- Yusril Ihza Mahendra - https://yusril.ihzamahendra.com -

SURAT GUGATAN KEPADA JAKSA AGUNG DI PTUN JAKARTA

 

Jakarta, 27 Juni 2011

 

Kepada Yang Mulia

Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta

Jl. A. Sentra Primer Baru Timur

Pulo Gebang

Jakarta Timur

 

Hal   :  Gugatan Pembatalan KEPUTUSAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP- 195/D/Dsp.3/06/2011, TENTANG PENCEGAHAN DALAM PERKARA PIDANA, tanggal 24 Juni 2011

 

 

Dengan hormat,

 

Saya yang bertanda-tangan di bawah ini, Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, warganegara Republik Indonesia, usia 55 tahun, pekerjaan swasta, bertempat tinggal di Jl.  Karang Asem Utara No.32, Kelurahan Kuningan Timur, Jakarta Selatan (Bukti P-1) selanjutnya disebut sebagai “Penggugat”. Penggugat dengan ini  mengajukan Gugatan terhadap seseorang warganegara Republik Indonesia yang bernama Basrief Arief,  dengan jabatan  JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA, berkedudukan di Jakarta,  beralamat di Jl. Sultan Hasanuddin No. 1 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, untuk selanjutnya  disebut sebagai  TERGUGAT.

Adapun yang menjadi objek gugatan Penggugat dalam gugatan ini adalah surat keputusan yang dibuat oleh Tergugat, yakni KEPUTUSAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP- 195/D/Dsp.3/06/2011, TENTANG PENCEGAHAN DALAM PERKARA PIDANA, tanggal 24 Juni 2011 (Bukti P-2). Mengingat gugatan ini Penggugat daftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta pada hari ini, Senin, 27 Juni 2001, maka sesuai ketentuan Pasal 55 Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara, maka pengajuan gugatan ini masih berada dalam tenggang waktu sembilan puluh hari sejak saat diterimanya atau diumumkannya keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia dimaksud.

 

Selanjutnya, izinkanlah Penggugat menguraikan aspek-aspek formil dan materil dari gugatan ini sebagai berikut:

 

Kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara

  1. Bahwa ketentuan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang RI No 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara jo Pasal 1 angka 9 Undang-Undang RI No  51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang No 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara mendefenisikan Keputusan Tata Usaha Negara adalah “suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat kongkret, individual, dan final, yang membawa akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata”.
  2. Bahwa berdasarkan definisi dalam angka 1 di atas, Surat Keputusan Jaksa Agung RI No: KEP-195/D/Dsp.3/06/2011 tanggal 24 Juni 2011 tentang Pencegahan Dalam Perkara Pidana adalah terang benderang sebuah keputusan tertulis yang berisi penetapan (beschikking) dan langsung berlaku sejak dikeluarkan oleh pejabat yang membuatnya (einmalig);
  3. Bahwa Kejaksaan Agung RI adalah sebuah lembaga pemerintahan yang awalnya dibentuk oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 19 Agustus 1945 yang diatur dengan peraturan perundang-undangan, dan terakhir oleh Undang-Undang RI No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.  Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia menyatakan bahwa Kejaksaan RI adalah “lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang”. Sementara Jaksa Agung adalah pimpinan tertinggi yang mengendalikan operasional Kejaksaan Agung.   Selanjutnya dalam Pasal 3 undang-undang dimaksud ditegaskan bahwa kekuasaan negara yang dimaksud dalam Pasal 2 dilaksanakan oleh Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri. Dengan demikian, nyatalah bahwa Kejaksaan Agung RI dan Jaksa Agung adalah “badan atau pejabat tata usaha negara” sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara;
  4. Bahwa Surat Keputusan Tergugat  No: Kep-195/D/Dsp.3/06/2011 tanggal 24 Juni 2011 jelas adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  5. Bahwa Surat Keputusan Tergugat NOMOR : KEP- 195/D/Dsp.3/06/2011, TENTANG PENCEGAHAN DALAM PERKARA PIDANA, tanggal 24 Juni 2011, bersifat konkrit, individual dan final dengan alasan sebagai berikut:

 

–      Bahwa Surat Keputusan Tergugat a-quo bersifat konkrit karena objek yang disebutkan dalam Surat Keputusan itu tidak abstrak, tetapi berwujud dan nyata-nyata secara tegas menyebutkan  “tindakan pencegahan keberangkatan ke luar negeri”  dengan menyebutkan nama Penggugat sebagai subyeknya  hukumnya;

 

