- Yusril Ihza Mahendra - https://yusril.ihzamahendra.com -

ANE JUAL ENTE BELI, AYO KITA KE MK LAGI!

Kapuspenkum Kejaksaan Agung Babul Khoir Harahap mengatakan kemarin, pihaknya mempersilahkan  saya untuk mengajukan permohonan uji tafsir Pasal 65 dan 166 ayat (3) dan (4) KUHAP ke Mahkamah Konstitusi. “Pengajuan uji tafsir itu sepenuhnya hak Yusril” kata babul Khoir, dan Kejaksaan Agung menghormatinya. Kalau sudah begitu, sayapun berterima kasih dan mengangkat tabik tanda menghormat kepada Babul Khoir sambil berkata: “Siap Komandan!”. Ini artinya, kalau dulu Hendarman Supandji yang mengajak saya ke pengadilan ketika saya menyoal ketidaksahan Jaksa Agung, sekarang sebaliknya. Saya yang mengajak, mereka yang mempersilahkan. Jadi kalau dulu, saya  mengutip istilah Premen Betawi “Ente Jual Ane Beli”, sekarang keadaannya sudah berbalik “Ane Jual Ente Beli”.  Maka, Insya Allah Senin, 18 Oktober 2010 nanti, permohonan uji tafsir tersebut akan saya daftarkan di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. Kedudukan hukum atau “legal standing” saya dalam mengajukan perkara, kiranya jelas karena status saya kini adalah Tersangka. Sebagai Tersangka, saya merasa ada hak-hak konstitusional saya sebagai warganegara yang dijamin oleh UUD 1945 yang  dilanggar dan dirugikan karena penafsiran yang keliru atas ketentuan Pasal 65 dan Pasal 116 ayat (3) dan (4) oleh lembaga penegak hukum, dalam hal ini Kejaksaan Agung Republik Indonesia.

Dalam perkara uji tafsir nanti, tentu Jampidsus Amari dan Kapuspenkum Kejaksaan Agung Amari akan mendapatkan tempat yang terhormat, oleh karena Mahkamah Konstitusi akan menguji  manakah tafsir yang benar dalam memahami ketentuan  Pasal 65 dan 116 ayat (3) dan (4) KUHAP: tafsiran saya ataukah tafsir yang diberikan oleh Amari dan Babul Khoir. Atau kemungkinan ketiga, MK akan mengatakan dua-dua penafsiran kami salah, sehingga MK akan membuat tafsir sendiri atas ketentuan itu, dengan melihat konstitusionalitasnya jika dihubungkan dengan beberapa Pasal di dalam UUD 1945, terutama pasal yang mengatur prinsip negara hukum (Pasal  1 ayat 3), prinsip persamaan kedudukan di hadapan hukum (Pasal 27 ayat 1), jaminan kepastian hukum yang keadilan dan persamaan di hadapan hukum (Pasal 28D ayat 1), prinsip memperoleh kesempatan dalam mencapai persamaan dan keadilan (Pasal 28H ayat 2) dan prinsip pengakuan atas hak asasi manusia (Pasal 28J).

Saya katakan Amari dan Babul Khoir mendapat tempat yang terhormat, oleh karena sebagai pejabat di jajaran eksekutif pemerintahan, atasannya yang tertinggilah, yakni Presiden, yang akan dipanggil oleh MK untuk menyampaikan keterangan tafsir atas Pasal 65 dan Pasal 116 ayat (3) dan (4) itu, bukan Amari dan Babul Khoir.  Tentu Presiden dapat menunjuk kuasa hukum.  Selain Presiden, DPR juga akan dipanggil untuk dimintai keterangannya mengenai maksud dari Pasal 65 dan 116 ayat (3) dan (4) KUHAP itu.

Bunyi ketentuan Pasal 65 KUHAP adalah “Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan baginya”. Pasal 116 ayat (3) mengatakan “Dalam pemeriksaan tersangka ditanya apakah ia menghendaki didengarnya saksi yang dapat menguntungkan baginya dan bilamana ada maka hal itu dicatat di dalam berita acara”. Ayat (4) mengatakan “Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) penyidik wajib memanggil dan memeriksa saksi tersebut”.

