PRESIDEN TELAH MENGAMBIL LANGKAH YANG BENAR MENYIKAPI PUTUSAN MK SOAL JAKSA AGUNG
Akhirnya Presiden melaksanakan putusan MK setelah mendapat tekanan politik yang begitu kuat atas reaksi Penolakan Pemerintah yang dibacakan Mansesneg Sudi Silalahi kemarin. Tadi malam, belum sehari setelah penolakan itu, Presiden diberitakan telah menandatangani Keppres pemberhentian Hendarman dan menunjuk Wakil Jaksa Agung Darmono menjadi Pelaksana Tugas Harian Jaksa Agung, sampai diangkatnya Jaksa Agung defenitif. Langkah Presiden ini sudah benar, dan seharusnya dilakukan segera, beberapa jam, setelah adanya putusan MK tanggal 22 September yang lalu. Walaupun sedikit terlambat, sementara tekanan politik, baik melalui opini publik, maupun berbagai langkah persiapan yang dilakukan kalangan DPR, mulai dari persiapan Interplasi sampai penyusunan draf Pernyataan Pendapat DPR, Presiden akhirnya mengambil keputusan yang tepat sebelum mendapat tekanan politik yang lebih besar lagi. Sejak beberapa menit MK mengambil putusan, saya telah menyarankan kepada Presiden agar segera menindaklanjuti putusan itu. Ada beberapa saran alternatif yang saya berikan, antara lain memang segera menunjuk Wakil Jaksa Agung Darmono menjadi Pelaksana Tugas (Plt) atau menunjuknya menjadi Jaksa Agung ad interim, sampai adanya Jaksa Agung defenitif. Saya memberikan saran itu, karena saya tidak ingin dituduh hanya menjadi “trouble maker” yang pandai mengkritik dan melawan, tapi tidak bisa dan tidak mampu memberikan jalan keluar.
Tidak ada yang menang atau yang kalah dalam kasus di atas. Bagi saya, semua ini adalah kemenangan demokrasi dan konstitusi. Saya dengan dukungan banyak teman dan sahabat, memang melakukan perlawanan demokratis dan konstitusional memperjuangkan pendapat dan keyakinan saya bahwa Presiden telah salah mengambil langkah sekitar pemberhentian dan pengangkatan Jaksa Agung, ketika jabatannya berakhir 20 Oktober 2009 yang lalu. Saya ingin agar negara berjalan di atas rel hukum dan konstitusi, dan itu akan terus saya perjuangkan sampai akhir hayat saya. Sayangnya, Mensesneg Sudi Silalahi, Hendarman Supandji dan Denny Indrayana ngotot membela Presiden dengan berbagai dalil dan argumen. Hendarman bahkan menantang agar masalah ini diselesaikan pengadilan, agar ada wasitnya, katanya. “Ente Jual Ane Beli. Ente Nantang Ane Ladeni” jawab saya waktu itu. Sejak itu perlawanan konstitusional, sah dan demokratis mulai saya lakukan. Yusuf Kalla mengatakan modal saya hanya “ilmu dan nyali” dalam mengajukan perlawanan. Kalla memang benar, kendaraan politik saya, Partai Bulan Bintang, telah terpuruk sejak Pemilu 2009 yang saya anggap sebagai Pemilu paling buruk dalam sejarah reformasi.
Kami tak punya kekuatan di DPR untuk melawan, dan tak punya orang lagi di pemerintahan agar dapat mengawal roda pemerintahan tetap berjalan di atas rel demokrasi, hukum dan konstitusional. Saya mengikuti jejak guru saya Allahyarham Dr. Mohammad Natsir yang pada zamannya melawan rezim dengan cara menggabungkan intelektualisme dan aktivisme. Intelektualisme adalah juga sebuah kekuatan. Kita dapat mengalahkan lawan-lawan dengan kekuatan argumen, bukan kekuatan massa dan kekuatan senjata. Saya berterima kasih kepada teman-teman, terutama teman-teman dari media, yang memberikan simpati dan dukungan. Saya tidak melawan dengan cara-cara brutal. Belum juga saya melakukan apa pernah dilakukan Natsir, yang akhirnya menggalang kekuatan politik dan kekuatan bersenjata menentang Pemerintah Pusat yang inkonstitusional dengan membentuk Pemerintah tandingan di Sumatera, PRRI. Sejarah menjadi pelajaran yang amat berharg agar kita tidak mengulangi kesalahan yang sama dua kali. Zaman memang sudah berbeda, namun hakikat persoalan selalu saja ada kesamaannya dari zaman ke zaman. Hendaknya semua orang dan semua politisi negeri ini, dapat belajar dari hal ini agar menjadi bijak dan bestari.
