akan membawa ketakjuban. Namun kalau hal-hal ajaib itu membawa mudharat, maka yang ada bukanlah ketakjuban, melainkan keheranan yang membuat orang tercengang tanda  tidak mengerti mengapa hal seperti itu bisa terjadi.

Apa langkah Kejaksaan Agung setelah penolakan PK oleh Mahkamah Agung? Kemungkinannya tinggal dua: deponering atau meneruskan kasus ini ke pengadilan. Entahlah kalau alternatif ketiga yang ditempuh: sekali lagi menerbitkan SKPP. Kalau ini yang dilakukan, maka bertambah lagi hal-hal ajaib yang dilakukan petinggi Kejaksaan Agung. Staf Khusus Presiden bidang hukum Prof  Dr Denny Indrayana,  sejak lama menyarankan agar kasus ini di deponering saja. Konon, beliau telah menyarankan hal seperti itu kepada Presiden, sesaat setelah Pengadilan Tinggi Jakarta menolak  banding Kejaksaan Agung. Mendeponir atau “mengesampingkan suatu perkara” memang diatur dalam Pasal 35 huruf c UU No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan. Jaksa Agung, menurut pasal itu mempunyai “tugas dan wewenang” untuk “mengesampingkan perkara demi kepentingan umum”.

Apa yang dimaksud dengan “kepentingan umum” itu, menurut penjelasan pasal di atas ialah “kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas”. Nah, jika ini alasannya, maka sudah dapat diprediksi dari sekarang bahwa apabila perkara ini dideponir, maka perdebatan baru akan muncul: apakah benar pendeponiran itu adalah demi “kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas”. Banyak argumen akan muncul, masing-masing dengan segala kekuatan dan kelemahannya. Alasan utama untuk mendeponir perkara ini karena Bibit dan Chandra adalah pimpinan KPK yang bertugas memberantas korupsi di negara ini. KPK harus berjalan normal tanpa terganggu dengan kekosongan pimpinannya, andai keduanya diadili. Sebab, kalau keduanya diadili, maka Presiden wajib memberhentikan sementara yang bersangkutan dari jabatannya. Nah, inikah “kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas” itu? Pertanyaan lain yang dapat dikemukakan ialah: benarkah kalau mereka diberhentikan sementara, maka KPK tidak akan berfungsi secara normal dalam menjalankan tugas dan kewajibannya? Apakah tidak ada jalan untuk mengatasi kekosongan itu? Dan seterusnya.

Problematika lain ialah, jika deponering dikeluarkan, secara implisit hal itu mengandung pengakuan bahwa Bibit dan Chandra adalah orang yang memang diduga telah melakukan suatu kejahatan dan bukti-bukti untuk itu telah lengkap sebagaimana telah dituangkan Jaksa dalam surat dakwaan. Deponering beda dengan SP3 atau Surat Penghentikan Penyidikan Perkara. SP3 dikeluarkan karena kasus yang disangkakan telah dilakukan, setelah dilakukan penyidikan yang seksama, ternyata buktinya tidak cukup. Atau landasan hukum yang digunakan ternyata tidak kuat. Maka penyidikan perkara itu dihentikan. Kasus kejahatan yang dilakukan Bibit dan Chandra, oleh Kejaksaan Agung diduga dan diakui  ada serta cukup bukti, hanya saja tidak dituntut ke pengadilan karena perkaranya “dikesampingkan” demi “kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas”, seperti telah saya katakan di atas. Tentu saja kalau asas praduga tidak bersalah diterapkan,  selamanya mereka  tentu mereka harus dianggap tidak bersalah.  Belum/tidak ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang memutuskan mereka bersalah. Bagaimana akan ada, kalau perkaranya memang “dikesampingkan” alias tak jadi dituntut ke pengadilan. Status mereka menjadi menggantung tak jelas ujung pangkalnya. Kalau kedua mereka orang biasa-biasa saja, mungkin depenoring itu biasa-biasa saja. Tapi bagi orang biasa-biasa saja, takkan mungkin ada deponering suatu perkara. Orang biasa-biasa saja kasusnya tidak mungkin dihentikan demi “kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas”. Bagi orang biasa tentu takkan ada hal-hal yang “luar biasa”.

Deponering kasus Bibit-Chandra itu tidaklah biasa karena ada keterkaitannya dengan kedudukan keduanya sebagai pimpinan KPK yang bertugas memberantas korupsi. Kalau tugasnya seberat itu, pertanyaan baru mungkin muncul pula: Bagaimana mungkin orang yang diberi amanah memberantas korupsi, sementara mereka diduga dan diakui  sebagai pelaku kejahatan yang perkaranya dideponering oleh Jaksa Agung. Pertanyaan ini tidak membawa konsekuensi hukum apa-apa. Konsekuensinya hanya di bidang etis. Nantinya setiap orang yang ditangkap KPK paling-paling hanya ngomel (mungkin tidak dizahirkan, tetapi ada di dalam hati). “Ah, saya kok dituduh korupsi oleh orang yang dirinya sendiri aja kejahatan yang mereka lakukan di deponering”. Gimana sih”. Kira-kira begitu omelannya. Namanya saja orang ngomel, sampai di matipun tidak akan membawa konsekuensi hukum apa-apa. Paling-paling sedikit akan mengganggu kewibawaan KPK nantinya. Bibit dan Chandra dikenal sebagai orang baik dan punya reputasi baik. Orang baik dan bereputasi baik, biasanya, hatinya akan merasa tidak enak, kalau ada omelan-omelan seperti saya bayangkan tadi.

