- Yusril Ihza Mahendra - https://yusril.ihzamahendra.com -

WAWANCARA YUSRIL DENGAN RAKYAT MERDEKA

WAWANCARA
Yusril Ihza Mahendra: Yang Bisa Jawab Fee Sisminbakum PNBP atau Bukan,  Hanya SBY, Bukan JK atau Kwik­
Selasa, 04 Januari 2011 , 03:23:00 WIB

RMOL. Pertarungan bekas Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra dengan Kejaksaan Agung dalam kasus Sisminbakum, terus berlanjut. Yusril berharap Kejagung segera mengeluarkan SP3 sehubungan dengan vonis bebas yang diterima Romli Atmasasmita dari MA, dalam kasus yang sama.

Tapi, Kejagung menolaknya. Dan terus melanjutkan perkara yang membuat Yusril menjadi salah satu tersangkanya.

Sebagai buktinya, besok (Rabu, 5/1) Kejagung berencana akan memanggil bekas Wapres Jusuf Kalla dan bekas Menko Ekuin Kwk Kian Gie. Bagaimana komentar Yusril atas langkah Kejagung ini.

Berikut kutipan wawancara selengkapnya dengan Yusril, kemarin:

Kejaksaan akan memanggil JK dan Kwik Kian Gie dalam kasus Sisminbakum, apa yang Anda persiapkan terkait hal itu?
Kami juga sedang memper­siapkan diri dan jawaban-jawa­ban. Pak JK dan Kwik juga sudah menelaah berbagai dokumen-dokumen karena hari Rabu (5/1) itu beliau-beliau dipanggil ke­jaksaan untuk dmintai keterangan sehubungan dengan kasus Sis­min­bakum dari segi awalnya. Walaupun sebenarnya apa yang diterangkan Pak Jusuf dan Pak Kwik itu sebenarnya sudah di­muat di dalam putusan MA ten­tang kasusnya Pak Romli. Jadi sekarang ini barangkali kejaksaan hanya ingin memperkuat, karena Pak JK dan Pak Kwik sudah mem­berikan keterangan tertulis pada kejaksaan, karena mereka menunggu sekian lama dan ternyata baru kali ini dipanggil.

Tetapi pemanggilan baru sam­pai pada JK dan Kwik, se­mentara SBY dan Megawati belum?
Saya sampai gugat ke MK (Mahkamah Konstitusi) masalah ini, karena ini masalah serius.

Kami tegas nyatakan bahwa keempat orang itu sangat penting dipanggil dalam kasus Sismin­bakum, tapi kok belum dipanggil-panggil. Pak JK dan Pak Kwik kan sudah memberikan kete­rangan tertulis untuk disampai­kan kepada Kejaksaan Agung. Baru sekarang ini saja diundang untuk diminta keterangan. Tetapi sebenarnya tidak semua hal dapat diterangkan oleh Pak JK dan Pak Kwik. Be­liau-beliau ini kan ha­nya mene­rangkan kebijakan awal Sismin­bakum, di rapat kabinet Pak Kwik tandatangani mulai dari rapat IMF dan seterus-sete­rusnya. Tapi yang menjadi pokok yang dituduhkan oleh Jaksa Agung kepada kami semua ada­lah masalah biaya akses fee Sis­minbakum yang tidak dima­suk­kan sebagai PNBP . Itu baik Pak JK dan Pak Kwik tidak bisa jawab.

Lantas siapa yang bisa men­jawabnya?
Yang bisa jawab cuma SBY, karena dia yang mengeluarkan empat peraturan pemerintah (PP) tentang PNBP yang berlaku di Departemen Kehakiman dan HAM. Dan dalam empat PP PNBP yang dikeluarkan itu, tidak pernah dimasukkan biaya akses fee sebagai PNBP. SBY baru menetapkannya sebagai PNBP tahun 2009 setelah Prof. Romli dipidana di Penga­dilan Negeri Jakarta Selatan, dan seluruh peralatan Sisminbakum disita oleh Kejagung dan dititipkan, begitu istilahnya, kepada Departemen Hukum dan HAM. Itu tidak bisa diterangkan oleh Pak JK dan Pak Kwik,  tapi harus diterangkan SBY karena dia yang tanda­tangani PP-nya. SBY harus menjelaskan apakah biaya akses Sisminbakum sebelum tahun 2009 adalah PNBP atau bukan.