Bagi Presiden, Pemerintah dan siapa saja, putusan MK kemarin adalah suatu pelajaran berharga. Kebersamaan dalam membangun bangsa dan negara sangatlah mutlak. Ada orang di dalam, ada pula orang di luar. Semuanya adalah warga bangsa yang sama-sama mencintai bangsa ini. Politik itu ibarat roda pedati, kata pepatah, ada kalanya orang di atas, ada kalanya di bawah. Mereka yang kebetulan sedang di atas, hendaknya tetaplah tawaddhu’ dan rendah hati, serta selalu memiliki hati terbuka untuk mendengar dan menjalin komunikasi. Jangan sekali-kali terjebak kepongahan dan kecongkakan, seolah kekuasaan itu abadi. Saya terkesan dengan ucapan rekan saya Patrialis Akbar, yang mengatakan “orang hidup saja akan mati, apalagi jabatan”. Segalanya tentu akan berakhir. Semuanya hanyalah masalah waktu saja.
Penunjukan Darmono sebagai Plt Jaksa Agung adalah langkah Presiden yang benar. Saya menghargai langkah Presiden SBY dan kalau boleh menasehatkan kepada beliau, agar menjadi pemimipin itu selalu harus mampu mengambil keputusan yang tepat dan pada waktu yang tepat pula. Seringkali seorang pemimpin besar akhirnya jatuh dari kebesarannya, karena ketika dia berhadapan dengan situasi yang sangat sulit, tiba-tiba dia mengambil langkah yang salah dan keliru yang berakibaf fatal. Persoalan seputar legalitas dan illegalitas Jaksa Agung Hendarman Supandji, bukanlah persoalan yang terlalu besar, kalau disikapi dengan tenang, cepat dan tepat. Tetapi kalau persoalan sederhana seperti itu dibikin menjadi ruwet, maka persoalannya menjadi melebar kemana-mana, yang akhirnya menyulitkan Presiden sendiri. Orang bijak mampu membuat persoalan ruwet menjadi sederhana. Sebaliknya orang tidak bijak, selalu membuat persoalan sederhana menjadi ruwet, seolah benang kusut yang sulit untuk diurai.
Semoga Allah SWT memberkati bangsa dan negara kita menuju hari depan yang lebih baik.
Cetak artikelShort URL: https://yusril.ihzamahendra.com/?p=401
tulisannya santun, arif dan bijak. teruslah memberikan pencerahan ilmu buat rakyat. saya yakin bang YIM tidak sendirian dalam menyampaikan kebenaran pada penguasa. namun banyak malaikat yang menyertai abang..teruslah berjuang..
Seharusnyalah kebesaran jiwa, ketepatan sikap dan ketapatan waktu dimiliki oleh pemimpin. Skrg tiggal Presiden, apakah bisa menunjuk seseorang yang kredibel & mempunyai integritas tinggi sebg Jaksa Agung. Sebab kelak KPK akan bubar dan Kejaksaan akan menjadi garda depan hukum untuk pemberantasan korupsi, jika Presiden tdk bisa memilih orang yg tepat maka ketidakpercayaan masyarakat kpd kejaksaan akan tetap terpelihara dan mengkorup serta melanggar hukum lainnya akan menjadi suatu yang lumrah.
… walau terlambat gak apa2 lah, dr pada ‘all the president men’ngawur, tapi sebagai anggota PBB sy merasa sakit hati jg krn semalam saat bang YIM slesai LIVE di JAK TV, di TV ONE RUHUT SITOMPUL mengatakan Yusril Ihza Mahendra itu ‘biang kerok’, sy brharap ada yg bisa menegur si POLTAK ini supaya lebih santun berbicara.