Kalaupun deponering dikeluarkan oleh Jaksa Agung, atau Plt Jaksa Agung, bisakah keputusan deponering itu diperkarakan lagi? Tidak mudah menjawab pertanyaan ini. Belum ada yurisprudensi tentang perkara seperti ini. Undang-undang juga tidak berkata apa-apa, tidak membolehkan dan juga tidak melarang. Dalam teori ilmu hukum sebagaimana berkembang di Negeri Belanda deponering adalah pelaksanaan dari “opportuniteit beginsel” atas “asas opportunitas” yang dimiliki sebagai “hak” Jaksa Agung. Namun, Pasal 35 UU No 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan tidak menyebut hal itu sebagai hak, melainkan sebagai “tugas dan wewenang” Jaksa Agung. Kalau itu tugas dan wewenang, maka bukan mustahil keputusan deponering itu akan dapat digugat ke pengadilan, untuk mempertanyakan apakah dalam menjalankan tugas dan wewenang mendeponir perkara itu, Jaksa Agung telah melaksanakan tugas dan wewenang itu dengan alasan yang cukup, yakni sejauh mana deponering itu memenuhi syarat “demi kepentingan umum”, yakni “kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas”.

Kalau ada yang memperkarakan keputusan deponering itu nantinya — kalau langkah ini yang ditempuh Kejaksaan Agung — maka kasus Bibit-Chandra ini akan makin panjang. Bagi kepentingan teoritisi dan praktisi hukum, barangkali orang dapat belajar lebih banyak lagi, dengan membaca apa nanti pertimbangan hukum dan putusan pengadilan tentang makna “mengesampingkan perkara” demi kepentingan umum, yakni “kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas” itu. Kasus ini menjadi sangat menarik bagi mereka yang ingin belajar dan menarik pula menjadi bahan berita media massa. Namun bagi Bibit dan Chandra, apa yang sedari awal dilakukan oleh Kejaksaan Agung dalam menangani kasus mereka, sungguh sangat tidak menyenangkan. Kejaksaan Agung telah membuat nasib dua orang warnganegara yang begitu terhormat kedudukannya, menjadi seperti tidak menentu.  Nasib mereka seperti buih terapung-apung di permukaan air dibawa arus kesana-kemari. Hal seperti ini bisa terjadi pada siapa saja di negara ini. Apa yang menimpa mereka sudah menyangkut harga diri, harkat dan martabat serta nama baik mereka dan keluarganya. Saya  dan banyak orang lain, sangat bersimpati kepada mereka, yang menjadi bulan-bulanan  “keajaiban” Kejaksaan Agung dalam menangani kasus mereka. Bagi KPK sendiri, penanganan kasus ini membawa dampak yang tidak kecil pula, karena menyangkut kewibawaan sebuah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Ketetapan MPR dan undang-undang. *****

Cetak artikel Cetak artikel

Short URL: https://yusril.ihzamahendra.com/?p=439

Posted by on Oct 12 2010. Filed under Politik. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response or trackback to this entry

20 Comments for “PROBLEMATIKA DEPONERING KASUS BIBIT-CHANDRA”

  1. Ass. Prof
    O, iya yang mengajukan gugatan praperadilan SKPP Bibit-Chandra, Anggoro apa Anggodo ya ?. Setahu saya anggodo, memang mirip2 sich nama kakak beradik ini !!!!. Trims.

    Ya, anda benar, yang mengajukan itu Anggodo Widjojo, bukan saudaranya Anggoro. Maklum namanya hampir sama, sehingga saya jadi keliru. Kesalahan dalam teks sudah saya perbaiki. Terima kasih (YIM).

  2. Bismillah. Ajaib juga kehidupan Bibit-Candra ya? Sama ajaibnya dengan Hendarman sebelum ada keputusan MK. Jalan apa yang terbaik buat mereka. Apa bisa dengan grasi dari presiden prof? Wassalam.

