|

UU KEMENTERIAN NEGARA LAYAK DIUJI MK

UU KEMENTERIAN NEGARA LAYAK DIUJI MK

Yusril Ihza Mahendra

Guru Besar Hukum Tata Negara UI

        Ada sebuah LSM mengajukan permohonan uji materil Pasal 10 UU No 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara ke MK. Pasal 10 itu bunyinya “Dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat wakil Menteri pada kementerian tertentu”. Pemohon menganggap norma pasal ini tidak sejalan dengan norma konstitusi, yakni Pasal 17 UUD 1945 yang mengatakan “Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara”. UUD 1945 tidak menyebutkan keberadaan wakil menteri, sehingga Pemohon berpendapat Pasal 10 UU No 39 Tahun 2008 itu bertentangan dengan UUD 1945. Pemohon minta MK membatalkan Pasal 10 UU No 39 Tahun 2008 itu dan menyatakannya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

       Permohonan uji materil di atas memang menarik. Sekiranya MK mengabulkan, maka  serta merta 19 wakil menteri yang diangkat SBY dalam KIB II akan rontok seketika, karena jabatan itu inkonstitusional. Saya sependapat dengan permohonan LSM itu. Secara iseng, hal ini pernah saya lontarkan kepada teman-teman dan pernah dimuat di facebook saya. Saya katakan demikian, karena teman-teman itu ada yang dongkol dengan moratorium napi korupsi, gagasan Wakil Menkumham Denny Indrayana. Ada yang mau demo agar Denny dipecat saja. Saya katakan pada mereka “Jangankan Denny, kalau Pasal 10 UU Kementerian Negara itu kita uji ke MK dan dikabulkan, maka semua wamen SBY itu akan rontok”. Teman-teman  heran dan bertanya mengapa saya tak mengujinya ke MK, seperti dulu saya menguji UU No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, karena menganggap kedudukan Hendarman Supandji sebagai Jaksa Agung, illegal.

       Jawab saya, saya tidak punya “legal standing” untuk mengajukan perkara. Tidak ada kerugian konstitusional apapun pada diri saya, dengan berlakunya Pasal 10 UU No 39  Tahun 2008 itu. Lain dengan  UU Kejaksaan. Herdarman menetapkan saya jadi tersangka korupsi, sementara saya anggap dia tidak berwenang, karena kedudukannya tidak sah. “Jaksa Agung gadungan masak bisa menetapkan saya tersangka, terang saja saya lawan” kata saya pada mereka.. Karena itu, saya memiliki “legal standing”  dan berhak menguji  UU Kejaksaan ke MK untuk memastikan sah tidaknya kedudukan Hendarman. Kebijakan moratorium Denny Indrayana tidak menimbulkan kerugian konstitusional apapun pada saya, karena saya bukan napi korupsi. Mereka yang punya “legal standing” adalah para napi korupsi yang jadi  korban kebijakan Denny. Sayang, mereka tidak memberi kuasa kepada saya sebagai advokat.  Padahal, mereka bisa berargumen, hak-hak konstitusional mereka dirugikan dengan kebijakan Wakil Menkumham. Sementara, jabatan Wakil Menkumham itu inkonstitusional. Dengan pijakan itu, mereka punya berhak menguji Pasal 10 UU No 39 Tahun 2008 ke Mahkamah Konstitusi.

Problema “legal standing” itu juga yang nampaknya bakal menggoyahkan permohonan LSM tersebut di MK. Walaupun argumen mereka untuk menyatakan bahwa Pasal 10 UU No 39 Tahun 2008 bertentangan dengan Pasal 17 UUD 1945 masih bisa diperkuat, namun seperti dipertanyakan hakim panel MK dalam sidang pendahuluan, “legal standing” LSM itu tidak kokoh. Sebagai Pemohon, mereka harus menguraikan dengan jelas hak-hak konstitusional mereka yang diberikan oleh UUD 1945, yang dirugikan dengan berlakunya norma Pasal 10 UU No 39 Tahun 2008 itu. Hak-hak konstitusional yang dirugikan itu tidak bisa bersifat hipotetis, tetapi benar-benar bersifat kongkret, aktual dan nyata terjadi. Kalaupun kerugian itu belum nyata, mereka harus mampu mendalilkan bahwa, dengan penalaran yang wajar,  kerugian itu sangat mungkin akan terjadi dengan berlakunya norma dimaksud. Tanpa “legal standing” yang kokoh, MK akan menolak permohonan LSM tersebut.

Bagi saya, pengujian terhadap UU No 39 Tahun 2008, mestinya tidak terbatas pada keberadaan wakil menteri itu saja. Pengujian sebenarnya dapat dilakukan terhadap keseluruhan UU No 39 Tahun 2008 itu, baik formil maupun materil. Pengujian formil dilakukan  terhadap  UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Uji materilnya dilakukan terhadap UUD 1945. Argumentasinya ialah bahwa seluruh norma dalam Undang-Undang No 39 Tahun 2008 tentang Kementeri tersebut adalah bertentangan dengan apa yang diperintahkan oleh  Pasal 17 ayat (3) UUD 1945. Norma yang berisi perintah dalam pasal 17 ayat (3) UUD 1945 itu mengatakan “Pembentukan, pengubahan dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undang-undang”.

