|

KETIDAKJELASAN POSISI WAKIL MENTERI

Dua minggu lalu, Presiden SBY telah resmi mengumumkan reshuffle Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II. Satu hal yang menarik perhatian masyarakat ialah banyaknya wakil menteri yang diangkat dalam kabinet hasil resuffle ini. Dari 34 menteri anggota kabinet, setelah reshuffle jumlah wakil menteri kini bertambah dari 6 menjadi menjadi 19 orang. Ini berarti jumlah Wakil Menteri melebihi separuh dari jumlah menteri. Bagaimanakah kedudukan wakil menteri ini dalam sistem ketatanegaraan kita, dan akan makin efektifkah jalannya pemerintahan dengan keberadaan 19 wakil menteri itu?

Pasal 17  ayat (1) dan (2) UUD 1945 mengatakan bahwa Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara. Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.Jadi, dalam UUD 1945, tidak ada jabatan Wakil Menteri. Namun,  Pasal 10 UU No 39 Tahun 1998 tentang Kementerian Negara, menyebutkan  bahwa “dalam hal beban kerja yang memerlukan penanganan khusus, Presiden dapat mengangkat wakil menteri pada kementerian tertentu”. Penjelasan pasal ini mengatakan bahwa “Yang dimaksud wakil Menteri adalah pejabat karier dan bukan merupakan anggota kabinet”. Selanjutnya Pasal 70 ayat (1)  Peraturan Presiden No 76 Tahun 2011 mengatakan bahwa “Wakil Menteri berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Menteri”. Inilah aturan-aturan yang terkait dengan jabatan Wakil Menteri itu.

Dalam sejarah Kabinet Presidensial di negara kita, hanya dalam Kabinet RI yang pertama yang dibentuk tanggal 5 September 1945 yang memiliki Wakil Menteri. Kabinet pertama itu terdiri atas 12 menteri, 5 menteri negara dan 2 wakil menteri. Wakil Menteri yang ada pada waktu itu hanyalah Wakil Menteri Dalam Negeri dan Wakil Menteri Penerangan. Kedudukan  dua Wakil Menteri itu jelas, karena namanya dicantumkan dalam daftar  anggota kabinet yang dipimpin oleh Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta.  Di era Pemerintahan Presidensial Sukarno setelah Dekrit Presiden (1959-1966), jabatan Wakil Menteri tidak ada.  Demikian pula dalam seluruh kabinet yang pernah dibentuk oleh Presiden Suharto, Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati dan di awal kabinet pertama yang dibentuk Presiden SBY (KIB I). Belakangan, Presiden SBY mengangkat satu orang Wakil Menteri, yakni Wakil Menetri Luar Negeri.  Di zaman Presiden Sukarno dan Presiden Suharto, pernah ada jabatan menteri muda, di samping menteri, yang menangani urusan-urusan tertentu yang berada di bawah kementerian tertentu. Semua menteri muda itu adalah anggota kabinet. Mereka diangkat dan diberhentikan oleh Presiden serta bertanggungjawab kepada Presiden, bukan bertanggungjawab kepada Menteri yang memimpin kementerian itu.

Kalau kedudukan Wakil Menteri dalam kabinet kita yang pertama (1945) adalah jelas karena mereka anggota kabinet, maka tidak demikian halnya dengan kedudukan Wakil Menteri di dalam KIB II Presiden SBY. Pasal 70 UU No 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara sebagaimana telah dikutip di atas menyebutkan bahwa jika ada beban pekerjaan yang memerlukan penanganan khusus, Presiden dapat mengangkat wakil menteri pada kementerian tertentu. Namun Penjelasan pasal tersebut mengatakan bahwa Wakil Menteri itu adalah pejabat karir dan bukan anggota kabinet. Penjelasan pasal inilah yang menimbulkan kerancuan terhadap kedudukan wakil menteri di era Presiden SBY ini. Penjelasan itu bukannya memperjelas makna norma yang termaktub di dalam Pasal 70, malah membuatnya menjadi kabur dan tidak jelas.

Penulis ini pada awalnya mewakili Presiden SBY membahas RUU Kementerian Negara yang inisiatifnya berasal dari DPR. Namun di tengah jalan, Penulis ini diberhentikan sebagai Mensesneg, sehingga pembahasan RUU ini diteruskan oleh Mensesneg yang baru, Hatta Radjasa dan Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalata, hingga selesai. Dalam RUU Kementerian Negara, jabatan Wakil Menteri itu tidak ada. Dalam KIB I, Presiden SBY pernah mendiskusikan secara informal kepada Penulis tentang perlunya mengangkat Wakil Menteri pada Kementerian Luar Negeri, mengingat Menlu sering berada di luar negeri. Dalam pikiran penulis waktu itu, Wakil Menteri itu adalah anggota kabinet sebagaimana halnya Wakil Menteri dalam kabinet pertama RI di tahun 1945. Dengan demikian, apabila Menlu berhalangan, maka Wakil Menlu itu dapat menghadiri sidang-sidang kabinet, menghadiri rapat-rapat dengan DPR dan sebagainya, sehingga tidak perlu terlalu sering mengangkat Menteri Luar Negeri Ad Interim. Selama menjadi Menteri Kehakiman dan HAM, Penulis ini berulangkali menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Ad Interim. Bahkan pernah pula sekaligus merangkap sebagai Menteri Pertahanan Ad Interim, disamping Menlu Ad Interim. Namun, apa yang penulis pikirkan itu ternyata berbeda dengan penjelasan Pasal 70 UU No 39 Tahun 2008 yang penyelesaiannya dilakukan oleh Mensesneg Hatta Radjasa dan Menkumham Andi Mattalata.