    ‘Alaikum salam. Kalau grasi, diberikan oleh Presiden kepada seseorang yang sudah diputus bersalah oleh pengadilan dan mempunyai kekuatan hukum yang tetap (inkracht). Grasi diberikan Presiden atas permohonan yang bersangkutan, keluarganya atau penasehat hukumnya. Dalam kasus Bibit-Chandra ini, belum ada putusan pengadilan seperti itu. Jadi tidak mungkin akan ada grasi. (YIM)

  3. Inilah yang terjadi akibat dari sesuatu yang dimulai dari kebohongan akhirnya susah pula utk menutupinya. Dimulai oleh sebuah rekayasa utk menangkap Bibit Chandra (BC), kemudian karena perkembangan kasusnya yang mengusik rasa keadilan masyarakat banyak, membuat pemerintah berusaha menutupinya. Tetapi ingat yang memulai dulu adalah pemerintah juga. Sekarang mereka kesulitan utk menyelesaikannya. Kalau saya melihat peran SBY besar sekali dalam rekayasa kasus ini utk menutupi Skandal Century yang mau di selidiki oleh KPK dibawah komando BC. Tetapi mengapa yach … masyarakat masih juga berbaik sangka kpdnya?terutama masyarakat kalangan bawah …. kasihan sekali ….

    Apa yang anda katakan mungkin ada benarnya. Lihat juga tulisan saya “Kewibawaan Negara Yang Kian Merosot” di blog ini. (YIM)

  4. Ulasan yang bagus bang YIM, o iya bang YIM. Mo tanya nih mengenai Kapolri?. Kan masa tugas berakhir (memasuki pensiun) 10 Oktober kemaren. Masa jabatan Bambang Hendarso Danuri sebagai Kapolri seharusnya berakhir pada 10 Oktober 2010 disaat usianya genap 58 tahun, diperpanjang juga tidak. Sedangkan pergantian belum terjadi, Pak Timur akan menjalani fit and proper test pada hari Kamis (14/10?10), dapatkah dikatakan Kapolri ilegal dan di gugat ke MK?. Saya sebagai rakyat kecil, jadi bingung nich zaman pemerintahan sekarang, serbat telat posisi penting di negeri ini. Jaksa Agung masih Plt, Jubir Presiden untuk urusan luar negeri (setelah Dino) juga belum diganti, keanggotaan KY diperpanjang dsb. Trims Bang YIM. Bravo buat bang YIM.

    Kebiasaan dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan ialah jika batas usia pensiun seperti polisi, TNI, hakim, jaksa pada tanggal tertentu pada suatu bulan, maka SK pensiunnya diterbitkan terhitung pada akhir bulan itu. Ini berkaitan dengan pembayaran gaji, tunjangan dan sebagainya, yang memang wajib dibayarkan tiap-tiap bulan. Jadi kalau seseorang mencapai usia pensiun, katakanlah pensiun di usia 60 tahun, sementara ybs lahir tanggal 3 Januari 1950, maka SK pensiunnya diterbitkan terhitung mulai tanggal 30 Januari 2010. Di Mahkamah Agung, kalau hal seperti itu terjadi, maka sejak tanggal 3 Januari sampai tanggal 30 Januari, meskipun hakim itu secara resmi belum diterbitkan SK pensiunnya, tapi hakim itu tidak boleh lagi memutus suatu perkara. Ini untuk mencegah timbulnya polemik atas putusan tersebut. Jadi hakim agung tsb seperti “demisioner” keadaannya. Saya kira tradisi di Mahkamah Agung itu patut dijadikan contoh bagi yang lain. Namun dalam pendapat saya, yang terbaik adalah SK pensiun tetap diterbitkan pas pada tanggal kelahiran ybs. Bahwa soal gaji, tidak ada salahnya disebutkan dalam SK pemberhentian/pensiun tetap dibayarkan sampai akhir bulan kelahiran ybs. Ini lebih baik. (YIM)

  5. Apa mungkin begitu:

    Kelihatannya saat ini status DEPONERING paling bagus bagi penguasa untuk Bibit-Chandra (BC).
    Untuk meraih simpati dari masyarakat dan menggunakan BC untuk menangkap koruptor, baik lawan yg benar2 koruptor maupun lawan yg bisa diindikasikan terlibat dalam korupsi.
    Kalau nanti sudah deponering ada yg menuntut lagi, apakah bisa dideponering lagi, begitu seterusnya (istilahnya boleh dilaporkan/dituntut terus, tapi tidak akan digubris kejagung)
    Sampai nanti kalau BC sudah tidak diperlukan dan mengancam kepentingan, baru tiba2 akan muncul tuntutan lagi dan saat itu tidak ada deponering dari kejagung.

    Entahlah. Mari sama-sama kita ikuti akan ke mana arah kasus ini. (YIM)

  6. Semenjak awal kasus Bibit-Chandra mengundang polemik luar biasa hingga Presiden ikut menanganinya. Berbagai ragam dan variasi opini melengkapinya diberbagai media dan wahana. Bang YIM, sebenarnya kasus Bibit-Chandra nich rekayasa apa beneran ya????. Mungkin bang YIM sebagai tokoh politik di Jakarta mendapatkan informasi yang off the record dan tidak terpublikasi ke publik terutama di daerah di luar Jawa, tentunya tinggal di Jakarta dan sebagai orang politik, bisa jadi Bang YIM sudah mendapatkan ya katakanlah “bisik-bisik politik” kasus Bibit-Chandra, mengenai kebenarannya betul gak ada pemerasan, betul gak benar2 ada upaya penyuapan dsblah, Bang YIM. Kayaknya energi berbagai pihak terkuras untuk masalah Bibit-Chandra. Trims.