KEEP ON FIGHT BANG YIM, akan tiba saatnya kekuasaan dipergilirkan Allah SWT pada orang2 yang Amanah …
Tibalah saatnya kita dimana harus membangun bangsa ini menjadi bangsa yg besar, bangsa yg mempunyai “peradaban” yg tinggi. Bangsa ini harus dibangun dgn kebersamaan tdk dgn saling menjatuhkan dgn menganggap setiap org yg berbeda dgn kita/pemerintah adalah “lawan” yg harus dihabisi. Kearifan seorang pemimpin di negeri ini, akan membawa negeri ini menjadi negara yg besar sebaliknya “kepongahan” seorang pemimpin akan membawa bangsa ini menjadi bangsa yg kerdil.
Wahai SBY dan para pengikutnya ingatlah… bahwa sesungguhnya Allah SWT mempergilirkan kekuasaan itu, kepada siapa yg DIA (ALLAH) kehendaki kekuasaan itu akan di berikan… dan kepada siapa kekuasaan itu yg DIA (ALLAH) tdk kehendaki akan dicabut… sesungguhnya Allah Maha Halus dan kepadanyalah setiap urusan dikembalikan.
Sekali lagi wahai SBY dan para pengikutnya… Janganlah karena kebenciamu terhadap suatu kaum lalu engkau berbuat tdk adil kpd kaum itu… sesungguhnya Allah Maha Besar.
Artikel yang memberikan pelajaran bagi kita semua bagaimana menjadi seorang ahli yang konsisten, santun, dan selalu memberikan manfaat dan solusi bagi kemaslahatan umat. Jangan berhenti berjuang Pak Yusril, untuk menjadi salah satu motor penggerak bagi kelangsungan kehidupan bernegara yang lebih elegan.
Bismillah. Nabi pernah ditarik oleh org baduy yg kasar sorbannya sehingga berbekas dilehernya. Tapi nabi tersenyum. Biarlah si ucok ruhut berkata kasar, tapi hadapilah dng senyum prof. Wassalam.
Ya. Sementara ini saya tidak merasa perlu menanggapi serangan Ruhut. Biarlah masyarakat yang menilai
telah datang kebenaran dan telah hancur kebathilan..
keyakinanmu membuahkan hasil. Allah senantiasa membela hambanya yg terdzalimi
Berjuanglah terus untuk bangsa ini laksamana …, semoga
kena spam bukan yah, komen aq ?
Terima kasih atas pembelajarannya buat Bangsa ini, Prof. Yusril.
oh ya, rasanya Anda juga pernah memposting tentang Allahyarham Dr. Mohammad Natsir di blog ini 2 kali. Teman-teman yang ingin lebih jelasa dapat membuka laman berikut!
https://yusril.ihzamahendra.com/2008/03/16/activism-and-intellectualism-the-biography-of-mohammad-natsir/.
Jujur ungkapan, “Saya mengikuti jejak guru saya Allahyarham Dr. Mohammad Natsir yang pada zamannya melawan rezim dengan cara menggabungkan intelektualisme dan aktivisme. Intelektualisme adalah juga sebuah kekuatan. Kita dapat mengalahkan lawan-lawan dengan kekuatan argumen, bukan kekuatan massa dan kekuatan senjata. Saya berterima kasih kepada teman-teman, terutama teman-teman dari media, yang memberikan simpati dan dukungan”, adalah salah satu dari banyak ungkapan manis dan terindah yang pernah Anda ungkapkan di blog ini, Profesor.
Terima kasih
sang raja minyak sudah mulai beraksi lagi, bisa berabe nanti.
tenang dalm menghadapi persoalan, jujur dalam memutuskan perkara, sabar dan ikhlas menerima putusan, cerminan kemajuan bangsa,
buktikan yang benar itu benar dan yang salah itu salah.
lanjutkan perjuangan Bang….
terima kasih
Alhamdulillah sudah terlaksana & selesai uji materil UU Kejaksaan. Saya turut bersyukur serta sedikit gembira atau melupakan sejenak keprihatinan dalam keseluruhan masalah.
Berikut ini saya menuliskan ‘memoar’ saya tentang hal itu khususnya karena sempat timbul kisruh – politik pula? – dalam penafsiran semua pihak tentang bentuk dan arah tindak-lanjutnya. Maaf kepanjangan dan rada2 narsis.