Norma undang-undang sebenarnya adalah apa yang tertera di dalam pasal-pasal undang-undang tersebut. Fungsi penjelasan undang-undang tidaklah lebih dari sekedar menjelaskan saja apa yang dimaksud oleh norma yang diatur di dalam pasal, sehingga dimengerti maksudnya. Penjelasan undang-undang tidak boleh memuat norma baru atau norma tersendiri yang tidak diatur di dalam pasal-pasal undang-undang tersebut. Ini sebuah kesalahan, baik oleh DPR maupun Presiden dalam membahas RUU Kementerian Negara tersebut. Pasal 10 UU No 39 Tahun 2008 itu hanya memuat norma bahwa Presiden dapat mengangkat Wakil Menteri. Istilah Wakil Menteri membawa pengertian pejabat tersebut memang mewakili menteri dalam hal-hal menangani hal-hal khusus di kementerian itu. Ketika menterinya berhalangan, maka Wakil Menteri itulah yang mewakili menteri yang bersangkutan hadir dalam rapat-rapat kabinet, DPR dan kegiatan-kegiatan lainnya. Karena itu wakil menteri seharusnya adalah anggota kabinet, sebab mereka diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas inisiatif Presiden sendiri dan bukan inisiatif, atau sekurang-kurangnya atas usul menteri yang bersangkutan.

Namun penjelasan Pasal 10 UU No 39 Tahun 1998  itu mengatakan bahwa wakil menteri itu adalah pejabat karir dan bukan anggota kabinet. Dari sinilah muncul kerancuan kedudukan wakil menteri itu. Kerancuan di atas itu makin bertambah dengan Pasal 70 ayat (1) Peraturan Presiden No 47 Tahun 2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden No 76 Tahun 2011, yang mengatakan bahwa Wakil Menteri “berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Menteri”. Di satu pihak Wakil Menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, namun di lain pihak  “berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Menteri”. Sementara Wakil Menteri itu bukan diusulkan oleh Menteri yang bersangkutan, tetapi murni inisiatif Presiden. Jadi seorang menteri dapat di “fait accomly” oleh Presiden untuk menerima seseorang menjadi wakilnya, walau hatinya mungkin  kurang berkenan. Hal lain yang juga menimbulkan masalah ialah, jika Wakil Menteri tidak dapat bekerjasama dengan Menteri, Menteri itu tidak dapat memberhentikan Wakil Menteri, karena dia diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Kedudukan wakil Menteri seperti ini membingungkan.

Pasal 70A Peraturan Presiden No 76 Tahun 2011 menambahkan lagi bahwa “Hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Wakil Menteri diberikan setingkat dengan jabatan struktural eselon Ia ”. Meskipun mendapat hak keuangan dan fasilitas setingkat eselon Ia, namun Wakil Menteri itu bukanlah pejabat eselon Ia. Wakil Menteri bukanlah pejabat struktural birokrasi. Kalau demikian apa makna bahwa “Wakil Menteri adalah pejabat kakir” sebagaimana disebutkan dalam Pasal 70 ayat (1) Peraturan Prsiden No 76 Tahun 2011? . Pejabat karir adalah pejabat birokrasi, baik sipil maupun TNI dan POLRI, yang menduduki jabatan karir secara berjenjang. Jabatan itu diraih seseorang secara berjenjang, berdasarkan kepangkatan dan urutan eselon jabatan. Untuk menduduki jabatan dalam eselon tertentu, seorang pegawai negeri harus memiliki kepangkatan tertentu, tidak sembarangan. Tidak mungkin pegawai golongan III menjadi pejabat eselon I. Lantas, bagaimana dengan sejumlah akademisi yang kini menjadi Wakil Menteri, apakah mereka mempunyai kepangkatan yang sesuai untuk itu, kalau jabatan Wakil Menteri adalah jabatan karir?

Kasus Denny Indrayana

Denny Indrayana misalnya, adalah pegawai negeri sipil golongan III/C dengan jabatan fungsional sebagai Guru Besar di Universitas Gadjah Mada. Denny tidak menduduki jabatan struktural apapun di Fakultas Hukum UGM, baik ketika diangkat menjadi Staf Khusus Presiden, apalagi ketika diangkat diangkat menjadi Wakil Menteri. Ketika diangkat sebagai Wakil Menteri, jabatan Denny Indrayana adalah Staf Khusus Presiden, suatu jabatan non struktural, namun mendapat gaji dan tunjangan setingkat pejabat Eselon Ia. Berdasarkan Pasal 6 Peraturan Presiden No 3 Tahun 2011 tentang Staf Khusus Presiden, pegawai negeri yang diangkat menjadi staf khusus Presiden “diberhentikan dari jabatan organiknya” tanpa kehilangan status sebagai pegawai negeri. Istilah “jabatan organik” sebenarnya adalah istilah dalam jabatan ketentaraan, yang lebih kurang sama pengertiannya dengan “jabatan struktural” dalam jabatan pegawai negeri sipil.