    Sedikit yang saya perkirakan, telah saya tulis di blog ini “Kewibawaan Negara Yang Kian Merosot”. Silahkan anda baca (YIM)

  7. Asslkm. Prof.
    Setelah membaca ulasan diatas, saya baru mengerti persoalannya. Makasih.
    Maaf jika boleh bertanya, siapa sebenarnya yang dibelakang pak Presiden (orang terdekat bapak SBY) yang kira2 dapat mempengaruhi pikiran beliau sekarang ini.

    Karena jika mendengar statement beliau, semua isinya adalah sesuatu yang sudah tentu seperti itu, meskipun tidak dia ungkapkan orang juga tau harus begitu. Sama saja dengan Kebanyakan Ustdz yang berceramah bahwa mencuri itu haram, judi dsb, yang pencurinya sendiri tau akan hal tersebut (mereka tau kalo mencuri itu haram).

    Apakah disekitar pak presiden sekarang masih ada orang2 seperti pa’ JK (bukan saya membandingkan, karena mendengar pada saat debat Capres, sebenarnya ide besar di negeri ini datang dari pak JK)?

    Ini saya pertanyakan karena jika menilai personalitas anggota dari partai beliau, semuanya menurut saya tidak pernah jujur dengan kata hatinya, setiap kalimat yang keluar, cukup bertentangan dengan yang terjadi dilapangan.

    Wsslam

  8. Bang YIM, kalau persoalan sisminbakum bisa nggak dideponir, kan ada kepentingan umum disana yakni pihak2 yang ingin mengesahkan badan hukum. Truuss, kalau persoalan sisminbakum bang YIM selesai, misalnya aja nich bang. Bang YIM diminta mengajar tetap di Malaysia secara profesional terlepas dari persoalan Indonesia – Malaysia yang sering muncul. Mau gak bang YIM jika diminta kan bang YIM ada kedekatan emosional disana, dan juga disana pendapatan lebih besar. Misalnya gaji ilmuwan disana bisa mencapai 40 juta, sekali lagi terlepas dari persoalan nasionalisme dan persoalan politik ya Bang. TRIMS.

    Saya sendiri keberatan kalau kasus ini dideponir dengan segala akibat hukumnya seperti saya kemukakan dalam tulisan di atas. Lagi pula saya merasa tidak cukup alasan bagi Kejaksaan Agung untuk mendeponir perkara ini. Kalau sekiranya diterbitkan SP3 (Surat Penghentian Penyidikan Perkara) karena tidak cukup bukti dan alasan hukum yang disangkakan lemah, saya dapat menerimanya. Tentang tawaran mengajar di Malaysia, memang sejak tahun 1990 telah mereka tawarkan, bahkan lebih jauh waktu itu saya ditawari agar menjadi warganegara Malaysia saja. Waktu itu saya menolak, karena ingin pulang mengingat saya lahir di Indonesia dan mencintai negara ini. Saya mungkin akan berpikir ulang jika kasus Sisminbakum yang penuh dengan kepentingan politik dan rekayasa ini akhirnya menyebabkan saya dihukum, walau sehari saja. Ini berarti saya tidak dapat lagi ikut dalam kegiatan politik di tanah air. Perjalanan politik saya dibunuh dengan cara-cara yang tidak fair. Mungkin juga setelah itu saya akan meninggalkan negara ini. Tokh untuk apa lagi saya tinggal di sini. Intelektualisme dan aktivisme telah menjadi bagian dari hidup saya. Saya tidak bisa hanya menjadi seorang yang murni akademisi, tanpa terlibat ke dalam persoalan-persoalan masyarakat, bangsa dan negara. (YIM)

  9. Aslm..
    Prof, apakah ada indikasi kriminalisasi kpda Bibit-Candra untuk melemahkan KPK?

    Mungkin saja dulu maksudnya begitu. Ini telah saya singgung dalam tulisan saya di blog ini “Kewibawaan Negara Yang Kian Merosot”. Silahkan anda baca (YIM).

  10. Assalamu’alaikum. Bang YIM setelah saya membaca artikel di atas saya mendapat suatu pencerahan di bidang hukum yg cukup luarbiasa, saya sepaham dengan apa yg Abang sampaikan bahwa langkah jaksa agung dalam mengambil suatu keputusan dengan menerbitkan SKPP dan PK merupakan langkah yg sengaja dan tahu konsekuensinya, dan sarat dengan unsur hubungan bawah tanah yg memberikan konsekuensi terbalik, tetapi di mata publik terlihat baik. yg ingin saya tanyakan apakah pandangan saya itu tepat?