Kenapa SBY begitu penting hadir memberikan kete­rangan?
Selain soal PNBP, Pak SBY sangat penting di­dengar keterangannya juga, karena lahirnya Undang-Undang No.40/2007 tentang Perseroan Terbatas (PT). Dalam pasal 9 itu tegas dinyatakan bahwa setiap permohonan pengesahan PT di­lakukan oleh para pendiri kepada Menteri Kehakiman dan HAM melalui Jasa Teknologi Informasi Sistem Adiminstrasi Badan Hukum secara elektronik. Maka Sisminbakum yang saya tetapkan tahun 2000 yang bukan PNBP segala macam itu, dan dituduh Kejagung sebagai korupsi itu,  kemudian diperkuat  pemberlakunya dengan undang-undang oleh SBY dan DPR. Itu SBY harus terangkan. Kalau saya tahun 2000 dianggap salah memberlakukan Sisminbakum, bagaimana Sisminbakum yang sama yang diberlakukan dengan undang-undang, apakah Presiden dan DPR tidak salah juga?.

Berarti tiadanya SBY dan Megawati memberikan ketera­ngan makin memperberat pe­luang untuk SP3?
Bukan memperberat, artinya ada hal-hal kebenaran materiil yang tidak terungkapkan. Tugas jaksa itu kan mengungkapkan kebenaran materiil darimanapun sumbernya. Nah kalau ada orang yang sebenarnya relevan untuk memberikan keterangan untuk mengungkapkan kebenaran ma­teriil dan tidak digali ketera­ngannya, sebenarnya pemerik­saan itu tidak memenuhi apa yang disebut proses penyelidikan, penyidikan yang benar dan adil. Jadi kalau SBY tidak dipanggil dasarnya apa? Kalau tidak ada alasan politik, kasih tahu saya undang-undang apa, pasal berapa yang dia gunakan yang menga­takan Presiden tidak bisa dimintai keterangan dalam satu tindak pi­dana. Sebutkan undang-undang­nya, pasalnya, biar saya belajar darinya.

Jadi makin jelas kasus Anda akan dibawa ke pengadilan?
Saya tidak tahu apa rencana mereka. Tapi dasarnya itu, 4 PP tentang PNBP itu dan lahirnya undang-undang PT itu tidak bisa diterangkan sama Pak JK dan Pak Kwik, hanya SBY yang bisa nerangkan karena dia yang teken. Kalau dia tidak dipanggil, berarti ada ke­terangan materiil yang tidak terungkap. Padahal kita tahu orang itu mengetahui masalah ini. Jadi saya tetap anggap bahwa ini sa­ngatlah relevan.

Bahwa mereka mau bawa ke pengadilan kita lihat pertim­bangannya mereka apa.

Apa Anda melihat apa senga­ja disetting seperti itu?
Bisa jadi seperti itu pemerik­saannya menjadi sewenang-we­nang dan tidak adil.

Anda sendiri tetap optimis kasus ini akan SP3?
Saya sih tidak ada istilah optimis, tidak optimis. Saya sih 50-50 saja. Pokoknya saya akan meng­hadapi ini sampai kapan­pun. Kalaupun mereka paksakan bawa ke pengadilan, saya kan hadapi walaupun sebe­narnya, bagaimana saya bisa per­caya proses peradilan itu ketika saya memperkarakan Hendar­man ke MK, Mahfud sendiri nyata-nyata menyatakan kalau ada orang penting Kejaksaan Agung datang mengancam dia supaya Hendar­man dimenangkan dan saya dika­lahkan. Kalau orang sekali­ber Mahfud saja bisa mereka ­ancam supaya gugatan saya ke MK ditolak, bagaimana dengan Hakim PN, Hakim PT, Hakim MA kalau saya diperkarakan di pengadilan?