Jadi, kalau jabatan Wakil Menteri adalah jabatan karir, maka jenjang karir apakah gerangan yang dimiliki oleh Denny Indrayana sebelum diangkat menjadi Wakil Menteri? Sebelum Peraturan Presiden No 47 Tahun 2009 diubah dengan Peraturan Presieden No 76 Tahun 2011, dalam Pasal 70 ayat (3) disebutkan bahwa Wakil Menteri itu haruslah pejabat yang telah menduduki jabatan eselon Ia. Namun ketentuan ini dihapuskan, tanpa mengubah ketentuan-ketentuan yang lain. Perubahan itu nampak dilakukan tergesa-gesa menjelang reshuffle kabinet, sehingga antara satu ketentuan dengan ketentuan lain menjadi “tidak nyambung” dan terlihat aneh.

Guru Besar Fakultas Hukum UI, Professor Hikamahanto Juwana dan politisi PDIP Firman Jaya Daeli mengatakan perubahan tergesa-gesa terhadap Pasal 70 ayat (3) Peraturan Presiden No 49 Tahun 2009 itu memang sengaja dilakukan untuk memberi jalan bagi diangkatnya Denny Indrayana, dan mungkin juga nama  yang lain yang sebelumnya tidak memenuhi syarat, menjadi Wakil Menteri. Pendapat kedua tokoh ini nampak ada benarnya. Presiden tentu, kapan saja berwenang mengubah Peraturan Presiden. Presiden SBY nampaknya menganut faham bahwa hukum dibuat untuk manusia, bukan manusia dibuat untuk hukum. Jadi kalau ada norma hukum yang menghalangi maksud tertentu, misalnya untuk mengangkat Denny Indrayana jadi Wakil Menteri, maka hukum itu, tentu dapat saja dirubah, Begitulah kira-kira pikiran yang ada di benak Presiden SBY. Tidak salah, memang, namun terkesan menggelikan.

Professor Hikamahanto malah mengatakan bahwa hukum yang dibuat dengan cara seperti itu, tidak semestinya dipatuhi. Tetapi norma hukum itu, kendatipun termasuk ke dalam ranah hukum publik, namun pelaksanaannya tidaklah menyangkut orang banyak, tetapi hanya menyangkut Presiden dan calon Wakil Menteri saja. Orang yang mau membawa Peraturan Presiden No 76 Tahun 2011 itu untuk diuji secara formil dan materil, juga tidak punya “legal standing” untuk memperkarakannya di Mahkamah Agung. Kerugian apa yang diderita orang itu dengan berlakunya Perpres No 76 Tahun 2011, sehingga dia dapat dianggap mempunyai “legal standing” untuk melakukan “judicial review” ke Mahkamah Agung?

Ketentuan-ketentuan tentang Wakil Menteri di era Presiden SBY sebagaimana digambarkan di atas, menunjukkan kekacauan berpikir para pejabat yang berwenang merumuskan norma-norma hukum. Kalau hal ini ditarik kepada permasalahan yang lebih luas, maka kekecauan berpikir dalam merumuskan norma hukum itu akan berdampak luas, yakni timbulnya kekacauan penyelenggaraan pemerintahan. Kalau penyelenggaraan pemerintahan negara kacau balau, maka kacau balau pulalah jalannya Negara Republik Indonesia ini. Memang ada mekanisme untuk memperbaikinya, namun pekerjaan itu akan membuang banyak waktu dan energi. Padahal, persoalan-persoalan besar yang dihadapi bangsa dan negara ini, terutama di bidang sosial dan eknomi sudah menuntut penyelesaian segera.

Akankah Effektif?

Presiden SBY meresuffle kabinet pada 19 Oktober yang lalu karena banyak faktor. Faktor yang paling menentukan ialah banyaknya kritik terhadap pemerintahannya yang dinilai tidak efektif menyelesaikan persoalan-persoalan besar yang dihadapi bangsa dan negara. Kalau pemerintahan dinilai tidak efektif, maka ketidakpuasan akan meluas yang berujung pada krisis kepercayaan. Suara-suara yang menuntut agar SBY-Boediono turun, kini terdengar hampir setiap hari. Untuk menjawab semua itu, reshuffle kabinet, nampaknya dianggap Presiden sebagai upaya untuk memulihkan kembali kepercayaan, sambil memperkuat dukungan politik, paling tidak dari kekuatan-kekuatan politik yang mempunyai wakil di DPR.