Secara historis, norma pasal di atas muncul pada amandemen ketiga UUD 1945 tahun 2002. Ketika amandemen terjadi,  kementerian negara sudah ada, bahkan sudah ada sejak tahun 1945. Pembentukan, pengubahan dan pembubaran kementerian negara sebelum amandemen itu, cukup dilakukan Presiden dengan mengacu kepada pasal 17 dan Penjelasan UUD 1945 (ketika masih ada), sejalan dengan konsep prerogatif Presiden dalam membentuk kabinet. Konvensi pembentukan kabinetpun telah terbentuk dalam sejarah ketatanegaraan kita sejak awal kemerdekaan. Penambahan pasal ini ke dalam UUD 1945 dilatar-belakangi oleh pembentukan, pengubahan dan pembubaran kementerian yang terjadi sesuka hati di zaman Gus Dur jadi Presiden.

Khawatir hal di atas akan  berulang, maka muncullah Pasal 17 ayat (3) itu. Karena itu, secara histroris, Pasal 17 UUD ayat (3) UUD 1945 itu harus dipahami dalam konteks seperti itu, kecuali kita mau jadi a-historis.  Kalau demikian pemahamannya, maka undang-undang yang harus lahir dari Pasal 17 ayat (3) UUD 1945, bukanlah Undang-Undang tentang Kementerian Negara dengan segala tetek-bengeknya, melainkan Undang-Undang tentang “Pembentukan, Pengubahan dan Pembubaran Kementerian Negara”. Pendapat saya ini sejalan dengan ketentuan UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, bahwa salah satu sebab lahirnya undang-undang ialah, karena diperintahkan pembentukannya oleh Undang-Undang Dasar. Jadi, Undang-Undang “Kementerian Negara” yang mengatur tetek-bengek  kementerian negara begitu rinci,  adalah  “lain disuruh, lain dikerjakan”. Maka, secara formil, cukup alasan undang-undang ini untuk diuji ke MK agar dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945. Ini termasuk norma-norma pengaturannya, yang secara materil tentu dapat pula diuji, termasuk keberadaan wakil menteri itu.

      UU No 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara, inisiatifnya datang dari Badan Legislasi DPR tahun 2005. Pemerintah sendiri ketika itu tengah menyiapkan RUU tentang “Pembentukan, Penggabungan dan Pembubaran Kementerian Negara” seperti diperintahkan Pasal 17 ayat (3) UUD 1945. Saya, selaku Mensesneg waktu itu, diperintah Presiden SBY untuk mewakili beliau membahas RUU inisiatif DPR itu. Pandangan saya bahwa DPR salah kaprah memahami Pasal 17 ayat (3) UUD 1945 dengan RUU Kementerian Negara yang mereka susun, telah saya kemukakan dalam Rapat Pembahasan RUU tersebut, yang dipimpin Agun Gunandjar.  DPR berkeras. Memang, harus banyak kompromi dengan DPR dalam membahas RUU. Sayangnya, saya tidak selesai membahas RUU itu. Tanggal 7 Mei 2007 saya diberhentikan sebagai Mensesneg. Pembahasan RUU itu dilanjutkan Mensesneg  Hatta Radjasa dan Menkumham Andi Mattalata. Maka jadilah UU Kementerian Negara seperti sekarang ini.*****

 (Artikel dimuat di Koran Seputar Indonesia, 5 Desember 2011.)

 

 

 

 

 

.

 

Cetak artikel Cetak artikel

Short URL: https://yusril.ihzamahendra.com/?p=740

Posted by on Dec 5 2011. Filed under Politik. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response or trackback to this entry

24 Comments for “UU KEMENTERIAN NEGARA LAYAK DIUJI MK”

  1. Subhanallah, Bakl Rontok 19 Wakil Menteri.

  2. Jika saatnya tlah tiba kerontokan itu pasti terjadi

  3. “lain disuruh lain dikerjakan” memang banyak terjadi. karena tidak matang dalam logika sederhana ini urusan besar, urusan negara, urusan undang-undang yg krusial berubah jadi runyam.

  4. tambah lagi ketidak mengertian penguase pade hukum tate negare, padahal ade si deny yang sok pinter tapi keblinger, ape aje kerjenye waktu jadi orang deket presiden, harusnye ngasih tau soal kedudukan hukum wakil menteri secare akademik dan mendalem seperti yang ditulis yim di blog ini, kan bise tambe bikin malu esbeye kalo sampe wakil menteri ilegal.

  5. bisa jadi SBY juga bakal rontok sebelum masa jabatannya……

  6. Salam bung YIM, yang legal dan simeteris dgn UUD hanya Presiden & Wapres donk kalau gitu ? sementara itu :

    1. UU Kementerian Negara perlu diuji MK karena bertentangan dgn UUD krn Wakil menteri illegal;
    2. UU Pemerintah Daerah perlu diuji MK karena bertentangan dgn UUD krn Wakil Gubernur/WakilBupati/Wakil Walikota illegal;

    Salam…

  7. Bang YIM

    Sebaiknya para Napi yang ada legal standingnya dapat menguji dan merontokkan 19 Wamen itu. Ada informasi istana ingin menambah “bolo kurowo” karena sedang bingung menghadapi abang. Kabarnya mencari seorang anggota Wantimpres nyang ahli, bener-bener ahli hukum pidana, kemungkinan Muladi nyang dielus-elus istana. Sebegitu serius-kah manuver hukum yang abang buat hehehe…?

