AMARI MAU AJUKAN PK PUTUSAN ROMLI?
Jaksa Agung Basrief telah berulangkali mengatakan bahwa Kejagung kini tengah meneliti dengan seksama putusan Mahkamah Agung yang membebaskan Romli Atmasasmita. Hasil dari telaah itu, menurut Basrief akan menjadi landasan bagi Kejagung, apakah akan meneruskan tuntutan terhadap Yusril Ihza Mahendra dan Hartono Tanoesoedibyo atau menghentikannya. “Perkara Sisminbakum adalah satu kesatuan, sehingga satu gagal, akan mempengaruhi yang lain” kata Basrief beberapa waktu yang lalu.
Pernyataan Basrief itu benar dilihat dari sudut ilmu hukum. Sebab, jika ada beberapa orang dituntut melakukan tindak pidana secara bersama-sama, maka jika satu dibebaskan, maka yang lain juga harus dibebaskan. Kalau ini yang dijadikan dasar, maka kasus Sisminbakum memang harus dihentikan. Tersangka lain, yang kini belum diadili, yakni Yusril dan Hartono, demi hukum harus dihentikan penunutannya dengan menerbitkan SKPP (Surat Penghentian Penuntutan Perkara). Sementara, mereka yang sudah terlanjur divonis, berpeluang untuk dibebaskan.
Zulkarnaen Yunus misalnya yang baru saja divonis satu tahun oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, berpeluang dibebaskan di tingkat banding dengan mengacu putusan kasasi Romli. Yohanes Woworuntu dan Samsudin Manan Sinaga juga berpeluang dibebaskan melalui PK berdasarkan novum putusan kasasi Romli. Seperti diketahui, dalam dakwaan Jaksa, Zulkarnaen dan Samsuddin dikatakan meneruskan kebijakan Romli. Nah, kalau Romli bebas, mestinya yang meneruskan kebijakan Romli juga harus dibebaskan.
Namun lain Basrief, lain Amari. Hari ini beredar kabar di Kejaksaan Agung bahwa Jampidsus Amari minta anak buahnya di jajaran Jampidsus untuk mempersiapkan PK (Peninjauan Kembali) atas putusan Romli. Apa alasan dan landasan hukum yang digunakan untuk PK, kita belum tahu. Padahal, menurut KUHAP, PK adalah hak terpidana atau ahli warisnya saja. Jaksa tak berhak mengajukan PK. Namun Mahkamah Agung pernah mengabulkan PK yang dimohon Jaksa dalam kasus Polycarpus dalam kasus pembunuhan aktivis Kontras, Munir dan kasus Joko Chandra dalam kasus cessy Bank Bali. Jaksa menganggap ini sebagai yurisprudensi, meskipun bertentangan dengan hukum positif tertulis yang berlaku.
Ahmad Yani dari Komisi III DPR nampaknya telah mencium keinginan Amari untuk PK itu, sehingga Yani mengkritik upaya PK yang diajukan jaksa. Dalam Raker Mahkamah Agung beberapa waktu yang lalu, masalah pengajuan PK oleh jaksa juga dibahas dan didiskusikan. Konon, Mahkamah Agung akan bersikap tegas, tidak akan melayani permohonan PK oleh jaksa, karena nyata-nyata bertentangan dengan undang-undang dan tidak menjamin adanya kepastian hukum.
Sikap Amari yang berniat mengajukan PK atas putusan Romli itu mengandung tanda tanya. Nasir Jamil, anggota DPR dari PKS sempat mempertanyakan motif Kejaksaan Agung yang ragu-ragu dan berlama-lama menangani kasus Sisminbakum, sehingga ia menduga ada campur tangan pihak luar dan perbedaan internal di Kejagung sendiri. Kasus Sisminbakum memang menyentuh banyak aspek non hukum, antara lain konflik pribadi Marwan Effendi yang kala itu menjadi Jampidsus dengan Romli Atmasasmita. Romli yang gurubesar hukum pidana di UNPAD itu menuding Marwan sebagai plagiat ketika menulis dan mempertahankan disertasi doktornya di UNPAD. Romli juga tak henti-hentinya mengkritik Kejagung dalam penanganan berbagai kasus besar seperti BLBI.
Selain itu, ada pula konflik perebutan bisnis — antara lain Televisi Pendidikan Indonesia atau TPI — antara Siti Hardiyanti Indra Rukmana alias Mbak Tutut dengan keluarga Tanoesoedibyo, yang konon menggunakan orang dalam Kejagung untuk mengutak-atik Sisminbakum, karena keberadaan Hartono Tanoesoedibyo. Dari segi politik, konon para pesaing politik yang sedang berkuasa dan mereka yang tidak suka dengan keberadaan Yusril di panggung politik nasional, sengaja meminta Kejagung mengangkat kasus Sisminbakum untuk memojokkan Yusril. Hendarman, yang kala itu menjadi jaksa Agung ikut saja dengan kemauan orang yang berkuasa tadi. Kalau sudah demikian keadaannya, maka aspek hukum dari kasus Sisminbakum memang nampak lemah. Itulah yang menyebabkan Romli Atmasasmita akhirnya dibebaskan oleh Mahkamah Agung. MA menegaskan bahwa Sisminbakum bukanlah korupsi karena tidak terdapat kerugian negara, tidak terdapat unsur melawan hukum dan pelayanan publik dalam hal pengesahan perseroan terbatas terlayani dengan baik melalui Sisminbakum.
