“Keterangan Kepuspenkum Kejaksaan Agung baik dalam edisi terbit maupun online www.rakyatmerdeka.co.id hari ini, tidak membuat masalah menjadi jernih”, demikian dikatakan Yusril Ihza Mahendra kepada RM Online hari ini (3/1/2011).
Masalah yang dikemukakan Babul dan dianggap Yusril sebagai kebohongan publik ialah pernyataannya bahwa Kejagung meneruskan proses terhadap dirinya, telah sesuai dengan putusan Mahkamah Agung dalam perkara Yohanes Woworuntu dan Putusan MK tentang uji materil UU No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan. Yusril menilai statemen Babul itu tidak didasarkan atas fakta yang termaktub dalam kedua putusan itu. Jaksa memang mendakwa Yohanes melakukan korupsi bersama-sama dengan sejumlah nama serta Yusril Ihza Mahendra.
Namun dalam pertimbangan hukum putusan yang diketuai oleh hakim agung Artidjo Alkotsar itu, yang disebut terbukti melakukan korupsi bersama-sama dengan Yohanes itu hanyalah Romli Atmasasmita. Dalam diktum putusan, hanya menyebutkan Yohanes terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi. Tidak disebutkan dia terbukti melakukan korupsi bersama-sama dengan orang lain. Sementara Romli sekarang dilepaskan oleh MA dari segala tuntutan hukum.
Dalam putusan MK tentang uji materi UU Kejaksaan, tidak ada amar putusan yang memerintahkan Kejaksaan Agung untuk meneruskan penyidikan kasus Sisminbakum, seperti dikatakan Babul. Yusril memang mengajukan permohonan provisi, agar proses penyidikan atas dirinya ditunda, sampai perkara di MK selesai. Permohonan provisi ditolak, karena MK berpendapat penyidikan adalah kewenangan penyidik. Jadi tidak terkait dengan sah atau tidak sahnya kedudukan Jaksa Agung.
Keterangan Babul yang dimuat RM samasekali tidak mengklarifikasi masalah di atas. Saya tidak yakin Babul membaca kedua putusan lembaga peradilan tertinggi itu dengan seksama, sehinga omongannya terkesan asbun. Sementara, sumber Kejaksaan Agung menyinggung putusan Samsudin Manan Sinaga yang kini inkracht dan putusan Zulkarnain Yunus oleh PN Jakarta Selatan. Sejauh menyangkut apa yang dilakukan Menteri, terkait dengan dua putusan ini, pertimbangan majelis hakim sama, yakni kebijakan Pemerintah dan kebijakan Menteri Kehakiman dan HAM tentang Sisminbakum dibenarkan. Tidak ada kerugian negara, karena biaya akses Sisminbakum bukanlah PNBP, seperti yang didalilkan Kejaksaan Agung. Juga tidak ada unsur melawan hukum sampai di tingkat itu.
Samsudin dihukum karena dia terbukti menggunakan uang bagian Ditjen AHU untuk kepentingan pribadinya. Meskipun uang tersebut belum menjadi uang negara, namun menurut majelis hakim MA, uang tersebut “dikuasai” oleh negara. Samsuddin menjadi Dirjen di masa Hamid Awaluddin. Sementara putusan Zulkarnain, keluar sebelum adanya putusan kasasi MA atas perkara Romly, sehingga masih mengacu pada putusan PN Jakarta Selatan dan PT Jakarta sebelumnya. Pertimbangan hukum putusan Zulkarnain intinya menegaskan bahwa pada saat biaya akses masih berada pada PT SRD dan Koperasi, maka belum terjadi korupsi. Namun, ketika biaya akses dibagi antara Koperasi dengan Ditjen AHU, maka bagian Ditjen AHU tersebut harus disetorkan ke kas negara sebagai “penerimaan lain-lain”.
Karena tidak disetorkan, maka terjadilan korupsi, sehingga Zulkarnaen diputus bersalah. Namun, putusan kasasi MA tentang Romli menganulir putusan ini. Zulkarnaen sekarang sedang dalam proses mengajukan banding. Soal pembagian biaya akses antara Koperasi dengan Ditjen AHU itu samasekali tidak ada kaitannya dengan Menteri Kehakiman dan HAM. Baik pertimbangan hukum maupun diktum putusan pengadilan tentang masalah ini jelas sekali. Karena itu, Yusril berharap, aparat Kejaksaan Agung hendaknya membaca semua putusan dengan seksama, sehingga tidak terkesan mengada-ada dan membuat statemen yang membingungkan publik. *****
| Reply | Forward |