SBY BERHENTIKAN AGUSRIN KETIKA PK SEDANG BERJALAN
Mendagri Gumawan Fauzie hari ini mengumumkan bahwa Presiden telah meneken keputusan pemberhentian Agusrin M Najamuddin, Gubernur non aktif Bengkulu. Gamawan mengatakan bahwa ini adalah bukti ketegasan Pemerintah dalam memberantas korupsi. Pada sisi lain, dia mengatakan bahwa keputusan pemberhentian Agusrin dilakukan karena kuatnya desakan melalui media massa, mengingat putusannya sudah berkekuatan hukum tetap, dan eksekusi telah dilaksanakan.
Kalau menggunakan logika prosedural, putusan kasasi adalah final. Peninjauan Kembali (PK) yang tengah dilakukan Agusrin tidak menghalangi proses eksekusi. Namun ketika Jaksa mengajukan kasasi atas putusan Pengadilan Negeri yang membebaskan Agusrin, hal itu jelas melanggar keadilan prosedural, karena menurut KUHAP, Jaksa tidak boleh kasasi atas putusan yang membebaskan seseorang dari segala dakwaan.
Namun secara substantif, putusan kasasi Agusrin penuh kejanggalan. Mahkamah Agung telah melakukan kesalahan menjatuhkan hukuman karena dia didakwa dengan delik penyertaan melanggar Pasal 2, Pasal 4 UU Korupsi dan Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP, terkait dengan dakwaan terhadap Chairuddin, mantan Kepala Dispenda Bengkulu. Chairuddin sendiri dihukum Mahkamah Agung karena terbukti melanggar Pasal 4 dan dijatuhi pidana 18 bulan. Sedangkan dakwaan Pasal 2 tidak terbukti. Mahkamah Agung malah menghukum Agusrin melanggar Pasal 2 jo Pasal 55 ayat 1 kesatu, sementara Chairuddin tidak terbukti melanggar Pasal 2 UU Korupsi.
Putusan Mahkamah Agung di atas, aneh. Kalau diumpamakan, Chairuddin didakwa mencuri kambing dan mencuri sapi, namun yang terbukti hanya mencuri kambing, mencuri sapi tidak terbukti. Belakangan Agusrin dihukum Mahkamah Agung karena terbukti mencuri sapi bersama-sama dengan Charuddin. Padahal, Chairuddin tidak mencuri sapi sebagaimana diputuskan sendiri oleh Mahkamah. Karena itu secara substantif penjatuhan hukuman terhadap Agusrin tidaklah adil.
Namun Presiden SBY rupanya mengikuti keadilan prosedural. Karena putusan Mahkamah Agung sudah berkekuatan tetap, dan PK tidak menghalangi eksekusi, maka Agusrin diberhentikan. Sementara keadilan substantif yang sesungguhnya baru dapat dipastikan apabila ada putusan PK yang kini sedang berjalan. Namun Presiden sudah mengambil keputusan. Keputusan ini bukannya tanpa risiko. Sebab apabila PK membebaskan Agusrin, maka segala hak dan kedudukannya harus dikembalikan seperti semula. Ini berarti Agusrin berhak untuk diaktifkan kembali sebagai Gubernur Bengkulu.
Mengingat peluang ini masih terbuka, maka sebaiknyalah Presiden tidak buru-buru melantik Wakil Gubernur Bengkulu, Junaidi, untuk menjabat sebagai gubernur menggantikan Agusrin. Kalau ini dilakukan, maka Agusrin harus diaktifkan kembali, maka Junaidi harus dikembalikan lagi menjadi Wakil Gubernur. Ini logika hukumnya. Namun. sampai kini belum ada undang-undang yang mengatur hal ini. Ada kevakuman hukum, sebagaimana terjadi pada Bupati Mamasa, Sulawesi Barat. Pemerintah sendiri, seperti dikatakan Mendagri Gamawan Fauzie, masih bingung mengatasi keadaan di Mamasa.Namun anehnya, meski mengaku bingung, Presiden telah memberhentikan Agusrin, yang justru membuka peluang kebingungan lagi, karena Pemerintah sendiri belum tahu bagaimana mengatasi masalahnya.*****
Cetak artikelShort URL: https://yusril.ihzamahendra.com/?p=790
IYa bang…Insya Allah….debat..dan diskusi..akan berlanjut,…gimana “Perang”….segera dimulai….tentang Kasus Bung Agusrin…ini…..lagi…lagi… kita akan mengikuti…gimana keelokan manuver…dan pandangan…abang tentang Kenegaraan terus mencerahkan anak bangsa….
weleh weleh, jadi sbeye putusin dalem keadaan bingung, bener bener kite jadi berade di negare bingung, rakyatnye dibuat bingung, jadi kaye lagu, bingung aku bingung, pantes aje banyak keputusan di negeri ngebingungin, termasuk keputusan presiden soal agusrin, yah semoga aje kite tidak ikut ikutan bingung
Presiden bingungin, negara bingung, rakyat bingung deh, mendingan SBY turun saja, itu yang terbaik.
bukan bingung, SBy itu sangat cerdas dan pintar, karena ketularan virus Denny Indrayana jadi bego/kontraproduktif, Presiden sial.
he…he… bingung…bingung…aku binggung…?(begitu kata lagu…jadulll
kasus hampir mirip dengan walikota bekasi, dimana setelah mendapat putusan bebas murni oleh pengadilan negeri, namun jaksa tetap menuntut ..menurut yg abang katakan dan sesuai KUHAP “Jaksa tidak boleh kasasi atas putusan yang membebaskan seseorang dari segala dakwaan.”
bohong kl petinggi2 itu bingung, alasan aja itu, yg jadi presiden, atau mentri kan pintar2, kenapa ini bisa terjadi, jangan bingung pak mentri, belum selesai menyikapi bupati Mamasa sekarang diulang lagi kepada Gubernur Bengkulu dan juga kepada Bupati Subang Pak EEP hidayat dan Walikota Bekasi Pak H. Mochtar Mohammad , proses PK masih berlangsung, umpama kalau keduanya diputus bebas di PK jangan bingungnya kambuh, tapi ditindaklanjuti kasihan nasib orang pak, iya ….k…an pak.
Jaksa memang sdh spt malaikat sok suci.hrsnya mrk di laknat Allah krn telah menzholimi byk org. Coba jaksa sblm lulus jd jaksa di training dulu suruh merasakan sulitnya org di penjara .ga usah lama2 sbgmn mrk menuntut org lain , cukup suruh mrk rasakan seminggu atau sebln saja. Berani??