Sidang pembacaan putusan Perkara Permohonan Perselisihan Penghitungan Suara Pemilihan Umum (PHPU) Pilkada Bangka Belitung, berlangsung hari ini (29/3/2012) di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta. Putusan itu menyatakan permohonan kami (Yusron Ihza dan Yusroni, Zulkarnain Karim dan Darmasyah Husein, serta Hudarni Rani dan Justiar Noer) ditolak, alias kami kalah dalam perkara ini. Saya pribadi dan adik saya Yusron Ihza mengucapkan selamat kepada pasangan Eko Maulana Ali dan Rustam Effendi, yang dengan putusan MK ini, dapat dipastikan akan segera dilantik menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Bangka Belitung mendatang.
Kami merasa telah berjuang maksimal mengemukakan semua argumen hukum, menghadirkan alat bukti dan saksi-saksi ke persidangan. Namun, apa boleh buat kami harus rela menerima kekalahan. Kami sadar bahwa putusan Mahkamah Konstitusi adalah putusan final dan mengikat. Tidak ada upaya hukum apapun yang dapat ditempuh setelah putusan MK.
Sekedar catatan saja, pertimbangan hukum Putusan MK kali ini nampak sederhana. Segala argumen, bukti dan keterangan saksi yang kami hadirkan, dengan datar-datar saja ditolak dengan bantahan ala kadarnya dari Termohon (KPU Provinsi Bangka Belitung) maupun Pihak Terkait (Eko Maulana Ali dan Rustam Effendi), diterima dengan mudahnya oleh Majelis Hakim MK. Bahkan berbagai bukti dan keterangan saksi yang kami kemukakan di persidangan, dengan enteng dibantah dengan Keterangan Panwaslu Provinsi Bangka Belitung yang sesungguhnya tidak pernah hadir atau dihadirkan ke tengah persidangan. KPU Prov Bangka Belitung, kata majelis hakim, membantah melalui surat kepada MK, yang juga tidak pernah dibacakan di persidangan. Bahkan ada surat yang baru dikirimkan ke MK tanggal 26 Maret 2012 yang entah ditandatangani oleh siapa, ketika sidang pemeriksaan perkara sudah dinyatakan selesai. Padahal, segala alat bukti dan keterangan dari pihak manapun juga barulah bernilai sebagai alat bukti kalau diungkapkan dalam persidangan. Tidak mungkin alat bukti muncul bagai siluman, tak pernah diungkapkan, namun sekonyong-konyong muncul dalam Putusan MK.
Apapun juga putusan MK, kami harus menerima sebuah kekalahan dengan jiwa besar, walaupun kenyataannya pahit. Hidup memang seperti itu, bagaikan roda pedati, kadang di atas kadang di bawah. Kalau sedang di atas, kami takkan sombong dan lupa diri. Kalau sedang di bawah, tak perlu juga banyak mengeluh. Kemenangan diterima dengan kesyukuran dan hamdalah, sementara kekalahan dihadapi dengan sabar dan istighfar…