–      Bahwa Surat Keputusan Tergugat a-quo bersifat individual karena tidak ditujukan untuk umum, tetapi berwujud dan nyata-nyata secara tegas menyebut nama Penggugat sebagai subjek hukumnya;

 

–      Bahwa Surat Keputusan Tergugat a-quo telah bersifat final karena tidak lagi memerlukan persetujuan dari instansi tertentu baik bersifat horizontal maupun vertikal. Dengan demikian Surat Keputusan Tergugat tersebut telah bersifat definitif dan telah menimbulkan akibat hukum;

 

–      Bahwa Kementerian Hukum dan HAM yang membawahi Direktorat Jenderal Imigrasi, bukanlah instansi yang perlu dimintai persetujuan  agar Keputusan Tergugat a-quo mempunyai kekuatan hukum yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 2 angka 3 Undang-Undang RI No 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara. Sebagaimana tertuang dalam Surat Tergugat kepada Menteri Hukum dan HAM RI Nomor R-1043/D/Dsp.3/06/2011 tanggal 24 Juni 2011,  Menteri Hukum dan HAM hanyalah “diminta bantuan dan perkenan Menteri, kiranya pencegahan ke luar negeri” atas nama Penggugat “dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya”.

 

–      Bahwa Surat Keputusan Tergugat a-quo telah menimbulkan akibat hukum, yakni Penggugat nyata-nyata tidak dapat meninggalkan tanah air untuk bepergian ke luar negeri, karena berdasarkan Surat Keputusan Tergugat, nama Penggugat telah nyata-nyata dicantumkan dalam daftar imigrasi sebagai subyek yang dicegah untuk bepergian ke luar negeri;

6. Bahwa Penggugat, dengan alasan-alasan yuridis sebagaimana akan diuraikan nanti, dengan tegas menolak Surat Keputusan Tergugat a-quo dan menganggapnya sebagai tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Penolakan Penggugat ini sebagaimana didefinisikan dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara jo Pasal 1 angka 10 Undang-Undang RI No 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara, adalah “sengketa tata usaha negara”;

7. Bahwa ketentuan Pasal 47 Undang-Undang RI No 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara menegaskan bahwa Pengadilan Tata Usaha Negara “bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara”;

8. Berdasarkan argumentasi sebagaimana diuraikan dalam angka 1 sampai angka 7 di atas, Penggugat menyimpulkan bahwa Pengadilan Tata Usaha Negara, dalam hal ini Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, yang yurisdiksinya mencakupi tempat kedudukan Tergugat sebagaimana telah diuraikan di awal Surat Gugatan ini, adalah berwenang untuk memeriksa dan memutus sengketa sebagaimana tertuang dalam Surat Gugatan ini.

 

Alasan-Alasan Penggugat Menolak Surat Keputusan Tergugat a-quo

  1. Bahwa Tergugat dalam dikum Surat Keputusan a-quo tentang Pencegahan dalam perkara pidana:

 

–      Pertama: Terhadap seorang dengan identitas sebagai berikut:

 

Nama                                : Prof. DR. YUSRIL IHZA MAHENDRA

Tempat lahir                      : Belitung

Umur, tanggal lahir           : 55 Tahun/5 Pebruari 1956

Jenis Kelamin                    : Laki-laki

Kebangsaan                       : Indonesia

Tempat tinggal                  : Jalan Karang Asem Utara 32, Kuningan, Jakarta

Agama                               : Islam

Pekerjaan                           : Swasta

Pendidikan                                    : S-3 (Universiti Sains Malaysia)

karena dugaan keterlibatannya melakukan tindak pidana korupsi dalam pungutan biaya akses fee dan biaya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada Sistem Administrasi Badan Hukum Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan HAM RI, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU No. 31 tahun 1999, sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU No.20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 

–      Kedua : Keputusan ini berlaku 1 (satu) tahun terhitung mulai tanggal 26 Juni 2011…dan seterusnya.

 

2. Bahwa dalam konsiderans “menimbang” Undang-Undang RI No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dikatakan bahwa Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian – yang dijadikan dasar oleh Tergugat dalam membuat Surat Keputusan Tergugat a-quo – “sudah tidak memadai lagi untuk memenuhi berbagai perkembangan kebutuhan pengaturan, pelayanan, dan pengawasan di bidang Keimigrasian sehingga perlu dicabut dan diganti dengan undang-undang baru yang lebih komprehensif serta mampu menjawab tantangan yang ada”.