Namun, reshuffle kabinet dengan mengganti dan memutasi sejumlah menteri, belumlah memberikan banyak harapan, selama Presiden tidak memberikan arahan dan program  yang jelas dengan tenggang waktu yang cepat kepada para menterinya.  Menteri bukanlah sekedar pembantu Presiden, tetapi adalah pejabat yang oleh undang-undang diberikan kewenangan untuk membuat kebijakan dan mengambil keputusan sesuai bidangnya. Dalam sistem pemerintahan kita ini, menteri tidak dapat semata-mata pejabat politik sebagai pembuat kebijakan dan pengambil keputusan berdasarkan masukan dari jajaran birokrasi. Menteri harus mempunyai pengetahuan yang cukup tentang masalah-masalah yang harus di tangani yang menjadi tanggungjawabnya, dan leadership yang cukup pula untuk membuat keputusannya menjadi efektif. Melihat nama-nama menteri baru, atau menteri yang dimutasi ke kementerian lain ketika resuflle kali ini, kemampuan menteri-menteri yang bersangkutan masih tanda tanya dan harus dijui dalam kenyataan beberapa bulan mendatang. Kemampuan Gita Wiryawan menangani perdagangan, Amir Samsudin dalam menangani hukum dan HAM, serta Cicip Sutradjo menangani kelautan masih tanda tanya. Begitu pula, menteri-menteri yang dimutasi ke kementerian lain, seperti Mari Pangestu yang kini menangani pariwisata dan ekonomi kreatif, dan Jero Wacik menangani ESDM.

Pertanyaan tentang efektifitas tentu terkait pula dengan banyaknya jabatan Wakil Menteri dalam kabinet hasil reshuffle. Dari ketidakjelasan kedudukan wakil menteri itu saja, sudah dapat dibayangkan bahwa kinerja cabinet hasil reshuffle ini tidak akan menambah efektivitas kerjanya. Ketika rapat cabinet pertama pasca reshuffle, sudah ada Wakil Menteri yang mengatakan secara terbuka bahwa dia tidak tahu apa yang menjadi tugasnya sebagai wakil menteri. Dari sini dapat diketahui bahwa Presiden lebih dahulu mengangkat orang jadi Wakil Menteri, tanpa memikirkan secara struktur organisasi dan mekanisme kerja, apakah yang akan dikerjakan oleh  wakil menteri pada kementerian tertentu, sehingga jabatan itu dipandang perlu untuk diadakan. Cara berpikir Presiden SBY ini terbalik. Seharusnya Presiden memikirkan dengan matang,.perlu tidaknya mengadakan jabatan wakil menteri pada kementerian tertentu dan menuangkannya ke dalam struktur organisasi, baru mengangkat orangnya. Apa yang dilakukan Presiden SBY ini nampak seperti orang mengira-ngira saja:  kementerian ini perlu wakil menteri, bahkan bukan hanya satu, tetapi dua wakil menteri. Tapi, untuk apa keberadaan wakil menteri itu sesungguhnya? Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan misalnya, ruang-lingkup pekerjaannya sudah mengecil dengan otonomi daerah. Lantas, apa perlunya mengangkat dua wakil menteri untuk kementerian ini?

Ketidak-jelasaan kedudukan wakil menteri, kecacauan dalam aturan-aturannya, serta ketidakjelasan tugas dan wewenangnya pada suatu kementerian, bukan saja dapat menimbulkan tumpang tindih, namun juga membingungkan jajaran birokrasi di bawahnya. Ini akan terjadi apabila wakil menterinya bersikap kreatif dan pro-aktif menangani hal-hal tertentu di kementeriannya. Sikap kreaktif dan pro-aktif ini, bukan mustahil pula akan menimbulkan suasana kurang enak antara menteri dan wakil menteri. Rasa kurang enak itu bisa muncul kepermukaan dalam bentuk yang beragam, mulai dari mendinginnya hubungan sampai ketegangan terbuka yang menjadi tontonan publik.

Di masa Presiden Suharto yang memiliki karisma, kewibawaan dan kewenangan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan Presiden SBY,  mendinginnya hubungan antara Menteri dan Menteri Muda memang terjadi. Walaupun hal seperti itu tidak terungkap secara luas kepada publik, karena suasana kebebasan memang belum terbuka lebar, namun publik tetap mengetahui adanya masalah antara Menteri dan Menteri Muda, ambillah contoh misalnya antara Menteri Keuangan JB Sumarlin dengan Menteri Muda Keuangan Nasruddin Sumintapura dan antara Mensesneg Moerdiono dengan Menmud Sekkab Saadillah Mursyid. Itu sebabnya, maka dalam Kabinet Pembangunan VI dan VII, Presiden Suharto meniadakan jabatan menteri muda itu. Keberadaan para menteri muda dianggap tidak efektif, malah menimbulkan masalah semacam persaingan antara menteri dengan menteri mudanya.