Saya tuliskan di sini khususnya untuk lebih memungkinkan bisa dibaca Presiden SBY, Mensesneg Sudi Silalahi, Ketua MK M. Mahfud MD, dan/atau tentunya terlebih-dulu oleh Prof sendiri selaku yg punya legal standing & pemohon Uji Materil UU Kejaksaan, juga oleh mantan Jaksa Agung Hendarman Supandji, Staf Khusus Presiden Denny Indrayana, dll. Semoga. Dan tidak lupa terlebih dulu saya mohon kritik & koreksi dari segenap sidang pembaca. Terima kasih.
MENGENTASKAN KISRUH PUTUSAN M.K. Perkara UJI MATERIL U.U. KEJAKSAAN
: menggunakan Analisis DINAMIK Kasus HUKUM TATA NEGARA dlm Supremasi Hukum (langgam ‘analisis kasus’ yg sedang coba saya kembangkan; kiranya dapat dimaklumi).
oleh: Hendra Indersyah.
Sejauh ini, sesudah lewat sore hari 22 September 2010 maupun sepanjang hari 23 September 2010 sebagai kesempatan bagus/pertama secara logika umum maupun pengharapan & usulan serta pendapat & saran banyak pihak, dan Presiden SBY belum juga mengeluarkan Keppres pemberhentian Hendarman Supandji sebagai Jaksa Agung RI pasca pembacaan putusan MK perkara Uji Materil UU Kejaksaan, kita jadi mikir lagi (pada posisi semula juga ya): ADA APA?
Ada apa khususnya dgn posisi, kebijakan & kinerja, di pihak Presiden SBY? Dan mungkinkah pemberhentian dan/atau penerbitan Keppres itu akan terjadi DALAM WAKTU DEKAT ini?
Coba kita cari tahu sendiri alias menganalisa data & fakta yg ada.
Sementara desakan masyarakat, yaitu agar segera realisasi rencana penggantian Hendarman Supandji (salah satu bentuk desakan) dan agar Presiden SBY menghormati sekaligus mentaati putusan MK (bentuk lainnya pendapat & saran), begitu besar dlsb, dan pendapat para pakar Hukum Tata Negara pun sudah cukup jelas.
Sekali lagi: ADA APA? Bagaimana kira2 duduk persoalannya?
1. Perbedaan penafsiran? Dalam bentuk suatu hipotesa, sbb.: sesungguhnya terdapat perbedaan penafsiran thdp AMAR PUTUSAN M.K, meskipun sama2 ada penghormatan thdp putusan MK itu, antara Prof. Moh. Mahfud MD & Prof YIM di satu pihak vs SKP Denny Indrayana & Mensesneg Sudi Silalahi di pihak lain (sedangkan Hendarman Supandji pd posisi pasif & tetap taat – di hadapan Presiden SBY – di mana tetap masuk kerja selaku Jaksa Agung dan siap diberhentikan secara tidak mengundurkan diri).
2. Mati langkah? Dalam bentuk suatu hipotesa, sbb.: sesungguhnya Presiden SBY dan Setneg ketiadaan alasan utk memberhentikan Hendarman Supandji dari jabatan Jaksa Agung jika tidak bersedia mengundurkan diri.
3. Menantikan sesuatu? (hipotesa apa ya?).
* * * * *
HUKUM TATA NEGARA. Sama seperti seluruh ilmu lainnya, buku yg menampung permasalahannya kira2 satu ruang perpustakaan. Nah, bagi ‘pendatang baru’ misalnya, jika tidak pintar2 pilih mana2 yg dibaca, maka permasalahan tsb akan tampak begitu banyak. Dan menerapkannya dalam pernyataan2 (repot kalau “di dalam kebijakan”), pakar sekali pun bisa jadi salah; demikian tersirat di dalam Putusan MKRI Nomor 49/PUU-VIII/2010 MKRI kemarin 22 September 2010.
Ketua sidang ketok palu pada 14:35 wib. Demikianlah, sudah berkepastian hukum untuk mengakhiri segala silang pendapat dalam macam2 kepentingan serta sudut-posisi pernyataan, dan juga basa-basi untuk tidak mendahului Putuan MK, bahwa Jaksa Agung Hendarman Supandji pasca 14:35 wib adalah ILEGAL dan pra 14:35 wib adalah – karena Pasal 58 UU 24/2003 ttg MK – LEGAL. “Ilegal” & “legal”, ya ada uraiannya (pendek2 saja) ttg bagaimana pengertiannya bentuk detil.