    ‘Alaikum salam. Apa yang anda katakam mungkin ada benarnya. Kecuali para petinggi Kejaksaan Agung memang benar-benar bodoh, mereka seharusnya tahu bahwa alasan sosiologis yang digunakan untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) adalah lemah, karena alasan seperti itu tidak ada landasan hukumnya untuk dijadikan argumen. Pantas saja ketika Anggodo mengajukan pra-peradilan, SKPP itu ditolak oleh Hakim dan harus dibatalkan oleh Kejaksaan Agung. Putusan banding sama hasilnya. Petinggi Kejaksaan Agung sepantasnya mengerti aturan hukum, bahwa dalam perkara pra-peradilan, putusan banding adalah final. Tidak ada upaya kasasi. PK juga tidak dimungkinkan oleh UU Kekuasaan Kehakiman, karena tegas-tegas dikatakan bahwa MA tidak dapat memeriksa permohonan PK atas putusan pra-peradilan. Tapi Hendarman Supandji waktu itu ngotot mengajukan PK, mungkin mau berspekulasi. Hasilnya, MA menolaknya dengan alasan tidak memenuhi syarat formil untuk diperiksa.

    Oleh orang awam, mungkin benar apa yang anda katakan, seolah-olah apa yang dilakukan Kejaksaan Agung terlihat hebat. Tapi bagi orang yang mengerti hukum, apa yang mereka lakukan sungguh aneh. Inilah yang saya artikan dari ucapan Presiden SBY bahwa Hendarman itu punya tugas-tugas ajaib di Kejaksaan Agung. Malangnya, tugas-tugas ajaib itu malah tidak mendatangkan keajaiban apapun, kecuali mempermakukan Kejaksaan Agung sendiri.(YIM)

  11. “Saya mungkin akan berpikir ulang jika kasus Sisminbakum yang penuh dengan kepentingan politik dan rekayasa ini akhirnya menyebabkan saya dihukum, walau sehari saja. Ini berarti saya tidak dapat lagi ikut dalam kegiatan politik di tanah air. Perjalanan politik saya dibunuh dengan cara-cara yang tidak fair. Mungkin juga setelah itu saya akan meninggalkan negara ini”, demikian dikatakan YIM dalam jawaban atas komentar di atas.

    Mengapa harus begitu bang, sampai meninggalkan negara ini? Toh khan dari cara pandang YIM kasus ini adalah rekayasa dan kezaliman penguasa. Natsir dan Agus Salim juga pernah dizalimi tetapi tetap di Indonesia dan terus berjuang untuk Indonesia. Saya terkejut dengan statement di atas apalagi diucapkan oleh orang sangat menyelami semangat dan menganggap Natsir sebagai panutan.

    Anda benar juga. Saya harus memikirkan segala sesuatunya dalam-dalam sebelum saya mengambil keputusan final nantinya. Di zaman Agus Salim dan Natsir aktif dalam dunia politik, belum ada aturan hukum seperti sekarang. Sekarang ada belasan aturan undang-undang yang melarang seseorang yang pernah dijatuhi hukuman dengan ancaman hukuman di atas lima tahun, walau hanya dihukum sehari saja, untuk aktif dalam kegiatan politik secara resmi. Untuk maju menjadi calon Kades saja tidak bisa lagi. AM Fatwa dan lain-lain dihukum oleh Pemerintah Presiden Suharto atas dakwaan melakukan subversi. Ini adalah pidana politik. Sebab itu, ketika rezim berganti, AM fatwa dan lain-lain diberi amnesti oleh Presiden. Beliau aktif lagi di politik sampai menjadi Waki Ketua DPR. Kalau saya sungguh beda. Saya didakwa dengan UU Korupsi. Ini bukan pidana politik. Ini kejahatan besar yang menjadi musuh seluruh rakyat. Sungguh mengerikan sebenarnya didakwa dengan undang-undang ini, walau kita tahu ada rekayasa politik dibalik semua itu. Kalau saya dipidana dengan undang-undang ini, apakah akan ada amnesti seperti dilakukan terhadap AM Fatwa? Kecil sekali kemungkinan untuk itu. Anwar Ibrahim boleh dipenjara 8 tahun di Malaysia. Tapi setelah bebas, dia aktif lagi di politik tanpa ada aturan hukum di negara itu yang melarangnya. Di negara ini ada belasan undang-undang yang mengatur seperti itu, yang tidak mudah juga untuk merubahnya. Ini sekedar bahan kita berdiskusi untuk memperluas cakrawala pemikiran kita. Pak Muksin MK juga mengemukakan pandangan yang lebih kurang sama dengan anda. Saya sungguh menghargai pandangan-pandangan yang berbeda itu. Hanya kadang-kadang saya berpikir, sesungguhnya Allah Ta’ala menciptakan bumi untuk kita tinggali bersama sebagai umat manusia. Tetapi manusialah yang memilah-milah bumi dan menciptakan batas-batas tertentu menjadikannya sebagai negara-negara seperti kita kenal sepanjang sejarah. Orang seperti Ibnu Khaldun, Imam Syafii dan lain-lain para mujahid dan intelektual besar dalam sejarah Islam, bisa berpindah-pindah dari satu negara ke negara lain. Saya belum yakin betul sikap mereka salah. Namun dari lubuk hati yang paling dalam, saya sesungguhnya mencintai negeri dan negara ini, tempat saya lahir dan dibesarkan. Namun ketentuan-ketentuan hukum seperti saya katakan tadi, patut pula menjadi bahan renungan bagi kita semua. Apakah kita telah membuat sesuatu yang benar, ataukah kita memang salah dalam merumuskannya?