Pengalaman di masa Presiden Suharto rupanya tidak dijadikan sebagai pelajaran. Tidak apa-apa. Presiden SBY dapat berpikir sendiri dan memutuskan sendiri, apa yang dianggap terbaik bagi kabinetnya. Waktu masih tiga tahun bagi Presiden SBY untuk memperbaiki dan sekaligus meningkatkan efektifitas kerja kabinetnya. Kalau perombakan kabinet dan pengangkatan wakil-wakil menteri ini efektif, maka akan meningkatlah kepercayaan rakyat kepada Pemerintah dan Presiden SBY akan “khusnul khatimah” sampai akhir masa jabatannya tahun 2014 nanti. Namun bila yang terjadi adalah sebaliknya, maka akan tambah sulit bagi Presiden SBY membangun kepercayaan rakyat. Demo-demo yang menuntut Presiden untuk turun dari jabatannya niscaya akan bertambah banyak saja. (Artikel dimuat di Koran Seputar Indonesia tanggal 31 Oktober dan 1 November 2011)

 

 

 

 

 

 

 

Cetak artikel Cetak artikel

Short URL: https://yusril.ihzamahendra.com/?p=710

Posted by on Oct 31 2011. Filed under Politik. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response or trackback to this entry

204 Comments for “KETIDAKJELASAN POSISI WAKIL MENTERI”

  1. Terima kasih pak YIM, telah memberikan pencerahan.

  2. Ambillah orang-orang yang memang kompeten di bidangnya buat jadi menteri, jangan asal ambil saja, ini negara yang kudu diurus :D

  3. wah enak tenan kritiknye yang kritis pade temen yang lagi mabok kekuasaan. Harusnye temen jangan dilupain donk. Tanye kek pade ahlinye sebelum ngambil keputusan. Ngankat pejabat kaye barang aje. Kasian de mentri dan wakilnye yang sekarang cume jage citre doang. Liat aje hasilnye. Aye kuatir jadi kaco balo. Gimane rakyat?

  4. Kader Muda Bulan Bintang

    Bung Denny MEMINJAM PERNYATAAN dan ISTILAH PROF.Mahfud MD Ketua mahkamah Konstitusi “JANGAN TUKAR POSISI DENGAN IDEALISME”

  5. pak YIM artikelnya tidak diragukan lagi buat pembacanya pasti akan membuka wacana dan ilmu baru tentang cara pandang menurut uu maupun peraturan yang berlaku, tidak menutup kemungkinan artikel tersebut adalah bentuk antara setuju maupun tidak setuju adanya penambahan wakil KIB II,

    namun pada intinya penguasa maupun pemegang kekuasan pemerintah tertinggi pastilah mempunyai kebijakan yang baik menurut batin bangsa indonesia maupun peraturan uu yang berlaku, sedikit banyak ada yang tidak sesuai,

    jika posisi presiden itu pak YIM apa yang akan pak YIM lakukan melihat keadaan bangsa INDONESIA yang semakin lama merdeka malah semakin semprawut keadaanya,

  6. Bismillah,

    SEJAK MAHASISWA SAYA MENGENAL BETUL KARAKTER DENNY INDRAYANA. IA MULANYA PENDIAM SAAT BARU MASUK FH UGM, IA BERKEMBANG JADI SEORANG YANG AMBISIUS KARENA LINGKUNGAN MAHASISWA DARI PENJURU NUSANTARA MEMBENTUK SIFATNYA MENJADI MANUSIA YANG “TIDAK MAU KALAH DALAM BERPENDAPAT/MAU MENANG SENDIRI/SANGAT EMOSIONAL, TERUTAMA DIKALANGAN MAHASISWA ASAL KALIMANTAN”. SERING MAU BERKELAHI DENGAN MAHASISWA SUMATERA HAHAHA. IA SANGAT AMBISIUS SAAT INI, DAN SANGAT BERBAHAYA BILA ADA DI PUSARAN KEKUASAAN, HATINYA SEPERTI HITLER DAN WESTERLING.

    IA MEMANG DAN SANGAT “ANTI” PARTAI GOLKAR SEJAK MAHASISWA. IA SAAT ITU JUGA BENCI PENGUASA ORDE BARU. MAKA TAK HERANLAH KETIKA DIANGKAT JADI STAF KHUSUS SBY, MAKA IA MENGGALANG OPINI VIA WARTAWAN ISTANA DAN MENGGUNAKAN GAYUS TAMBUNAN UNTUK MEMBUNUH DAN BENAR-BENAR MEMBUNUH KARAKTER ICAL (ABURIZAL BAKRIE), BAHKAN INGIN ICAL TERSANGKUT KASUS GAYUS DAN MASUK BUI / DIHUKUM BERAT.

    KINI SETELAH BISA MENGELABUI SBY JADI WAMEN, IA MEMINTA KEPADA AS (MENKUMHAM) AGAR TOKOH GOLKAR : PASKAH SUZETA TIDAK DIBERIKAN SK PEMBEBASAN BERSYARAT. KINI AKAN MEMBUAT BLUNDER DI KEMENKUMHAM KARENA IA SANGAT DIBENCI KALANGAN ESELON I.

    KITA LIHAT SAJA PERANGAINYA & HATI-HATI BAGI PEJABAT DI KEMENKUMHAM !!!!!