Saya menafsirkan pasal 65 itu ialah setiap tersangka yang menjalani pemeriksaan,  berhak untuk mendatangkan seorang saksi atau ahli yang akan menguntungkan dirinya. Siapa saksi dan ahli yang akan menguntungkan itu diserahkan sepenuhnya kepada tersangka tersebut. Dialah yang menilai apakah saksi atau ahli itu akan menguntungkan dirinya atau tidak.  Saya juga menafsirkan bahwa dalam Pasal 116 ayat (3) KUHAP setiap tersangka dalam proses pemeriksaan,  penyidik wajib bertanya kepada tersangka apakah ia menghendaki didengarnya keterangan dari saksi yang akan menguntungkan dirinya. Siapa saksi yang akan menguntungkan itu sepenuhnya diserahkan kepada tersangka. Penyidik tidak boleh mempersoalkan dan menilai siapa saksi yang dianggap tersangka iakan menguntungkan dirinya itu”.  Sementara terhadap ayat (4) saya menafsirkannya bahwa dalam hal tersangka menghendaki adanya saksi yang menguntungkan dirinya, maka penyidik wajib untuk memanggil dan memeriksa saksi atau saks-saksi itu. Tidak ada kewenangan penyidik untuk  menolak untuk memanggil dan memeriksa saksi atau saksi-saksi itu, biarpun saksi-saksi itu adalah Presiden, mantan Presiden atau pejabat negara lainnya.

Tafsir Amari  mengenai dua aturan KUHAP ini, telah saya kutip dalam dalam tulisan kemarin di blog ini. Supaya fair, di bawah ini saya kutipkan tafsir Babul Khoir sebagaimana diberitakan  berbagai media, termasuk Detik.com kemarin petang.  Babul Khoir mengatakan bahwa pengajuan saksi-saksi yang meringankan memang diatur dalam Pasal 65 dan 116 KUHAP. Tidak ada larangan untuk mengajukan saksi-saksi meringankan tersebut.  “Tidak ada larangan untuk mengajukan saksi-saksi meringankan tersebut. Namun, hendaknya seorang saksi harus memiliki kaitan dengan kasus yang dituduhkan pada seorang tersangka atau terdakwa. Tentunya saksi itu haruslah melihat, mendengar, dan mengalami kejadian terkait kasus yang dialami si tersangka”.  Oleh karena Babul Khoir menganggap saksi  meringankan yang saya ajukan yakni Megawati Sukanoputri, Jusuf Kalla, Kwik Kian Gie dan Susilo Bambang Yudhoyono tidak memenuhi kualifikasi tersebut, maka dia mengatakan bahwa saksi itu tidak relevan. Maka Kejaksaan Agung menolak untuk memanggil para saksi terebut. Tafsir Amari hakikatnya sama dengan tafsir Babul Khoir.

Selanjutnya babul Kohoir mengatakan “Dalam hukum acara pidana, saksi meringankan biasanya hanya dihadirkan saat proses persidangan di pengadilan melalui penetapan Majelis Hakim. Setelah adanya penetapan, menjadi tugas jaksa untuk menghadirkan saksi tersebut”. Namun, tidak berarti juga ada larangan untuk meminta keterangan kepada saksi meringankan tersebut saat masih proses penyidikan. Karena tidak ada aturan seperti itu dalam KUHAP. Itulah tafsiran Babul Khoir. Biarlah nanti kita serahkan kepada MK, tafsir mana yang benar, tafsir saya atau tafsir Amari dan Babul Khoir. Atau mungkin MK sendiri yang akan memberikan penafsiran. Atau mungkin juga MK mengatakan kedua Pasal KUHAP tersebut tidak perlu ditafsirkan lagi karena isinya telah jelas. Aparatur penegak hukum wajib melaksanakan aturan itu. Artinya, Kejaksaan Agung wajib memanggil nama-nama saksi yang saya ajukan. Bisa  juga putusannya demikian.

Pengujian tafsir ini bagi saya sangat penting, bukan saja bagi saya pribadi, tetapi juga bagi jutaan orang yang tinggal di negara ini, yang mungkin suatu ketika terpaksa berurusan dengan penyidik, baik dari kepolisian maupun dari kejaksaan. Biar rakyat mengerti hak-hak mereka kalau suatu hari mereka menjadi tersangka. Biar juga penyidik juga tahu apa kewajiban mereka sebagaimana diperintahkan oleh undang-undang. Pada prinsipnya saya berpendapat hak dan kewajiban haruslah seimbang. Penyidikan harus dilakukan secara jujur dan objektif, dan hukum tidak boleh ditafsirkan semaunya sendiri  oleh siapapun yang menyimpang dari maksud ketentuan hukum itu sendiri. Ini semua demi keadilan yang menjadi esensi dari penegakan hukum itu sendiri.*****