  12. Yang menarik dari persoalan Bibit-Candra adalah jika punya otak secubit saja, maka urat tawa akan bergetar. Dagelan ini terlampau konyol, serupa pula dengan kasus sisminbakum. Belum lagi kasus Susno?

    Siapa sih penjahatnya?

  13. Saya sangat setuju dengan pendapat bang yusril, lanjutkan ke pengadilan. Lebih baik kita kehilangan waktu satu atau dua tahun tapi masalah clear sampai keakar-akarnya dari pada kita memelihara ular ular dan buaya buaya yang bikin kacau kehidupan negara samapai bertahun tahun dan tak ada akhirnya. Kalaupun KPK jadi mandul, dak apa untuk sementara waktu. YAng penting kita bisa menyapu bersih “ULAR ULAR DAN BUAYA BUAYA SERTA TIKUS TIKUS” PERUSAK NEGARA. dalam waktu itu Yang perlu kita kawal sekarang adalah provil kapolri dan jaksa agung, serta pengadilan yang bersih, adil dan amanah. Kita mau tahu siapa otak dan pelaku lapangannya. seperti halnya hendarman supanji, BHD, dan aktor intelektualnya (saya yakin petinggi2 partai besar seperti golkar dan demokrat berada dibelakang ini semua) yang dorong2 kasus bibit candra, mereka juga harus di tuntut balik jika hasil pengadilan bibit candra menang. kita cuci negara ini dari generasi yang brengsek dan bedebah, untuk mempersiapkan generasi yang bersih, optimis dan amanah sebagai kalifah di negeri tercinta ini. Bung Yusril anda tidak perlu pindah ke malaysia, Negara besar ini butuh orang2 seperti bung. Jangan menyerah dengan keadaan bung, kami ada di belakang anda. KIta Lawan…!!!!! karena menegakan kebenaran adalah JIHAD bung, percayalah anda akan dikenang sepanjang masa sebagai sosok yang berarti bagi negeri ini. Kalau pun bung sampai ditahan, bukankah oleh pemimpin yang lalim bung, BECIK KETITIK OLO KETORO, dan pada saat itulah kita akan lakukan REVOLUSI UNTUK REFORMASI PEMERINTAHAN BEDEBAH INI. Rakyat indonesia semua tahu negeri kita sekarang ini dipimpin para bedebah. Yang sabar dan kuatkan hati bung. JER BASUKI MAWA BEYA. Pada saatnya anda akan berada dipuncak kejayaan bersama kami Rakyat Indonesai. Kami perlu panutan dan pemimpin seperti anda Bung. Jangan kecewakan kami dan para pahlawan negeri ini. KITA LAWAN BUNG….!!!

  14. Assalamu’alikum Prof.
    “Perjalanan politik saya dibunuh dengan cara-cara yang tidak fair. Mungkin juga setelah itu saya akan meninggalkan negara ini. Tokh untuk apa lagi saya tinggal di sini”.
    Alinea ini sangat menarik tetapi sedikit bertentangan dengan alinea sebelumnya : Waktu itu saya menolak, karena ingin pulang mengingat saya lahir di Indonesia dan mencintai negara ini.
    Kira-kira kalau bang YIM meninggalkan negara Indonesia, negara mana yang paling cocok untuk mengembangkan karir maupun intelektual Bang YIM ….
    Selanjutnya : “Saya mungkin akan berpikir ulang jika kasus Sisminbakum yang penuh dengan kepentingan politik dan rekayasa ini akhirnya menyebabkan saya dihukum, walau sehari saja. Ini berarti saya tidak dapat lagi ikut dalam kegiatan politik di tanah air”.
    Kita tahu bahwa banyak para tokoh muslim sejak zaman dulu, sebut saja Imam Hambali, ibnu taimiyah dll. yang di penjara bahkan sebagian dari mereka sampai wafat di penjara toh mereka tetap berkarya dan ilmu mereka tidak ikut terkubur .. saya melihat bang YIM sudah banyak berkarya dan tidak akan dilupakan orang hanya karena di tahan.. bahkan sebaliknya, jasa dan keberanian bang YIM tetap akan dikenang sampai akhir zaman .. terima kasih .
    Wassalam

