KUBU YUSRIL TANGGAPI BEDA PENDAPAT DI KEJAGUNG
Pernyataan Jampidus Amari bahwa pimpinan Kejagung masih berbeda pendapat kasus Sisminbakum apakah akan diteruskan atau tidak, disesalkan oleh Penasehat Hukum Yusril, Dr Maqdir Ismail, SH, LLM. “Perbedaan pendapat itu menyangkut nasib seseorang. Kejagung tidak boleh menggantung-gantung nasib seseorang menjadi tidak menentu” kata Maqdir.
Maqdir mensinyalir bahwa perbedaan pendapat itu sebenarnya terjadi antara Amari dengan Jaksa Agung dan seluruh Jaksa Agung Muda yang lain. Kalau keadaan sudah seperti itu, maka keputusan terakhir adalah pada Jaksa Agung. Ini ditegaskan dalam Pasal 18 UU No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan. Pasal itu menegaskan bahwa Jaksa Agung adalah pimpinan dan penanggungjawab tertinggi kejaksaan yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan. Penjelasan pasal itu menegaskan lagi bahwa Jaksa Agung adalah pimpinan dan penanggungjawab tertinggi di bidang penuntutan. Berdasarkan kewenangan yang diberikan undang-undang, maka Jaksa Agung tidak perlu terus-menerus menunda penghentian perkara ini hanya karena Amari yang terus membabi-buta dengan pendiriannya ingin menuntut Yusril ke pengadilan.
Madir menegaskan tidak cukup alasan untuk meneruskan perkara Yusril. Tidak ada kepentingan umum yang terlanggar dengan kasus ini. Kalau dipaksakan diadili, maka hak asasi Yusril sebagai warganegara yang justru dilanggar. Keadaan ini akan mendorong publik makin percaya bahwa Yusril memang menjadi target operasi intelejen, karena dianggap sebagai rival politik penguasa sekarang, sebagaimana diberitakan dalam dokumen yang dibocorkan Wikileaks. Karena itu, mengadili Yusri bukan lagi untuk menegakkan hukum dan keadilan, melainkan untuk memuaskan nafsu angkara murka penguasa yang pamornya kini kian menurun di mata publik.
Dalam seluruh proses penyidikan, menurut Maqdir, Penyidik tidak menemukan alat bukti apapun untuk mendakwa Yusril, kecuali kuitansi warung yang entah ditanda-tangani oleh siapa, yang menggambarkan seolah-olah Yusril menerima uang dari Dirjen AHU. Jumlahnyapun hanya sekitar Rp. 25 juta rupiah.
Kalau kasus Yusril dikaitkan dengan kebijakan Sisminbakum, putusan kasasi Romli sudah sangat gamblang. Putusan Mahkamah Agung tanggal 23 Desember 2010 telah menegaskan bahwa Sisminbakum adalah kebijakan Pemerintah RI sebagaimana tertuang dalam Letter of Intent dengan IMF, dan dibahas dalam sidang kabinet, disetujui Presiden dan dilaporkan ke Bappenas. Dalam pelaksanaannya, tidak terdapat unsur kerugian negara dan unsur melawan hukum serta pelayanan public terlayani dengan baik melalui Sisminbakum. Atas dasar itulah MA melepaskan Romli dari segala tuntutan hukum. “Berdasarkan putusan MA ini, tidak ada lagi alasan Kejagung untuk meneruskan perkara Yusril ke pengadilan” kata Maqdir. Kesaksian Jusuf Kalla dan Kwik Kian Gie di Kejaksaan Agung juga memperkuat bunyi putusan kasasi MA itu.
Kalau mau dikaitkan dengan putusan kasasi Yohanes Woworuntu, memang Yohanes didakwa bersama-sama Romli, Yusril dan beberapa orang yang lain. Namun dalam pertimbangan hukum MA, disebutkan bahwa yang terbukti melakukan korupsi bersama-sama dengan Yohanes itu hanya Romli, sementara Yusril tidak disinggung samasekali. Kini, Romli dibebaskan. Sebab itu, ada novum bagi Yohanes untuk mengajukan PK yang sekarang sudah dilakukan melalui PN Jakarta Selatan.