  7. Sangat aneh kalau AS yg bergelimang masalah dimasa lalu bisa diangkat menjadi Menkum , ditambah lagi Denny anak bawang yg tidak bisa memberi arguman cerdas sehingga Sby terpaksa harus tertunduk oleh perintah MK pd kasus Hendarman , tidak ada prestasi dan kepantasan untuk jabatan Wamen …………. ahhhh sepertinya Sby memang tidak perduli dengan semua itu , dia lebih sibuk bernyanyi dan buat album
    oh ya bung Yusril menurut anda apa lagu Sby bisa masuk TOP 10 ?????

  8. wah, bila berkunjung ke sini selalu dapat pencerahan baru.

    @kuya AS dan DI diangkat oleh Presiden tentu karena loyalitas keduanya yg tidak diragukan lagi. Khususnya Denny Indrayana yg tidak mau kalah beradu argumen dengan siapapun untuk membela SBY.

    Yang paling menarik dari tulisan Prof YIM ini menurut saya adalah bagaimana cara untuk membawa Perpres No 76 Tahun 2011 itu untuk diuji secara formil / materil. Saya kira banyak juga pelbagai peraturan perundangan yang sifatnya demikian. Semoga Presiden kita di masa mendatang adalah salah satu ahli hukum yg benar2 beriman dan bertakwa supaya dapat melakukan harmonisasi peraturan perundangan dan juga selalu takut pada Tuhan.

    Matur tengkyu Prof YIM

  9. DI waktu masih tinggal di Yogya suka MUKUL istrinya, harusnya DI dipenjara karena masuk KDRT. Di Jakarta jadi staf khusus SBY punya gacoan/”pacar” baru. Wah wah

  10. Kami orang Kalimantan Selatan banyak yang tidak suka Denny. Itu anak durhaka ! sama Orangtuanya saja suka melawan, membantah, membentak bapa-nya.

    Kami kira anak itu psikopat, setengah gila, kadang-kadang ia punya halusinasi tertentu yang membuat tingkahnya jadi tidak normal tetapi membuat ia sangat berani melampaui keberanian manusia normal lainnya.

    Kalau diperhatikan tingkahnya/perangainya secara detil, ia seperti orang yang sakit jiwa, kok sekarang jadi wakil menteri ? Harusnya Denny dirawat dokter jiwa/psikiater dahulu, sampai sembuh sekitar 1 tahun, baru diangkat jadi wakil menteri biar tidak “grudak-gruduk” membuyarkan tatanan kementrian hukum-ham yang sudah mapan. Ia berpotensi mengkotak-kotakkan pejabat, mengadu domba orang, dan sifatnya masih kekanak-kanakan dan emosional !

    Pantasnya diobati dahulu di Grogol, baru jadi wamen. Tapi ini udah terlanjur. baiknya para pejabat struktural di Kemenkum ham hati-hati !

  11. Biar aja paling nanti ada kontraksi-kontraksi baru, khususnya orang-orang Golkar yang merasa dizalimi Denny “tukang tipu” indrayana.

  12. Bung YIM,

    Apakah anda pernah ketemu/berdebat di TV dengan denny ? bagaimana menurut anda, apakah si denny ini punya kapasitas jadi wamen ? kok bisa SBY diulok-ulok dengan merubah Perpres ? mh jawab !

    Gozali Abbas

  13. namanya aja keren DENNY INDRAYANA, tapi “barangnya” kecil, eh bukan kecil, nyang bener : MINI.

  14. Kata PATRIALIS AKBAR yang tukang fitnah, tukang ngacau, merusak tatanan hukum di RI ya si Denny “tukang fitnah” Indrayana ini.

  15. Kata PATRIALIS AKBAR yang tukang fitnah, ahli tipu, tukang ngacau, merusak tatanan hukum di RI ya si Denny “tukang fitnah” Indrayana ini.

  16. Kata PATRIALIS AKBAR yang tukang fitnah, ahli tipu, tukang ngacau, merusak tatanan hukum di RI ya si Denny “tukang fitnah” Indrayana ini.

    Kasihan tuh PATRIALIS dikorbanin Denny, jabatannya direbut Duo Demokrat AS-DI.

  17. Kecurigaanku dgn si denny anak kecil itu tambah nyata, hancur hukum di Indonesia gara2 dia. Hancur juga tuh si SBY nantinya.

  18. jika sesuatu urusan dipegang oleh orang2 yang bukan ahlinya tunggulah kehancurannya, Tapi yang perlu diingat negeri ini bukan milik golongan atau keluarga cikeah. maka sadarlah dan kembalikan aset negeri ini kepada rakyat. wahai pemimpin yang mersa koruptor, enyahlah dari negeri ini sebelum terjadi KIAMAT. Allahu Akbar

  19. Kalau kata orang Jowo, katurang-gan itu penting, karena bisa mengetahui watak dan sifat orang. Kalau PENDEK, RAMBUTNYA SEPERTI LANDAK, NGOMONGNYA/BACOTNYA SEPERTI PEREMPUAN, MODEL DENNY INDRAJANA itu ya sifatnya licik, suka mencelakakan, hobi cium “telor” atasan, tukang bohong, pandai silat lidah, ambisius, dan mudah memecah belah orang sekitar, suka fitnah, ngomongnya halus tapi nylekit, gampang tersinggung/sensif, mau menang sendiri, SUKA PAKAI TANGAN ORANG UNTUK MEMUKUL ORANG(IA SUKA PAKAI TANGAN WARTAWAN UNTUK MEMFITNAH) DAN MUNAFIK.