  15. Assalamu’alaikum Bung YIM
    Tulisan anda diatas sangat bermanfaat bagi saya dan mungkin masyarakat yang awam hukum, terhadap permasalahan yang sebenarnya dari jurus-jurus silat lidah para petinggi kejaksaan agung yang dipuji oleh presiden kita sebagai tugas ajaib Kejaksaan Agung. Saya menjadi mengerti mengapa jaksa agung (herdaman supanji) yang ajaib itu berusaha untuk dipertahankan oleh presiden sby dengan cara-cara yang maunya ajaib juga. Tapi jurus ajaib yang hendak dilakukan oleh presiden digagalkan oleh MK atas permintaan anda. Saya dan mungkin masyarakat awam hukum sangat berharap anda terus memberikan tulisan-tulisan/ulasan-ulasan persoalan hukum yang ada di negeri ini agar masyarakat menjadi lebih mengerti dan lebih objektif terhadap ulah para pemimpin kita yang berusaha membodohi rakyatnya sendiri dengan jurus-jurus ajaibnya. Prof Denny Indrayana sudah tidak dapat diharapkan lagi dapat berfikir dan bertindak objektif, karena sudah terlanjur menikmati empuknya takhta dan harta sehingga takut kehilangan kenikmatan tersebut. Ilmu dan kepandaian Denny Indrayana tidak lagi bermanfaat bagi masyarakat, hanya bagi dirinya sendiri. Bahkan, apa yang dilakukan Denny terkesan hanya menjerumuskan dan membodohi masyarakat demi keuntungan pribadi dan golongannya. Semoga Bung YIM tidak tertular penyakit Denny Indrayana. Pertahankan objektifitas Bung YIM demi ummat/masyarakat yang sangat membutuhkan kepandaian dan keilmuan Bung YIM dalam memahami jurus-jurus ajaib petinggi hukum kita. Semoga Allah memberi kekuatan iman dan melindungi Bung YIM. Amiin.

    Insya Allah. Salam kembali (YIM)

  16. Bismillah. Kata mungkin, saya fikir disitu kuncinya, YIM bisa ya or tidak tinggalkan negeri ini. Dengan ada jawaban yang menyatakan ‘mengingat lahir di Indonesia dan mencintai negara ini’. Kita lebih berharap YIM tetap di Indonesia walau tidak harus seperti Imam Hambali atau Ibnu Taimiyah. Kedua ulama itu bukan politisi atau tokoh partai seperti YIM. Tidak ada pembunuhan karakter melalui media, langsung ditangkap dan dipenjara. Sedang YIM dibunuh dulu karakternya, walau belum ditahan dan dipenjara. Tapi sikap kedua ulama itu patut dicontoh. Seperti juga M. Natsir dan tokoh Masyumi. Mereka didzalimi, ditangkap tapi tidak ada keinginan keluar negeri. Nah, sebagai murid mereka, maka sudah selayaknya kita mencontoh mereka. Wassalam.

  17. “Visi bisa jadi adalah kekuatan terbesar kita. Ia selalu membangkitkan daya dan kesinambungan hidup; Ia membuat kita memandang masa depan dan memberi kerangka tentang apa yang belum kita ketahui.” Li Ka Shing, Milyuner Hongkong

  18. Suatu ketika ketika pulang kerja, saya bertanya kepada istri saya, “bu’ apa kabar YIM ‘Persiden Ayah…!’ sudah lama tidak terlihat. “Mungkin dia kecewa terhadap pemimpin di negeri ini yang memimpin sesuka hatinya. Kan banyak rekayasa kasus saat ini. Lagi pula, yang namanya orang Sumatera di Ibu Kota tidak boleh memimpin. Kalau dia (Orang Sumatera) berpengaruh, maka hukumannya adalah dibunuh karakternya, di penjara dengan tuduhan yang tak masuk akal. Toh Mbah Priok saja yang sudah lama wafat, namun berpengaruh, makamnya saja digusur. Betapa tidak, Mbah Priok “menghipnotis” masyarakat Muslim untuk berziarah ke makamnya. Itu kan pengaruh juga… Yang mati saja dibasmi, apa lagi yang masih hidup seperti Bung YIM, Antasari Azhar, dan Susno Duadji.” kata istri saya sambil menyajikan segelas kopi. Istri saya menyarankan agar Tokoh Politik Tingkat Nasional dan daerah supaya bersatu untuk melawan penindasan tersebut. Upayakan KPK ungkap kasus DANA TALANGAN BANK CENTURY.