    Yg Ihlas

  8. Setuju 19 wamen roooooooontoooooook !

  9. Pak Yusril yth,

    Setelah saya mat-amati bagi yang komen ke blog anda ada yang dapat gambar persegi empat (abstract) warna biru, merah, coklat, kuning dsb.

    Apakah arti tanda-tanda itu pak, jawab ya ?

  10. yoi saya juga lihat dan amati trus, saya selalu dapat BIRU, kenapa ?

  11. “Secara iseng, hal ini pernah saya lontarkan kepada teman-teman dan pernah dimuat di facebook saya”

    wah ternyata bang YIM sdh ada facebooknya pulah..mantapp..
    tp ternyata friend nya sdh full..gak bisa di add lagi…bikin “page” aja Bang..biar semua bisa komen.

    Salam

  12. Ya..ginilah kalau negara dipimpin oleh yg bukan ahlinya, ditambah pembantu-pembantunya yg jg gablek…? Maka hancur negara ini…? Kasihan si BEYE..punya menteri kok cuma bisa ABS..semua, maju terus bang YIM bongkar bobroknya pemerintah Si BEYE..ini..

  13. Kader Muda Bulan Bintang

    Subhanallah……………
    Prof Yusril Memang Perspustakan Berjalan Di NKRI ini, karena Prof Yusril Memahami semua seluk beluk hukum Tata Negara di negara ini.

  14. Bgm pendapat anda tentang Papua Barat yang rakyatnya kini banyak ditembaki oleh Polisi ?
    Saya pun pula lampirkan artikel tentang Papua Barat, apakah logis menurut pandangan hukum yang bapak ketahui ?