Gaya penegakan hukum itu sudah seperti mafia, jaksa-jaksa itu punya daftar dosa para hakim dalam rekam jejak karier mereka dari dulu sampai sekarang. Kalau tidak terekam, akan  dicari-cari  kesalahannya, dan dijadikan modal untuk mengancam mereka. Kalau tidak kalah­kan atau hukum  Yusril,  nanti anda akan saya per­karakan, kami punya data kesalahan anda.  Jadi masih per­caya tidak dengan sistem penga­dilan seperti itu?

Kedua, saya ini kan ribut dengan Hendarman di Kejaksaan Agung. Akibat ributnya itu pan­jang. Ketika saya perkarakan Hen­darman, semua orang di ke­jaksaan membela Hendarman, kecuali Pak Basrief. Bahkan ada pejabat kejaksaan agung yang mengatakan Hendarman adalah jaksa agung sah dunia akhirat, meskipun MK sudah mengetokkan palu bahwa Hendarman tak sah lagi menjadi jaksa agung.  Jadi seka­rang ini antek-antek Hendarman di Kejaksaan Agung yang me­me­riksa saya, anda percaya pemeriksaan mereka akan objektif?

Jadi mestinya bagaimana?
Dalam posisi seperti ini seha­rusnya sudah layak diputus seperti pemeriksaan inde­penden untuk meme­riksa saya ini, tidak bisa orang kejak­saan. Saya ribut dengan mereka kok, mereka kalah, mereka diper­malu­kan, se­ka­rang mereka me­me­riksa saya. Jadi lihat saja Bibit-Chandra di­ben­tuk tim 8 untuk investigasi apakah perkara mereka layak atau tidak diteruskan ke pengadilan, sampai akhirnya perkara itu dideponir. Jadi saya meli­hat ini masalah serius. Saya heran kalau ada orang yang masih percaya bahwa kejaksaan akan meme­riksa saya secara objektif. Saya cuma meli­hat Pak Basrief ini bisa berpikir lain, karena tidak ter­pengaruh dengan Pak Hen­darman.

Makanya kasus Anda sebaik­nya dihentikan sebelum Kejak­saan menanggung malu lebih dalam lagi?

Itu sih lebih bagus dan itu lebih baik, karena bukti tidak cukup, alasan hukum tidak jelas. Mereka mau paksakan juga saya dibawa ke pengadilan, itu kan melakukan suatu peker­jaan yang sia-sia. Tapi kalau mereka juga main ancam-ancam seperti ancaman ke Pak Mahfud, saya bisa kalah di pengadilan.

Kalau begini, sebenarnya tar­get mereka itu mau menghukum saya, bukan mau menegakkan keadilan. Makanya kemarin saya bilang kalau begini ceritanya saya akan bawa ke forum interna­sional. Maksudnya itu bukan ke Mahka­mah Internasional tetapi Dewan HAM PBB yang unitnya bernama UPR (Universal Perio­dic Review). Jadi saya bisa meng­gu­nakan prosedur yang namanya individual complaint, bahwa di negara saya diberlakukan sewe­nang-wenang, diksriminatif, hu­kum ditegakkan tapi punya target politik. Dan pemerintah Indo­nesia bisa diadili di situ. Ka­lau kita berdebat di Dewan HAM, belum tentu pemerin­tah Indo­ne­sia bisa menang me­lawan saya. Wong di MK saja mereka kalah, apalagi di forum in­terna­sional.   [RM] [catatan, ada beberapa kalimat yang saya edit sedikit untuk memperjelas artinya, YIM].