  19. ASS.W.W

    Keputusan MK mengenai BHD, Kasus Bibit
    chandra merupakan bukti lemahnya penguasaan
    pengetahuan dan ketaatan hukum oleh oleh
    penegak hukum sendiri. Ini merupakan kelemahan
    mendasar yang harus segera diatas.
    Oleh karena itu jangan heran dan bertanya mengapa
    kasus BLBI yang jumlahnya mencapai kurang lebih
    Rp 670.000.000.000.000 tidak diketahui rimbanya
    dan terakhir kasus BANK CENTURY belum tuntas.
    Kalau begini apa yang diharapan untuk penegakan hukum.
    Semoga PAK YUSRIL berjuang secara konsisten didalam
    penegakkan hukum sehingga menjadi LAKSAMANA PENEGAKKAN
    HUKUM.

  20. Prof. YIM, saya sungguh terkesima dan haru dengan komentar balik Prof trhdp komentar Bung FS. Saya termasuk yang setuju jika terpaksa Prof harus jadi WN Malaysia, apalagi Prof menuturkan bagaimana riwayat para ulama besar Islam dahulu seperti Ibn Khaldun dll. Benar Prof, pada masa Daulah Khilafah Islamiyah dulu sejak Rarulullah saw sampai runtuhnya Khilafah Utsmaniyah di Turki, berlaku “di manapun terdengar suara adzan maka di situ tanah airmu” kata Nabi saw. Makanya,saya tidak heran dalam tulisan Prof terdahulu (kalau tidak salah “Mengenang masa kecil”) kakek Prof (Alm. Haji Zainal) hanya mamajang foto/gambar Sultan Abdul Hamid II (khalifah Islam terakhir) saja, bukan foto Wilhelmina, Soekarno apalagi Soeharto di rumah beliau (yang konon akhirnya terbakar). Sayang, itu bukti bahwa beliau – kakek Prof lebih faham daripada para-ulama kiwari atau bestari-muslim muta’akhirin dan kaum muslimin kini yang menjadikan negara-negara nasionalis-ashabiyah-nya sebagai “harga mati”, pdhl kesatuan umat Islam universal adalah sudah janji Allah dan itu harus diwujudkan. Singkat kata, ibarat “perceraian adalah perbuatan halal tapi dibenci Allah”, maka cerai dengan NKRI bukan suatu yang perbuatan yang haram dan dibenci Allah, kalimat “membela negara sebagian dari iman” itu ternyata memang bukan hadits melainkan salah satu bait terakhir dari kidung Yahudi (Shefer qabbalah) alias hadits israiliyat. Tak ada guna apalagi pahalanya bertahan di negeri ini jika negaranya sendiri menzhalimi warga-warga terbaiknya, lebih baik hidup di negeri orang tapi bisa dihargai dan malah bisa membela saudara-saudara (bangsa) sendiri di negeri orang. Saya sangat yakin Prof bisa menjadi perekat antara Malaysia dan Indonesia sebagai sama-sama orang Melayu dan muslim (menyongsong tibanya lagi kesatuan umat Islam yang universal, sedunia). Benar seperti pernah saya dengar kata-kata Prof bahwa “Jika ada Negeri Sembilan, lalu di mana negeri-negeri kesatu sampai kedelapannya?”, di mana lagi kalau bukan di Indonesia. Kaum muslimin di seluruh dunia termasuk di Nusantara ini, tidak akan terpecah-belah kalau bukan karena ulah “kader-kader freemasonry” yang merupakan antek-antek zionis, yang mereka semua adalah para penyembah mbah-setan alias dajjal la’natullah, termasuklah budak-budak mereka di negeri ini yang mengendalikan perekonomian dan media massa, serta perusak bangsa sendiri demi kepentingan asing dan diri sendiri. Sudah seharusnya kini kaum muslimin semakin menyadari akan betapa bobrok dan lemahnya sistem-sistem yang dibuat oleh manusia dengan akal-terbatas dan hawa nafsunya. Saya yakin dan doakan, ke depan setelah kasus demi kasus hukum “aneh bin ajaib” di negeri ini sebagai produk “demokrasi” – sistem yang “mahal tapi murahan”, Prof bakal jadi pemimpin pejuang yang berpotensi untuk menyatukan kembali kaum muslimin sedunia dengan akal dan pikiran yang cerdas, jernih, cemerlang dan cepat tanggap, bukan dengan kekerasan. Saya tidak hanya merindukan sosok Cheng Ho pada pribadi Prof, tapi juga sosok Shalahuddin Al-Ayyubi, yang saya pikir tidak mungkin punya armada dan angkatan perang yang tangguh tanpa otak yang brilian dan tentunya mengedepankan syariat yang diturunkan Allah, karena hanya dengan itu saja “Islam menjadi rahmat bagi semesta alam”. Prof saat ini merupakan salah satu korban dari “sistem demokrasi” yang telah memposisikan “wahyu Allah dan sunnah Rasul” rendah di bawah parlemen, karena harus dipertimbangkan apalagi divoting sejajar dengan segala aturan produk akal manusia dan hawa nafsunya yang terbatas dan rendah. Terus berjuang, Prof. Trims, wassalam ww

Leave a Reply