    DASAR BUDAYA, SEJARAH HUKUM INTERNASIONAL PAPUA BARAT

    Oleh: Ottis Simopiaref
    Mengapa rakyat Papua Barat ingin merdeka di luar Indonesia?
    Mengapa rakyat Papua Barat masih tetap meneruskan perjuangan mereka?
    Kapan mereka mau berhenti berjuang?
    Ada empat faktor yang mendasari keinginan rakyat Papua Barat untuk memiliki negara sendiri yang merdeka dan berdaulat di luar penjajahan manapun, yaitu:
    1. hak hukum
    2. budaya
    3. latarbelakang sejarah
    4. realitas sekarang
    ad 1. Hak Hukum
    Kemerdekaan adalah »hak« berdasarkan Deklarasi Universal HAM (Universal Declaration on Human Rights) yang menjamin hak-hak individu dan berdasarkan Konvenant Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik yang menjamin hak-hak kolektif di dalam mana hak penentuan nasib sendiri (the right to self-determination) ditetapkan.
    »All peoples have the right of self-determination. By virtue of that right they freely determine their political status and freely pursue their economic, social and cultural development – Semua bangsa memiliki hak penentuan nasib sendiri. Atas dasar mana mereka bebas menentukan status politik mereka dan bebas melaksanakan pembangunan ekonomi dan budaya mereka«
    (International Covenant on Civil and Political Rights, Article 1). Nation is used in the meaning of People (Roethof 1951:2) and can be distinguished from the concept State – Bangsa digunakan dalam arti Rakyat (Roethof 1951:2) dan dapat dibedakan dari konsep Negara (Riop Report No.1). Riop menulis bahwa sebuah negara dapat mencakup beberapa bangsa, maksudnya kebangsaan atau rakyat (A state can include several nations, meaning Nationalities or Peoples).
    Ada dua jenis the right to self-determination (hak penentuan nasib sendiri), yaitu external right to self-determination dan internal right to self-determination.
    External right to self-determination yaitu hak penentuan nasib sendiri untuk mendirikan negara baru di luar suatu negara yang telah ada. Contoh: hak penentuan nasib sendiri untuk memiliki negara Papua Barat di luar negara Indonesia. External right to self-determination, or rather self-determination of nationalities, is the right of every nation to build its own state or decide whether or not it will join another state, partly or wholly (Roethof 1951:46) – Hak external penentuan nasib sendiri, atau lebih baiknya penentuan nasib sendiri dari bangsa-bangsa, adalah hak dari setiap bangsa untuk membentuk negara sendiri atau memutuskan apakah bergabung atau tidak dengan negara lain, sebagian atau seluruhnya (Riop Report No.1). Jadi, rakyat Papua Barat dapat juga memutuskan untuk berintegrasi ke dalam negara tetangga Papua New Guinea. Perkembangan di Irlandia Utara dan Irlandia menunjukkan gejala yang sama. Internal right to self-determination yaitu hak penentuan nasib sendiri bagi sekelompok etnis atau bangsa untuk memiliki daerah kekuasaan tertentu di dalam batas negara yang telah ada. Suatu kelompok etnis atau suatu bangsa berhak menjalankan pemerintahan sendiri, di dalam batas negara yang ada, berdasarkan agama, bahasa dan budaya yang dimilikinya. Di Indonesia dikenal Daerah Istimewa Jogyakarta dan Daerah Istimewa Aceh. Pemerintah daerah-daerah semacam ini biasanya dilimpahi kekuasaan otonomi ataupun kekuasaan federal. Sayangnya, Jogyakarta dan Aceh belum pernah menikmati otonomi yang adalah haknya.
    ad 2. Budaya
    Rakyat Papua Barat, per definisi, merupakan bagian dari rumpun bangsa atau ras Melanesia yang berada di Pasifik, bukan ras Melayu di Asia. Rakyat Papua Barat memiliki budaya Melanesia. Bangsa Melanesia mendiami kepulauan Papua (Papua Barat dan Papua New Guinea), Bougainville, Solomons, Vanuatu, Kanaky (Kaledonia Baru) dan Fiji. Timor dan Maluku, menurut antropologi, juga merupakan bagian dari Melanesia. Sedangkan ras Melayu terdiri dari Jawa, Sunda, Batak, Bali, Dayak, Makassar, Bugis, Menado, dan lain-lain.
    Menggunakan istilah ras di sini sama sekali tidak bermaksud bahwa saya menganjurkan rasisme. Juga, saya tidak bermaksud menganjurkan nasionalisme superior ala Adolf Hitler (diktator Jerman pada Perang Dunia II). Adolf Hitler menganggap bahwa ras Aria (bangsa Germanika) merupakan manusia super yang lebih tinggi derajat dan kemampuan berpikirnya daripada manusia asal ras lain. Rakyat Papua Barat sebagai bagian dari bangsa Melanesia merujuk pada pandangan Roethof sebagaimana terdapat pada ad 1 di atas.
    ad 3. Latarbelakang Sejarah
    Kecuali Indonesia dan Papua Barat sama-sama merupakan bagian penjajahan Belanda, kedua bangsa ini sungguh tidak memiliki garis paralel maupun hubungan politik sepanjang perkembangan sejarah. Analisanya adalah sebagai
    berikut:
    Pertama: Sebelum adanya penjajahan asing, setiap suku, yang telah mendiami Papua Barat sejak lebih dari 50.000 tahun silam, dipimpin oleh kepala-kepala suku (tribal leaders). Untuk beberapa daerah, setiap kepala suku dipilih secara demokratis sedangkan di beberapa daerah lainnya kepala suku diangkat secara turun-temurun. Hingga kini masih terdapat tatanan pemerintahan tradisional di beberapa daerah, di mana, sebagai contoh, seorang Ondofolo masih memiliki kekuasaan tertentu di daerah Sentani dan Ondoafi masih disegani oleh masyarakat sekitar Yotefa di Numbai. Dari dalam tingkat pemerintahan tradisional di Papua Barat tidak terdapat garis politik vertikal dengan kerajaan-kerajaan kuno di Indonesia ketika itu.