Selengkapnya bunyi amar putusan MK perkara Uji Materil UU Kejaksaan, Putusan No. 49/PUU-VIII/2010 MKRI, adalah (poin terkait saja) sbb.: “masa jabatan Jaksa Agung itu berakhir dgn berakhirnya masa jabatan Presiden Republik Indonesia dlm satu periode ber-sama2 jabatan anggota kabinet atau diberhentikan dlm masa jabatannya oleh Presiden dlm periode yg bersangkutan”.
Jadi, Jaksa Agung Hendarman Supandji pasca 14:35 wib adalah ILEGAL dan pra 14:35 wib adalah LEGAL. Tinggal soal uraian (pendek2 saja) ttg pengertian “ilegal” & “legal”.
Sebentar, ingat istilah “demisioner”? Ada lagi: “limbo time”. Dan perlu dipahami juga tugas2 WAKIL (dalam hal ini berarti Wakil Jaksa Agung) dlm sikon seperti itu.
Dan saya tetap berpendapat bahwa pak Hendarman Supandji saat ini, sbb.: lebih dari seorang Jaksa Agung yg sudah masuk sikon ‘demisioner’, melainkan sudah berhenti selaku Jaksa Agung pada 20 Oktober 2009 – sengaja tdk sengaja – yang mana dinyatakan secara konstitusional kemarin oleh MK, dan tinggal menerima Keppres utk secara sah terlaksana pemberhentian itu (diberhentikan oleh Presiden); jika sejak 22 September 2010 pkl 14:35 kemarin dan hari ini 23 September 2010 dst misalnya masih juga disebut Jaksa Agung maka bisa dipahami kalau akan lengkap (“Jaksa Agung” itu) dgn keterangan ‘ilegal’.
Pada puncak kepedulian, yaitu sehubungan dgn kekhususan tugas2 & kewenangan Jaksa Agung dalam penegakan hukum, misalnya di dalam UU 9/1992 ttg Keimigrasian (tahu dari salinan Putusan Nomor 49/PUU-VIII/2010 MK kemarin), juga di dalam UU 24/2003 ttg Mahkamah Konstitusi (baca2 & catat sendiri), kita berusulan-saran pula bahwa idealnya adalah secepatnya diangkat Jaksa Agung baru. Itulah maksud SMS saya kemarin dari cafe MK (dgn catatan – dalam berkeprihatinan pula tentunya jika ber-lama2 kisruh Hukum Tata Negara seperti itu – bahwa tidak ada peraturan UU yang telah dilanggar Presiden).
* * * * *
22 Sept. 2010 sore.
Dua pakar Hukum Tata Negara – dari beberapa ‘Senior’ saya – di dalam media massa:
“Hendarman sampai pukul 14.35 tadi masih legal. Tetapi setelah itu diketok sudah tidak boleh meneruskan lagi itu”.
“SBY harus segera melantik Jaksa Agung yang baru hari ini juga untuk mencegah kekosongan jabatan tersebut”.
Dan infokom saya sendiri, sbb.:
– sendirian di cafe MK, 16:10:23 wib: “Rencana penggantian Jaksa Agung tampaknya HARUS SEGERA realisasi, karena, pada hemat saya, bpk Hendarman Supandji sejak ketok palu pembacaan putusan MK dalam perkara Uji Materil UU Kejaksaan satu jam baru lalu harus diberikan Keppres pemberhentiannya selaku Jaksa Agung”.
– malam dan besoknya di fb: “Jaksa Agung Hendarman Supandji pasca 14:35 wib adalah ILEGAL dan pra 14:35 wib adalah – karena Pasal 58 UU 24/2003 ttg MK – LEGAL. “Ilegal” & “legal”, ya ada uraiannya (pendek2 saja) ttg bagaimana pengertiannya bentuk detil.
“Legal” (pra 22-9-2010) karena ada Keppres pengangkatan Hendarman Supandji sebagai Jaksa Agung masa tugas 2009-dst meskipun Keppres dari masa jabatan 2004-2009 Presiden berdasarkan UU 16/2004 (UU yg kemudian dinilai pihak lain bermasalah, dan sah terbukti bermasalah sekaligus tentunya diadakan penanggulangannya pd 14:35 22-9-2010 tsb di atas namun tentunya tidak berlaku surut).
