Dihubungi terpisah, Yusril Ihza Mahendra, tersangka kasus Sisminbakum menyatakan menyambut baik desakan anggota DPR agar Presiden SBY turun tangan menuntaskan kasus Sisminbakum. “Saya samasekali tidak bermaksud agar Presiden mengintervensi penegakan hukum” tegas Yusril. “Apa yang kita mintakan kepada Presiden SBY ialah beliau ialah kesediaannya menerangkan kepada Kejagung terkait 4 (empat) Peraturan Pemerintah tentang PNBP di Kementerian Hukum dan HAM yang semuanya ditandatangani oleh Presiden SBY”. Kejagung, dalam semua dakwaan terhadap perkara ini, menuduh para terdakwa melakukan korupsi karena tidak menyetorkan biaya akses Sismibakum sebagai PNBP sehingga berakibat timbulnya kerugian negara. Padahal, jaringan teknologi informasi Sisminbakum dibangun dan dioperasikan dengan modal swasta dengan Sismtem BOT (bulid, operate and transfer) selama 10 tahun. Setelah itu seluruh asetnya diserahkan kepada negara. “Kalau Presiden menerangkan sesuatu masalah yang sedang disidik oleh Kejagung, hal itu bukanlah intervensi, melainkan jiwa besar dari seorang Presiden, yakni kesediaanya menerangkan sesuatu dalam rangka penegakan hukum” kata Yusril.
Dalam empat PP yang ditandatangani oleh Presiden SBY itu, biaya akses Sisminbakum tidak dicantumkan sebagai PNBP, kecuali PP terakhir bulan Mei 2009, menjelang berakhirnya perjanjian BOT. “Inilah yang perlu diterangkan beliau, agar Kejagung memahami bahwa biaya akses Sisminbakum sebelum 2009 bukanlah PNBP”. Dengan penjelasan Presiden SBY itu kasus Sisminbakum menjadi tuntas. Yusril mengatakan, dia sudah sejak lama meminta Kejagung agar meminta keterangan Presiden SBY, tetapi selalu ditolak dengan alasan yang tak masuk akal, sehingga dia terpaksa memperkarakannya ke Mahkamah Konstitusi. “Padahal keterangan SBY itu akan mengungkapkan kebenaran yang sangat penting mengenai kasus ini. Kejagung jangan takut kepada kebenaran” kata Yusril menegaskan.
Yusril menambahkan bahwa sebelum Kejagung menangani Sisminbakum tahun 2008, KPK telah lebih dahulu melakukan penyelidikan terhadap kasus ini berdasarkan laporan masyarakat. Namun KPK menghentikannya karena tidak menemukan cukup bukti dan unsur melawan hukum. KPK juga mendapat keterangan dari BPK dan BPKP bahwa tidak ada penyimpangan dan kerugian negara dalam Sisminbakum itu.
Mahkamah Agung dalam putusan kasasi perkara Romli Atmasasmita ternyata berpendapat sama dengan KPK, yakni karena berdasarkan Pasal 2 UU No 20 Tahun 1997 tentang PNBP, penetapan jenis dan besarnya tarif PNBP harus ditetapkan dengan PP. Oleh karena baru tahun 2009 ada PP yang menetapkannya sebagai PNBP, maka MA berpendapat sebelum tahun itu, biaya akses Sisminbakum bukanlah uang negara yang wajib disetorkan sebagai PNBP. Karena itu, menurut MA, dalam kasus Sisminbakum “telah tidak terjadi kerugian negara dan tidak terdapat unsur melawan hukum, serta pelayanan publik terpenuhi dengan sebaik-baiknya”. Atas dasar itulah, Romli Atmasasmita dilepaskan dari segala tuntutan hukum.
“Kalau Presiden SBY bersedia memberikan keterangan atau penjelasan, maka kasus Sisminbakum dapat segera dituntaskan”. Demikian keterangan Yusril.
|
|
|
|