Menanggapi pernyataan Direktur Penuntutan Kejagung Arnold Angkouw yang mengatakan hingga kini Kejagung masih mempelajari berkas perkara Yusril Ihza Mahendra dan Hartono Tanoesoedibyo, penasehat hukum Yusril, Jamaluddin Karim mengatakan, Kejagung jangan menggantung-gantung kebebasan seseorang. Yusril sudah diperiksa sebagai saksi sejak November 2008 dan dinyatakan tersangka Juni 2010 dan hingga sekarang nasibnya tak menentu. Aktivitas Yusril jadi terhambat, termasuk untuk bepergian ke luar negeri. Padahal kebebasan seseorang termasuk hak asasi manusia yang dilindungi konstitusi dan UU HAM.
Jamal menegaskan bahwa sejak usainya pemeriksaan terhadap kliennya, posisi perkara Yusril sudah jelas. “Tim Penyidik tidak menemukan bukti yang cukup dan alasan hukum yang kuat untuk meneruskan perkara Yusril ke pengadilan. Apalagi, setelah keluar putusan kasasi Mahkamah Agung dalam perkara Romli Atmasasmita, posisi perkara kian jelas dan gamblang” kata Jamal. Sisminbakum yang ditududuhkan Kejagung merugikan negara sebesar Rp 420 milyar, ternyata tidak terbukti. MA menegaskan bahwa biaya akses Sisminbakum bukanlah uang negara dan tidak terjadi kerugian negara sebagaimana dituduhkan jaksa. Dalam kasus ini, juga tidak terdapat unsur melawan hukum dan pelayanan publik terlayani dengan baik. Dalam pertimbangan hukumnya, MA juga mengakui bahwa Sisminbakum adalah kebijakan Pemerintah yang diputuskan dalam sidang kabinet, sebagai tindak lanjjut kesepakatan Pemerintah dengan IMF untuk mempercepat proses pengesahan perseroan terbatas, dalam rangka pemulihan ekonomi nasional akibat krisis tahun 1997.
Dengan semua pertimbangan di atas, Jamal meminta Kejagung segera menerbitkan SP3 untuk menutup penyidikan kasus Yusril, karena tidak cukup alat bukti dan alasan hukum. “Jangan berlama-lama menggantung nasib orang” tegas Jamal. Dia juga mengingatkan bahwa Yusril bukanlah sekedar warganegara sembarangan, dia dua kali menjadi Menteri Kehakiman dan HAM yang telah banyak jasanya bagi pembangunan hukum di negara ini, termasuk merevisi UU Korupsi tahun 1999, menyusun UU Kejaksaan, Kepolisian dan membentuk KPK. Yusril juga pernah dianugrahi Presiden bintang Bhayangkara Utama, yakni bintang tertinggi Kepolisian Negara RI karena jasa-jasanya yang luar biasa dalam penegakan hukum dan pengayoman masyarakat.
“Kejaksaan mesti mempertimbangkan semua itu dengan obyektif, agar jangan terkesan Kejagung bermain politik dan menyepelekan seseorang” kata Jamal mengakhiri keterangannya.