 

  1. Bahwa Pasal 142 Undang-Undang RI No 6 Tahun 2011 menyatakan dengan tegas bahwa pada saat mulai berlakunya undang-undang tersebut:

 

  1. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3474):
  2. …….
  3. Semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Keimigrasian yang bertentangan atau tidak sesuai dengan Undang-Undang ini (UU No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian),

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

3.   Bahwa dasar hukum yang digunakan Tergugat dalam Surat Keputusan Tergugat a-quo, selain Undang-Undang RI No 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian yang sudah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, juga menggunakan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1994 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pencegahan dan Penangkalan, yang memberikan kewenangan kepada Jaksa Agung untuk mencegah seseorang bepergian ke luar negeri yang lamanya diserahkan kepada keputusan Jaksa Agung. (Bukti P-4) Meskipun secara formil Peraturan Pemerintah ini masih berlaku berdasarkan ketentuan Pasal 143 Undang-Undang No 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian, namun karena norma pengaturannya telah nyata-nyata bertentangan dengan Pasal 97 ayat (1) Undang-Undang No 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian yang membatasi jangka waktu pencekalan selama-lamanya 6 (enam) bulan, maka ketentuan tersebut otomatis harus dianggap tidak berlaku lagi. Dalam Surat Keputusan Tergugat a-quo, Tergugat telah mencegah Penggugat untuk bepergian ke luar negeri selama 1 (satu) tahun. Jangka waktu yang diputuskan oleh Tergugat, nyata-nyata bertentangan dengan Pasal 97 ayat (1) Undang-Undang No 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian;

4.     Bahwa dalam diktum Pertama Surat Keputusan Tergugat a-quo, Tergugat hanya mencantumkan identitas Penggugat sebagai subyek hukum yang terkena pencegahan, yakni nama lengkap, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, pekerjaan dan pendidikan. Sementara menurut ketentuan Pasal 94 ayat (2) Keputusan Pencegahan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang wajib memuat antara lain foto dari orang yang dikenai pencegahan. Sementara dalam Surat Keputusan Tergugat a-quo, tidak dicantumkan foto Penggugat sebagai orang yang tekena pencegahan dimaksud;

5. Bahwa selain menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1994 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pencegahan dan Penangkalan, Tergugat juga menggunakan dasar hukum Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: PER-010/A/J.A/01/2010 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Jaksa Agung untuk melakukan Pencegahan dan Penangkalan, tanggal 28 Januari 2010. (Bukti P-4) Pasal 6 Peraturan Jaksa Agung ini menyebutkan kewenangan Jaksa Agung untuk mencegah seseorang untuk bepergian ke luar negeri berlaku selama-lamanya 1 (satu) tahun. Pasal 6 Peraturan Kejaksaan Agung ini nyata-nyata bertentangan dengan Pasal 97 ayat (1) Undang-Undang RI No 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian yang membatasi jangka waktu pencegahan selama-lamanya 6 (enam) bulan. Dengan demikian, sepanjang mengenai pengaturan jangka waktu pencegahan ini, sesuai ketentuan Pasal 143 Undang-Undang No 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian, ketentuan dalam Peraturan Jakasa Agung tersebut otomatis tidak berlaku lagi;

6. Bahwa berdasarkan alasan-alasan sebagaimana telah diuraikan dalam angka 1 sampai dengan angka 5  di atas, Penggugat berpendapat bahwa Surat Keputusan Tergugat a-quo adalah keputusan yang melawan hukum, dan karenanya cukup alasan untuk dinyatakan batal dan tidak sah serta  tidak mempunyai kekuatan hukum.

 

Petitum

 

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan di atas, Penggugat memohon kepada Yang Mulia Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta untuk menindaklanjuti gugatan ini, dan Majelis Hakim kiranya berkenan untuk memeriksa dan memutus perkara ini dengan amar putusan sebagai berikut:

 

  1. Menyatakan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta berwenang untuk memeriksa, mengadili dan memutus gugatan ini;
  2. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
  3. Menyatakan batal atau tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum Surat Keputusan Tergugat NOMOR : KEP- 195/D/Dsp.3/06/2011, TENTANG PENCEGAHAN DALAM PERKARA PIDANA;

4. Memerintahkan Tergut untuk mencabut Surat Keputusan Tergugat No: Kep-195/D/Dsp.3/06/2011 tentang           Pencegahan Dalam Perkara Pidana, tanggal 24 Juni 2011, atas nama Penggugat, Prof Dr Yusril Ihza Mahendra;

5. Memerintahkan Tergugat untuk memulihkan nama baik, harkat dan martabat Pengguggat ke posisi semula:

6. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara.

 

Atau apabila Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex a quo et bono).

 

 

Hormat saya,

Penggugat,

 

 

 

Prof Dr Yusril Ihza Mahendra