    Kedua: Rakyat Papua Barat memiliki sejarah yang berbeda dengan Indonesia dalam menentang penjajahan Belanda dan Jepang. Misalnya, gerakan Koreri di Biak dan sekitarnya, yang pada awal tahun 1940-an aktif menentang kekuasaan Jepang dan Belanda, tidak memiliki garis komando dengan gerakan kemerdekaan di Indonesia ketika itu. Gerakan Koreri, di bawah pimpinan Stefanus Simopiaref dan Angganita Menufandu, lahir berdasarkan kesadaran pribadi bangsa Melanesia untuk memerdekakan diri di luar penjajahan asing.
    Ketiga: Lamanya penjajahan Belanda di Indonesia tidak sama dengan lamanya penjajahan Belanda di Papua Barat. Indonesia dijajah oleh Belanda selama sekitar 350 tahun dan berakhir ketika Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 27 Desember 1949. Papua Barat, secara politik praktis, dijajah oleh Belanda selama 64 tahun (1898-1962).
    Keempat: Batas negara Indonesia menurut proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 adalah dari »Aceh sampai Ambon«, bukan dari »Sabang sampai Merauke«. Mohammed Hatta (almarhum), wakil presiden pertama RI dan lain-lainnya justru menentang dimasukkannya Papua Barat ke dalam Indonesia (lihat Karkara lampiran I, pokok Hindia Belanda oleh Ottis Simopiaref).
    Kelima: Pada Konferensi Meja Bundar (24 Agustus – 2 November 1949) di kota Den Haag (Belanda) telah dimufakati bersama oleh pemerintah Belanda dan Indonesia bahwa Papua Barat tidak merupakan bagian dari negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Status Nieuw-Guinea akan ditetapkan oleh kedua pihak setahun kemudian. (Lihat lampiran II pada Karkara oleh Ottis Simopiaref).
    Keenam: Papua Barat pernah mengalami proses dekolonisasi di bawah pemerintahan Belanda. Papua Barat telah memiliki bendera national »Kejora«, »Hai Tanahku Papua« sebagai lagu kebangsaan dan nama negara »Papua Barat«. Simbol-simbol kenegaraan ini ditetapkan oleh New Guinea Raad / NGR (Dewan New Guinea). NGR didirikan pada tanggal 5 April 1961 secara demokratis oleh rakyat Papua Barat bekerjasama dengan pemerintah Belanda. Nama negara, lagu kebangsaan serta bendera telah diakui oleh seluruh rakyat Papua Barat dan pemerintah Belanda.
    Ketujuh: Dari 1 Oktober 1962 hingga 1 Mei 1963, Papua Barat merupakan daerah perwalian PBB di bawah United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) dan dari tahun 1963 hingga 1969, Papua Barat merupakan daerah perselisihan internasional (international dispute region). Kedua aspek ini menggaris-bawahi sejarah Papua Barat di dunia politik internasional dan sekaligus menunjukkan perbedaannya dengan perkembangan sejarah Indonesia bahwa kedua bangsa ini tidak saling memiliki hubungan sejarah.
    Kedelapan: Pernah diadakan plebisit (Pepera) pada tahun 1969 di Papua Barat yang hasilnya diperdebatkan di dalam Majelis Umum PBB. Beberapa negara anggota PBB tidak setuju dengan hasil Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) karena hanya merupakan hasil rekayasa pemerintah Indonesia. Adanya masalah Papua Barat di atas agenda Majelis Umum PBB menggaris-bawahi nilai sejarah Papua Barat di dunia politik internasional. Ketidaksetujuan beberapa anggota PBB dan kesalahan PBB dalam menerima hasil Pepera merupakan motivasi untuk menuntut agar PBB kembali memperbaiki sejarah yang salah. Kesalahan itu sungguh melanggar prinsip-prinsip PBB sendiri. (Silahkan lihat lebih lanjut pokok tentang Pepera dalam Karkara oleh Ottis Simopiaref).
    Kesembilan: Rakyat Papua Barat, melalui pemimpin-pemimpin mereka, sejak awal telah menyampaikan berbagai pernyataan politik untuk menolak menjadi bagian dari RI. Frans Kaisiepo (almarhum), bekas gubernur Irian Barat, pada konferensi Malino 1946 di Sulawesi Selatan, menyatakan dengan jelas bahwa rakyatnya tidak ingin dihubungkan dengan sebuah negara RI (Plunder in Paradise oleh Anti-Slavery Society). Johan Ariks (alm.), tokoh populer rakyat Papua Barat pada tahun 1960-an, menyampaikan secara tegas perlawanannya terhadap masuknya Papua Barat ke dalam Indonesia (Plunder in Paradise oleh Anti-Slavery Society). Angganita Menufandu (alm.) dan Stefanus Simopiaref (alm.) dari Gerakan Koreri, Raja Ati Ati (alm.) dari Fakfak, L.R. Jakadewa (alm.) dari DVP-Demokratische Volkspartij, Lodewijk Mandatjan (alm.) dan Obeth Manupapami (alm.) dari PONG-Persatuan Orang Nieuw-Guinea, Barend Mandatjan (alm.), Ferry Awom (alm.) dari Batalyon Papua, Permenas Awom (alm.), Jufuway (alm.), Arnold Ap (alm.), Eliezer Bonay (alm.), Adolf Menase Suwae (alm.), Dr. Thomas Wainggai (alm.), Nicolaas Jouwe, Markus Wonggor Kaisiepo dan lain-lainnya dengan cara masing-masing, pada saat yang berbeda dan kadang-kadang di tempat yang berbeda memprotes adanya penjajahan asing di Papua Barat.
    ad 4. Realitas Sekarang
