- Yusril Ihza Mahendra - https://yusril.ihzamahendra.com -

YUSRIL: SISTEM KETATANEGARAAN KACAU

Yusril: Sistem Hukum Tata Negara Kacau

Polhukam / Kamis, 8 Desember 2011 22:22 WIB

Metrotvnews.com, Jakarta: Empat kali amendemen terhadap UUD 1945 pada era reformasi justru memicu terjadi kekacauan dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia. Demikian rangkuman paparan mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum dan HAM) Yusril Ihza Mahendra selaku pembicara dalam seminar bertajuk Membangun Indonesia Melalui Pembangunan Hukum Nasional di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Kamis (8/12).

Empat kali amendemen telah mengubah sistem ketatanegaraan Indonesia secara fundamental. Namun, proses konstitusional yang dimaksudkan untuk merelevankan UUD 45 ini tidak selalu membawa kebaikan.

“Tidak jelas lembaga mana yang memainkan peranan sebagai pelaksana kedaulautan rakyat. Menurut UUD 45 hasil amendemen, kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan sesuai UUD. Perumusan seperti ini tidak lazim dalam norma konstitusi di negara mana pun. Apalagi, pasal-pasal yang mengatur pelaksanaannya pun tidak jelas,” tuturnya.

Hal itu, kata Yusril, disebabkan karena kemiskinan filsafat dalam proses amendemen yang terjadi. “Para politisi dan angggota MPR sangat dipengaruhi kepentingan-kepentingan jangka pendek dalam amendemen UUD 45, tanpa memahami secara utuh landasan bernegara yang termaktub dalam undang-undang tersebut,” katanya.

Lebih lanjut, Yusril mengurai kekacauan sistem tata negara ini dengan menyoroti keberadaan Mahkamah Konstitusi (MK), lembaga yang belum pernah ada sebelumnya. “Kekuasaan membuat UU sekarang ada di DPR bersama presiden. Namun, MK berwenang menguji dan membatalkan UU tersebut jika pengadilan MK berpendapat ada pertentangan dengan norma konstitusi. Padahal, presiden dan anggota DPR dipilih langsung oleh rakyat, sedangkan 9 hakim MK tidak. Dalam konteks ini, siapakah yang melaksanakan kedaulatan rakyat?” tanyanya.

Meski begitu, Yusril tidak menampik peran MK cukup besar dalam mencegah DPR dan Presiden membuat norma-norma hukum positif yang dapat membuat aparatur negara berbuat sewenang-wenang. Namun, menurut Yusril, kewenangan MK yang besar ini bisa digunakan lebih efektif lagi. Yusril mencontohkan bagaimana keputusan presiden memilih 19 wakil menteri (wamen) beberapa waktu lalu bisa dengan mudah dimentahkan oleh MK. “Kalau diuji materi di MK, 19 orang wamen yang dipilih presiden itu bisa rontok semua,” katanya.(MI/BEY)