Amari adalah sisa-sisa lasykar kekuatan Hendarman Supandji yang kini masih menduduki jabatan strategis di Kejagung. Faktor ini juga yang nampaknya membuatnya selalu tampil beda dengan Basrief. Penindakan Sisminbakum adalah produk kebijakan Hendarman. Ketika Marwan menjadi Jampidsus, dia tidak melihat adanya alasan untuk mendakwa Yusril, meskipun dia mendakwa Romli. Marwan melihat Yusril sebagai “primus interpares” di Departemen Kehakiman dan HAM. Posisi Yusril adalah sebagai “law maker” dan “policy maker”, yang kebijakannya, sepanjang sejalan dengan hukum postif yang berlaku, tidak dapat dipersalahkan. Jurisprudensi Mahkamah Agung dengan jelas menganut prinsip bahwa “beleid” atau kebijakan pejabat negara, tidak dapat dinilai oleh pengadilan.
Namun, ketika Marwan diganti, Amari dengan mudahnya mengiyakan keinginan Hendarman agar Yusril dinyatakan sebagai tersangka. Sejak itu dimensi politis kasus Sisminbakum makin melebar. Yusril melawan dan menggugat keabsahan Hendarman sebagai Jaksa Agung, yang dinilainya tidak sah, dan karena itu tidak berwenang menyatakan dirinya sebagai tersangka. Mahkamah Konstitusi akhirnya memutuskan Hendarman illegal. Kasus ini mendorong sejumlah anggota DPR bersiap-siap untuk mengajukan interplasi dan bahkan pernyataan pendapat terhadap kebijakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang legalitas Jaksa Agung. Apalagi, ketika itu Mensesneg Sudi Silalahi dan Staf Khusus Presiden, Denny Indrayana, mencoba menentang putusan Mahkamah Konstitusi.
Memang, banyak pihak yang dipermalukan atas putusan Mahkamah Konstitusi itu. Presiden SBY dipermalukan karena keberadaan Jaksa Agung yang illegal di bawah pemerintahannya. Mensesneg juga dipermalukan, karena ketidaktahuannya mengelola administrasi pemerintahan, dan Hendarman sendiri ikut dipermalukan karena sebelumnya dia menantang Yusril untuk membawa tudingan illegalitas dirinya ke pengadilan. Ternyata, MK memutuskan dia memang illegal. Belakangan terungkap pula, ada orang penting Kejagung yang datang mengancam Ketua MK Mahfud MD agar permohonan Yusril tentang ketidaksahan Hendarman ditolak. Berita ini tambah mempermalukan Kejaksaan Agung, ternyata mereka juga main kotor ketika berperkara di pengadilan.
Dengan adanya rencana penggabungan Jampidum dengan Jampidsus, maka tidak lama lagi Amari akan tergusur dari jabatannya. Konon, namanya sudah diusulkan untuk diganti dan digeser ke posisi lain yang tidak begitu strategis dalam penegakan hukum di Kejaksaan Agung. Dalam situasi seperti ini, Amari seolah belum kehabisan nafas untuk memaksakan kehendak demi menjaga marwah. Dia masih berusaha, konon meminta anak buahnya mempersiapkan PK. Dia berharap, kalau PK itu dikabulkan dan Romli dihukum, maka ada dasar untuk menuntut Yusril ke pengadilan.
Dengan demikian, kasus Sisminbakum ini akan tambah panjang dan kemungkinan akan dipending dulu menunggu putusan PK Romli, yang entah akan memakan waktu berapa lama. Kalau tidak dipending, maka ada risiko juga bagi Kejagung kalau tetap melimpahkan perkara Yusril ke pengadilan, sementara PK sedang berjalan. Apa yang akan terjadi, kalau Yusril sedang diadili, sementara PK jaksa dalam perkara Romli ditolak oleh Mahkamah Agung. Apakah perkara akan diteruskan juga? Keadaan ini akan semakin memperburuk citra Kejaksaan Agung, karena secara terang-terangan mempermainkan nasib seseorang.
Kita belum tahu bagaimana sikap Basrief mengenai kabar keinginan Amari untuk PK ini.
Kita tunggu saja.
Cetak artikelShort URL: https://yusril.ihzamahendra.com/?p=575
Semoga Kaum dzolimun itu segera kembali ke jalan yg benar, dan menyadari semua kekeliruannya.,
Ini dia yang ditunggu-tunggu, Profesor.
Saya pribadi rindu tulisan gaya begini dan informasli yang dikandungnya.
Terus dan terus mencet-mencet tuts lap top-nya, ya Prof.
Wassalam
JAMPIDUS Amari ini alumnus UIN Jakarta, makanya pemahaman hukumnya kurang,makanya pelajari sejarahnya masuk Kejaksaan,maka dia asal kalau mengambil keputusan,contohnya PK kasusnya Bibit-Chandra…