Kalau mau dikaitkan dengan putusan Samsudin Manan Sinaga, dia dihukum bukan karena Sisminbakumnya, melainkan dia terbukti menikmati uang hasil pembagian akses fee bagian Dirjen AHU untuk kepentingan pribadinya. Pertimbangan hukum MA mengatakan meskipun uang yang ada pada Dirjen AHU itu belum menjadi uang negara, karena belum ada Peraturan Pemerintah yang menetapkannya, tetapi uang tersebut “berada dalam penguasaan negara” dan digunakan untuk kepentingan pribadi. Lagi pula, tegas Maqdir, apa urusannya Samsudin dengan Yusril. Dia menjadi Dirjen ketika Menteri Hukum dan HAM dijabat Andi Mattalata. “Kok, Samsudin dikait-kaitkan dengan Yusril. Mestinya Andi Mattalata yang bertanggungjawab, sementara Andi hingga kini tenang-tenang saja. Permainan politik apa ini?” tanya Maqdir.
“Amari hanya cari-cari alasan saja untuk celakakan Yusril. Terkesan di mata saya, Amari membawa misi sendiri, di luar misi penegakan hukum. Di kalangan aktivis kini beredar kabar bahwa Amari berada di bawah kendali pejabat sangat penting dan strategis di lingkaran Istana Kepresidenan, yang terus-menerus mengendalikan Amari agar mengadili Yusril. Pejabat itu selalu menelepon Amari menyampaikan ada petunjuk Presiden. Benar tidaknya petunjuk Presiden itu, kita tidak tahu. Ini sungguh keterlaluan”, kata Maqdir.
Sementara itu, Majalah Forum minggu lalu dan Majalah Tempo minggu ini, memuat berita seolah-olah seluruh jajaran Kejaksaan Agung setuju Yusril diadili, tetapi terganjal Jaksa Agung Basrief yang menginginkan sebaliknya. Menurut kedua majalah ini, ada kekuatan besar yang menekan Basrief bersikap demikian. Analisis kedua majalah ini, menurut Maqdir, tidaklah masuk akal. Kalau ada kekuatan yang mampu menekan Basrief, maka kekuatan itu hanyalah mungkin dari penguasa yang di atas Basrief. “Apa ada penguasa yang menganggap Yusril sebagai rival politiknya, malah menekan Basrief untuk menghentikan perkara Yusril?”.
Analisis kedua majalah diatas disinyalir mendapat masukan dari Faried Harjanto, Direktur Penuntutan Kejagung yang kini sudah dimutasikan menjadi Kajati Kalimantan Timur. Faried dan Amari adalah dua pejabat Kejagung yang ngotot mau mengadili Yusril, tanpa perduli ada bukti atau tidak, punya alasan hukum atau tidak, yang penting Yusril diadili. Dengan perginya Faried, Amari kini tinggal sendirian ngotot memaksakan kemauannya. Sementara publik juga menilai sikap Amari yang jauh dari profesional itu.
Short URL: https://yusril.ihzamahendra.com/?p=584
Bang Yusril, kapan kelanjutan sidang di Mahkamah Konstitusi tentang gugatan abang mengenai saksi yg meringankan ?
Iya. Saya juga kesel nunggu begitu lama. MK mengulur sidang terus, dengan alasan sibuk kasus Pilkada (YIM)
Bismillah. Menunggu lama semoga menjadi amal saleh, apalagi bagi orang yang didzalimi.Kita hanya berharap agar Kejagung dan MK tidak menunda-nunda masalah yang serius bagi masa depan republik ini. Segera putuskan, hentikan perkara YIM. Itu saja permintaan kita jika negara ini tidak ingin semakin rusak karena ulah penyelenggara negaranya yang ragu-ragu, tidak tegas dan memain-mainkan hukum. Wassalam.
#1
Karena MK mendapat tekanan dari Istana kali bang …? krn istana kuatir gugatan abang kali ini menang lagi….?