“Ilegal” (pasca 22-9-2010) karena Hendarman Supandji, SH, CN selaku ahli Hukum, dan Jaksa Agung pula, ternyata – pada 14:35 tgl 22-9-2010 itu – menganut aliran pemahaman yg salah ttg maksud UU 16/2004 Pasal 22 (1) huruf “d” yg bermasalah (itulah UU 16/2004 disebut bermasalah; sekaligus – pd saat yg sama – tentunya diadakan penanggulangannya oleh MK) dlm masa tugasnya selaku Jaksa Agung sejak 21 Okt 2009 di mana pembuktian kesalahan pemahamannya itu terlaksana atas permohonan pihak lain, dan pada detik yg sama atau setidaknya hari yg sama dst tidak juga menerima Keppres pengangkatan untuk masa tugas 2009-dst (dlm masa jabatan 2009-2014 Presiden) ataupun Keppres pemberhentian sehubungan berakhir masa jabatan 2004-2009 Presiden.
* * * * *
Dengan hormat. Rencana penggantian Jaksa Agung memang harusnya terlaksana secepatnya, karena sudah tegas & berkepastian hukum UU 16/2004 Pasal 22 (1) huruf d oleh amar putusan MK no. 49/PUU-VIII/2010, bahwa bpk Hendarman Supandji dalam masa jabatan 2009-2014 Presiden SBY hingga saat dibacakan Putusan MK tsb adalah legal selaku Jaksa Agung, namun legalitas tsb merupakan konstitusionalitas bersyarat, yaitu konstitusional hanya secara formal (hanya karena ketentuan Pasal 58 UU 24/2003 ttg MK), dan tidak secara materil, yaitu tetap saja menjadi nyata bahwa selama itu sebenarnya tidak sesuai dgn tafsir yang seharusnya atau resmi yg kemudian ditetapkan oleh MK, dan karena bpk Hendarman Supandji, SH, CN, selaku Jaksa Agung ternyata – dgn adanya putusan MK tsb. – selama itu telah menganut ataupun mendiamkan aliran pemahaman yang salah dalam tafsir & penerapan UU 16/2004 dan/atau dulu tidak justru membereskan ataupun baru2 ini tidak turut-aktif membereskan kisruh UU ttg Kejaksaan itu yang mana pada dasarnya bisa menyebabkan timbul jabatan Jaksa Agung seumur hidup dari suatu maksud & tujuan semula Presiden SBY (Jaksa Agung Hendarman Supandji tanpa Keppres untuk berhenti dari KIB I dan untuk naik lagi di KIB II) adalah penghormatan & penegasan terhadap kemerdekaan kinerja kejaksaan sesuai Penjelasan Pasal 2 UU Kejaksaan “terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya”.
(HI. Jaktim, hingga 24 Sept 2010).
Begitu rupanya kejadiannya. Kalau ada masalah di negeri ini yg menimpa orang yang kuat secara materil,kekuasaan, atau intelektual, urusannya jadi gampang. Tapi kalau menimpa rakyat kecil, mungkin hrs menunggu pengadilan dari yang maha kuasa di hari akhirat nanti
Tidak begitu masalahnya. Apa yang terjadi pada saya adalah suatu kezaliman. Saya melawannya dengan segala kekuatan yang saya miliki. Bukanlah gampang menghadapi masalah ini, hingga selesai. Semua ada risiko, bagi orang seperti saya, tekanan itu besar sekali, karena kental muatan politiknya. Apa yang dialami Antasari Azhar yang Ketua KPK dan apa yang dialami Susno Duadji yang seorang Jendral Polisi, tidak dapat dikatakan gampang seperti anda katakan. Makin besar muatan politik dan kepentingan penguasa di dalamnya, akan makin berat. Orang lain yang merasa terzalimi, tentu dapat melawan dengan cara yang sama. Kita saling membantu. Saya dengan senang hati akan membantu, juga banyak kalangan yang lain, kalau mereka dizalimi pemerintah dengan cara yang sewenang-wenang (YIM)