    Rakyat Papua Barat menyadari dirinya sendiri sebagai bangsa yang terjajah sejak adanya kekuasaan asing di Papua Barat. Kesadaran tersebut tetap menjadi kuat dari waktu ke waktu bahwa rakyat Papua Barat memiliki identitas tersendiri yang berbeda dengan bangsa lain. Di samping itu, penyandaran diri setiap kali pada identitas pribadi yang adalah dasar perjuangan, merupakan akibat dari kekejaman praktek-praktek kolonialisme Indonesia. Perlawanan menjadi semakin keras sebagai akibat dari (1) penindasan yang brutal, (2) adanya ruang-gerak yang semakin luas di mana seseorang dapat mengemukakan pendapat secara bebas dan (3) membanjirnya informasi yang masuk tentang sejarah Papua Barat. Rakyat Papua Barat semakin mengetahui dan mengenal sejarah mereka. Kesadaran merupakan basis untuk mentransformasikan realitas, sebagaimana almarhum Paulo Freire (profesor Brasilia dalam ilmu pendidikan) menulis. Semangat juang menjadi kuat sebagai akibat dari kesadaran itu sendiri.
    Pada tahun 1984 terjadi exodus besar-besaran ke negara tetangga Papua New Guinea dan empat pemuda Papua yaitu Jopie Roemajauw, Ottis Simopiaref, Loth Sarakan (alm.) dan John Rumbiak (alm.) memasuki kedutaan besar Belanda di Jakarta untuk meminta suaka politik. Permintaan suaka politik ke kedubes Belanda merupakan yang pertama di dalam sejarah Papua Barat. Gerakan yang dimotori Kelompok Musik-Tari Tradisional, Mambesak (bahasa Biak untuk Cendrawasih) di bawah pimpinan Arnold Ap (alm.) merupakan manifestasi politik anti penjajahan yang dikategorikan terbesar sejak tahun 1969. Kebanyakan anggota Mambesak mengungsi dan berdomisili di Papua New Guinea sedangkan sebagian kecil masih berada dan aktif di Papua Barat.
    Dr. Thomas Wainggai (alm.) memimpin aksi damai besar pada tanggal 14 Desember 1988 dengan memproklamirkan kemerdekaan negara Melanesia Barat (Papua Barat). Setahun kemudian pada tanggal yang sama diadakan lagi aksi damai di Numbai (nama pribumi untuk Jayapura) untuk memperingati 14 Desember. Dr. Thom Wainggai dijatuhkan hukuman penjara selama 20 tahun, namun beliau kemudian meninggal secara misterius di penjara Cipinang. Papua Barat dilanda berbagai protes besar-besaran selama tahun 1996. Tembagapura bergelora bagaikan air mendidih selama tiga hari (11-13 Maret). Numbai terbakar tanggal 18 Maret menyusul tibanya mayat Thom Wainggai. Nabire dijungkir-balik selama 2 hari (2-3 Juli). Salah satu dari aksi damai terbesar terjadi awal Juli 1998 di Biak, Numbai, Sorong dan Wamena, kemudian di Manokwari. Salah satu pemimpin dari gerakan bulan Juli 1998 adalah Drs. Phillip Karma. Drs. P. Karma bersama beberapa temannya sedang ditahan di penjara Samofa, Biak sambil menjalani proses pengadilan. Gerakan Juli 1998 merupakan yang terbesar karena mencakup daerah luas yang serentak bergerak dan memiliki jumlah massa yang besar. Gerakan Juli 1998 terorganisir dengan baik dibanding gerakan-gerakan sebelumnya. Di samping itu, Gerakan Juli 1998 dapat menarik perhatian dunia melalui media massa sehingga beberapa kedutaan asing di Jakarta menyampaikan peringatan kepada ABRI agar menghentikan kebrutalan mereka di Papua Barat. Berkat Gerakan Juli 1998 Papua Barat telah menjadi issue yang populer di Indonesia dewasa ini. Di samping sukses yang telah dicapai terdapat duka yang paling dalam bahwa menurut laporan dari PGI (Persekutuan Gereja Indonesia) lebih dari 140 orang dinyatakan hilang dan kebanyakan mayat mereka telah ditemukan terdampar di Biak. Menurut laporan tersebut, banyak wanita yang diperkosa sebelum mereka ditembak mati. Realitas penuh dengan represi, darah, pemerkosaan, penganiayaan dan pembunuhan, namun perjuangan tetap akan dilanjutkan. Rakyat Papua Barat menyadari dan mengenali realitas mereka sendiri. Mereka telah mencicipi betapa pahitnya realitias itu. Mereka hidup di dalam dan dengan suatu dunia yang penuh dengan ketidakadilan, namun kata-kata Martin Luther King masih disenandungkan di mana-mana bahwa »We shall overcome someday!« (Kita akan menang suatu ketika!).
    Masa depan: Tidak diikut-sertakannya rakyat Papua Barat sebagai subjek masalah di dalam Konferensi Meja Bundar, New York Agreement yang mendasari Act of Free Choice, Roma Agreement dan lain-lainnya merupakan pelecehan hak penentuan nasib sendiri yang dilakukan oleh pemerintah (state violence) dalam hal ini pemerintah Indonesia dan Belanda. (Untuk Roma Agreement, silahkan melihat lampiran pada Karkara oleh Ottis Simopiaref). Rakyat Papua Barat tidak diberi kesempatan untuk memilih secara demokratis di dalam Pepera. Act of Free Choice disulap artinya oleh pemerintah Indonesia menjadi Pepera. Di sini terjadi manipulasi pengertian dari Act of Free Choice (Ketentuan Bebas Bersuara) menjadi Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera). Ortiz Sans sebagai utusan PBB yang mengamati jalannya Pepera melaporkan bahwa rakyat Papua Barat tidak diberikan kebebasan untuk memilih. Ketidakseriusan PBB untuk menerima laporan Ortiz Sans merupakan pelecehan hak penentuan nasib sendiri. PBB justru melakukan pelecehan HAM melawan prinsip-prinsipnya sendiri. Ini merupakan motivasi di mana rakyat Papua Barat akan tetap berjuang menuntut pemerintah Indonesia, Belanda dan PBB agar kembali memperbaiki kesalahan mereka di masa lalu. Sejak pencaplokan pada 1 Mei 1963, pemerintah Indonesia selalu berpropaganda bahwa yang pro kemerdekaan Papua Barat hanya segelintir orang yang sedang bergerilya di hutan. Tapi, Gerakan Juli 1998 membuktikan yang lain di mana dunia telah menyadari bahwa jika diadakan suatu referendum bebas dan adil maka rakyat Papua Barat akan memilih untuk merdeka di luar Indonesia. Rakyat Indonesia pun semakin menyadari hal ini.
