Jakarta 20/1/2011. Penasehat Hukum Yusril Ihza Mahendra, Maqdir Ismail menyatakan bahwa Jampidus Amari dan Direktur Penuntutan Jampidsus Fareid Haryanto terlalu memaksakan kehendak menyatakan perkara kliennya telah P21. Penyidikan perkara ini masih jauh dari memadai. Saksi yang diminta Yusril untuk dihadirkan juga belum sepenuhnya dipenuhi Kejagung. Perkara itu sedang berlangsung di MK. Omongan Amari yang mengatakan bahwa dia tidak perduli dengan perkara di MK adalah tindakan melecehkan lembaga negara. “Kejaksaan adalah institusi negara, bukan milik Amari dan Faried Haryanto yang selalu ingin memaksakan kehendak”, kata Maqdir di Jakarta sore ini.
Maqdir menegaskan bahwa dirinya sebagai advokat yang terlibat menangani kasus ini, mengetahui persis penyidikan perkara ini masih jauh dari sempurna. “Putusan Kasasi Mahkamah Agung dalam perkara Romly yang tegas menyatakan bahwa biaya akses Sisminbakum bukanlah PNBP, dan karenanya tidak ada kerugian negara sebesar Rp. 420 milyar sebagaimana sering diomongkan jaksa”. Sampai kini, tambah Maqdir, salinan putusan itu belum diterima Kejagung. Padahal putusan MA ini sangat penting untuk melakukan evaluasi menyeluruh atas kasus Sisminbakum. “Yusril itu didakwa bersama-sama dengan Romli. Karena itu, apa bunyi putusan MA terhadap Romli sangat penting diperhatikan Kejagung” kata Maqdir.
Faried Haryanto, kata Maqdir adalah Ketua Tim Penyidik kasus Sisminbakum sejak ketika kasus ini diungkap tahun 2008. Dengan bebasnya Romly, Faried seolah kehilangan muka dan kini memaksakan agar perkara ini dilanjutkan. Maqdir juga mencurigai iktikad baik Faried yang dua kali masuk ke ruang penyidik pada saat Yusril diperiksa di Kejagung. Kehadiran Direktur Penuntutan ke ruangan Penyidik saat tersangka diperiksa, selain tidak etis, tetapi juga mengindikasikan intervensi terhadap proses penyidikan.
Maqdir mengatakan ketika perkara berada dalam posisi P21, masih terbuka kemungkinan para pihak terkait di Kejagung melakukan review atas kasus ini sebelum diputuskan apakah akan didakwa ke pengadilan atau dihentikan (SKPP). Jamwas Marwan Effendi telah meminta enam dosen Pusdiklat Kejagung untuk melakukan review. Tetapi Faried malah meminta Andi Herman, seorang penyidik kasus Sisminbakum melakukan review. Ini aneh dan tidak proporsional, kata Maqdir. “Masak penyidik disuruh melakukan review atas penyidikan yang dibuatnya sendiri” tegas Maqdir.
Sebaliknya Maqdir meminta, kalau mau obyektif, sebaiknyalah Kejagung mengundang para pakar pidana dari perguruan tinggi yang kredibel untuk menilai kasus ini agar netralitasnya terjaga. Kalau hanya mengandalkan personel Kejagung yang untuk melakukan review, Maqdir meragukan kredebilitas dan obyektifitasnya. (TYI)