- Yusril Ihza Mahendra - https://yusril.ihzamahendra.com -

YUSRIL: CEKAL 6 BULAN KEJAGUNG BISA MINTA KETERANGAN SBY

Meskipun Kejagung telah mengaku salah dalam menerbitkan surat cekal Yusril dan sudah memperbaikinya, Yusril tetap mempersoalkan cekal yang sudah diperbaharui itu. “Saya telah membaca cekal yang baru yang dikeluarkan tanggal 27 Juni 2011, namun masih menemukan beberapa kejanggalan dalam surat cekal itu. Salah satu kejanggalan itu menurutnya adalah dalam konsideran menimbang, yang menyebutkan alasan perlunya pencekalan itu adalah “dalam rangka mendukung operasi yustisial pada tahap penyidikan”. Dalam Peraturan Jaksa Agung No 10 Tahun 2010 memang disebutkan bahwa pencegahan dilakukan untuk kepentingan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.

Masalahnya, lanjut Yusril, Kejakgung sudah sejak lama mengatakan bahwa tahap penyidikan dirinya sudah selesai. Bahkan, M Amari, ketika menjadi Jampidsus berulangkali mengatakan kepada publik bahwa status perkara telah P-21, artinya sudah diimpahkan ke Direktorat Penuntutan karena berkas perkara sudah lengkap. “Saya menolak pernyataan Amari, karena Kejagung belum memanggil dan memeriksa dua saksi meringankan yang saya minta, yakni Susilo Bambang Yudhoyono dan Megawati Sukarnoputri, tetapi Kejagung berkeras mengatakan penyidikan sudah selesai “Kalau penyidikan sudah selesai dan berkas sudah lengkap, maka untuk apa lagi dicekal dengan dalih operasi yustisi pada tahap penyidikan?” tanya Yusril heran.

“Saya ingin melihat apakah Kejagung akan memanggil dan memeriksa SBY terkait kasus ini dalam pencekalan 6 bulan ke depan yang mereka lakukan”. Menurut Yusril,  meminta keterangan SBY sangat penting terutama setelah putusan kasasi MA dalam perkara Romli Atmasasmita. Dalam putusan kasasi itu, MA menolak dakwaan jaksa  bahwa biaya akses Sisminbakum  sebagai uang negara yang tidak disetorkan ke kas negara, sehingga Romli dan dirinya dituduh bersalah melakukan korupsi. MA menegaskan bahwa berdasarkan Pasal 2 UU No 17 Tahun 1997 tentang PNBP, maka uang yang dipungut itu masuk PNBP atau tidak haruslah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (PP).  Selama Sisminbakum beropreasi sejak 2001, empat kali Presiden SBY mengubah PP tentang PNBP di Kementerian Hukum dan HAM, dan baru dalam PP terakhir pada akhir Mei 2009 yang menyatakan biaya akses itu sebagai PNBP. Sebab itu, MA menyatakan biaya akses sebelum Mei 2009 bukanlah uang negara dan karena itu “telah tidak terjadi kerugian negara” seperti didakwakan jaksa.

Supaya Kejaksaan yakin betul benarkah biaya akses Sisminbakum sebelum Mei 2009 bukanlah uang negara sebagaimana dikatakan MA, maka mutlak perlu bagi Kejagung untuk meminta keterangan SBY, sebab beliaulah yang menandatangani keempat PP PNBP yang berlaku di Kementerian Hukum dan HAM itu. Keterangan SBY ini akan menuntaskan kelanjutan perkara Sisminbakum, mau dihentikan atau mau diteruskan.

Kejagung, menurut Yusril, hingga kini tidak pernah mau memanggil SBY dengan mengemukakan berbagai alasan yang samasekali tidak bersifat yuridis. Kejagung, kata Yusril, jangan lupa, sebentar lagi Mahkamah Konstitusi akan memutus perkara uji tafsir mengenai saksi dalam pasal-pasal KUHAP. Kalau permohonannya dikabulkan, apa Kejagung tidak merasa malu, terpaksa harus meminta keterangan SBY sebagai konsekuensi putusan MK?  Kejagung, menurut Yusril,  hendaknya memetik pelajaran dari kasus Hendarman. Ketika itu, semua pihak di jajaran pemerintahan membela mati-matian kebsahan Hendarman. Namun, setelah MK memutuskan dia illegal, siapa yang bisa melawan MK? Presiden SBY pun tidak berdaya, sehingga  terpaksa harus memberhentikan Hendarman dari jabatannya. “Derajat putusan MK adalah sama dengan norma konstitusi. Nah, apakah Kejagung berani melawan konstitusi?” tanya Yusril mengakhiri keterangannya.