    Menurut catatan sementara, diperkirakan bahwa sekitar 400 ribu orang Papua telah meninggal sebagai akibat dari dua hal yaitu kebrutalan ABRI dan kelalaian politik pemerintah. Sadar atau tidak, pemerintah Indonesia telah membuat sejarah hitam yang sama dengan sejarah Jepang, Jerman, Amerikat Serikat, Yugoslavia dan Rwanda. Jepang kemudian memohon maaf atas kebrutalannya menduduki beberapa daerah di Asia-Pasifik pada tahun 1940-an. Sentimen anti Jerman masih terasa di berbagai negara Eropa Barat. Ini membuat para pemimpin dan orang-orang Jerman menjadi kaku jika mengunjungi negara-negara yang pernah didukinya, apalagi ke Israel. Berbagai media di dunia pada 4 Desember 1998 memberitakan penyampaian maaf untuk pertama kali oleh Amerika Serikat (AS) melalui menteri luarnegerinya, Madeleine Albright. “Amerika Serikat menyesalkan »kesalahan-kesalahan yang amat sangat« yang dilakukannya di Amerika Latin selama perang dingin”, kata Albright. AS ketika itu mendukung para diktator bersama kekuatan kanan yang berkuasa di Amerika Latin di mana terjadi pembantaian terhadap berjuta-juta orang kiri. Semoga Indonesia akan bersedia untuk merubah sejarah hitam yang ditulisnya dengan memohon maaf kepada rakyat Papua Barat di kemudian hari. Satu per satu para penjahat perang di bekas Yugoslavia telah diseret ke Tribunal Yugoslavia di kota Den Haag, Belanda. Agusto Pinochet, bekas diktator di Chili, sedang diperiksa di Inggris untuk diekstradisikan ke Spanyol. Dia akan diadili atas terbunuhnya beribu-ribu orang selama dia berkuasa di Chili. Suatu usaha sedang dilakukan untuk mendokumentasikan identitas dan kebrutalan para pemimpin ABRI di Papua Barat. Dokumentasi tersebut akan digunakan di kemudian hari untuk menyeret para pemimpin ABRI ke tribunal di Den Haag. Akhir tahun ini (1998) dunia membuka mata terhadap beberapa daerah bersengketa (dispute regions), yaitu Irlandia Utara, Palestina dan Polisario (Sahara Barat). Kedua pemimpin di Irlandia Utara yang masih dijajah Inggris menerima Hadiah Perdamaian Nobel (Desember 1998). Bill Clinton, presiden Amerikat, yang mengunjungi Palestina, tanggal 14 Desember 1998, mendengar pidato dari Yaser Arafat bahwa daerah-daerah yang diduki di Palestina harus ditinggalkan oleh Israel. Sekretaris Jenderal PBB, Kofi Annan, yang mengadakan tour di Afrika Utara mampir di Aljasaria untuk mencoba menengahi konflik antara Front Polisario dan Maroko. Front Polisario dengan dukungan Aljasaria masih berperang melawan Maroko yang menduduki Polisario (International Herald Tribune, Nov. 30, 1998). Mengapa ada konflik di Irlandia Utara, Palestina dan Polisario? Karena rakyat-rakyat di sana menuntut hak mereka dan memiliki budaya serta latar-belakang sejarah yang berbeda dari penjajah yang menduduki negeri mereka. Realitas sekarang menunjukkan bahwa rakyat-rakyat di sana masih tetap berjuang untuk membebaskan diri dari penjajahan. Realitas sekarang di Papua Barat membuktikan adanya perlawanan rakyat menentang penjajahan Indonesia. Ini merupakan manifestasi dari makna faktor-faktor budaya, latar-belakang sejarah yang berbeda dari Indonesia dan terlebih hak sebagai dasar hukum di mana rakyat Papua Barat berhak untuk merdeka di luar Indonesia.
    Sejarah Papua Barat telah menjadi kuat, sarat, semakin terbuka dan kadang-kadang meledak. Perjuangan kemerdekaan Papua Barat tidak pernah akan berhenti atau dihentikan oleh kekuatan apapun kecuali ketiga faktor (hak, budaya dan latarbelakang sejarah) tersebut di atas dihapuskan keseluruhannya dari kehidupan manusia bermartabat. Rakyat Papua Barat akan meneruskan perjuangannya untuk menjadi negara tetangga yang baik dengan Indonesia. Rakyat Papua Barat akan meneruskan perjuangannya untuk menjadi bagian yang setara dengan masyarakat internasional. Perjuangan akan dilanjutkan hingga perdamaian di Papua Barat tercapai. Anak-anak, yang orang-tuanya dan kakak-kakaknya telah menjadi korban kebrutalan ABRI tidak akan hidup damai selama Papua Barat masih merupakan daerah jajahan. Mereka akan meneruskan perjuangan kemerdekaan Papua Barat. Mereka akan meneriakkan pekikan Martin Luther King, pejuang penghapusan perbedaan warna kulit di Amerka Serikat, “Lemparkan kami ke penjara, kami akan tetap mencintai. Lemparkan bom ke rumah kami, dan ancamlah anak-anak kami, kami tetap mengasihi”. Rakyat Papua Barat mempunyai sebuah mimpi yang sama dengan mimpinya Martin Luther King, bahwa :kita akan menang suatu ketika/hari. Bahwa Kemedekaan itu adalah Hak Segala Bangsa….
    ________________________________________
    Tulisan di atas dipetik dari diktat berjudul Karkara karangan Ottis Simopiaref. Ottis Simopiaref lahir tahun 1953 di Biak, Papua Barat dan sedang berdomisi di Belanda sejak 14 Maret 1984 setelah bersama tiga temannya lari dan meminta suaka politik di Kedutaan Besar Belanda di Jakarta tanggal 28 Februari 1984.
    ________________________________________