  20. Den, dulu di jogya pian kerjanya nongkrong melulu, ngrumpi kiri-kanan, main biliar-kartu, kini jadi staf khusus terus Wamen punya pacar baru, dasar kurang ajer…..barangnya kecil mungil, imut aja kok rela bohongin istri !

  21. Yang keliru ya SBY, masa korbanin teman-teman partai yang dulu dukung, kini pakai orang pembohong buat nemenin Amir di Kemenhum-ham. Kalau saya jadi SBY cukup 5 Wamen saja yang saya angkat, yaitu Pendidikan, Kesehatan, Keuangan, Dalam Negeri dan Luar Negeri.

    Bukti bahwa rakyat Indonesia salah pilih Presiden, SBY suka membesarkan organisasi/proliferasi dan memboroskan uang negara. Dasar Presiden ngak Pe-de.

  22. Informasi di seluruh Rutan dan LP di seluruh Indonesia : “DENNY PERINTAHKAN SEMUA NAPI TIDAK DIBERI REMISI!!”. Ini nyata mereka dalam hati berontak atas kekejaman si Denny ! dan yang beredar lagi :: Wakil Menteri Denny Indrayana adalah orangnya SBY. Kini jutaan keluarga Napi di Seluruh Indonesia kesal, marah dan berpotensi membenci SBY.

    Apa benar bung YIM ?

  23. Informasi di seluruh Rutan dan LP di seluruh Indonesia : “DENNY PERINTAHKAN SEMUA NAPI TIDAK DIBERI REMISI! ATAS KEMAUAN DAN PERINTAH SBY!”. Ini nyata mereka dalam hati berontak atas kekejaman si Denny ! dan yang beredar lagi :: Wakil Menteri Denny Indrayana adalah orangnya SBY. Kini jutaan keluarga Napi di Seluruh Indonesia kesal, marah dan berpotensi membenci SBY.

    Apa benar bung YIM ?

  24. Anak itu berbahaya sekali, hati-hati para pejabat Depkumham. Gayus Tambunan aja ditipu, istrinya dirayu-rayu lewat sms,kini istri Gayus Tambunan udah ngelahirin anak. Mirip DI atau Gayus ya ?

  25. Bang YIM Yth,

    Apakah UU Kementerian Negara perlu direfisi yang intinya :

    1. Wakil Menteri Wajib dari Pejabat eselon IA, pejabat karir dan bukan asal comot dari PNS serta pejabat fungsional guru besar perguruan tinggi;
    2. Wakil Menteri hanya diperuntukkan bagi 5 (lima) Kementerian yang rentang kendali kerjanya sangat besar seperti : Luar Negeri (rentang kendali seluruh dunia), Dalam Negeri (rentang kendali luas), Pendidikan dan Kebudayaan (rentang kendali luas), Kesehatan (rentang kendrali seluruh rakyat), Keuangan (rentang kendali kompleks/luas);
    3. Wakil Menteri bukan anggota kabinet, sehingga tidak diberi hak pensiun Pejabat Tinggi Negara/Pejabat Politis;
    4. Wakil Menteri mempunyai lingkup kerja/tanggung-jawab hanya internal Kementerian seperti Kepegawaian, Inspektorat (kedisiplinan, kinerja, remunerasi, kebijakan internal), tidak kebijakan external yang berpengaruh pada rakyat banyak seperti yang dilakukan Denny Gila itu tentang remisi napi;
    5.Wakil Menteri sudah pernah duduk setidaknya 2 (dua) jabatan struktural eselon I (baik Ia/Ib) sebagai enrichment dan bagian pengalaman kerja/tour of duty yang membuatnya bijaksana.

    Bagaimana pendapat abang YIM ?

  26. Aww,

    Wah artikel Professor bagus ! Aku dapat pencerahan yang baik hari ini…Alhamdulilah…

    Www,
    Abd Fatah

  27. Pak Jansen yang komentar no. 20, saya kira gara-gara Denny maka akan berakibat kebencian akan SBY meluas. Jutaan suara PD akan hilang, lari kemana-mana di Pemilu yang akan datang…PASTI ! mudah mudahan SBY sadar akan kekeliruannya memilih Denny sebagai Wamen.

  28. Pak Jansen yang komentar no. 20, saya kira gara-gara Denny maka akan berakibat kebencian akan SBY meluas. Jutaan suara PD akan hilang, lari kemana-mana di Pemilu yang akan datang…PASTI ! mudah mudahan SBY sadar akan kekeliruannya memilih Denny sebagai Wamen Kemenkum-HAM.

  29. Pak Jansen yang komentar no. 20,

    Saya kira gara-gara Denny maka akan berakibat kebencian akan SBY meluas. Jutaan suara PD akan hilang, lari kemana-mana di Pemilu yang akan datang…PASTI ! mudah mudahan SBY sadar akan kekeliruannya memilih Denny sebagai Wamen Kemenkum-HAM.

    Chers,
    Tina

  30. Dari semua Wamen yang dipilih SBY, menurut aku hanya 1 (satu) yang paling TIDAK PANTAS yaitu : Denny Indrayana, selain terkenal ngomongnya tidak sahih/tidak valid juga tidak mumpuni. Contohnya ketika Jaksa Agung Hendarman Supanji diberhentikan MK (Mahkamah Konstitusi), si Denny bilang pada pokoknya tidak ada yang mesti diartikan bahwa jaksa agung tidak sah sehingga tidak perlu diganti ! artinya Denny itu SUPER…..ya SUPER GOBLOK !. jelas-jelas Jaksa Agung Ilegal kok tetep bekerja, ya dipecat MK….woalahhh udah SUPER GOBLOK kini membebani citra Presiden lagi!..dasar Tukang Tipu !

  31. Ya itu mbak Siti, orang kalau barangnya “kecil-mungil”, suaranya lantang and ngawur macam Denny Inrayana itu.

  32. Subhanallah, kehancuran SBY Insyaallah dimulai dari Denny (dari dalam), Subhanalah.

  33. Dunia udah rada tue, yang tue makin gile. Coba Aulia Pohan kena 20 tahun, mana benai si “barang mungil” itu ngomongin remisi.

  34. Sy hanya bisa berdoa kepada Tuhan, mudah-mudahan kelak dikemudian hari Denny Indrayana yang saat ini menjabat Wakil Menteri (Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia RI) jadi NARAPIDANA…

  35. Ngangkat orang yang tidak kompeten jadi Wamen, nah lho SBY kena tipu Denny.

  36. Kecurigaanku akan anak itu makin nyata, Denny bukan hanya benci Golkar, tapi juga benci Napi diantaranya PASKAH S

  37. Anaknya menurut aku gak pintar, cuma berani ngomong, kok jadi wamen apa gak salah tuh pak SBY. aku jamin demokrat di Sumut habis !

  38. Aswrwb,

    Artikel yang sangat baik, saya mendukung anda, memang banyak yang instan kini diangkat jadi pejabat menimbulkan iri bagi yang telah 3o tahun lebih berkarir, ini sering terjadi dijaman ini, makanya jangan heran bila rakyat bingung dan menderita. Well Done !

    Yang Ihlas, Bowo

    Pls inform your Email thru my email as above, thanks

  39. Sangat disayangkan, adanya Wamen yang berkualitas rendah seperti Denny Indrayana hanya akan membuat “rusak” kementerian Hukham RI. Sejatinya masih banyak yang lebih baik bila harus terpaksa mengambil dari Perguruan Tinggi, tetapi alangkah lebih elegant dan cantik langkah SBY bila mengambil seorang pejabat struktural eselon IA dilingkungan Kemenhukham RI.

    SBY harus lebih berhati-hati dengan ucapan “manis” Denny. Hati-hati ya Pak Presiden ?

  40. HANCURNYA CITRA BAIK PRESIDEN SBY, BERMULA SALAH-SATUNYA DARI WAMEN DEP. KUMHAM RI. INSYAAALAH

  41. DARI 100 ORANG YANG KENAL DENNY INDRAYANA, 98 MEMBENCI UCAPANNYA, KATA TEMAN DI SEORANG DOKTOR HUKUM TATA NEGARA

  42. Wah jebolnya Denny tho nyang dadi wakil menteri …..hehehe, weleeh-weleh, La dadi rusak no dadine departemen kui ? SBY iku kepiye, wong gemblung kok diangkat dadi wakil menteri opo ora ono liyane tho Pak ?

  43. Wakil Menteri seprul, rodo gendeng, ngomonge ngawur ! La wong kurang waras kok diangkat dadi Wakil Menteri

  44. Wakil Menteri semprul, rodo gendeng, ngomonge ngawur !
    La wong kurang waras kok diangkat dadi Wakil Menteri

  45. Bapak/Ibu Pejabat struktural eselon IV, III, II dan I. Pesan saya hanya satu : Hati-hati dengan Denny Indrayana. Itu saja

  46. Saya sendiri kaget kok bisa anak “pinter bohong” itu jadi wakil mentri. Rakyat banyak jadi apriori dan kecewa dengan pengangkatan SBY terhadap Denny

  47. Namanya Politik. Patrialis dibilang kalah “beropini” dengan Bung YIM, selaku lawan politik SBY. Tapi menurut saya meski YIM sudah tidak diberi jabatan mentri, ia hanya diam dan tetap hormat pada Presiden. Kini yang duduk jadi Wamen adalah orang yang selalu menjelek-jelekkan Patrialis kepada Presiden SBY.

  48. Apa lagi nyang bakalan ‘DIOBOK-OBOK’ si Denny itu, udah ngerusak citra SBY kini mau ‘ngancurin’ KEMENKUMHAM.

  49. INILAH JAMAN EDAN EDAN IKU, NEK ORA NGEDAN ORA KEDUMAN

  50. den, kelingan opo ora mbiyen dolan bareng nang Kaliurang karo cah mahasiswi upn ? arep ngentu sido opo ora koe ?

Leave a Reply