  15. Bung Uscil, kenape UU Keistimewaan DI Yogya kagak rampung-rampung. kenape ye SBY ngotot menghilangkan keistimewaan Sultan ? Ape SBY gak suke me tuh sultan ?

  16. Asw,

    Bung YIM kenapa anda tidak jemput bola saja, orang anda kan banyak, kirim utusan ke napi politik yang dirugikan aturan gobloknya Deni, beri penjelasan pasti mereka akan tertarik, karena tidak semua napi boleh buka laptop kan ? wslm

  17. Bang yusril memang jempolan, jago and ahli hukum ! perpustakaan berjalan. Bg pendapat anda ttg UU Otonomi Khusus Aceh bang ? aceh punya UU sendiri, punya partai lokal dan apakah bukan negara dalam negara, Darusalam sendiri artinya apa bang ? apakah tidak bertentangan dgn UUD krn negara kita adalah negara kesatuan ?

  18. Ternyta denny indrayana sangat licik, karena apabila kasus BBM Balaraja yang ternyata diduga kuat diotaki Amir Syamsuddin-Menkumham saat ini, maka Denny akan manuver ke SBY untuk bisa meraih ambisinya jadi Menteri Kumham.

    Cepat=cepat saja UU Kementrian Negara diuji ke MK biar si Denny tidak dipecat seperti Jaksa Agung Illegal tempohari. Rakyat akan bersyukur ke Hadirat Allah Swt bila denny dinyatakan sebagai Wakil Mentri ILLEGAL !

    Salut buat bung YIM !!

  19. Ternyta denny indrayana sangat licik, karena apabila kasus BBM Balaraja yang ternyata diduga kuat diotaki Amir Syamsuddin-Menkumham saat ini terbongkar dan amir jadi tersangka, maka Denny akan manuver ke SBY untuk bisa meraih ambisinya jadi Menteri Kumham.

    Cepat=cepat saja UU Kementrian Negara diuji ke MK biar si Denny tidak dipecat seperti Jaksa Agung Illegal tempohari. Rakyat akan bersyukur ke Hadirat Allah Swt bila denny dinyatakan sebagai Wakil Mentri ILLEGAL !

    Salut buat bung YIM !!

  20. Presiden-Wapres pun Illegal bila kecurangan “maen di IT KPU”, terbongkar !

  21. Assalamualaikum.
    Bang YIM yang saya hormati,
    Saatnya kebenaran dimenangkan, dan jika Para Wamen itu Rontok, tolong gaji dan segala Fasilitas negara yang telah digunakan selama menjabat dikembalikan kepada Negara. Karena haram hukumnya, itu uang kami yang masih kedlaparan di desa-desa. Sekali lagi camkan itu semua. Wassalam

  22. Bung YIM,

    Bersyukurlah anda kepada Allah Swt, karena sejak dipegang SBY bangsa Indonesia ini semakin hancur !, indikatornya banyak spt :

    1. papan, sandang pangan = dijaman Mega jauh lebih murah,
    2. organisasi pemerintah pusat = dijaman mega, habibie dan gus dur lebih ramping + efisien tanpa wamen,
    3. korupsi = dijaman Mega tidak ada korupsi Century sampe 6,5 trilyun, audit BPK tertinggi korupsi,
    4. listrik, indeks konsumsi = di Jaman Mega dan Gusdur, Habibie, Soeharto, Soekarno jauh lebih murah,
    5. parpol terkorup = dijaman ini Partai Demokrat jauh lebih korup dari Golkar

    Salam GM

  23. PAK YUSRIL,

    MANUSIA HARUS SALAH, KALAU GAK SALAH ITU BUKAN MANUSIA NAMUN MALAIKAT !

    MANUSIA ITU JUGA HARUS BERMACEM-MACEM, ADA YANG PINTAR SEPERTI YUSRIL, ADA YANG NGACO SEPERTI RUHUT, ADA YANG LUCU SEPERTI TUKUL ARWANA, ADA YANG MUNAFIK SEPERTI SBY, DAN ADA YANG PENDIAM SEPERTI BOEDIONO.

    KALO HANYA SEPERTI BOEDIONO SEMUA GAK DINAMIS DONG, MAKANYA DENGAN ADANYA WAKIL MENTERI AKAN MERAMAIKAN PERJALANAN SEJARAH PEMERINTAHAN SEKARANG INI, YANG AKAN MALU KARENA BILA DIUJI OLEH YANG PUNYA LEGAL STANDING AKAN RONTOK DAN MALU-MALUIN…..1+19 = BERAPA PAK YUSRIL HEHEHE ?

    1 + 19 = HENDARMAN ILLEGAL + WAMEN ILLEGAL = YANG BAKAL ILLEGAL KALEHDOSO (DUAPULUH GITU….)

    SALAM PAK YUSRIL….

  24. Bung YIM, apakah saya di ijinkan mengumpulkan tulisan atau setiap komentar di blog ini untuk saya cetak menjadi buku. Sy menilai tulisan bung YIm ini layak di ketahui publik. Trm

    Coba anda koordinasi dengan Sdr Sabar Sitanggang lebih dulu (as_sabiq@yahoo.com)( YIM)

Leave a Reply